TUGAS KELOMPOK PESISIR PEMODELAN Fix
TUGAS KELOMPOK PESISIR PEMODELAN Fix
Oleh:
Kelompok 2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pencemaran laut.
2. Mengetahui pengertian pemodelan.
3. Mengetahui jenis-jenis pemodelan.
4. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan pemodelan.
5. Mengetahui penerapan pemodelan pencemaran laut.
BAB II
LANDASAN TEORI
4. Tidak pernah ada model tunggal yang cukup baik, setiap system yang baik
memilik serangkaian model kecil yang independen.
Prinsip pemodelan sistem tidak terlalu menitik beratkan kepada bentuk
model apa untuk merancang sebuah sistem, bentuk model ini bebas, bisa
menggunakan bentuk apa saja, sesuai dengan keinginan kita, contohnya bisa
berupa narasi, prototype, maupun gambar, yang terpenting adalah harus mampu
merepresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan oleh user, karena
sistem akhir yagn dibuat bagi user akan diturunkan dari hasil model tersebut.
(1.4)
keterangan : Y =besar timbulan rata-rata dalam satuan (liter/hari),
a1 =kontanta timbulan untuk faktor X1 (perkembangan perkotaan) ,
a2 =kontanta timbulan untuk faktor X2 (Peningkatan jumlah penduduk)
a 3=kontanta timbulan untuk faktor X3 ( Tingkat pendapatan
masyarakat),
Dengan mengetahui model timbulan tersebut , kita dapat emprediksi jumlah
tmbulan limbah padat (sampah) suatu kota untuk tahun tahun mendatang.
Berikut merupakan sebuah hirarki pada pembagian jenis-jenis model.
Gambar hirarki jenis model diatas menggambarkan pembagian jenis jenis model
pada pemodelan sistem. Sebuah model dapat dipangaruhi oleh waktu, namun ada
juga model yang tidak terpengaruh oleh waktu. karenanya ada pembagian model
statis dam dinamis. Model dinamis berarti model tersebut sangat terpengaruh
dengan waktu.
Model Fisik Dinamis
Adalah model didasari oleh analogi atau kesamaan perilaku sistem antara sistem
yang diamati dengan beberapa sistem lain yang secara alamiah berbeda.
Contohnya adalah model pesawat (berukuran kecil) yang sedang dalam pengujian
di ruang pengujian angin. Ruang pengujian tersebut berupaya mencontoh kondisi
udara, kecepatan dan lain sebagainya dengan berbagai kondisi ukuran untuk
menguji model pesawat yang akan dibangun. Contoh lain model fisik dinamik
adalah model bangunan anti erosi yang akan dibangun di pantai. model bangunan
ini sebelum dipasang di pantai memerlukan pembangunan dalam skala kecil
(model) yang diuji dalam laboratorium dengan berbagai kondisi gelombang
selama beberapa waktu.
Model Matematik Dinamis
Adalah model yang memperbolehkan pengubahan atribut-atribut sistem yang
diperoleh sebagai fungsi waktu. Dimana untuk memperolehnya dapat dilakukan
dengan analitis atau komputasi numeris, bergantung pada kerumitan model.
Sedangkan model yang tidak dipengaruhi oleh waktu yaitu model statis yaitu
model yang menggambarkan suatu sistem spesifik pada waktu tertentu.
Model Fisik Statis
Adalah model yang dibuat dengan mengecilkan ukuran asli dari sistem atau
disebut model Skala. Contoh model fisik statik adalah model bangunan yang
dirancang oleh para arsitektur maupun teknik sipil. Model tersebut dapat berupa
gambar maupun maket bangunan, atau model pesawat terbang dalam ukuran
kecil.
Model Matematik Statis
Adalah model yang menunjukkan hubungan antara atribut sistem ketika sistem
berada dalam keseimbangan. Jika titik keseimbangan diubah, maka model
dimungkinkan untuk memperoleh nilai-nilai yang baru untuk semua atributnya
namun model matematik didalamnya tidak berubah. Contohnya adalah
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Dari jenis model ini, tidak
semua sistem dapat dimodelkan. sistem harus memenuhi beberapa syarat agar
dapat dimodelkan.
Gambar 2.Fluktuasi Pasang Surut Muka Air, Perairan Selat Rupat, Riau
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Berdasarkan hasil model numerik modul spill analysis, pola sebaran tumpahan minyak
mentah (crude oil) , avtur dan diesel pada kondisi purnama dan perbani memiliki pola atau
arah penyebaran yang sama. Pada kondisi pasut purnama dan pasut perbani saat pasang, pola
sebaran tumpahan minyak menyebar menuju timur Selat Rupat rupat yang tersaji pada
Gambar 7-9 dan Gambar 13-15, sebaliknya saat surut pola sebaran tumpahan minyak
menyebar menuju ke barat Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 10-12 dan Gambar 16-17.
