Anda di halaman 1dari 20

Optimalisasi Produksi Pangan Menuju Ketahanan Pangan Indonesia

JURNAL

OLEH:
Mahyi Saputra
NPM : 1609200010033

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pangan dimana disebutkan

bahwa Pemerintah sebagai penyelenggara pengaturan, pembinaan, pengendalian dan

pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi pangan dan gizi

serta keamanan pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan

terpadu.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 di jelaskan maksud dari

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan

perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif

secara berkelanjutan.

Berawal dari krisis moneter dimana kemampuan Indonesia masih terkendala dalam

memenuhi kebutuhan pangan bagi 237,6 juta penduduknya sejak Tahun 2010 sampai

dengan Tahun 2014 dimana permintaan impor beras terus meningkat ini meski keadaan

yang didapat dari produksi beras di Indonesia mengalami keadaan surplus namun belm juga

dapat memenhuhi kebutuhan akan pangan. Jumlah impor beras yang terus mengalami

peningkatan tiap tahunnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

1
Tabel 1. Data impor beras Indonesia
Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai
Komoditas Impor Impor Impor Impor Impor Impor Impor Impor Impor Impor
(Ton) (US$) (Ton) (US$) (Ton) (US$) (Ton) (US$) (Ton) (US$)
Beras 2010 2011 2012 2013 2014
687.682 360,764 2.750.476 1.513 1.810.372 945,623 472.664 246,002 844.163 388,178

Sumber data: Badan Pusat Statistik

Peningkatan impor beras ini meski disingkapi dengan peran dari pemerintah yang

lebih optimal dibandingkan sebelumnya sehingga permasalahan seperti ketersediaan bibit

padi yang baik yang dibagikan kepada petani lebih baik dan telah teruji jangan sampai

setelah petani melakukan penanaman namun hasil yang didapat kurang dari bibit padi yang

yang digunakan sendiri oleh petani. Demikian juga untuk ketersediaan dari sarana produksi

pertanian (saprotan) diharapkan pemerintah mampu menjawab kelangkaan pupuk yang

selalu menjadi masalah yang dihadapi oleh petani. Permasalahan klasik yang selalu

dihadapi oleh petani sehingga dapat menurunkan laju produktivitas hasil panen, ketiadaan

irigasi yang juga menjadi masalah bagi peningkatan produksi hasil panen padi yang

diharapkan dapat melakukan penanaman dua kali dalam setahun namun dengan ketiaadaan

jaringan irigasi yang baik maka apa yang diharapkan untuk peningkatan produksi padi

untuk menjaga ketahanan pangan terkadang hanya berupa slogan. Namun sebenarnya

pemerintah telah berbuat banyak akan tetapi mungkin adanya keterbatasan dari anggaran

sehingga pemerintah tidak bisa memaksimalkan prasarana dan sarana untuk pertanian

khususnya tanaman pangan.

Berkurangnya produksi panen padi dapat mengakibatkan kurangnya konsumsi dari

penduduk yang mana hal ini membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan

2
impor beras. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya terus bertambah dan

ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Sumber data : Badan Pusat Statistik

Rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia adalah sekitar 3,6 juta jiwa

pertahunnya. Hal ini tidak sesuai dengan target pemerintah yang hanya menargetkan

pertumbuhan jumlah penduduk sekitar satu sampai dua juta pertahunnya.

Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi tidak selaras dengan peningkatan jumlah

produksi tanaman pangan dimana sebagian penduduk indonesia mengkonsumsi beras

sebagai makanan pokoknya. Akibat dari tingginya tingkat pertumbuhan penduduk hal ini

merupakan permasalahan dimana tingkat kelahiran tidak bisa ditekan yang menyebabkan

bakal banyaknya penduduk usia muda menjadi lebih besar, yang diprediksikan akan

bertambah pada tahun 2035 yang akan menjadi kekuatiran pemerintah. Hal ini bisa

menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun

2010 mencapai 237,6 juta yang berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik membutuhkan kebutuhan pangan berupa beras sebesar kira-kira

33.026.400.000 kilogram (33.026 juta ton) per tahun pada tahun 2010 atau pada tahun 2014

dalam survey pertanian terhitung 56 juta ton pertahun kebutuhan beras untuk masyarakat

Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa produksi padi 2014

mencapai 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG), angka ini turun 450 ribu ton atau 0,63

3
persen dibanding 2013. Penurunan produksi padi paling besar terjadi di Pulau Jawa hingga

830 ribu ton, sedangkan di luar Jawa mengalami penurunan 390 ribu ton. Produksi padi

menyusut susut karena terjadi penurunan luas panen 41,61 ribu hektare (ha) atau 0,30

persen dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal atau ha (0,33 persen).

