Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MAKALAH

PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT DAN PESISIR

PEMODELAN PENCEMARAN LAUT


diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengelolaan
Lingkungan Laut dan Pesisir

Oleh:

Kelompok 2

Ina Safitri (123050003)


Muhammad Al-hadad (133050016)
Gea Alifa Amoryna (133050017)
Nabila Sari D (133050020)
Rista Puspita (143050044)
Ari Rizky Darmawan (143050010)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka
semua hasil buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas
manusia di daratan seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan
suatu akibat yang membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan
akan diencerkan dan kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan
diperlemah sehingga membuat mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin
cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin meningkatnya lingkungan
industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan yang bersifat racun yang
dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat dikontrol secara tepat.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan
daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air
laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari
atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam
ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam
ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan
tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang,
rumput laut dan lain-lain).
Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus
ditangani secara sungguh-sungguh. Salah satu cara yang dapat membantu kegiatan
pengelolaan lingkungan adalah pengumpulan dan analisis informasi yang
memperlihatkan pola penyebaran pencemaran dengan melihat beban pencemar
yang masuk ke perairan, serta gambaran prediksi kondisi yang akan terjadi di
masa yang akan datang. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan
monitoring yang kontinu. Namun kegiatan ini membutuhkan dana yang cukup
besar disertai dengan penggunaan waktu yang tidak sedikit. Walaupun
mengandung kesalahan (error), model merupakan alternatif lain yang lebih murah
dalam memperoleh sebaran yang terjadi, baik di masa sekarang maupun
prediksinya di masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut?
2. Apa yang dimaksud dengan pemodelan?
3. Bagaimana jenis-jenis pemodelan?
4. Bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan pemodelan?
5. Bagaimana penerapan pemodelan pencemaran laut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pencemaran laut.
2. Mengetahui pengertian pemodelan.
3. Mengetahui jenis-jenis pemodelan.
4. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan pemodelan.
5. Mengetahui penerapan pemodelan pencemaran laut.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pencemaran Laut


Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia,
limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme
invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya
berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar,
yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air).
Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai
makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin
besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari
partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi
anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup
angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.

2.2 Penyebab Pencemaran Laut


2.2.1 Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga
kecelakaan kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan
hampirtidak bias dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam
jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan
mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa
arus dan terbawa ke pantai.
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a) Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967 mengakibatkan 100.000 burung
mati
b) Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c) Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan
tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung
berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air.
Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri
sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme
yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak,
sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah
bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.

2.2.2 Pencemaran oleh logam berat


Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram
atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram
adalah logam ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik
(As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah
satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan
yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat
pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah
buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Kilang minyak : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Logam bukan besi : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan bermotor : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Semen, keramik : Cr
Tekstil : Cr
Industri kulit : Cr
Pembangkit listrik tenaga uap: Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm 3 dan logam
berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat
semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air
dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh
manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara
tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di
dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan
berbagai bahaya terhadap kesehatan.

2.2.3 Pencemaran oleh sampah


Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang,
terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut
adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak
akhir Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk
hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya
untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit,
sesak napas, maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang
di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba,
penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang
membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi
hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui
sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan
mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya
mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan
zat-zat makanan pada suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi
lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya
kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan
berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di
daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada
didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar
dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu
hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk
golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang
disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka.

2.2.4 Pencemaran oleh pestisida


Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif.
Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk
mengontrol hama tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan.
Idealnya pestisida ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat
membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan
lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di
laut.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan
kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis
ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana
molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun
sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka
menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat
ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka.
Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan
kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke
dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat
menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut ,
seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi,
biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal
ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan
pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek
lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta
tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi
karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini
kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung
menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia
(kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan
kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai
Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu
contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang
membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada
manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme
mendekati ke arah pantai.

2.3 Model dan Pemodelan


2.3.1 Pengertian
Model dapat diartikan sebagai penggambaran, penyederhanaan, miniatur,
atau peniruan. Atau model adalah adalah rencana, representasi, atau deskripsi
yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa
penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket,
bentuk prototipe), model citra (gambar, komputerisasi,grafis dll), atau rumusan
matematis. Pemodelan merupakan salah satu cabang dari analisis ilmiah. Kegiatan
pemodelan meliputi: pembuatan konsep, pengorganisasian, komunikasi,
pemahaman, analisis, ujicoba pengukuran lapangan, ramalan, prediksi, peringatan
dini (early warning), dan optimasi pengambilan keputusan. Sehingga Pemodelan
adalah pengembangan keilmuan, metodologi, dan analisis logika dan model
matematika untuk memecahkan permasalahan lingkungan dari pendekatan teknik
dan manajemen.
Karakteristik daripada Pemodelan Sistem, adalah sebagai berikut :
1. Dibuat dalam bentuk grafis dan tambahan keterangan secara tekstual.
2. Dapat diamati dengan pola top-down dan partitioned.

