Anda di halaman 1dari 5

Berapa banyak orang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan apa pun dari puasanya.

Kecuali, lapar dan dahaga (H.r. Bukhari dan Muslim)

Hadits Rasulullah tersebut harusnya dapat membangkitkan kewaspadaan kita, agar kita tidak
termasuk orang-orang yang gagal meraih keutamaan ibadah puasa di bulan yang Ramadhan
nan mulia. Berikut ini adalah 19 hal yang patut direnungkan dan diperhatikan. Agar kita
tidak termasuk orang-orang gagal melewati madrasah Ramadhan.

1. Kurang melakukan persiapan di bulan Syaban.

Sebetulnya, agak kurang tepat jika kita benar-benar memaksimalkan ibadah di bulan
Ramadhan semata. Kebaikan itu adalah latihan. Pembiasaan. Tadarus Al-Quran, shalat
tahajud, sedekah, dan aktivitas kebaikan lainnya lebih baik dimulai sejak bulan Syaban.
Termasuk puasa, perut kita yang akan terbiasa dengan kebiasaan baru mesti disiapkan sejak
bulan sebelumnya. Sebab itu tak heran, jika dalam beberapa riwayat diceritakan bahwa
Rasulullah memperbanyak berpuasa di bulan Syaban.

Dalam hadits Bukhari dan Muslim, Aisyah Radhiallaahu anha berkata, Saya tidak pernah
melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak
pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syaban.

2. Gampang mengulur shalat fardhu.

Kedisplinan merupakan satu buah yang semestinya dipetik setelah kita menanam puluhan
kebajikan di bulan Ramadhan. Kita berlindung pada Allah dari sifat orang-orang yang Ia
sebutkan dalam firman-Nya,

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-
orang yang bertaubat dan beramal shalih. (Maryam: 59)

Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat)
ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat
zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya,
shalat isya menjelang waktu subuh, serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari.

3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.

Termasuk di dalamnya ialah menjalankan ibadah shalat di malam hari (qiyamullail).


Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri
orang yang bertakwa. Orang-orang yang lulus dari madrasah Ramadhan.

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-


perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. (Al-Anbiya: 90)

4. Kikir dan rakus pada harta benda.

Salah satu sasaran utama puasa agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus. Baik pada
makan, minum, maupun harta benda. Karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta
dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup
sesungguhnya. Kita, menjadi takut menderita kerugian jika harta benda diinfakkan di jalan
Allah.

5. Malas membaca Al-Quran.

Ramadhan juga disebut Syahrul Quran. Bulan ketika diturunkannya Al-Quran. Orang-orang
shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk
membaca Al-Quran.

Ibadah ummatku yang paling utama adalah membaca Al-Quran. (H.r. Baihaqi)

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin
kemuliaan Al-Quran sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini mesti berlanjut setelah
Ramadhan pergi. Sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.

6. Mudah mengumbar amarah.

Ramadhan adalah bulan kekuatan. Kuat secara fisik dan kuat menahan amarah. Keduanya
dilatih di bulan Ramadhan dan menunggu diaplikasikan oleh kita di bulan-bulan
lainnya. Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah
ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau
mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa. (H.r. Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah)

7. Gemar bicara sia-sia, ghibah, mengadu domba dan berbohong.

Siapa yang tidak meninggalkan: Qaul Az-Zur, praktek Qaul Az-Zur serta Al-Jahl, maka
Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya (puasa). (H.r. Bukhari
dan Abu Dawud)

DR. Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa Qaul Az-Zur adalah semua perkataan yang jauh
dari kebenaran, sehingga masuk ke dalamnya semua perkataan yang diharamkan agama
seperti bohong, mencela, menghina, ghibah (membicarakan aib orang lain tidak
dihadapannya), mengadu domba dan persaksian palsu.

Dan yang dimaksud dengan Al-Jahl adalah kebodohan atau kekonyolan, yaitu perkataan
maupun perbuatan yang sangat jauh dari kebijaksanaan.

Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya
senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: Puasa ini bukanlah hanya
menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang
salah dan tutur kata yang sia-sia. (Al Muhalla VI: 178)

8. Memutus tali silaturrahim.

Puasa sebetulnya mampu membersihkan jiwa dari kekerasan hati dan kesombongan. Kita
dipaksa menahan segala sesuatu yang bukan sekadar membatalkan puasa. Namun juga
segala perkara yang mengurangi pahala puasa kita. Termasuk melembutkan hati sesama
saudara. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan
dan persaudaraan, bisa jadi itu tanda kegagalan kita.
9. Menyia-nyiakan waktu.

Al-Quran mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan


waktu mereka untuk bermain-main.

Allah bertanya: Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?

Mereka menjawab: Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.

Allah berfirman: Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu
sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka
Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia,
Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia. (Al-Muminun: 112-116)

Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan ialah lalai atas karunia waktu dengan melakukan
perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya
membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.

10. Labil dalam menjalani hidup.

Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda
gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw., Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan
yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua
pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala setan. Di dalamnya ada
suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Sesiapa tiada diberikan kebajikan malam itu,
maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya. (H.r. Ahmad, Nasai, Baihaqi dari Abu
Hurairah)

11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.

Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket.
Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam.
Berbagai kegiatan amar maruf dan nahi munkar ditunaikannya. Sebab ia ingin sebanyak
mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada,
gagallah Ramadhan seseorang.

12. Khianat terhadap amanah.

Puasa adalah amanah Allah yang harus dikerjakan, dipelihara, dan dipertanggungjawabkan di
hadapan-Nya kelak. Ia ibarat hutang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati
amanahnya terhadap orang lain. Baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya
orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari
manusia.

13. Rendah motivasi hidup berjamaah.

Selama Ramadhan, frekuensi shalat berjamaah di masjid biasanya meningkat tajam. Selain
itu, lapar dan haus pun melancipkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama
manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang
secara berjamaah, yang saling menguatkan.

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu


barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh. (Ash-
Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjamaah.

14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.

Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan
pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil
merdeka dari kedua mitra setan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya
adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka
yang tunduk kepada makhluk.

15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.

Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung


di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh
Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang
semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan
strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal
perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan
kita sebagai pecundang.

16. Tidak mencintai kaum dhuafa.

Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan. Bersebab di bulan ini
Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Puasa Ramadhan menanam
benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir
miskin, anak-anak yatim, dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita
terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan
suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.

17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.

Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa
dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sedekah. Karena keduanya dapat menambal
yang robek atau yang pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya
kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.

Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)

18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.

Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Idul Fitri.
Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan
nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang
sejati. Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan
merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan. Akibatnya kita lupa. Seharusnya kita sedih
akan berpisah dengan bulan mulia ini.

19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.

Secara harfiah makna Idul Fitri berarti hari raya makan-makan. Sekadar pemutus dari
puasa sebulan penuh. Namun kebanyakan orang memandang Idul Fitri laksana hari
dibebaskannya mereka dari penjara Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah
Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali.
Syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Idul Fitri seharusnya
menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi
Allah secara lebih profesional. *diolah dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai