Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis (TB) diperkirakan sudah ada sejak 700 600 tahun SMyakni pada zaman
neolitik. Saat populasi manusia mulai banyak di daratan Eropa dan Mediterania.
Adapun factor pendukung timbulnya penyakit tuberculosis adalah lingkungan dan pekerjaan.
Dilihat dari angka kejadian pada survey nasional yang dilihat dari 15 propinsi di Indonesia sejak
1979-1982 didapatkan di propinsi Bali mempunyai angka pravelensi yang paling rendah
(0,08%),sedangkan di propinsi NTT mempunyai angka prevelensi tertinggi (0,74%). Sedangkan
di propinsi Sumatra Barat (0,37%) dari tahun 1984-1985 dan di propinsi Aceh pada tahun 1983-
1984 mencapai 0,65%. Di
Negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat,angka kesakitan tercatat dalalm tahun 1976
sebesar 15,9% dari 100.000 penduduk.
Tuberculosis paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di Negara
Negara yang sedang berkembang. Angka kematian sejak awal abad ke 20 mulai berkurang sejak
ditetapkannyaprinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita.
Keadaan penderita bertambah baiksejakn ditemukannya obat streptomisin dan bermacam
macam obat anti tuberculosis pada tahun berikutnya.

1.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dasar Penyakit TBC?


2. Bagaimana Konsep Dasar Askep pada Penyakit TBC?
3. Bagamana SAP pada penyakit TBC?

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1.Tujuan Umum
Diperoleh pengetahuan tentang pasien yang mengalami TBC dan bagaimana tindakan
keperawaratan yang dilakukan serta penanganannya.

2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Penyakit TBC.
2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Askep pada Penyakit TBC.
3. Untuk mengetahui SAP pada penyait TBC.

1.3 Metode Penulisan

Metode pengumpulan data yaitu dengan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku yang
berhubungan anemia dan mencari informasi di internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU

A. Pengertian

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang


hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).

B. Epidemiologi

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman


mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS
(directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993
telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini
didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis
tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita
dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian
karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat
dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 %
adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan
kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun
menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru
tuberkulosis dengan BTA positif.
C. Etiologi

Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang


dan Tahan asam ( Price , 1997 )
Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 4 /m
Dengan tebal 0,3 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama
yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.

D. Tanda dan Gejala


Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum ,
malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999)
Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 )
1. Demam : subfebril menyerupai influensa
- 2. Batuk : - batuk kering (non produktif) batuk produktif (sputum)
- hemaptoe
- 3. Sesak Nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah bagian paru-paru
- 4. Nyeri dada
5. Malaise : anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam

E. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernapasan,saluran


pencernaan(GI),dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui
udara ,yaitu inhalasi droplet yang mengandung kuman- kuman basil tuberkel yang
bersal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama
bagi jenis bovin,yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. TB adalah
penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah
makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunosupresif. Tipe imunitas seperti
ini biasanya local,melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit
dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ;gumpalan basil yang cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus ,biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian
atas lobus bawah,basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Sesudah hari hari pertama,leukosit diganti makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi,dan timbul pneumonia akut.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya,sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal,atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid,yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas menimbulkan respons
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut kolagenosa
yang akhirnya akan membetuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer
paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan
lesi primer yang disebut kompleks Ghon. Kompleks ghon yang mengalami peekapuran
ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologram
rutin. Namun.kebanyakan infeksi Tb paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi. Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,yaitu
bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain di paru ,atau basil dapat
terbawa sampai ke laring,telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan ,kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan
mereda,lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan pengkijuan dapat mengental dan tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung,sehingga kavitas penuh dengan bahan
pengkijuan,dan lesi mirip dengan lesi bwrkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradanagan aktif. [enyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen,yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier;ini terjadi apabila focus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam system
vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
F. Klasifikasi
Klasifikasi Kesehatan Masyarakat (American Thoracic Society, 1974)

- Kategori 0 = - Tidak pernah terpapar / terinfeksi


- Riwayat kontak negatif
- Tes tuberkulin
- Kategori I = - Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi
- Riwayat / kontak negatif
- Tes tuberkulin negatif
- Kategori II = - Terinfeksi TB tapi tidak sakit
- Tes tuberkulin positif
- Radiologis dan sputum negatif
- Kategori III = - Terinfeksi dan sputum sakit

Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000 adalah Kategori 1


:
- Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE
Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA Positif, penderita
TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang sakit berat dan Penderita TB
ekstra Paru Berat.
Kategori II :
paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh (relaps), pendrita gagal (failure)
dan penderita dengan pengobatan setelah lalai ( after default)
Kategori III :
paduan obat 2HRZ/4H3R3
Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif sakit
ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe (limfadenitis),
pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.
Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu diberikan bila pada akhir
tahab intensif dari suatu pengobatan dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu bulan.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah : - Leokosit sedikit meninggi
- LED meningkat
2. Sputum : BTA
Pada BTA (+) ditermukan sekurang-kurangnya 3 batang
kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin : Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen : Foto PA
H. Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :

Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat,
penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.

Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis
obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.

Kegagalan Pengobatan

Sebab-sebab kegagalan pengobataan :


a. Obat : - Paduan obat tidak adekuat
- Dosis obat tidak cukup
- Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan
petunjuk yang diberikan.
- Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya
- Terjadi resistensi obat.
b. Drop out : - Kekurangan biaya pengobatan
- Merasa sudah sembuh
- Malas berobat
c. Penyakit : - Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat
- Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam,
Alkoholisme dll

- Ada gangguan imunologis


Penanggulangan Khusus Pasien

a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur


- menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara
pemberian.
- Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat
b. Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur
- Teruskan pengobatan lama 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap
bulan.
- Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat
- Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.
c. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai
rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara biakan )
1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi
3. Roentgen paru sebagai evaluasi.
4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid
jangka lama)
5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi
6. Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis.

H. Prognosis

Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosis buruk pada bayi dan orang tua.

Terapi yang cepat dan legeartis akan sembuh baik


Bila daya tahan baik dapat sembuh sendiri.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

1. PENGKAJIAN

1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :Kelelahan umum dan kelemahan
Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, meng gigil dan atau
berkeringat.
Mimpi buruk.
Tanda :Takikardi, takipenia/dispenia pada kerja
Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)

2. INTEGRITAS EGO
Gejala :Adanya/faktor stres lama
Masalah keuangan, rumah.
Perasaan tak berdaya/tak ada harapan
Populasi budaya/etnik: Amerika Asli atau imigran dari Amerika Tengah, Asia
Tenggara, Indian anak benua.
Tanda :Menyangkal (khususnya selama tahap dini)
Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

3. MAKANAN/CAIRAN
Gejala :Kehilangan nafu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan

Tanda :Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik


Kehilangan otot/hilang lemak subkutan

4. NYERI/KENYAMANAN
Gejala :Nyeri dada meningkat karen batuk berulang

Tanda :Berhati-hati pada area yang sakit


Perilaku distraksi, gelisah.

5. PERNAFASAN
Gejala :Batuk, produktif atau tak produktif
Nafas pendek
Riwayat tuberkulosis/terpajan pada indivitu terinfeksi.

Tanda :Peningkatan frekwensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleura)
Pengembangan pernafasan tak simetri (effusi pleural)
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural). Bunyi
nafas : menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak).
Bunyi nafas tubuler dan/bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek
paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic).
Karakteristik sputum: hijau/purulen, muloid kuning, atau bercak darah.
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut).

6. KEAMANAN
Gejala :Adanya kondisi penekan imun, contoh AIDS, kanker.
Tes HIV positif.

Tanda :Demam rendah atau sakit panas akut.

7. INTERAKSI SOSIAL
Gejala :Peranan isolasi/penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

8. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala :Riwaayat keluarga TB.
Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk.
Gagal untuk membaik/kambuhnya TB.
Tidak berpartiipasi dalam terapi.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum pasien

Keadaan umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh .selain itu ,perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri atas compos mentis ,apatis,somnolen,sopor,atau koma

B1 ( Breathing)

Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan .Klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga
pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi diameter antero-posterior banding
proporsi diameter lateral .apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang
masif maka terlihat adanya ketidaksemetrisan rongga dada ,pelebaran itercostal space pada sisi
yang sakit.
Batuk dan sputum saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi
sputum yang purulen

Palpasi
Palpasi Trakhea adanya pergeseran trachea menunjukkan meskipun tetapi tidak spesifik
penyakit dari lobus atas paru
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan bagian kiri .adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada
klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas
Getaran suara ( fremitus vocal) getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di
dada klien saat klien berbicara adalah bunyi ynag dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan
,terutama pada bunyi konsonan .

Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi ,biasanya akan didapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru .pada klien TB disertai komplikasi seperti efusi pleira akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura.

Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan ( Ronkhi) pada sisi yang sakit
.Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana
didapatkan adanya ronkhi.

B2 ( Blood)

Pada klien dengan TB paru penggkajian yang didapat meliputi


Inspeksi : Inspeksi tentang adanya perut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif
mendorong ke sisi sehat
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal .Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan .

B3 ( Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis ,ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat .pada pengkajian objektif ,klien tampak dengan wajah meringis
,menangis,merintih,meregang,menggeliat saat dilakukan pengkajian pada mata ,biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis dan
sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan perfusi fungsi hati .

B4 ( Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan .Oleh karena itu perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok .klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
Rifampisin.

B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual,muntah,penurunan nafsu makan ,dan penurunan berat badan

B6 ( Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru .Gejala yang muncul antara
lain kelemahan,kelelahan,insomnia,pola hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan berihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekpansi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif
paru , atelektasis , kerusakan membrane alveolar-kapiler , dan edema bronchial .
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan , anoreksia atau
dispnea , dan peningkatan metabolisme tubuh .
5. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
( ketidakmampuan untuk bernapas ) , dan prognosis penyakit yang belum jelas.
6. Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi , aturan pengobatan , proses penyakit ,
dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

3. INTERVENSI

DX1

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang


kental , hemoptisis , kelemahan , upaya batuk buruk , edema tracheal/faringeal.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan inetervensi kebersihan jalan nafas
kembali efektif.

Kriteria hasil :

Klien mampu melakukan batuk efektif


Pernapasan klien normal ( 16-20 x/menit ) tanpa ada pengunaan otot bantu napas . Bunyi
napas normal , Rh -/- dan pergerakan normal
INTERVENSI RASIONAL

Penurunan bunyi napas menunjukkan


Mandiri atelektasis , ronkhi menunjukkan akumulasi
skeret dan ketidakefektifan pengeluaran
Kaji fungsi pernapasan ( bunyi
skresi yang selanjutnya dapat
napas , kecepatan , irama ,
menimbulakan penggunaan otot bantu napas
kedalaman , dan penggunaan otot
dan peningkatan kerja pernapasan.
bantu napas ).

Kaji kemampuan mengeluarkan Pengeluaran akan sulit bila secret sangat


sekresi , catat karakter , volume kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak
sputum , dan adanya hemoptisis. adekuat ) . Sputum berdarah bila ada
kerusakan ( kavitasi ) paru atau luka
bronchial dan memerlukan intervensi lebih
lanjut

Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru


Berikan posisi fowler/semifowler dan menurunkan upaya napas . Vetilasi
tinggi dan bantu klien berlatih maksimal membuka area atelektasis dan
napas dalam dan batuk efektif. meningkatkan gerakan secret ke jalan napas
besar untuk dikeluarkan .

Pertahankan intake cairan Hidrasi yang adekuat membantu


sedikitnya 2500 ml/hari kecuali mengencerkan secret dan mengefektifkan
tidak diindikasikan pembersihan jalan napas

Bersihkan secret dari mulut dan


trachea , bila perlu lakukan Mencegah obstruksi dan aspirasi .
pengisapan ( suction ) Pengisapan dperlukan bila klien tidak
mampu mengeluarkan secret.

Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2


indikasi OAT fase , yaitu fase intensif ( 2- 3 bulan ) dan
fase lanjutan ( 4 -7 bulan ) . Paduan obat
yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan . Jenis obat utama yang
dugunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin , INH ,
Pirazinamid , Streptomisin , dan Etambutol

Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


perlengketan secret paru untuk
memudahkan pembersihan .
Bronkodilator Bronkodilator meningkatkan diameter
lumen percabangan trakeobronkhial
sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.

Kortikosteroid Kortikosteroid berguna dengan


keterlibatan luas pada hipoksemia
dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.

DX 2

Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi


paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Klien mampu melakukan batuk efektif .


Irama , frekuensi , dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal , pada
pemeriksaan Rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan , dan bunyi napas
terdengar jelas.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri Penurunan bunyi napas menunjukkan


atelektasis , ronkhi menunjukkan
Kaji fungsi pernapasan ( bunyi napas ,
akumulasi skeret dan ketidakefektifan
kecepatan , irama , kedalaman , dan
pengeluaran skresi yang selanjutnya dapat
penggunaan otot bantu napas ).
menimbulakan penggunaan otot bantu
napas dan peningkatan kerja pernapasan

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi , Pengeluaran akan sulit bila secret sangat
catat karakter , volume sputum , dan kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adanya hemoptisis. adekuat ) . Sputum berdarah bila ada
kerusakan ( kavitasi ) paru atau luka
bronchial dan memerlukan intervensi lebih
lanjut

Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan Posisi fowler memaksimalkan ekspansi


bantu klien berlatih napas dalam dan batuk paru dan menurunkan upaya napas .
efektif Vetilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan
secret ke jalan napas besar untuk
dikeluarkan .

