PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I.1 ANAMNESIS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AS
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Jln. KH Abdurrahman Saleh No. 62, Depok
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan terakhir : SMA
Status Kawin : Belum Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 20 Agustus 2015 pukul 17.30 WIB
2. DATA DASAR
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Selasa, 25 Agustus
2015 di Perawatan Umum Lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto.
A. Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan demam
tinggi csejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
2
berlangsung terus menerus bersamaan dengan demam yang alami pasien, pasien
mengeluhkan perutnya terasa mual dan tidak enak. Nafsu makan pasien juga
menurun, bahkan saat pasien makan, maakanan yang dimakan tersebut segera
dimuntahkan keluar. Terdapat nyeri-nyeri otot pada pasien, pasien merasa seperti
kelelahan seperti melakukan aktivitas yang berat. Kulit tubuh pasien berwarna
kekuningan, dan tampak sangat jelas pada mata pasien, tangan dan kaki pasien
juga sangat jelas terlihat kekuningan. BAK pasien berwarna kehitaman atau
seperti teh tua yang berwarna pekat, volume BAK pasien normal. BAB pasien
juga berwarna kehitaman, dengan konsistensi yang padat.
Pasien menceritakan sebelumnya pasien memiliki riwayat bepergian ke
daerah Lampung, tepatnya di Pulau Pahawang untuk melakukan kegiatan
snorkeling selama 5 hari, pasien pergi pada pertengahan bulan Juli. Pulau
Pahawang termasuk salah satu daerah yang ditetapkan sebagai daerah endemis
malaria di Kabupaten Lampung karena pernah terjadi suatu Kejadian Luar Biasa
(KLB) dengan dua kasus kematian akibat penyakit malaria pada akhir bulan
November tahun 2014.
3
mengaku tidak mengkonsumsi obat apapun untuk pencegahan penyakit. Dan saat
berada di Pulau Pahawang tersebut pasien tidak menggunakan obat anti nyamuk
saat tidur dan berkegiatan.
Pasien tidak meminum obat untuk pencegahan malaria sebelum bepergian
ke lampung (+) Pasien merokok (+), pasien mengaku tidak mengkonsumsi alcohol
(-) dan tidak menggunakan narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya (-).
4
Palpasi : Ictus kordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan jantung terletak pada ICS
V Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri jantung terletak pada ICS V
Linea Midclavicularis Sinistra
Batas atas jantung terletak pada ICS
III Linea Parasternalis Sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II terdengar
regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut datar, sikatrik (-) asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, tidak
terdengar bruit maupun friction rub
Palpasi : Abdomen supel, rigiditas muskuler
(-), nyeri tekan (-), hepar, lien, dan
kedua ginjal tidak teraba
Perkusi : Bunyi timpani pada seluruh lapang
abdomen, shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas (+), edema (-),
CRT < 2 detik
5
Leukosit 8120 9350 9930 4.800-
10.800/
L
Trombosit 39000 10700 375000 150.00
0 0-
400.00
0/L
Hitung jenis
Basofil 0 0 0-1%
Eusinofil 2 2 1-3%
Batang 2 2 2-6%
Monosit 8 8 2-8%
MCV 82 88 81 87 80-96
fL
MCH 29 31 29 28 27-32
pg
MCHC 36 36 35 32 32-36
g/dL
RDW 13,70 15,30 11,5-
14,5 %
Malaria Positif Negatif
(Rapid)
ANALISA GAS
DARAH
6
pO2 52.0* 74,8 72,2 77,4 71-104
mmHg
Bikarbonat 20,8* 26,5 22,8 22,7 22-29
(HCO3) mmol/L
BE -3,3 2,2 -1,4 -1,1 (-2)-3
mmol/L
Saturasi O2 85,6* 94,9 94,0 95,4 94-98%
7
GDS 87 97 108 < 140
mg/dL
Foto Thorax
Tanggal pemeriksaan 26-08-2015
- Jantung tidak membesar, CTR < 50%
- Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar
- Trakhea di tengah. Kedua hilus tidak menebal
- Corakan bronchovasculer paru baik
- Tidak tampak infiltrate di kedua paru
- Sinus costofrenikus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Jantung dan Paru normal.