3. Memenuhi persyaratan minimal redundancy.

4. Dapat mempresentasikan tingkah laku sistem dengan cara yang transparan.


Dari karakteristik pemodelan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
model itu dibuat dalam bentuk grafis atau bergambar sehingga dapat memudahkan
customer dan dilengkapi juga dengan keterangan dari gambar atau grafis tersebut.
Alur dari proses model tersebut dapat di lihat dan diamati, memenuhi
syaran minimal reudansi dan yang terpenting adalah dapat mempresentasikan
proses dari pada system yang dibuat dan dapat di pahami customer.
Menurut Grady Booch, James Rumbaugh dan Ivar Jacobson Prinsip dari
Pemodelan:
1. Memilih model apa yang di gunakan, bagaimana masalahnya dan
bagaimana juga dengan solusinya.
2. Setiap Model dapat dinyatakan dalam tingkatan yang berbeda

3. Model yang terbaik adalah yang berhubungan dengan realitas.

4. Tidak pernah ada model tunggal yang cukup baik, setiap system yang baik
memilik serangkaian model kecil yang independen.
Prinsip pemodelan sistem tidak terlalu menitik beratkan kepada bentuk
model apa untuk merancang sebuah sistem, bentuk model ini bebas, bisa
menggunakan bentuk apa saja, sesuai dengan keinginan kita, contohnya bisa
berupa narasi, prototype, maupun gambar, yang terpenting adalah harus mampu
merepresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan oleh user, karena
sistem akhir yagn dibuat bagi user akan diturunkan dari hasil model tersebut.

2.3.2 Jenis- Jenis Model


Model dalam sistem dapat di bagi menjadi dua yakni model fisik dan
model matematis. Model fisik adalah konsep model lingkungan yang dilakukan
sedemikian rupa dengan skala tertentu mirip/sepadan dengan sesuatu aslinya atau
berskala tertetu sesuai degan aslinya contoh model Sungai Kaligarang pada skala
laboratorium. Ini berarti, model sistem lingkungan adalah tiruan dari sistem
aslinya yang mana dapat dikatakan unsur tiruan yang ada pada model sistem
lingkungan ada yang ditirukan dalam sistem lingkungan aslinya dan tidak
sebaliknya.
Model fisik ini memiliki persayaratan secara jelas karena fenomena fisik
yang ada di lapangan ditransformasikan dengan skala tertentu pada suatu
laboratorium maupun tempat diluar (out door). Sehingga diperoleh mendekati
kenyataan sebetulnya. Model fisik adalah sistem fisik yang kelakuannya
menyerupai sistem aslinya berdasarkan prinsip analogi.

Tabel. 2.1 Contoh pemodelan Fisik


Sistem Asli Model Sistem
Rawa Pening Kolam ikan
Sungai Kaligarang Selokan
Sumber: Jurnal Pemodelan Rekayasa Lingkungan

Model matematik pada sistem lingkungan adalah model yang disusun


berdasarkan kriteria tertentu dapat mewakili realitas fisik yang walaupun dalam
skala tertentu. Model matematik adalah sistem persamaan matematik yang hasil
penyelesaiannya dinterpretasikan sebagai hasil pengamatan terhadap sistem
aslinya.
Contoh :
1. Misal Fenomena Pencemaran Mikroba
Sumber mikroba yang terdapat didalam air sungai berasal dari limpasan limbah
rumah tangga, sampah dan limbah peternakan. Mikroba-mikroba utama yang
banyak dijumpai pada badan-badan air adalah bakteri dan virus. Di perairan,
mikroorganisme akan mati karena kondisi lingkungannya kurang sesuai.
Kematian mikroorganisme dalam perairan hampir sama dengan penguraian zat
organic, yaitu :
dB
= KB .
dt
(1.1)
Integrasikan persamaan (1) akan diperoleh :
B
ln = - Kt . (1.2)
BO
untuk bilangan dasar e, atau
B
log = - kt .. (1.3)
BO
untuk bilangan dasar IO, dimana :
BO = jumlah mikroorganisme semula
B = jumlah mikroorganisme pada saat t
B/BO = bagian mikroorganisme yang hidup
(1 - B/BO) = bagian mikroorganisme yang mati
---------Laju penguraian kematian mikroorganisme K tergantung dari temperatur,
pH, nutrien, sedimentasi dan absorpsi, serta kompetisi mikroorganisme itu sendiri.
Model matematik dapat dibagi m,enjadi model numerik dan model
statitistik. Model numerik (Numerical Model) adalah model prediksi yang dibuat
dengan menghilangkan variabel tertentu serta melinierkan fungsi aljabar untuk
mempermudah penyelesaian.
Misal model Statistik Timbulan Limbah Padat Perkotaan dapat dinyatakan sebagai
fungsi linier sebagai berikut :
Y a1 X 1 a2 X 2 a3 X 3 .