Meski produksi padi Indonesia mengalami keadaan surplus namun yang

mengkhawatirkan adalah jumlah penurunan lahan produktif pertanian. Penurunan luas

lahan pertanian yang peruntukan untuk permukiman dan peruntukan yang lainnya. Hal ini

juga dampak dari pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Thomas R. Malthus dalam

teorinya menyebutkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk mengikuti deret ukur

sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengkuti deret hitung, jadi dapat

diperkirakan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk lebih cepat dibandingkan penambahan

jumlah pangan yang dibutuhkan untuk di konsumsi.

Penurunan luas lahan pertanian juga berdampak pada jumlah tenaga kerja dibidang

pertanian yang sudah pasti mengalami penurunan dikarenakan fungsi lahan yang berubah

yang mengakibatkan tenaga kerja di sektor pertanian juga berangsur menurun karena

beralihnya tenaga kerja sektor pertanian ke sektor yang lainnya seperti jasa, industri dan

keuangan. Minat generasi muda untuk menekuni bidang pertanian juga berkurang meski

tingkat pendidikan mereka bertambah namun karena keinginan untuk meneruskan usaha

pertanian dari orang tuanya dianggap kurang menarik bagi mereka sehingga generasi muda

lebih memilih jenis pekerjaan yang lain selain usaha pertanian terutama usaha pertanian

bidang pangan.

4
Usaha pemerintah untuk menangani permasalahan ketahanan pangan dengan cara

mengalokasikan anggaran pada direktorat tanaman pangan di Kementerian Pertanian

merupakan salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan swasembada pangan yang

dilakukan untuk menanggulangi permasalahan impor beras. Cara penanggulangan adalah

dengan melakukan langkah kongkret seperti meningkatkan teknologi di bidang pertanian,

melakukan cetak sawah baru, perbaikan jaringan irigasi, melakukan diversifikasi bahan

pangan melalui divesifikasi tanaman pangan dan lahan.

Setelah adanya uraian diatas maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian

tentang optimasi produksi pangan di tinjau dari permasalahan kenaikan impor beras, laju

pertumbuhan penduduk, luas konversi lahan khususnya lahan persawahan dan tenaga kerja

dibidang pertanian serta jumlah anggaran yang dialokasikan pemerintah terhadap bidang

tanaman pangan. Penelitian ini dilakukan dengan melihat pengaruh dari permasalahan yang

disebutkan diatas terhadap ketahanan pangan.

Identifikasi Masaalah

Dengan adanya anggaran pertanian sub sektor tanaman pangan, jumlah petani yang

semakin berkurang dan adanya konversi lahan dapat dipertanyakan seberapa besar optimasi

yang diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia.

5
Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar anggaran pertanian sub

sektor tanaman pangan khususnya padi, jumlah petani yang dibutuhkan dan pengaruh

konversi lahan terhadap ketahanan pangan.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini untuk dapat memproyeksi

kebutuhan anggaran belanja sub sektor pertanian, jumlah petani dan luas tanam yang

dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia.

Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini membatasi pada input belanja sub sektor tanaman

pangan, jumlah petani, tingkat impor beras indonesia dan luasan konversi lahan.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut:

Jumlah Impor
Beras

Jumlah Tenaga Kerja Optimasi Produksi Padi


Sub sektor Pertanian (Ketahanan Pangan)
Tanaman Pangan
(Jumlah Petani Padi)

Jumlah Konversi
Lahan Padi

6
BAB I
TINJAUAN LITERATUR

Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan

tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi.