Pola atau arah penyebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel mengikuti
pola pergerakan arus pasang surut di Perairan Selat Rupat. Ketika minyak masuk ke
lingkungan laut, maka minyak akan mengalami proses penting selama awal ekspose ke dalam
perairan yaitu minyak akan mengalami proses penyebaran (spreading). Proses penyebaran
tumpahan minyak selama berada di dalam air akan dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan
salah satunya adalah arus laut. Hadi et al. (2000) menyatakan, bahwa minyak yang tumpah
ke atas permukaan air cenderung untuk menyebar kearah luar sehingga membentuk lapisan
yang tipis. Kecenderungan tumpahan minyak untuk menyebar dipengaruhi oleh adanya gaya
fisis. Selama awal kondisi pasut purnama hingga pasut perbani, tumpahan minyak mentah
(crudeoil) sudah menyebar sejauh + 29,1 km dari titik sumber tumpahan, sedangkan
tumpahan minyak avtur dan diesel menyebar sejauh + 28,5 km dari titik sumber.
Kecepatan mengalir minyak mentah (crude oil) dipengaruhi oleh nilai viskositasnya
yang rendah yaitu 4,05 %v/v, dibandingkan dengan nilai viskositas minyak avtur
sebesar 8 %v/v dan minyak diesel 6,94 %v/v. Kecepatan penyebaran minyak yang
keluar di permukaan laut tergantung pada tingkat viskositas minyak tersebut. Minyak yang
viskositasnya rendah akan lebih mudah mengalir, sebaliknya jika viskositasnya tinggi, maka
akan semakin sulit mengalir (Mukhtasor,2007).
Sebaran lapisan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel di permukaan Perairan Selat
Rupat memiliki ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Ketebalan lapisan minyak yang
menyebar di perairan pada prosesnya dipengaruhi oleh adanya proses pelapukan minyak
seperti disolusi (kelarutan), emulsifikasi, evaporasi, dan dispersi vertikal. Proses pelapukan
minyak yang terjadi pada lapisan tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur, dan diesel
diketahui berdasarkan hasil penelitian Mackay et al.(1980) yang telah memodifikasi laju
penguapan minyak, laju kelarutan minyak, perubahan kandungan air di dalam minyak
(emulsifikasi), dan laju dispersi minyak dari Teori Fays ke dalam formula numerik melalui
persamaan matematis sehingga menghasilkan fate tumpahan minyak di perairan (Sabhan et
al., 2010). Pada kondisi pasut purnama, tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur
dan diesel memperlihatkan pola penyebaran yang membentuk lintasan dan masih menyatu
dengan sumber tumpahan, sedangkan pada kondisi pasut perbani sebaran tumpahan
minyak memperlihatkan pola yang semakin luas dan acak di perairan. Adanya perbedaan
pola saat kondisi pasut perbani dan pasut purnama dipengaruhi oleh lamanya waktu
tumpahan minyak yang terjadi, volume tumpahan minyak, pengaruh arah dan kecepatan
arus, serta pengaruh arah dan kecepatan angin. Waktu pemaparan (time exposure)
merupakan waktu yang dituhkan minyak untuk berpindah dari satu grid ke grid yang
lainnya (DHI Water and Enviroment, 2007).Berdasarkan hasil simulasi pola sebaran
tumpahan minyak selama 15 hari memperlihatkan bahwa tumpahan minyak mentah (crude
oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama yaitu berkisar + 380 jam,dibandingkan
waktu pemaparan yang dibutuhkan oleh minyak avtur dan diesel yang berkisar + 285
jam. Sabhan et al. (2010) menyatakan bahwa minyak mentah memiliki tingkat pemaparan
yang lebih lama karena memiliki nilai fraksi residual yang lebih besar dibandingkan minyak
avtur dan minyak diesel. Minyak mentah (crude oil) memiliki nilai fraksi residual
sebesar 69,02%, sedangkan minyak avtur dan minyak diesel tidak memiliki nilai fraksi
residual.
Gambar 8. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Purnama saat Pasang Tertinggi
Gambar 10. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Pasang
Tertinggi
Gambar 11. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Surut
Terendah
Gambar 13. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Gambar 14. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Purnama saat Surut
Terendah Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Gambar 15. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang
Tertinggi
Gambar 16. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi
Gambar 17. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah
Gambar 19. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Crude Oil Selama 15 hari simulasi
Gambar 20. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah
BAB IV
KESIMPULAN
Pencemaran adalah sebarang penambah pada udara, air, dan tanah atau
makanan yang membahayakan kesehatan, keratahanan atau kegeiatan manusia
atau organisme hidup lainya. Sedangkan berdasarkan undang undang no. 23
tahun 1997, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh manusia sehingga
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut
tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.
Dalam konteks pencemaran laut, maka pencemaran laut dapat diartikan
sebagai masuknya zat atau energi secara langsung maupun tidak langsung oleh
kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat yang
merugikan baik bagi manusia maupun lingkungan.
Karena proses proses yang begitu kompleks, baik perilaku polutan
maupun proses penyebarannya, maka pemodelan dilakukan untuk
menyederhanakan proses proses yang begitu kompleks. Dimana jenis
pemodelan ini dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pemodelan fisik dan
matematik. Pemodelan fisik lebih kepada perwakilan bentuk fisik dari sistem
nyata seperti model jembatan, model pesawat dll. Sedangkan model matematik
lebih kepada penggunaan rumus dan angka, variabel dan fungsi. Sebuah
pemodelan harus desertai dengan simulasi agar dapat diketahui kesesuaian model
tersebut dengan sistem nyata yang dimaksud oleh model.