(1.4)
keterangan : Y =besar timbulan rata-rata dalam satuan (liter/hari),
a1 =kontanta timbulan untuk faktor X1 (perkembangan perkotaan) ,
a2 =kontanta timbulan untuk faktor X2 (Peningkatan jumlah penduduk)
a 3=kontanta timbulan untuk faktor X3 ( Tingkat pendapatan
masyarakat),
Dengan mengetahui model timbulan tersebut , kita dapat emprediksi jumlah
tmbulan limbah padat (sampah) suatu kota untuk tahun tahun mendatang.
Berikut merupakan sebuah hirarki pada pembagian jenis-jenis model.

Gambar 1. Hirarki Jenis Model


Sumber: www.google.com

Gambar hirarki jenis model diatas menggambarkan pembagian jenis jenis model
pada pemodelan sistem. Sebuah model dapat dipangaruhi oleh waktu, namun ada
juga model yang tidak terpengaruh oleh waktu. karenanya ada pembagian model
statis dam dinamis. Model dinamis berarti model tersebut sangat terpengaruh
dengan waktu.
Model Fisik Dinamis
Adalah model didasari oleh analogi atau kesamaan perilaku sistem antara sistem
yang diamati dengan beberapa sistem lain yang secara alamiah berbeda.
Contohnya adalah model pesawat (berukuran kecil) yang sedang dalam pengujian
di ruang pengujian angin. Ruang pengujian tersebut berupaya mencontoh kondisi
udara, kecepatan dan lain sebagainya dengan berbagai kondisi ukuran untuk
menguji model pesawat yang akan dibangun. Contoh lain model fisik dinamik
adalah model bangunan anti erosi yang akan dibangun di pantai. model bangunan
ini sebelum dipasang di pantai memerlukan pembangunan dalam skala kecil
(model) yang diuji dalam laboratorium dengan berbagai kondisi gelombang
selama beberapa waktu.
Model Matematik Dinamis
Adalah model yang memperbolehkan pengubahan atribut-atribut sistem yang
diperoleh sebagai fungsi waktu. Dimana untuk memperolehnya dapat dilakukan
dengan analitis atau komputasi numeris, bergantung pada kerumitan model.
Sedangkan model yang tidak dipengaruhi oleh waktu yaitu model statis yaitu
model yang menggambarkan suatu sistem spesifik pada waktu tertentu.
Model Fisik Statis
Adalah model yang dibuat dengan mengecilkan ukuran asli dari sistem atau
disebut model Skala. Contoh model fisik statik adalah model bangunan yang
dirancang oleh para arsitektur maupun teknik sipil. Model tersebut dapat berupa
gambar maupun maket bangunan, atau model pesawat terbang dalam ukuran
kecil.
Model Matematik Statis
Adalah model yang menunjukkan hubungan antara atribut sistem ketika sistem
berada dalam keseimbangan. Jika titik keseimbangan diubah, maka model
dimungkinkan untuk memperoleh nilai-nilai yang baru untuk semua atributnya
namun model matematik didalamnya tidak berubah. Contohnya adalah
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Dari jenis model ini, tidak
semua sistem dapat dimodelkan. sistem harus memenuhi beberapa syarat agar
dapat dimodelkan.

