PENDAHULUAN
manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup, siapa pun dia, dari mana
asalnya, berapapun umurnya, dan dalam keadaan sehat ataupun sakit. Oleh karena
alam sekitar, sehingga setiap daerah memiliki ciri khas makanannya masing-
makanan lebih dominan dengan variasi ikan. Sebenarnya ciri khas atau warna
pada makanan juga dipengaruhi oleh cara masyarakat mengolah bahan tersebut.
Semisal, singkong (manihot utillisima) di daerah Jawa yang diolah menjadi tiwul
makanan pokok seperti halnya nasi yang ada di Jawa. Dengan demikian, jika
bahan baku yang sama itu berada diolah pada masyarakat yang berbeda maka
akan menghasilkan makanan yang berbeda pula. Ketersediaan bahan dan cara
1
Timbul Haryono, Sejarah Makanan dan Gaya Hidup Nusantara dari Zaman Jawa Kuno hingga
Abad 21, Seminar Arus balik memori Rempah dan Bahari Nusantara, Kolonial dan Poskolonial,
tanggal 19 Oktober 2013, Yogyakarta.
1
2
yang terkenal dengan gudeg dan Palembang yang terkenal dengan pempeknya.
tubuh agar manusia bisa tetap hidup dan sehat. Sedangkan, makanan sambilan dan
Makanan pokok dan makanan jajanan serta makanan sambilan memiliki fungsi
dan peran sebagai unsur penyajian pada peristiwa khusus dan keperluan upacara.
dapat dijadikan satu golongan yakni camilan. Camilan berasal dari bahasa Jawa
yaitu amik-amikan2. Camilan terbagi dalam dua kategori yaitu camilan modern
berwujud kudapan, kue kering, gorengan, dan jajan pasar. Selain itu, bahan dasar
2
I. Poerwadarminta, Baoesastra Jawa, (Batavia: J.B. Wolters Uitgevers maatschappij n.V
Groningen, 1939) halaman 9.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Cipta ,2000) halaman
1208. Tradisional: sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu dipegang teguh pada norma
dan adat kebiasaan yang ada turun-temurun.
3
seperti ilat kucing dan kuping gajah. Namun, pada penamaanya tidak berubah
camilan tradisional ini tidak secepat camilan modern dan ketahanannya pun tidak
maupun pasar yaitu kipo, cenil, marnng, klepon, geplak dan sebagainya. Namun,
Ada juga camilan tradisional yang unik dan mulai jarang dijumpai yaitu, konthol
kejepit, turuk bintul, hawuk-hawuk, jembut jaran, thoplk peli, mata kebo, mata
maling, prawan kens, dan randha royal. Dimungkinkan beberapa camilan ini
sudah mulai hilang, disebabkan masyarakat yang mulai tabu dengan nama-nama
penamaannya mengambil dari bagian tubuh manusia dan hewan serta sifat pada
manusia.
Jika dilihat dari bahan bakunya, beberapa camilan yang telah disebutkan di
atas memiliki bahan baku yang berbeda-beda. Konthol kejepit merupakan jajanan
pasar yang berbahan dasar tepung beras. Sedangkan, thoplk peli yang berbahan
dasar dari singkong dan randha royal berbahan dasar tape singkong. Berbeda
dengan hawuk-hawuk dan turuk bintul yang memiliki bahan baku beras ketan.
Lain pula dengan jembut jaran berbahan baku gula, serta mata maling yang
berbahan baku melinjo, lalu prawan kens berbahan dasar pisang. Dimungkinkan
tidak terdapat hubungan antara bahan baku dengan penamaan camilan tradisional
4
diatas memiliki alasan tertentu. Mungkin dari rasanya (indra perasa) mirip dengan
yang diacu, atau mungkin dapat menumbuhkan rasa (mood) orang yang
bagian tubuh manusia maupun hewan mungkin cara untuk menarik para
2008:216). Sehingga semua aspek kebahasaan nama CBST dapat menjadi obyek
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu ruang
camilan tradisional yang memiliki korelasi dengan sifat manusia dan bagian tubuh
pada hewan maupun manusia. Menurut peneliti camilan tradisional dari segi
bahan baku digolongkan menjadi dua: bahan baku tradisional dan modern. Bahan
baku tradisional berupa hasil alam yang diolah secara sederhana, sedangkan bahan
baku modern berupa bahan baku tradisional yang diolah dengan mesin hingga
namanya mengambil dari sifat dan bagian tubuh dalam bahasa Jawa. Lingkup
morfem dan gabungan antara morfem satu dengan morfem lain yang membentuk
polimorfemis. Namun demikian, pembahasan kedua ini didasarkan data yang ada.
6
untuk menjabarkan makna dan unsur-unsur yang terkandung pada setiap CBST.
teliti enam kali. Namun, penelitian yang sudah ada membahas tentang (1) aspek
sejarah, budaya dan pengembangan makanan tradisional dalam serat centhini, dan
(2 dan 3) makanan tradisional sebagai unsur dalam upacara tradisional, serta (4)
sebagai berikut:
7
adalah Serat Centhini, sebuah naskah sastra terlengkap pada abad ke-
Jawa (tahun 1998) yang ditulis oleh tim PKMT (Pusat Kajian
manusia.
3. Buku berjudul Sajen dan Ritual Orang Jawa oleh Wahyana Giri MC
estetik tari rakyat serta makna yang terkandung dalam tari rakyat.
upacara tersebut.
macam produk bambu yang dibuat menjadi salah satu jenis peralatan
berhubungan dengan sifat dan bagian tubuh, sepengetahuan penulis belum pernah
dilakukan.