Resume
Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang dengan keluhan demam tinggi
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi berlangsung hampir setiap
hari dan terus menerus sepanjang hari (+). Demam berkisar antara 39-40 derajat
Celcius. Demam disertai dengan rasa menggigil (+) dan nyeri kepala (+), pasien
juga mengeluhkan berkeringat dingin pada malam hari (+). Sebelum demam
terjadi pasien mngeluhan lemah dan lesu (+). Pasien mengeluhkan perutnya terasa
mual dan muntah ketika makan (+). Pasien mengeluhkan nyeri pada otot-otot dan
8
persendiannya. Pada mata dan kulit tubuh pasien berwarna kuning (+) dan sangat
jelas terlihat. Buang air kecil pasien dengan volume normal namun berwarna
kehitaman seperti teh pekat (+). Buang air besar pasien berwarna kehitaman (+)
dengan konsistensi yang padat (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis (+), sclera ikterik (+), nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan malaria tes rapid (+).
1.7 TERAPI
9
1. Artesunate 2,4 mg/kgBB dilarutkan dalam 5 % sodium bicarbonate diencerkan
dalam 5 cc NS % disuntikkan bolus lambat dalam 5-10 menit diberikan jam
ke 0-12-24 setelah itu setiap 24 jam
2. Ceftriaxone 1x2 gram
3. Vit C 2x1 amp
4. Farmadol drip 3 x 1000 mg
5. Omeprazole 1 x 40 mg
6. Ondansentron 2 x 4 mg
A:
- malaria kategori berat
- sepsis et causa malaria
10
P:
- IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
- Diet lunak 1700 kalori
- artesunat 144 mg diberikan dalam 1 cc bicnat 5% dan
dalam dextrose 5%, bolus lambat dalam 5-10 menit,
diberikan jam ke 0-12-24 kemudian tiap 24 jam
- Ceftriaxon 1x2 gr i.v
- Vitamin C 2x10 mg i.v
- Ranitidine 2x1 gr i.v
- Ondansentron 3x4 mg i.v
- Farmadol drip 3x1 gr i.v bila suhu > 38o C
- farmadol 3x500 mg
- Monitor urine output
11
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, Petekie (-),
Edema tungkai pitting bilateral (-)
A:
- Malaria kategori berat
- Sepsis et causa malaria
P:
- IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
- Diet lunak 1700 kalori
- artesunat 144 mg diberikan dalam 1 cc bicnat 5% dan
dalam dextrose 5%, bolus lambat dalam 5-10 menit,
diberikan jam ke 0-12-24 kemudian tiap 24 jam
- Ceftriaxon 1x2 gr i.v
- Vitamin C 2x10 mg i.v
- Ranitidine 2x1 gr i.v
- Ondansentron 3x4 mg i.v
- Farmadol drip 3x1 gr i.v bila suhu > 38o C
- farmadol 3x500 mg
- Monitor urine output
- Menunggu hasil apusan darah tebal dan tipis
27/8/2015 S : Demam (-) pusing (-) mual dan muntah (-), BAK
masih kuning namun tidak terlalu pekat, BAB normal
dan sudah tidak berwarna hitam lagi.
O : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit, kuat angkat, isi penuh, regular
RR : 22 x/m, kussmaul (-)
Temp : 36,7 C
Mata : konjungtiva anemis +/+ sclera ikterik +/+
Mulut : dalam batas normal
Leher : JVP 5-2cm H2O
12
Paru : Vesikuler, rhonki (-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Supel, bising usus (+), ascites (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, Petekie (-),
Edema tungkai pitting bilateral (-)
Pemeriksaan lab :
- Hb : 9,8* g/dL
- Ht : 31 %
- Eritrosit : 3,5 juta/uL
- Segmen : 46%
- Limfosit : 42%
- Bilirubin total : 2,62 mg/dL
- Bilirubin direk : 2,40 mg/dL
- SGOT : 61 U/L
- SGPT : 96 U/L
- Globulin : 4,4 g/dL
A :
- malaria kategori berat
- sepsis et causa malaria
P:
- IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
- Diet lunak 1700 kalori
- artesunat 144 mg diberikan dalam 1 cc bicnat 5% dan
dalam dextrose 5%, bolus lambat dalam 5-10 menit,
diberikan jam ke 0-12-24 kemudian tiap 24 jam
- Ceftriaxon 1x2 gr i.v
- Vitamin C 2x10 mg i.v
- Ranitidine 2x1 gr i.v
- Ondansentron 3x4 mg i.v
- Farmadol drip 3x1 gr i.v bila suhu > 38o C
- farmadol 3x500 mg
- Monitor urine output
- Menunggu hasil apusan darah tebal dan tipis
13
28/5/2015 S : demam (-) , nafsu makan baik pusing (-). mual
maupun muntah tidak ada. Perut terasa kembung, BAB
normal dan BAK masih kuning tapi sudah tidak terlalu
pekat.
O : TD : 120/70 mmHg
HR : 100 x/m kuat reguler isi penuh
RR : 20 x/m
Temp : 37,2C
Mata : konjungtiva anemis +/+ , sclera ikterik +/+
Leher : JVP 5-2cm H2O
Paru : Vesikuler, rhonki (-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Supel, bising usus (+), ascites (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, Petekie (-),
Edema tungkai pitting bilateral (-)
Pemeriksaan lab
- dpl: 9,2/25/10770/82.000
- mcv/ch/chc: 86/31/36
- e: 124/4,0/42
- alb: 2,8
- OT/PT: 42/43
- bil T: 2.01
- NS1: negatif
A :
- Malaria kategori berat
- Sepsis et causa malaria
P:
- IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
14
- Diet lunak 1700 kalori
- artesunat 144 mg diberikan dalam 1 cc bicnat 5% dan
dalam dextrose 5%, bolus lambat dalam 5-10 menit,
diberikan jam ke 0-12-24 kemudian tiap 24 jam
- Ceftriaxon 1x2 gr i.v
- Vitamin C 2x10 mg i.v
- Ranitidine 2x1 gr i.v
- Ondansentron 3x4 mg i.v
- Farmadol drip 3x1 gr i.v bila suhu > 38o C
- farmadol 3x500 mg
- Monitor urine output
- Menunggu hasil apusan darah tebal dan tipis
O : TD : 120/800 mmHg
HR : 90 x/m kuat reguler isi penuh
RR : 22 x/m
Temp : 36.3C
Mata : konjungtiva tidak pucat +/+ , sclera ikterik +/+
Leher : JVP 5-2cm H2O
Paru : Vesikuler, rhonki (-)
Jantung : BJ I-II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Supel, bising usus (+), ascites (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2detik, Petekie (-),
Edema tungkai pitting bilateral (-).
Pemeriksaan penunjang
- Lab darah 31-5-2015
- DPL: 8,1/23/4120/93.000
- Alb: 2,8 g/dl
15
- E: 129/4,0/92 mmol/L
- Urinalisis 30-5-2015
Urine lengkap: leukosit 2-1-2/LPB, epitel +1, PH 6,0
- HbsAg 29-5-2015 : reaktif
-Prokalsitonin : 36,46
A:
- malaria kategori berat
- sepsis et causa malaria
P:
- Rencana rawat jalan , menunggu konfirmasi dari
dr.Sorroy Sp.PD
- Dorplex 1x 3 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasite Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Spesies
plasmodium pada manusi adalah Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale, P.
malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
Falciparum dan P. vivax.1
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium falciparum
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (WHO 2006) : 1,2,3,4
1. Malaria serebral: koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan
kesadaran dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Skale), < 11 , atau
16
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh
penyakit lain.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokit < 15%) pada hitung parasit
>10.000/L, bila anemianya hipokromik / mikrositik dengan
mengenyampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainya.
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau < 12 ml/kg
BB pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin >3 mg%).
4. Edema paru / ARDS (Adult Respitatory Distress Syndrome)
5. Hipoglikemi: gula darah <40 mg%
6. Gagal sirkulasi atau Syok, tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat
dingin atau perbedaan tamperatur kulit-mukosa >10 C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x/24 jam setelah pendinginan pada hipertemia
9. Asidemia (pH <7.25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15 mmol/L)
10. Makroskopik hemoglobinuri (black water fever) oleh karena infeksi pada
malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan
gambaran klinik daerah setempat ialah : 2,3
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS <15) di Indonesia sering dalam keadaan
delirium dan somnolen
2. Kelemahan otot (tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologic
3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil
malaria
4. Ikterik (bilirubin > 3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperature rektal > 40 derajat Celcius) pada orang
dewasa/anak
17
Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah.
Upaya penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam,
penyemprotan rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah
dilakukan dengan baik. 6
Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh
adanya perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau
semakin bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa)
ini adalah malaria Falsiparum.6
18
selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas
tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps
(kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasite tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skozogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit
yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut
siklus eritrositer.
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudan
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung
spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasite
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.1
IV.2 Mekanisme pathogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopheles betina menggigit
manusia, akan masuk ke dalam sel hati dan terjadi skizogoni ekstra eritrosit.
Skizon hati yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan
menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan
eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob, sitoadherens,
sekuestrasi dan resetting.1,2
Eritrosi Parasit (EP)
19
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan
adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini
sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh
terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi.
Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel vaskular.
Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula
post kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran
mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.
Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.
Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa,
hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara
parasitemia di perifer dan jumlan total parasit dalam tubuh. Penelitian di
Vietnam melaporkan bahwa sekuestrasi di otak terjadi baik pada kasus malaria
serebral maupun non serebral dengan jumlah kuantitatif lebih tinggi pada
malaria serebral. Dilaporkan juga tidak ada kasus malaria serebral yang tidak
mengalami sekustrasi. Dengan demikian sekuentrasi diperlukan dalam
patogenesa malaria serebral.
Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh
sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.
Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun
demikian peranan rosetting dalam patogenesis malaria berat masih belum jelas.
Sitokin
Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita
malaria terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3
juga meningkat pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan
menghasilkan efek patologi Meskipun demikian peranan sitokin dalam
patogenesis malaria berat masih dalam perdebatan.
V. Gejala Klinis
Manifestasi malaria berat bervariasi, dari kelainan kesadaran sampai
gangguan organ-organ tertentu dan gangguan metabolism. Manifestasi ini dapat
berbeda-beda menurut kategori umur pada daerah tertentu berdasarkan
20
endemisitas setempat. Pada daerah hipoendemik malaria serebral dapat terjadi dari
usia anak sampai dewasa.1,2
Manifestasi Klinik Gejala Laboratorium
Penurunan kesadaran GCS < 11 Hb < 7 g/dL jika ada keluhan
atau < 5 g/dl jika tanpa
keluhan
Anemia berat Konjungtiva, lidarh, bibir, Serum kreatinin > 3 mg/dl
pucat pada dewasa dan > 1,5 mg/dl
pada anak-anak
Anuria atau oliguria Urine <30 ml/jam pada Serum bilirubin > 3 mg/dl
dewasa dan <0,5 ml/kg/jam
pada anak-anak
Ikterik Sclera ikterik Serum bilirubin > 3 mg/dl
Syok Ekstremitas dingin, nadi
lemah, hypotension (TD
sistolik <90)
Asidosis metabolic Sesak nafas (Pernafasan Plasma bikarbonat > 15
Kussmaul) mmol/l
Udem paru / ARDS Takipnu, sesak nafas, ronkhi Infiltrat bilateral pada
basah basal paru rontgen thorak
Kejang berulang CSF untuk membedakan
dengan meningitis
Perdarahan Perdarahan gusi, hidung, Periksa kemungkinan untuk
saluran pencernaan Disseminated intravascular
coagulation (DIC)
Hemoglobinuria Urin berwarna gelap (hitam) Hemoglobin urine positif
hipoglikemia Keringat dingin, palpitasi, Gula darah < 40 mg/dl
penurunan kesadaran
21
Malaria serebral merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
ditangani. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan
seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku.