2.3.3 Tahapan Pembuatan Pemodelan


Dalam pengelolaan dan perencanaan sistem lingkungan, salah satu
kebutuhan yang utama adalah untuk memprakirakan (memprediksi) kondisi-
kondisi yang mungkin terjadi di masa mendatang. Namun demikian, dengan
adanya interaksi yang kompleks antara variabel-variabelyang ada pada
lingkungan, maka prakiraan merupakan suatu prosedur yang sulit (Beer dalam
Paryono, 2003:21). Model dapat diterapkan dalam beberapa bidang sekaligus.
Model dapat juga digambarkan sebagai bagian dari kehidupan modern.
Model dalam beberapa variasi sederhana digunakan untuk memprediksi dan
mengatur segala sesuatu, misalnya cuaca. Sebenarnya, model dapat didefinisikan
sebagai suatu perwujudan yang telah disederhanakan atau suatu abstraksi dari
suatu kenyataan (Demeritt dalam Jatmiko, 2007:97), sehingga model digunakan
sebagai salah satu cara untuk membantu dalam memprakirakan (memprediksi)
suatu kondisi. Ada banyak jenis model yang bisa dikembangkan, mulai dari model
fisik, model konseptual, ataupun model matematika. Ada beberapa tahap yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam membuat model (Beer dalam Paryono,
2003:21), yaitu :
1. Perumusan dan identifikasi model yang sesuai;
2. Pemilihan atau identifikasi parameterparameter model yang sesuai dan
menghubungkan (mengaitkan) menjadi satu kedalam struktur model;
3. Estimasi parameter-parameter yang memiliki peran utama dalam struktur
model;
4. Validasi model.
Biasanya, dalam pemodelan ada kecenderungan untuk membuat model
menjadi sedemikian kompleks, karena para pembuat model menganggap model
yang baik adalah model yang rumit. Anggapan tersebut kurang benar, karena
seharusnya model yang baik adalah model yang paling sederhana dan konsisten
dengan tujuan studi. Ada banyak model sistem lingkungan yang dapat dibuat,
tetapi tidak ada definsi atau istilah yang benar-benar tepat untuk menjelaskan jenis
modelnya (Beer dalam Paryono, 2003:22).
Sedangkan untuk Tahap-tahap yang umum digunakan dalam
pengembangan suatu model :
1. Definisi masalah, dalam tahap ini masalah yang sulit didefinisikan dan diurai
menjadi unsur-unsur pembentuk masalah. Didefinisikan juga sistem dan faktor
eksternal (di luar sistem). Dicari komponen masalah yang paling penting dan
signifikan dalam pemecahan masalah. Dicari pula komponen masalah yang bisa
dijadikan titik acuan awal pemecahan masalah.
2. Strukturisasi model konseptual, pada tahap ini diuraikan hubungan antara
komponen penyusun masalah, sistem dan tujuan studi.
3. Formulasi model, yaitu proses merumuskan perilaku model, dan hubungan
antar variabel. Interaksi antar variabel yang kompleks sering disederhanakan
dengan menggunakan asumsi yang tepat.
4. Kalibrasi model yaitu menyesuaikan parameter-parameter dalam model sesuai
dengan kondisi nyata di lapangan.
5. Validasi model yaitu tahap pengujian keakuratan model dengan
membandingkan perilaku model dan perilaku sistem nyata.
6. Uji Sensitifitas yaitu tahap pengujian perilaku model dengan mengubah-ubah
nilai variabel model.
7. Analisis dan solusi model. Model akan menghasilkan alternatif solusi sesuai
dengan skenario yang kita buat. Hasil model yang dirasa kurang tepat, perlu
dijalankan ulang (biasanya menggunakan komputer), sampai tercapai solusi yang
memuaskan.Proses ini dikenal dengan simulasi model atau Implementasi model.
Agar model dapat diterapkan dengan baik, maka pihak perancang model dan
pengguna model (misalnya para pengambil keputusan) perlu bekerja sama sejak
awal. Perancang model akan membuat model sedinamis dan semudah mungkin
operasionalnya (user friendly), dan pengguna model akan memberi masukan-
masukan sesuia dengan kebutuhan pengguna.