10
Bahasa terdiri atas dua bagian yaitu, bentuk dan makna. Bentuk
merupakan bagian bahasa yang dapat diserap oleh panca indra, yaitu dengan
melihat dan mendengar. Bentuk terdiri atas unsur segmental4 dan unsur
1.7.1 Morfologi
kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencangkup kata dan bagian-
4
I Dewa Putu Wijana dan M. Rohmadi, Semantik: Teori dan Analisis. (Surakarta:Yuma Pustaka,
2008) Halaman 10.Unsur segmental merupakan unsur-unsur kebahasaan yang dapat dipisah-
pisahkan atau disegmentasikan.
5
Ibid. Unsur suprasegmental merupakan unsur-unsur kebahasaan yang tidak dapat dibagi-bagi
atau dipisah-pisahkan.
11
satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat
dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:158). Morfem
terdiri atas morfem bebas dan morfem terikat (Verhaar, 2008:97). Morfem bebas
adalah satuan terkecil yang dapat berdiri sendiri, sedangkan morfem terikat
merupakan satuan terkecil yang tidak dapat berdiri sendiri dan hanya dapat
meleburkan diri pada morfem lain. Kata bermorfem satu disebut monomorfemis,
Kata adalah satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas
satuan gramatik terikan yang melekat pada morfem dasar dan membentuk kata
yang baru.
Tataran tertinggi pada morfologi yaitu kata. Salah satu bentuk kata yaitu
gabungan dua buah kata atau lebih, yang mempunyai arti baru yang sama sekali
juga termasuk dalam bentuk polimorfem. Reduplikasi atau kata ulang merupakan
proses morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar
dwiwasana, trilingga
12
mengulangi suku akhir pada kata dasar, misalnya plenting bisulan menjadi
plentingting banyak bisul. Trilingga yakni pengulangan morfem asal sampai dua
berbahan baku kulit melinjo. Mata maling terdiri atas dua komponen kata yaitu
mata dan maling. Kata mata terdiri atas satu morfem, yaitu {mata} dan tergolong
dalam jenis morfem bebas yang dapat berdiri sendiri sebagai kata. Kata mata
memiliki arti indra pengelihatan. Sedangkan, kata maling terdiri atas satu morfem
yaitu {maling} dan tergolong dalam jenis morfem bebas yang dapat berdiri sendiri
sebagai kata. Kata maling memiliki arti pencuri. Kedua kata tersebut bergabung
menjadi satu dan diidentifikasikan sebagai kata majemuk, karena memiliki makna
Kata mata terdiri atas dua suku kata yaitu ma-ta, dengan susunan suku
kata berupa KV-KV dan terdiri atas empat fonem, yaitu / m-a-t-a /. Kata maling
terdiri atas dua suku kata yaitu ma-ling, dengan susunan suku kata berupa KV-
KVK dan terdiri atas lima fonem, yaitu /m-a-l-i-/. Bunyi konkrit dari mata
13
1.7.2 Semantis
untuk menyelidiki unsur-unsur kosakata suatu bahasa pada umumnya atau makna
dengan hasil observasi alat indra atau yang sungguh-sungguh nyata dalam
semantik. Pengertian analisis komponen akan lebih mudah jika dijelaskan dengan
kata secara horizontal dan vertikal. Jika dilihat secara horizontal merupakan
kelompok manusia, ayam, babi dan lain-lain. Jika dikelompokan secara vertikal
memecah sebuah unsur atas bagian-bagian yang lebih kecil. Usaha untuk
tradisional yang berbahan baku kulit melinjo. Mata maling dapat dianalisis secara
semantis sebagai berikut. Mata merupakan alat pengelihatan pada makhluk hidup.
Mata memiliki ciri-ciri bentuk bulat. Maling sering dikaitkan dengan istilah
durjana, yang merupakan salah satu tindakan mengambil barang milik orang lain
tanpa meminta izin. Menurut peneliti, mata maling dijadikan nama camilan
tradisional yang berbahan kulit melinjo, memiliki bentuk dan ukuran yang serupa
melinjo sering menjadi sasaran pencuri di pasar maupun di kebun dan warna
merah pada mata maling memiliki arti keangkaraan dan kejahatan, sehingga
merah. Bahan bakunya yaitu kulit melinjo. Adapun pengolahanya dengan cara
digoreng (proses pembuatan lihat bab II halaman 26). Uraian di atas dapat dibuat
Tabel 1
Contoh Analisis Komponen Makna Mata Maling
Pokok Diferensiasi
Gula
15
Cabai
Bentuk Lonjong
Pengolahan Digoreng
Metode penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu metode pengumpulan data
penelitian ini dan secara akumulasi membutuhan waktu yang lama pula. Studi
seperti laporan hasil penelitian dan buku tentang makanan tradisional serta buku
tentang sesaji.
narasumber dengan teknik cakap semuka. Data lisan diperoleh dari informan
dengan metode cakap semuka. Teknik cakap semuka yaitu kegiatan yang
dilakukan dengan percakapan langsung atau tatap muka (Sudaryanto, 1993: 137-
mengenal makanan tradisional yang sekarang mulai jarang dijumpai. Data lisan
CBST. Metode padan referensial digunakan dalam penelitian ini, karena data yang
menjadi obyek penelitian mengacu pada referen di luar bahasa, yakni benda
berupa camilan.
merupakan pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, ruang
Bab II identifikasi makanan tradisional. Pada bab ini diuraikan mengenai letak
geografis lokasi penelitian (DIY) dan identifikasi CBST. Bab III berisi tentang