Tuberculosis (TB) diperkirakan sudah ada sejak 700 600 tahun SMyakni pada zaman
neolitik. Saat populasi manusia mulai banyak di daratan Eropa dan Mediterania.
Adapun factor pendukung timbulnya penyakit tuberculosis adalah lingkungan dan pekerjaan.
Dilihat dari angka kejadian pada survey nasional yang dilihat dari 15 propinsi di Indonesia sejak
1979-1982 didapatkan di propinsi Bali mempunyai angka pravelensi yang paling rendah
(0,08%),sedangkan di propinsi NTT mempunyai angka prevelensi tertinggi (0,74%). Sedangkan
di propinsi Sumatra Barat (0,37%) dari tahun 1984-1985 dan di propinsi Aceh pada tahun 1983-
1984 mencapai 0,65%. Di
Negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat,angka kesakitan tercatat dalalm tahun 1976
sebesar 15,9% dari 100.000 penduduk.
Tuberculosis paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di Negara
Negara yang sedang berkembang. Angka kematian sejak awal abad ke 20 mulai berkurang sejak
ditetapkannyaprinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita.
Keadaan penderita bertambah baiksejakn ditemukannya obat streptomisin dan bermacam
macam obat anti tuberculosis pada tahun berikutnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Tujuan Umum
Diperoleh pengetahuan tentang pasien yang mengalami TBC dan bagaimana tindakan
keperawaratan yang dilakukan serta penanganannya.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Penyakit TBC.
2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Askep pada Penyakit TBC.
3. Untuk mengetahui SAP pada penyait TBC.
Metode pengumpulan data yaitu dengan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku yang
berhubungan anemia dan mencari informasi di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Epidemiologi
E. Patofisiologi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah : - Leokosit sedikit meninggi
- LED meningkat
2. Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin : Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen : Foto PA
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat,
penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Kegagalan Pengobatan
H. Prognosis
Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosis buruk pada bayi dan orang tua.
1. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :Kelelahan umum dan kelemahan
Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, meng gigil dan atau
berkeringat.
Mimpi buruk.
Tanda :Takikardi, takipenia/dispenia pada kerja
Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)
2. INTEGRITAS EGO
Gejala :Adanya/faktor stres lama
Masalah keuangan, rumah.
Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
Populasi budaya/etnik: Amerika Asli atau imigran dari Amerika Tengah, Asia
Tenggara, Indian anak benua.
Tanda :Menyangkal (khususnya selama tahap dini)
Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
3. MAKANAN/CAIRAN
Gejala :Kehilangan nafu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
4. NYERI/KENYAMANAN
Gejala :Nyeri dada meningkat karen batuk berulang
5. PERNAFASAN
Gejala :Batuk, produktif atau tak produktif
Nafas pendek
Riwayat tuberkulosis/terpajan pada indivitu terinfeksi.
Tanda :Peningkatan frekwensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleura)
Pengembangan pernafasan tak simetri (effusi pleural)
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural). Bunyi
nafas : menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak).
Bunyi nafas tubuler dan/bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek
paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic).
Karakteristik sputum: hijau/purulen, muloid kuning, atau bercak darah.
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut).
6. KEAMANAN
Gejala :Adanya kondisi penekan imun, contoh AIDS, kanker.
Tes HIV positif.
7. INTERAKSI SOSIAL
Gejala :Peranan isolasi/penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
8. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :Riwaayat keluarga TB.
Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk.
Gagal untuk membaik/kambuhnya TB.
Tidak berpartiipasi dalam terapi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh .selain itu ,perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri atas compos mentis ,apatis,somnolen,sopor,atau koma
B1 ( Breathing)
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan .Klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga
pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi diameter antero-posterior banding
proporsi diameter lateral .apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang
masif maka terlihat adanya ketidaksemetrisan rongga dada ,pelebaran itercostal space pada sisi
yang sakit.
Batuk dan sputum saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi
sputum yang purulen
Palpasi
Palpasi Trakhea adanya pergeseran trachea menunjukkan meskipun tetapi tidak spesifik
penyakit dari lobus atas paru
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan bagian kiri .adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada
klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas
Getaran suara ( fremitus vocal) getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di
dada klien saat klien berbicara adalah bunyi ynag dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan
,terutama pada bunyi konsonan .
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi ,biasanya akan didapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru .pada klien TB disertai komplikasi seperti efusi pleira akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan ( Ronkhi) pada sisi yang sakit
.Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
B2 ( Blood)
B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis ,ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat .pada pengkajian objektif ,klien tampak dengan wajah meringis
,menangis,merintih,meregang,menggeliat saat dilakukan pengkajian pada mata ,biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis dan
sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan perfusi fungsi hati .
B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan .Oleh karena itu perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok .klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
Rifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual,muntah,penurunan nafsu makan ,dan penurunan berat badan
B6 ( Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru .Gejala yang muncul antara
lain kelemahan,kelelahan,insomnia,pola hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan berihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekpansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif
paru , atelektasis , kerusakan membrane alveolar-kapiler , dan edema bronchial .