2.3.4 Software Pemodelan Pencemaran Laut


Karena proses proses yang begitu kompleks, baik perilaku polutan
maupun proses penyebarannya, maka pemodelan bisa dilakukan sebagai salah
satu teknik pendekatan untuk melihat proses yang dominan terjadi. Dengan kata
lain, pemodelan dilakukan untuk menyederhanakan proses proses yang begitu
kompleks. Pemodelan penyebaran polutan yang akurat akan bermanfaat untuk
menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Pemodelan yang akurat membutuhkan representasi yang memadai baik
mengenai parameter, proses, dan kondisi batas pemodelan. Semakin banyak
asusmsi yang digunakan, maka semakin mudah untuk diselesaikan, namun
hasilnya menjadi kurang realistis di lapangan. Sedangkan sebaliknya, semakin
kompleks model, semakin rumit dan semakin akurat hasil di lapangan.
Keakuratan hasil sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain data data
lapangan yang valid.
Beberapa software pemodelan numerik untuk perilaku penyebaran polutan
atau limbah di daerah laut antara lain, Surface water Modeling System (SMS),
Mike 21 by DHI dan DELFT 3D. Secara umum, kunci dari pemodelan ini adalah
pemodelan hidrodinamik dan pemodelan limbah itu sendiri. Oleh karena itu, data
yang diambil haruslah valid dan memenuhi kebutuhan sebagai input model. Dari
ketiga software pemodelan tersebut, paling tidak harus ada beberapa data yang
disiapkan, antara lain;
1. Data Batimetri
2. Data arus
3. Dan Pasang surut
4. Suhu perairan
5. Data polutan ; konsentrasi, suhu dsb
Contoh Variabel dalam Modul Mike untuk Envirometal Analysis :
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini kami akan membahas materi Pemodelan Pencemaran Laut
melalui analisa sebuah studi kasus yang dilakukan oleh mahasiswa Program
Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Diponegoro. Berikut adalah contoh studi kasus
pemodelan pencemaran lingkungan :
Judul STUDI POLA SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN APLIKASI MODEL
HIDRODINAMIKA DAN SPILL ANALYSIS MENGGUNAKAN SOFTWARE MIKE 21 DI
PERAIRAN SELAT RUPAT, PROVINSI RIAU
Penulis Trika Agnestasia Tarigan, Indra Budi Prasetyawan, Sri Yulina Wulandari*
Abstrak Berbagai aktivitas atau kegiatan industri seperti transportasi, penyimpanan, pengolahan
dan distribusi minyak yang dilakukan di sekitar wilayah Selat Rupat, Provinsi Riau
rawan terhadap pencemaran tumpahan minyak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji pola sebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel dengan
pendekatan model hidrodinamika dan spill analysis menggunakan software MIKE 21.Data
yang digunakan mencakup data primer dan data sekunder.Data primer yaitu data arus laut,
pasang surut, dan suhu air laut.Sedangkan data sekunder yaitu data angin, batimetri, data
volume fraksi minyak dan data port information.Hasil yang diperoleh menunjukkan tipe
pasang surutnya pasang surut harian ganda (semi diurnal) dengan nilai bilangan Formzhal
0,2287. Pola arus didominasi oleh arus pasang surut dengan kecepatan arus maksimum
berkisar 0,9286 m/s dengan arah menuju timur Selat Rupat. Pola sebaran tumpahan
minyak mentah (crude oil), avtur, dan diesel saat pasang bergerak ke arah timur
Selat Rupat, sebaliknya pada saat surut bergerak kearah barat Selat Rupat. Minyak
mentah (crude oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama yaitu + 380 jam dibandingkan
waktu pemaparan minyak avtur dan diesel yaitu+ 285 jam.
Latar Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak serta lalu lintas kapal tanker yang mengangkut
belakang minyak sangat rentan menyebabkan kejadian tumpahan minyak di Perairan
Indonesia (Mukhtasor, 2007). Kota Dumai, Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan
Selat Rupat digunakan sebagai tempat penyimpanan minyak dari berbagai sumur minyak
mentah di Provinsi Riau dan tempat pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar
minyak (Bapekko Dumai,2008 dalam Nediet al., 2011). Kegiatan transportasi,
penyimpanan atau penimbunan minyak, pengolahan, dan distribusi minyak yang dilakukan
di Pesisir Kota Dumai dapat menyebabkan Perairan Selat Rupat sangat rawan terhadap
pencemaran minyak (Nediet al., 2011). Salah satu industri minyak dan gas (migas) yang
menjadi unit pengolahan minyak di Kota Dumai adalah unit pengolahan minyak dan gas PT
(Persero) PERTAMINA Refinery Unit (RU) II Dumai. Kegiatan pengolahan minyak yang
dilakukan oleh PT (Persero) PERTAMINA RU II Dumai selain menerima pasokan minyak
mintah dari Minas dan Duri melalui sistem perpipaan juga menerima masukan minyak
mentah (crude oil) impor yang diperoleh dari laut yang diangkut oleh kapal tanker
(ANDAL Pembangunan Open Access di Refinery Unit II Dumai,2013). Penerimaan
pasokan minyak mentah yang diimpor serta distribusi hasil produksi bahan bakar minyak
dan non-bahan bakar minyak akan melewati proses bongkar muat minyak (loading/discharge)
di area Jetty milik PT (Persero) PERTAMINA RU II Dumai. Operasi normal bongkar
muat minyak yang dilakukan di area Jetty ini sangat rentan mengalami kejadian tumpahan