Ada tiga aspek yang menjadi indikator ketahanan pangan suatu wilayah, yaitu sektor

ketersediaan pangan, stabilitas ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi

bagi setiap individu untuk mendapatkan pangan. Definisi mengenai ketahanan pangan

(food security) memiliki perbedaan dalam tiap konteks waktu dan tempat. Istilah ketahanan

pangan sebagai sebuah kebijakan ini pertama kali dikenal pada saat World Food Summit

tahun 1974 .

Setelah itu, ada banyak sekali perkembangan definisi konseptual maupun teoritis

dari ketahanan pangan dan hal-hal yang terkait dengan ketahanan pangan. Diantaranya,

Maxwell , mencoba menelusuri perubahan-perubahan definisi tentang ketahanan pangan

sejak World Food Summit tahun 1974 hingga pertengahan dekade 1990-an. Menurutnya,

perubahan yang terjadi yang menjelaskan mengenai konsep ketahanan pangan, dapat terjadi

pada level global, nasional, skala rumah tangga, dan bahkan individu. Perkembangannya

terlihat dari perspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first perspective) hingga pada

perspektif penghidupan (livelihood perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke

persepsi yang lebih subjektif.

7
Maxwell dan Slatter pun turut menganalisis diskursus mengenai definisi ketahanan

pangan tersebut. Mereka menemukan bahwa ketahanan pangan berubah sedemikian

cepatnya dari fokus terhadap ketersediaan-penyediaan (supply and availability)

keperspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980-an, diskursus global ketahanan

pangan didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan

(vulnerability).

Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi

mengenai ketahanan pangan. Definisi tersebut dianggap saling melengkapi satu sama lain,

diantaranya:

a. First World Conference 1974, United Nations, 1975 Ketahanan pangan adalah

ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga

keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan

harga.

b. FAO (Food and Agricultural Organization), 1992

Ketahanan pangan adalah situasi dimana semua orang dalam segala waktu

memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan

yang sehat dan aktif.

c. Bank Dunia (World Bank), 1996 Ketahanan pangan adalah akses oleh semua orang

pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.

d. OXFAM, 2001 Ketahanan pangan adalah kondisi ketika setiap orang dalam segala

waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang

baik demi hidup yang sehat dan aktif. Ada dua kandungan makna yang tercantum

8
disini, yakni ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas, dan akses dalam

artian hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran, maupun klaim.

e. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems),

2005Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu

secara fisik, sosial, dan ekonomi, memiliki akses atas pangan yang cukup, aman,

dan bergizi, untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan

pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

Konversi Lahan
Lahan merupakan sumberdaya alam yang memiliki fungsi penting dalam

pembangunan suatu negara. Dalam pembangunan, hampir semua sektor memerlukan lahan

seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, dan infrastruktur. Di sektor pertanian, lahan

merupakan sumberdaya yang sangat penting, baik bagi petani maupun bagi pembangunan

pertanian, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di Indonesia sebagai negara agraris

semua kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan karena lahan berperan penting dalam

kegiatan produksi yang dapat menghasilkan kebutuhan pangan yang dibutuhkan oleh setiap

manusia.

Terjadinya konversi lahan pada suatu wilayah dapat disebabkan oleh faktor sosial,

ekonomi, dan kebijakan pemerintah. Selain aspek sosial dan ekonomi, aspek peraturan atau

Undang-Undang yang mengatur tentang keberadaan dan berkelanjutan lahan-lahan

pertanian saat ini juga tidak mampu membendung terjadinya konversi lahan pertanian ke

non pertanian, terutama pada daerah perkotaan.

9
Dampak dari pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan dampak negatif

terhadap tata guna lahan dimana lahan yang sebelumnya tersedia bagi pertanian,

permukiman dan lain sebagainya dapat beralih fungsi menjadi satu atau lainnya. Adanya

berbagai kepentingan dapat menjadikan alasan dari konversi lahan pertanian yang

dilakukan.