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan
klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan
seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku (penderita tidak
mau bicara). Dalam praktek keadaan ini harus ditangani sebagai malaria serebral
setelah penyebab lani dapat disingkitkan. Penurunan kesadaran menetap untuk
waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi membantu
meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat
terjadi walaupun cukup jarang. Pada pemeriksaan neurologic reaksi mata
divergen, pupil ukuran normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat terjadi
perdarahan. Papiledema jaeang, reflex kornes normal pada orang dewasa. Refleks
abdomen dan kremaster normal, sedang Babinsky abnormal pada 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dkortikasi (lengan flexi dan
tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opitotonus, deviasi
mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering disertai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari.2
V.2 Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa.
Mortalitas dapat mencapai 45% pada malaria berat dibanding 10% tanpa kelainan
fungsi ginjal. 2
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan
hanya 5-10% disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga di
sebabkan adanya anoksia karena penurunan filtrasi pada glomerulus. Beberapa
faktor resiko yang mempermudah terjadinya GGA ialah hiperparasitemia,
hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Apabila oliguria tidak segera ditangani, akan terjadi anuria. Akibat gagal
ginjal akut dapat terjadi metabolik asidosis, hiperurisemia. Pada tahap akhir
dijumpai tanda uremia, perdarahan kulit dan gastro-intestinal, dan septisemia.
22
Penanganan penderita dengan kelainan fungsi ginjal di Minahasa tanpa dialysis
memberikan mortalitas 48%.2
V.2 Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice atau icterus sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum.
Pada penelitian di Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegaly 15,9%,
hiperbilirubinemi 14,9% dan peningkatan serumn transaminase 5,7%. Pada
malaria biliosa (malaria dengan icterus) dijumpai icterus hemolitik 17,2%, icterus
obstruktif intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik dan
obstruktip 78,6%, peningkatan SGOT rata-rata 121 mU/ml dan SGPT 80,8 mU/,l
dengan ratio de Ritis 1,5. Peningkatan transaminase biasanya ringan sampai
sedang dan jarang melebihi 200 iu, icterus yang berat sering dijumpai walaupun
tanpa diikuti kegagalan hati.
V.3 Hipoglikemia
Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan
malaria berat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Pada orang dewasa sering
berhubungan dengan pengobatan kina. Hipoglikemi juga sering pada wanita hamil
khususnya pada primipara. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita
dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan kesadaran.2
Penyebab terjadinya hipoglikemi yang paling sering ialah karena
pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus kina). Penyebab lainnya
ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita dengan ikterik, hiperparasitemia
oleh karena parasite mengkonsumsi karbohidrat, dan karena TNF alfa yang
meningkat.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi karena sekresi adrenalin berlebihan dan
akibat disfungsi susunan saraf pusat (SSP). Gejala akibat sekresi adrenalin berupa
pusing, nyeri kepala, pandangan mata gelap, kebingungan, kejang dan
gangguan/penurunan kesadaran. Gejala hipoglikemia sering tidak terdeteksi dan
gula darah dapat sampai dibawah 5mg% bahkan 0 mg%.8
Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensional,
karena hipoglikemianya persisten karena hiperinsulinemia akibat kina. Mortalitas
23
hipoglikemia pada malaria berat di Minahasa ialah 45%, terdapat perbaikan
dibandingkan studi oleh Hoffman di Irian Jaya dengan mortalitas 75%.2
V.4 Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut,
menggigil, demam, haemolisis intravascular, hemoglobinemi, hemoglobinuri dan
gagal ginjal. Biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P.falciparum yang
berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak
adekuat. Akan tetapi adanya hemolysis karena kina ataupun antibody terhadap
kina belum pernah dibuktikan. Malaria hemoglobinuria dapat terjadi pada
penderita tanpa kekurangan enzim G6PD dan biasanya parasite falsiparum positif,
ataupun pada penderita dengan kekurangan G6PD yang biasanya disebabkan
karena pemberian primakuin.2
V.5 Malaria Agid
Yaitu terjadinya syok, ditandai dengan hipotensi (tekanan sistolik kurang
dari 70 mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan.
Gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperature rektal
tinggi, kulit tidak elastic, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah
turun dan sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal. Keadaan ini
sering dihubungkan dengan terjadinya septisemia gram negative. Hipotensi
biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dan obat inotropik.2
V.6 Kecenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di
bawah kulit berupa ptekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi
malaria tropika. Perdarahan ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau
gangguan koagulasi intravascular ataupun gangguan koagulasi karena gangguan
fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan
koagulasi intravascular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi
P.falciparum yang berat.2
V.7 Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru
merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering
menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau
24
adult respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang memudahkan
timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan, kehamilan, malaria cerebral,
hiperparasitemi, hipotensi asidosis dan uremi. Adanya peningkatan respirasi
merupakan gejala awal, bila frekuensi pernapasan > 35 kali/menit prognosanya
jelek. Pada otopsi dijumpai adanya kombinasi edema yang difus, kongestif paru,
perdarahan, dan pembentukan membrane hialin. Oleh karenanya istilah edema
paru mungkin kurang tepat, bahkan sering disebut sebagai insufisiensi paru akut
atau adult respiratory distress syndrome. Pada pemeriksaan radiologic dijumpai
peningkatan gambaran bronkovaskular tanpa pembesaran jantung.2
V.8 Manifestasi Gastro-intestinal
Manifestasi gastrointestinal sering dijumpai pada malaria , gejala-
gejalanya ialah : tak enak di perut, flatulensi, mual, muntah, diare dan konstipasi.
Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma bilious remmitent fever
yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegaly, ikterik (hiperbilirubinemia
dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri menyerupai
disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada P.falsiparum berupa diare
cair yang banyak, muntah, kramp otot dan dehidrasi.2
V.9 Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai apda penderita malaria falsiparum dan
biasanya bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya
hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormone anti-
diuretik, akan tetapi pengukuran hormone diuretic yang pernah dilakukan hanya
dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.2
25
a. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemic malaria.
c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f. Riwayat mendapat transfuse darah
2. Selain hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan
keadaan di bawah ini :
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
c. Kejang-kejang
d. Panas sangat tinggi
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas
h. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
i. Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman
j. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sangat pucat
VI.2 Pemeriksaan fisik
1. Demam (pengukuran dengan thermometer 37,5o Celcius)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
26
12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
13. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik)
VI. 3 Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboratorium
I. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit untuk menentukan:
1. Ada tidaknya parasite malaria (positis atau negatif)
2. Spesies dan stadium plasmodium
3. Kepadatan parasite :
a. Semi kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100
LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100
LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB)
b. Kuantitatif
Jumlah parasite dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit)
Contoh :
Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit
8000/uL maka hitung parasit = 8000/2000 x 1500 parasit = 60.000
parasit/uL
Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5 %. Bila jumlah eritrosit
450.000 maka hitung parasite = 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/uL
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negative, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari beturut-turut
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasite maka diagnosis malaria disingkirkan.
II. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (Rapid Diagnostik Test). Mekanisme
kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick. Tes ini sangat bermanfaat
pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu.
Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung :
27
1. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan
gametosit muda P. falciparum.
2. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang
diproduksi oleh parasite bentuk aseksual atau seksual plasmodium
falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.
III.Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
1. Hemoglobin dan hematocrit
2. Hitung jumlah leukosit, trombosit
3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis
gas darah)
4. EKG
5. Foto Toraks
6. Analisis cairan serebrospinalis
7. Biakan darah dan uji serologi
8. Urinalisis
VII. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasite yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun
tujuan pengobatan radikal untuk mendapatkan kesembuhan klinis dan
parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak
boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh
sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti
malaria.1
Penanganan malaria berat yang cepat dan benar akan menyelamatkan
penderita dari kematian. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang luas tentang
manifestasi malaria berat, evaluasi fungsi organ yang terlibat, deteksi parasite
dengan cepat serta langkah-langkag tindakan dan pengobatan. 10,11
VII.2 Pengobatan Untuk Parasit Malaria
VII.2.1. Pemberian Obat Anti Malaria (OAM)
Setelah diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium falciparum
sebagai penyebab malaria berat. Penggunaan OAM pada malaria berat berbeda
dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh
parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah. Oleh karenanya sering
dipilih pemakaian obat per parenteral. Karena meningkatnya resistensi klorokuin
28
maka WHO tahun 2006 merekomendasikan pengobatan malaria dengan
menggunakan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) sebagai lini
pertama pengobatan malaria, baik malaria tanpa komplikasi atau malaria berat.
Derivat Artemisinin
Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat, mengingat
keberhasilan selama ini dan mulai didapatkannya kasus malaria falsiparum yang
resisten terhadap klorokuin. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan terapi
Artemisin sebagai lini pertama untuk terapi malaria berat. Golongan artemisin
yang dipakai untuk pengobatan malaria berat
OBAT ANTIMALARIA DOSIS
Derivat Artemisinin Artesunate : 2,4 mg/kg (loading dose) IV,
selanjutnya 1,2 mg/kg setelah 12 jam,
kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika
pasien dapat makan, obat dapat diberikan
oral
29
dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada
anak-anak tiap 12 jam, diulang tiap 12 jam,
sampai pasien dapat makan.
30
3. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu
diperiksa gula darah 8-12 jam
4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi wanita hamil.
5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi
hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya
Pada penelitian di Minahasa ternyata dosis awal 500 mg/8jam per infus
memberikan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dosis awal 1000mg. Di
AS untuk daerah yang tidak resisten dengan klorokuin, klorokuin masih
merupakan pilihan untuk terapi malaria berat, sedangkan untuk daerah yang
resisten dapat diberikan kombinasi Atovaquane dan Proguanil, kombinasi kinin
oral dengan tetrasiklin/doksisiklin/klindamisin atau meflokuin.
C. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan
efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan isotonik diberikan
dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg BB dalam 4 jam tiap 8 jam,
dilanjutkan per oral setelah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi
terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
D. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum
yang sensitif terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak menyebabkan hipoglikemi
dan tidak mengganggu kehamilan. Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg BB
dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak
memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara
3,5mg/KgBB klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB klorokuin tiap 4 jam.
E. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
- Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
- Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin
31
1. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru memperpanjang
lamanya koma dan menimbulkan banyak efek samping seperti
pneumoni dan perdarahan gastro intestinal
2. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan hiperimunglobulin
tidak terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
3. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein
merupakan obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria serebral
4. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
32
Bila kreatinin makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika
dialisis harus segera dilakukan. Indikasi dialisis secara klinis dijumpai gejala
uremia, adanya tanda overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia.
6. Tindakan terhadap hiperkalemi (serum kalium >5,5 meg/L
Diberikan regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40%
dan monitor gula darah dan serum kalium. Pilihan lain dapat diberikan 10-20
ml kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan.