Auskultasi bunyi napas Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada


area kolpas yang meliputi satu lobus ,
segmen paru , atau seluruh area paru
( UNILATERAL ).

Kaji pengembangan dada dan posisi Ekspansi paru menurun pada area kolpas .
trachea.
Deviasi trachea kea rah sisi yang sehat
pada tension pneumothoraks.

Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau


atau kalau perlu WSD
udara dan memudahkan ekspansi paru
secara maksimal

Bila dipasang WSD: periksa pengontrol Mempertahankan tekanan negative


pengisap dan jumlah isapan yang benar intrapleural yang meningkatkan ekspansi
paru optimum.

Mempertahankan tekanan negative Air dalam botol penampung berfungsi


intrapleural yang meningkatkan ekspansi sebagai sekat yang mencegah udara
paru optimum. atmoesfer mesuk ke dalam pleura

Observasi gelembung udara dalam botol Gelembung udara selam ekspirasi


penampung. menunjukkan keluarnya udara dari pleura
sesuai dengan yang diharapkan .
gelembung biasanya menurun seirirng
dengan bertambahnya ekspansi paru. Tidak
adnya gelembung udara dapat
menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah
optimal atau tersumbatnya selang drainase.

Setelah WSD dilepas , tutup sisis lubang Deteksi dini terjadinya komplikasi
penting seperti berulangnya
masuk dengan kassa steril dan observasi
pneumothoraks.
tanda yang dapat menunjukkan
berulangnya pneumothoraks seperti napas
pendek , keluhan nyeri.

DX 3

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan


jaringan efektif paru , atelektasis , kerusakan membrane alveolar-kapiler , dan
edema bronchial .

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan inetrvensi gangguan pertukaraan gas
tidak terjadi.

Kriteria hasil :

Melaporkan tidak ada / penurunan dispnea .


Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan .
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas darah
arteri dalam rentang normal.
INTERVENSI RASIONAL

Kaji status nutrisi klien , turgor kulit , berat Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
badan , derajat penurunan berat badan , untuk menetapkan pilihan intervensi yang
integritas mukosa oral , kemapuan menelan , tepat
riwayat mual / muntah , dan diare.

Fasilitasi klien untuk memeperoleh diet biasa Memperhitungkan keinginan individu dapat
yang disukai klien ( sesuai indikasi ). memperbaiki intake gizi

Pantau intake dan output , timbang berat badan Berguna dalam mengukur keefektifan intake
secar periodic ( sekali seminggu ). gizi dan dukungan cairan

Lakukan dan ajarkan perawatn mulut sebelum Menurunkan rasa tak enak karena sisa
dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah makanan , sisa sputum atau obat pada
intervensi/pemeriksaan peroral pengobatan system pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah

Fasilitasi pemberian diet TKTP , berikan dalam Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan
porsi kecil tapi sering.
dan energy besar serta menurunkan iritasi
saluran cerna.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan Merencanakan diet dengan kandungan gizi
komposisi dan jenis diet yang tepat yang cukup untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energy dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik klien.

Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium Menilai kemajuan terapi diet dan membantu
khususnya BUN , protein serum , dan albumin. perencanaan intervensi selanjutnya.

KOlaborasi untuk pemberian multivitamin. Multivitamin bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari
peningkatan laju metabolism umum.

DX 4

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keletihan ,


anoreksia atau dispnea , dan peningkatan metabolisme tubuh .

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan , diharapkan


intake nutrisi klien terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :
Klien dapat memperthankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat.

Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji status nutrisi klien , turgor kulit , berat


badan , derajat penurunan berat badan , Memvalidasi dan menetapkan derajat
integritas mukosa oral , kemapuan menelan masalah untuk menetapkan pilihan
, riwayat mual / muntah , dan diare. intervensi yang tepat.

Fasilitasi klien untuk memeperoleh diet Memperhitungkan keinginan individu


biasa yang disukai klien ( sesuai indikasi ). dapat memperbaiki intake gizi

Berguna dalam mengukur keefektifan


Pantau intake dan output , timbang berat intake gizi dan dukungan cairan
badan secar periodic ( sekali seminggu ).

Lakukan dan ajarkan perawatn mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan serta sebelum makanan , sisa sputum atau obat pada
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral pengobatan system pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah

Fasilitasi pemberian diet TKTP , berikan Memaksimalkan intake nutrisi tanpa


dalam porsi kecil tapi sering. kelelahan dan energy besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.

Kolaborasi untuk pemeriksaan Menilai kemajuan terapi diet dan


laboratorium khususnya BUN , protein membantu perencanaan intervensi
serum , dan albumin. selanjutnya.