minyak di wilayah Perairan Selat Rupat.
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode numerik dapat menjadi salah satu
bentuk penyelesaian berbagai jenis persoalan aliran fluida karena di dalam setiap metode
ini medan aliran yang kontinu digambarkan dengan nilai-nilai diskrit pada lokasi yang
telah ditentukan (Munson et al., 2002).
Metode Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap survei lapangan dan tahap pemodelan
penelitian numerik menggunakan software MIKE 21 modul flow model serta dilanjutkan
modul particle/spill analysis. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
(Sugiyono,2009). Penetapan lokasi penelitian dipilih secara purposive sample (Purwanto et
al.,2007).Pengambilan data penelitian yang dilakukan di Perairan Selat Rupat meliputi arus,
suhu air laut, dan pasang surut. Metode pengambilan data arus menggunakan
metodeEuler.Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan Infinity AEM Current Meter
yang menggunakan prinsip sistem elektromagnetik berdasarkan Hukum Faraday (Emery
et al., 2007).Pengambilan data arus dilakukan selama 1 x 25 jam dengan interval waktu
perekaman data setiap 10 menit. Data yang diperoleh meliputi kecepatan dan arah arus. Selain
data arus, Infinity AEM Current Meter juga melakukan pengukuran suhu air laut dengan
interval waktu pengukuran data setiap 10 menit. Metode pengambilan data pasang surut
dengan menggunakan metode perekaman pencatatan pasang surut atau tide gauges
(Emery et al., 2007). Pengambilan data pasang surut dilakukan dilakukan selama 15 hari
dengan interval waktu perekaman data setiap 1 jam. Data yang diperoleh akan dikonversi
menjadi fluktuasi muka air laut.
Hasil dan Pasang Surut
Pembahasan Data pengukuran pasut pada lokasi Perairan Selat Rupat, Provinsi Riau yang
dilakukan selama 15 hari tersaji pada grafik elevasi muka air laut yang ditampilkan
dalam Gambar 1. Data selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode
admiralty untuk mendapatkan karakteristik parameter pasang surut yang meliputi sembilan
konstanta harmonik pasang surut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4 dan tipe pasang
surut Perairan Selat Rupat. Berdasarkan analisa admiralty yang telah dilakukan, didapatkan
nilai konstanta harmonik yang disajikan dalam Tabel 1. Nilai elevasi rerata atau MSL
169,70 cm, elevasi tinggi atau HWL 320 cm, elevasi tertinggi atau HHWL 335,98 cm,
elevasi rendah atau LWL 20 cm dan elevasi terendah atau LLWL 3,42 cm. Dari nilai
bilangan Formzhal (F=0,2287) menunjukkan bahwa pasang surut di Perairan Selat Rupat
bertipe pasang surut harian ganda (semi diurnal). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Nedi
et al. (2010).
Uji Verifikasi Data Lapangan dan Data Peramalan
Berdasarkan hasil pengamatan elevasi muka air di lapangan dengan hasil model
didapatkan Mean Relative Error (MRE) sebesar 7,3929% yang disajikan dalam grafik
pada Gambar 2. Hasil verifikasi komponen kecepatan dan arah arus dalam arah U dan V
hasil pengukuran lapangan dengan hasil simulasi model diperoleh verifikasi komponen arus
dalam arah U (timur- barat) sebesar 13,18% yang disajikan dalam grafik pada Gambar 3
dan komponen arus dalam arah V (utara-selatan) sebesar 12,63% yang disajikan dalam
grafik pada Gambar 4.
Model Numarik Mike 21 Flow Model
Berdasarkan hasil simulasi model numerik MIKE 21 modul Flow Model maka di dapatkan
arah dan kecepatan arus di Perairan Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 5, tampak
bahwa pada saat pasang tertinggi arus bergerak dari utara menuju selatan dan berbelok ke
arah timur Selat, sebaliknya pada saat surut terendah arus bergerak dari timur menuju barat
dan berbelok ke arah utara Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 6. Perbedaan pergerakan
pola atau arah arus saat surut menuju pasang karena adanya perbedaan elevasi muka air laut.
Ningsih (2002) yang menyatakan bahwa slope muka laut akan mengakibatkan gaya gradient
tekanan sehingga akan menimbulkan gerakan arus dari daerah muka laut yang tinggi ke
daerah muka laut yang rendah.Kecepatan arus pada kondisi purnama lebih besar
dibandingkan kecepatan arus padakondisi perbani. Pada kondisi purnama kecepatan arus
maksimum mencapai 0,9286 m/s sedangkan pada kondisi perbani kecepatan arus
maksimum di Perairan Selat Rupat berkisar0,1429 m/s. Kecepatan arus tertinggi terjadi
pada kondisi purnama disebabkan oleh interval elevasi yang panjang dan juga kondisi
kedudukan antara bulan dan matahari sejajar dengan bumi, sehingga gaya tarik bulan dan
matahari mencapai titik maksimum. Hal ini menyebabkan muka airt laut mengalami kenaikan
tertingggi sehingga pergerakan arus yang disebabkan oleh pasang surut menjadi maksimal.
Hadi dan Radjawane (2009) menyatakan bahwa pasang surut purnama (spring tide) terjadi
arus yang kuat akibat posisi bulan paling dekat dengan bumi atau moons perigee, sementara
pada saat pasang surut perbani (neap tide) terjadi arus yang lemah akibat posisi bulan yang
paling jauh dengan bumi atau moons apogee terjadi arus yang lemah.