7. Hipokalemi
Hipokalemi terjadi 40% dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3.0-3,5
meq/L diberikan KCL perinfus25 meq, kalium 2.0-2,9 meq/L diberikan KCL
perinfus 50 meq.
8. Hiponatremi
Hiponatremi dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pada malaria serebral,
hiponatremi terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare
ataupun kemungkinan sindroma abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD).
9. Asidosis
Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering
bersamaan dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian
bikarbonat.
33
a. Kemasan Artesunate + Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister
amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin terdiri
dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan peroral selama tiga
hari dengan dosis tunggal sebagai berikut :
Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB
Artesunat = 4 mg/kgbb
b. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri 3 blister (setiap hari 1 blister
untuk dosis dewasa) setiap blester terdiri dari :
4 tablet artesunate @ 50 mg
4 tablet amodiaquin @ 150 mg
Primakuin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna
coklat kecoklatan yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg
basa. Primakuin diberikan per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg
basa/kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primakuin tidak boleh
diberikan kepada :
Ibu hamil
Bayi < 1 tahun
Penderita defisiensi G6PD
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan
umur seperti tertera pada tabel 5. Dosis maksimal penderita dewasa yang
dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet dan
primakuin 3 tablet.
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan
lini pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasite aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi).1
Kina tablet
34
Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200
mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan
dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7 hari.
Doksisiklin
Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang
mengandung 50 mg dan 100 mg doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2
kali per-hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4
mg/kgdd/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari.
Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila
tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.
Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250
mg atau 500 mg tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama
7 hari, dengan dosis 4-5 mg/kgBB/kali. Seperti halnya doksisiklin,
tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak umur dibawah 8 tahun dan ibu
hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila
pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderit, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis
maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk kina 9 tablet, dan
primakuin 3 tablet.
VIII. Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik
daripada kegagalan 2 fungsi organ
a. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50%
b. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah 75%
c. Adanya korelasi antara kepadatan parasite dengan mortalitas yaitu :
35
- Kepadatan parasite < 100.000/ul, maka mortalitas < 1%
- Kepadatan parasite > 100.000/ul, maka mortalitas > 1%
- Kepadatan parasite > 500.000/ul, maka mortalitas > 50%
BAB IV
KESIMPULAN
36
Malaria berat (WHO,2006) merupakan infeksi Plasmodium falsiparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral,
anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemia, syok perdarahan,
kejang, asidosis dan makroskopis hemoglobinuria. Patogenesis malaria berat
diduga karena adanya sitoadherens dan sekuestrasi eritrosit yang berisi parasite
dalam mikrovaskular organ-organ vital.
Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan pemakaian derivate Artesunate
untuk terapi malaria berat.
DAFTAR PUSTAKA
37
1 Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Gebrak Malaria.
Dep Kes RI.2006:27-38.
2 Zulkarnain I.Setiawan B. Malaria Berat. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III.ed V. 2009: 2826 -2834
3 World Health Organization.Management of Severe Malaria.2000;2:1-26.
4 Ansley NM. Price RN. Improving Case Definition for Severe Malaria. Plos
Med.2007;4:267-268.
5 Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Editor:
Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas Kedokteran
Airlangga:Surabaya; 2009 : 441-48
6 Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.
Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2009 : 1-250
7 Sarkar S.Bhatacharya P.Cerebral Malaria Caused by Plasmodium Vivax In
Adult Subjects.Indian Journal of Critical Care Medicine.2008;12:204
8 Regional Guideline on The Management of Severe Falcifarum Malaria in
Level II Hospital. World Health Organization South East-Asia Regional
Office New Delhi.2004;1-44.
9 Harijanto.Malaria. Epidemiologi, Patogenesis Manifestasi Klinis, &
Penanganan.2000.
10 Shoklo Malaria Research Unit.Treatment of Severe Malaria. Malaria
Handout.2008;16:13 25.
11 World Health Organization.Treatment of Severe P.Falciparum.Guidelines
for The Treatment of Malaria.2006:207-224.
38