KOlaborasi untuk pemberian multivitamin.


Multivitamin bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder
dari peningkatan laju metabolism umum.

DX 5

Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (


ketidakmampuan untuk bernapas ) , dan prognosis penyakit yang belum jelas.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil :

Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu beradaptasi dengan
keadaannya . Respons nonverbal klien tampak lebih rileks atau santai.

INTERVENSI RASIONAL

Bantu dalam mengidentifikasi sumber Pemanfaatan sumber koping yang ada


koping yang ada. secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatsi stress

Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan


kecemasan .

Perthankan hubungan saling percaya antara Hubungan saling percaya membantu


perawat dank klien. memperlancar proses terapeutik

Kaji factor yang menyebabkan timbulnya Tindakan yang tepat diperlukan dalam
rasa cemas. mengatasi masalah yang hadapi klien dan
membangun kepercayaan dalm mengurangi
kecemasan.

Bantu klien mengenali dan mengakui rasa Rasa cemas merupakan efek emosi
cemasnya. sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik , maka perasaan yang
mengganggu dapt diketahui.

DX 6

Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi , aturan pengobatan , proses


penyakit , dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 1 x 24 jam diharapkan klien


mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan .
Kriteria hasil :

Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan


oleh kegagalan kontak klien.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan klien untuk mengikuti Keberhasilan proses pembelajaran


dipengaruhi oleh kesiapan fisik , emosional
pembelajaran ( tingkat kecemasan ,
, dan lingkungan yang kondusif .
kelelahan umum , pengetahuan klien
sebelumnya , dan suasanan yang tepat ).

Jelaskan tentang dosis obat , frekuensi Meningkatakan partisipasi klien dalam


pemberian , kerja yang diharapkan , dan program pengobatan dan mencegah putus
alasan mengapa pengobatan TB obat karna membaiknya kondisi fisik klien
berlangsung dalam waktu lama. sebelum jadwal terapi selesai.

Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk Dapat menujukkan pengaktifan ulang
mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi proses penyakit dan efek obat yang
penyakit (hemoptisis , demam , nyeri dada , memerlukan evaluasi lanjut
kesulitan bernapas , kehilangan
pendengaran , dan vertigo ).

Tekankan pentingnya mempertahankan Diet TKTP dan cairan yang adekuat


intake nutrisi yang mengandung protein memenuhi peningkatan kebutuhan
dan kalori yang tinggi serta intake cairan metabolic tubuh. Pendididkan kesehatan
yang cukup setiap hari. tentang hal itu akan meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan
penyakitnya.

4. IMPLEMENTASI

Implementasi dilakukan sesuai intervensi

5. EVALUASI
DX 1 : Jalan nafas kembali efektif
DX2 : Pola nafas kembali efektif
DX3 : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
DX4 : Intake nutrisi klien terpenuhi sesuai kebutuhan
DX5 : Klien tidak mengalami kecemasan
DX6 : KLien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tuberkolusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Myobacterium
Tuberkulosis, jalan masuk untuk organisme Myobacterium Tuberkulosis adalah saluran
pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :
Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
BB klien biasanya menurun; agak kurus.
Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41 C.
Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
Sesak nafas.
Nyeri dada.
Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada
malam hari).

B. SARAN
Hendaknya pasien yang mengalami TBC tidak merasa rendah diri berhubungan denga
penyakit yang dialaminya. Penyakit TBC tidak perlu ditakuti karenadapat disembuhkan
bila rajin berobat dan tidak berhenti saat proses pengobatan berlangsung.
Perawatan sesuai dengan prosedur perawatan sangat mendukung dalam penyembuhan
klien dengan gangguan pernafasan (TBC),sebab itu tenaga perawat perlu dibekali ilmu dan
pengetahuan yang baik tentang prosedur perawatan yang lazim digunakan pada klien
dengan TBC.
Penyakit TBC merupakan salah satu penyakit yang menjadi program pemerintah yang
ditanggulangi. Apabila klien mengalami kesulitan dalam pengobatan,anjurkan untuk
melaporkan diri ke puskesmas atau pusat pelayanan pemerintahyang bergerak dalam
pencegahan TBC

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 1995 Patifosiologi, Edisi ke-4 Buku ke II, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran; Edisi 3, Jilid 1. Media Aesculapius,
FKUI. Jakarta.

Wong, Donna.L.2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik.Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan dan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan;Jakarta: Salemba Medika
http://sely-biru.blogspot.com/2010/08/laporan-pendahuluan-askep-
tuberculosis.html#ixzz1FxvLHAL6

Anda mungkin juga menyukai