Kebutuhan lahan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya jumlah

penduduk. Pertumbuhan penduduk kota yang semakin padat ternyata mendorong para

penduduk untuk beralih ke wilayah sekitar kota. Kepentingan lain diwarnai oleh pihak-

pihak pengembang yang semakin gencar mencari lahan untuk melakukan pembangunan

perumahan untuk menampung para penduduk pendatang. Kepentingan ini tidak akan

berjalan jika pemerintah tidak memberikan ijin untuk mengadakan pembebasan lahan untuk

perumahan. Pemerintah dinilai terus menerus memberikan ijin kepada PT untuk melakukan

pembangunan perumahan secara kontinyu. Sementara disisi lain terdapat pihak yang

dirugikan terhadap adanya konversi lahan menjadi perumahan. Mereka adalah para petani

yang terpaksa melakukan alih fungsi lahan secara tidak langsung. Posisi sawah mereka

terancam kekeringan dan tidak produktif jika tidak diserahkan kepada PT. Namun ada pula

pihak yang berusaha keluar dari kehidupan bertani dan mencoba berusaha di bidang lain.

Mereka adalah para petani yang jenuh dengan pekerjaan tani karena tidak mengalami

kemajuan seperti peningkatan pendapatan atau kehidupan yang mencukupi. Mereka

berusaha untuk merubah nasib dengan menjual sawah dan beralih ke usaha lain.

10
Utomo (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula

(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah)

terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian

perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara

garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring

dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi

lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan

jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di

sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.

Alih fungsi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat

dikatakan bahwa alih fungsi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah.

Sebagian besar alih fungsi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam

penguasaan lahan yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan mengantongi izin

mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

11
Tenaga Kerja

Menurut Mulyadi (2006:59), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja

(berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat

memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka

mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

Sedangkan menurut Arfida (2003:19), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja

(working-age population) yang mampu menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat.

Dalam ekonomi tenaga kerja (labor economics) diasumsikan bahwa tenaga kerja

mempunyai tujuan untuk memaksimumkan nilai guna (utility maximization), yaitu bahwa

orang diasumsikan untuk berupaya mencapai tujuan untuk membuat dirinya sebahagia

mungkin pada tingkat sumber daya yang terbatas (Ehrenberg dan Smith, 2012).

12
Pembangunan ekonomi di Indonesia ditandai dengan penurunan pangsa sektor

pertanian terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan pangsa sektor

industri dan jasa dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja. Penurunan pangsa

tenaga kerja sektor pertanian berjalan lambat menandakan tidak berkembangnya sektor

industri dan jasa sehingga beban sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja menjadi

berat. Terjadinya penurunan pangsa pertanian terhadap PDB yang lebih cepat dari

penurunan pangsa tenaga kerja mengindikasikan terjadinya kemiskinan di sektor pertanian

dan pedesaan. Penyerapan tenaga kerja pertanian yang mempunyai keterampilan tinggi oleh

sektor nonpertanian menciptakan nilai tambah dan menggerakkan perekonomian negara

(Arifin, 2013).

Tenaga kerja dalam pertanian bisa dilakukan secara individual ataupun secara

kolektif, akan tetapi pada umumnya dilakukan secara individual. Secara kolektif dalam

bentuk kerjasama dengan cara bergiliran. Cooley dalam Soekanto (1982 : 67)

mengemukakan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari mempunyai

kepentingankepentingan yang sama; kesadaran akan adanya kepentingankepentingan yang

sama dan adanya organisasi merupakan bentuk kerja sama yang berguna. Kerjasama

merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk

mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerjasama secara

universal dapat dijumpai pada kelompok manusia.

Impor Beras

13
Menurut Ekananda (2015:11) impor adalah kegiatan dimana berbagai pihak,

perusahaan atau lembaga non pemerintahan yang membeli barang dari luar negeri untuk di jual

ke dalam negeri. Impor merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak swasta maupun

pemerintah guna memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Biasanya dilakukan oleh

perusahaan atau perorangan yang biasa disebut dengan importer.