Gambar 2.Fluktuasi Pasang Surut Muka Air, Perairan Selat Rupat, Riau
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 3. Grafik Verifikasi Elevasi Muka Air Lapangan dan Model


Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 4.Grafik Verifikasi Komponen Arus U Lapangan dengan Hasil Model


Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Gambar 5.Grafik Verifikasi Komponen Arus V Lapangan dengan Hasil Model
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 6. Peta Pola Arus pada Pasang Tertinggi


Sumber : Pengolahan DataPenelitian, 2014

Gambar 7. Peta Pola Arus pada Surut Terendah

Sumber : Pengolahan DataPenelitian, 2014


Model Numerik MIKE 21 Spill Analysis

Berdasarkan hasil model numerik modul spill analysis, pola sebaran tumpahan minyak
mentah (crude oil) , avtur dan diesel pada kondisi purnama dan perbani memiliki pola atau
arah penyebaran yang sama. Pada kondisi pasut purnama dan pasut perbani saat pasang, pola
sebaran tumpahan minyak menyebar menuju timur Selat Rupat rupat yang tersaji pada
Gambar 7-9 dan Gambar 13-15, sebaliknya saat surut pola sebaran tumpahan minyak
menyebar menuju ke barat Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 10-12 dan Gambar 16-17.
Pola atau arah penyebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel mengikuti
pola pergerakan arus pasang surut di Perairan Selat Rupat. Ketika minyak masuk ke
lingkungan laut, maka minyak akan mengalami proses penting selama awal ekspose ke dalam
perairan yaitu minyak akan mengalami proses penyebaran (spreading). Proses penyebaran
tumpahan minyak selama berada di dalam air akan dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan
salah satunya adalah arus laut. Hadi et al. (2000) menyatakan, bahwa minyak yang tumpah
ke atas permukaan air cenderung untuk menyebar kearah luar sehingga membentuk lapisan
yang tipis. Kecenderungan tumpahan minyak untuk menyebar dipengaruhi oleh adanya gaya
fisis. Selama awal kondisi pasut purnama hingga pasut perbani, tumpahan minyak mentah
(crudeoil) sudah menyebar sejauh + 29,1 km dari titik sumber tumpahan, sedangkan
tumpahan minyak avtur dan diesel menyebar sejauh + 28,5 km dari titik sumber.
Kecepatan mengalir minyak mentah (crude oil) dipengaruhi oleh nilai viskositasnya
yang rendah yaitu 4,05 %v/v, dibandingkan dengan nilai viskositas minyak avtur
sebesar 8 %v/v dan minyak diesel 6,94 %v/v. Kecepatan penyebaran minyak yang
keluar di permukaan laut tergantung pada tingkat viskositas minyak tersebut. Minyak yang
viskositasnya rendah akan lebih mudah mengalir, sebaliknya jika viskositasnya tinggi, maka
akan semakin sulit mengalir (Mukhtasor,2007).
Sebaran lapisan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel di permukaan Perairan Selat
Rupat memiliki ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Ketebalan lapisan minyak yang
menyebar di perairan pada prosesnya dipengaruhi oleh adanya proses pelapukan minyak
seperti disolusi (kelarutan), emulsifikasi, evaporasi, dan dispersi vertikal. Proses pelapukan
minyak yang terjadi pada lapisan tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur, dan diesel
diketahui berdasarkan hasil penelitian Mackay et al.(1980) yang telah memodifikasi laju
penguapan minyak, laju kelarutan minyak, perubahan kandungan air di dalam minyak
(emulsifikasi), dan laju dispersi minyak dari Teori Fays ke dalam formula numerik melalui
persamaan matematis sehingga menghasilkan fate tumpahan minyak di perairan (Sabhan et
al., 2010). Pada kondisi pasut purnama, tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur
dan diesel memperlihatkan pola penyebaran yang membentuk lintasan dan masih menyatu
dengan sumber tumpahan, sedangkan pada kondisi pasut perbani sebaran tumpahan
minyak memperlihatkan pola yang semakin luas dan acak di perairan. Adanya perbedaan
pola saat kondisi pasut perbani dan pasut purnama dipengaruhi oleh lamanya waktu
tumpahan minyak yang terjadi, volume tumpahan minyak, pengaruh arah dan kecepatan
arus, serta pengaruh arah dan kecepatan angin. Waktu pemaparan (time exposure)
merupakan waktu yang dituhkan minyak untuk berpindah dari satu grid ke grid yang
lainnya (DHI Water and Enviroment, 2007).Berdasarkan hasil simulasi pola sebaran
tumpahan minyak selama 15 hari memperlihatkan bahwa tumpahan minyak mentah (crude
oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama yaitu berkisar + 380 jam,dibandingkan
waktu pemaparan yang dibutuhkan oleh minyak avtur dan diesel yang berkisar + 285
jam. Sabhan et al. (2010) menyatakan bahwa minyak mentah memiliki tingkat pemaparan
yang lebih lama karena memiliki nilai fraksi residual yang lebih besar dibandingkan minyak
avtur dan minyak diesel. Minyak mentah (crude oil) memiliki nilai fraksi residual
sebesar 69,02%, sedangkan minyak avtur dan minyak diesel tidak memiliki nilai fraksi
residual.