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan , anoreksia atau
dispnea , dan peningkatan metabolisme tubuh .
5. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
( ketidakmampuan untuk bernapas ) , dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi , aturan pengobatan , proses penyakit ,
dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
3. INTERVENSI
DX1
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan inetervensi kebersihan jalan nafas
kembali efektif.
Kriteria hasil :
DX 2
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi , Pengeluaran akan sulit bila secret sangat
catat karakter , volume sputum , dan kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adanya hemoptisis. adekuat ) . Sputum berdarah bila ada
kerusakan ( kavitasi ) paru atau luka
bronchial dan memerlukan intervensi lebih
lanjut
Kaji pengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pada area kolpas .
trachea.
Deviasi trachea kea rah sisi yang sehat
pada tension pneumothoraks.
Setelah WSD dilepas , tutup sisis lubang Deteksi dini terjadinya komplikasi
penting seperti berulangnya
masuk dengan kassa steril dan observasi
pneumothoraks.
tanda yang dapat menunjukkan
berulangnya pneumothoraks seperti napas
pendek , keluhan nyeri.
DX 3
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan inetrvensi gangguan pertukaraan gas
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Kaji status nutrisi klien , turgor kulit , berat Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
badan , derajat penurunan berat badan , untuk menetapkan pilihan intervensi yang
integritas mukosa oral , kemapuan menelan , tepat
riwayat mual / muntah , dan diare.
Fasilitasi klien untuk memeperoleh diet biasa Memperhitungkan keinginan individu dapat
yang disukai klien ( sesuai indikasi ). memperbaiki intake gizi
Pantau intake dan output , timbang berat badan Berguna dalam mengukur keefektifan intake
secar periodic ( sekali seminggu ). gizi dan dukungan cairan
Lakukan dan ajarkan perawatn mulut sebelum Menurunkan rasa tak enak karena sisa
dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah makanan , sisa sputum atau obat pada
intervensi/pemeriksaan peroral pengobatan system pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah
Fasilitasi pemberian diet TKTP , berikan dalam Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan
porsi kecil tapi sering.
dan energy besar serta menurunkan iritasi
saluran cerna.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan Merencanakan diet dengan kandungan gizi
komposisi dan jenis diet yang tepat yang cukup untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energy dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik klien.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium Menilai kemajuan terapi diet dan membantu
khususnya BUN , protein serum , dan albumin. perencanaan intervensi selanjutnya.
DX 4
Kriteria hasil :
Klien dapat memperthankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat.
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan dan ajarkan perawatn mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan serta sebelum makanan , sisa sputum atau obat pada
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral pengobatan system pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah
DX 5
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan
keadaannya . Respons nonverbal klien tampak lebih rileks atau santai.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji factor yang menyebabkan timbulnya Tindakan yang tepat diperlukan dalam
rasa cemas. mengatasi masalah yang hadapi klien dan
membangun kepercayaan dalm mengurangi
kecemasan.
Bantu klien mengenali dan mengakui rasa Rasa cemas merupakan efek emosi
cemasnya. sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik , maka perasaan yang
mengganggu dapt diketahui.
DX 6
INTERVENSI RASIONAL
Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk Dapat menujukkan pengaktifan ulang
mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi proses penyakit dan efek obat yang
penyakit (hemoptisis , demam , nyeri dada , memerlukan evaluasi lanjut
kesulitan bernapas , kehilangan
pendengaran , dan vertigo ).
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
DX 1 : Jalan nafas kembali efektif
DX2 : Pola nafas kembali efektif
DX3 : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
DX4 : Intake nutrisi klien terpenuhi sesuai kebutuhan
DX5 : Klien tidak mengalami kecemasan
DX6 : KLien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tuberkolusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Myobacterium
Tuberkulosis, jalan masuk untuk organisme Myobacterium Tuberkulosis adalah saluran
pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
BB klien biasanya menurun; agak kurus.
Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41 C.
Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
Sesak nafas.
Nyeri dada.
Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada
malam hari).
B. SARAN
Hendaknya pasien yang mengalami TBC tidak merasa rendah diri berhubungan denga
penyakit yang dialaminya. Penyakit TBC tidak perlu ditakuti karenadapat disembuhkan
bila rajin berobat dan tidak berhenti saat proses pengobatan berlangsung.
Perawatan sesuai dengan prosedur perawatan sangat mendukung dalam penyembuhan
klien dengan gangguan pernafasan (TBC),sebab itu tenaga perawat perlu dibekali ilmu dan
pengetahuan yang baik tentang prosedur perawatan yang lazim digunakan pada klien
dengan TBC.
Penyakit TBC merupakan salah satu penyakit yang menjadi program pemerintah yang
ditanggulangi. Apabila klien mengalami kesulitan dalam pengobatan,anjurkan untuk
melaporkan diri ke puskesmas atau pusat pelayanan pemerintahyang bergerak dalam
pencegahan TBC
DAFTAR PUSTAKA
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995 Patifosiologi, Edisi ke-4 Buku ke II, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran; Edisi 3, Jilid 1. Media Aesculapius,
FKUI. Jakarta.