Menurut Hamdani (2012:37) impor merupakan kegiatan guna membeli barang dari

luar negeri yang kemudian dijual ke dalam peredaran republik Indonesia dan barang yang

dibeli tersebut sebelumnya harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Departemen Keuangan. Pengertian kepabeanan adalah instansi yang bertanggung jawab

atas pengawasan pelaksanaan administrasi dan penerimaan / pendapatan negara, pajak

pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak komoditi dan bea impor. Menurut

Ekananda (2015:11) keuntungan yang akan didapat melalui kegiatan impor yakni secara

langsung akan membantu memenuhi ketersediaan barang-barang yang skala produksinya

masih rendah. Membantu mengurangi meningkatnya harga jual yang di karenakan kurangnya

stok, maupun menghindari kekurangan produk yang di butuhkan dalam negeri.

Indonesia merupakan Negara yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada

sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, petani Indonesia bukanlah

merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka merupakan orang-orang

yang masih miskin dan terpinggirkan. Mereka sering dirugikan oleh masalah kebijakan

perberasan yang dilakukan oleh pemerintah. Belum lagi masalah sosial ekonomi lain yang

mereka hadapi sebagai petani.

14
Produksi beras Indonesia perlahan-lahan meningkat, namun belum mampu memenuhi

semua kebutuhan beras masyarakat Indonesia yang mencapai 237 juta jiwa. Tingkat

pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1.40 % tahun 2014 (www.bps.go.id). Produksi

beras Indonesia pada tahun 2010 mencapai angka 66.469.394 ton menurun pada tahun 2011

menjadi 65.756.304 ton. Kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi 69.056.126 ton. Pada

tahun 2013 kembali meningkat menjadi 71.279.709 ton. Namun, pada tahun 2014 menurun

kembali ke angka 70.846.465 ton.

15
METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitin yang dilakukan adalah melihat pengaruh luas lahan

pertanian (lahan sawah), jumlah tenaga kerja di bidang pertanian dan jumlah impor beras

terhadap ketahananan pangan

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berdasarkan dari sumber dan jenisnya, sumber data berasal

dari Badan Pusat Statistik Indonesia yaitu data skunder dengan jenis data berupa data

timeseries. Total data yang di gunakan adalah sebanyak 10 data dimulai dari tahun 2005

sampai dengan 2014

Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel merupakan batasan terhadap variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, batasan variabel-variabel tersebut adalah :

Variabel Definisi Satuan Sumber


KP yaitu Ketahanan Pangan berupa produksi beras Ton Badan Pusat Statistik
LL yaitu Luas Lahan Pertanian berupa lahan Ha Indonesia
Badan Pusat Statistik
IB sawah
yaitu jumlah Impor Beras berupa impor beras Ton Indonesia
Badan Pusat Statistik
JTK dari
yaitunegara
Jumlahasalnya
Tenaga Kerja di bidang pertanian orang Indonesia
Badan Pusat Statistik
sub sektor tanaman pangan

16
Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data time
series dengan model analisis regresi berganda (multiple regression), sehingga model
dituliskan sebagai berikut :
Y = + X + , ................................................................................................ (3.1)
Dengan fungsi matematis : KP = f (LL, IB, JTK ) ........................................ (3.2)
Kemudian model ditransformasikan dalam bentuk
KP = 0 + 1 LL + 2 IB + 3 JTK + ..............................................................(3.3)
Dimana :
KP : Ketahanan Pangan (ton)
LL : Luas Lahan (Ha)
IB : Impor Beras (Ton)
JTK : Jumlah Tenaga Kerja (orang)
0 : Konstanta
1 sampai 3 : Koefisien regresi.
: error term

BAB II

BAB III

17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sesuai dengan apa yang dipermaklumkan maka dengan ini dapat dipertanggung
jawabkan bahwa

Saran

Sesuai dengan apa yang dipermaklumkan maka dengan ini dapat dipertanggung
jawabkan bahwa

18
DAFTAR PUSTAKA

Kinseng, Hilda Nurul Hidayati dan Rilus A. "Konversi Lahan Pertanian dan Sikap Petani di
Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor." Jurnal Sosiologi Pedesaan (2013): 222-230.

Setiawan, Handoko Probo. "Alih Fungsi (Konversi) Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Kasus di Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda." eJournal
Sosiatri-Sosiologi (2016): 280-293.

19

Anda mungkin juga menyukai