Gambar 8. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Purnama saat Pasang Tertinggi

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014


Gambar 9. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Purnama saat Pasang
Tertinggi Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 10. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Pasang
Tertinggi

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 11. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Surut
Terendah

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014


Gambar 12. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Purnama saat Surut Terendah

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 13. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 14. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Purnama saat Surut
Terendah Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Gambar 15. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang
Tertinggi

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 16. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 17. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014


Gambar 18. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 19. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Crude Oil Selama 15 hari simulasi

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014

Gambar 20. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah

Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014


Gambar 21. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Avtur Selama 15 hari simulasi
Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014
Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi model numerik pola sebaran tumpahan minyak dengan
pendekatan model hidrodinamika dan spill analysis dapat disimpulkan bahwa pola sebaran
tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel memperlihatkan pola penyebaran
yang sama pada kondisi purnama dan kondisi perbani. Saat pasang tumpahan minyak
menyebar menuju timur Selat Rupat.Sebaliknyasaat surut, tumpahan minyak menyebar
menuju barat Selat Rupat.Hasil simulasi numerik selama 15 hari, memperlihatkan
bahwa tumpahan minyak menyebar sejauh +38 km dari titik sumber tumpahan minyak.
Luas permukaan ketebalan lapisan minyak avtur dan minyak diesel yang berkisar 105 mm-
285 mm memperlihatkan luas permukaan 60% lebih luas dibandingkan dengan minyak
mentah (crude oil), sedangkan lapisan minyak mentah (crude oil) memiliki waktu
pemaparan yang lebih lama di perairan yaitu berkisar+ 380 jam dibandingkan waktu
pemaparan minyak avtur dan diesel yang berkisar + 285 jam.

BAB IV
KESIMPULAN

Pencemaran adalah sebarang penambah pada udara, air, dan tanah atau
makanan yang membahayakan kesehatan, keratahanan atau kegeiatan manusia
atau organisme hidup lainya. Sedangkan berdasarkan undang undang no. 23
tahun 1997, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh manusia sehingga
kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut
tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.
Dalam konteks pencemaran laut, maka pencemaran laut dapat diartikan
sebagai masuknya zat atau energi secara langsung maupun tidak langsung oleh
kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat yang
merugikan baik bagi manusia maupun lingkungan.
Karena proses proses yang begitu kompleks, baik perilaku polutan
maupun proses penyebarannya, maka pemodelan dilakukan untuk
menyederhanakan proses proses yang begitu kompleks. Dimana jenis
pemodelan ini dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pemodelan fisik dan
matematik. Pemodelan fisik lebih kepada perwakilan bentuk fisik dari sistem
nyata seperti model jembatan, model pesawat dll. Sedangkan model matematik
lebih kepada penggunaan rumus dan angka, variabel dan fungsi. Sebuah
pemodelan harus desertai dengan simulasi agar dapat diketahui kesesuaian model
tersebut dengan sistem nyata yang dimaksud oleh model.

Anda mungkin juga menyukai