Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS

KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS) TERHADAP KEMAMPUAN


SOSIALISASI PADA KLIEN DENGAN KERUSAKAN
INTERAKSI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.
RM SOEDJARWADI KLATEN JAWA TENGAH
Nur Gutanto1, Sri Hendarsih2, Christin Wiyani 3

INTISARI

Latar Belakang: Klien dengan kerusakan interaksi sosial tidak mampu membina hubungan
dengan orang lain. TAKS merupakan salah satu terapi yang penting untuk meningkatkan
hubungan interpersonal yang diawali dengan individu dalam kelompok. RSJD Soedjarwadi
mempunyai peningkatan dalam jumlah pasien dengan kerusakan interaksi sosial dari 22,9% pada
bulan November menjadi 23,2% pada bulan Desember.
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan TAKS terhadap kemampuan sosialisasi klien
dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa
Tengah.
Metode: Pra Eksperimen desain One Group Pretest-Postest. Sampel adalah 12 klien dengan
kerusakan interaksi sosial yang tercatat dalam buku register RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten
bulan Maret 2012, diambil dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan
kuisioner, wawancara, dan checklist. Data dianalisis secara univariat dengan uji deskriptif dan
bivariat dengan uji paired t test.
Hasil: Responden sebagian besar berumur 20-40 tahun sebesar 83,3%, berpendidikan SMP dan
SMA masing-masing 33,3%, tidak bekerja yaitu 66,7%. Seluruh responden tidak memiliki
kemampuan interaksi sosial sebelum TAKS diberikan. Skor kemampuan sosialisasi sebelum
pelaksanaan TAKS pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah adalah 1,6667 dan setelah pelaksanaan TAKS adalah
2,1667. Hasil uji paired t test diketahui p-value 0,026 < 0,05.
Kesimpulan: Ada pengaruh pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

Kata Kunci: TAKS, Kemampuan Sosialisasi

1
Mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta
2
Dosen Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
3
Dosen Universitas Respati Yogyakarta

65
EFFECT OF SOCIALIZATION GROUP ACTIVITY THERAPY
(SGAT) IMPLEMENTATION TO SOCIALIZATION
CAPABILITY OF CLIENTS WITH SOCIAL INTERACTION
DISORDER AT DR. RM SOEDJARWADI MENTAL
HOSPITAL KLATEN JAWA TENGAH
Nur Gutanto1, Sri Hendarsih2, Christin Wiyani3

ABSTRACT

Background: Clients with social interaction disorder are unable to maintain relationship with
others. SGAT is an important therapy to increase interpersonal relation initiated by an individual
within a group. Dr. RM Soedjarwadi Mental Hospital had an increased number of patients with
social interaction disorder from 22.9% in November 2010 to 23.2% in December 2010.
Objective: To identify effect of SGAT implementation to socialization capability of clients with
social interaction disorder at Dr. M Soedjarwadi Mental Hospital Klaten Jawa Tengah.
Method: The study was a pre experiment with one group pretest posttest design. Samples were
purposively selected, as many as 12 clients with social interaction disorder registered at Dr. M
Soedjarwadi Mental Hospital in March 2012. Research instruments were questionnaire, interview,
and checklist. Data analysis used univariate with descriptive test and bivariate with paired t test.
Results: Most of the respondents were of 20-40 years old (83.3%), junior and senior high school
education (33.3% each), unemployed (66.7%). All did not have social interaction capability before
SGAT implementation with score of socialization capability 1.6667. After SGAT implementation
the score was 2.1667. The result of paired t test was p 0.026 <0.05.
Conclusion: There was effect of SGAT implementation to socialization capability of the clients
with social interaction disorder at Dr. M Soedjarwadi Mental Hospital Klaten Jawa Tengah.

Keywords: social group activity therapy, socialization, social interaction disorder

1.
The students of Nursing Respati University, Yogyakarta
2.
Health Polytechnic, Yogyakarta
3.
Respati University, Yogyakarta

66
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang unik dan utuh yang terdiri dari: bio-psikososial-spiritual.
Dalam keadaan sehat (terhindar dari stress dan ketegangan) individu berada dalam keadaan
seimbang. Dalam kehidupan, sepanjang periode tumbuh kembang individu akan menghadapi
kejadian yang menegangkan, untuk ini individu akan berespon. Apabila individu tidak siap
menghadapi kejadian yang menegangkan disebabkan oleh persepsi individu terhadap kejadian
yang menyimpang, dukungan sosial yang kurang, mekanisme koping yang dimiliki individu yang
tidak sehat, menyebabkan kondisi yang tidak seimbang atau krisis. Gejala yang sering ditunjukkan
oleh individu dalam keadaan krisis diantaranya adalah perasaan tidak berdaya, kebingungan,
depresi, menarik diri, dan perasaan diasingkan oleh lingkungannya. 1
Klien dengan kerusakan interaksi sosial pada umumnya merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Oleh karena itu,
penting untuk dilaksanakan Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi (TAKS) bagi klien atau pasien
dengan kerusakan interaksi sosial agar dapat mengurangi kerusakan yang terjadi dalam hubungan
interpersonalnya (kemampuan sosialisasi). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah
upaya memfasilitasi kemampuan sosial dengan individu yang ada di sekitar klien. Pelaksanaan
TAKS ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan interpersonal antar kelompok, berkomunikasi,
saling memperhatikan dan memberikan tanggapan terhadap orang lain, dimana dalam
meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok dilakukan secara bertahap. Apabila TAKS tidak
dilakukan maka peningkatan hubungan interpersonal menjadi kurang cepat.2
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi ini lebih menguntungkan karena adanya kontribusi
dari tiap anggota kelompok dan pemimpin kelompok dalam mencapai tujuan kelompok, sehingga
terjadi saling berbagi pengalaman dan saling membantu antar anggota kelompok. Jika anggota
kelompok berbagi cara mereka menyelesaikan masalah, maka kelompok berfungsi dengan baik.
Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal dan
perilaku.3
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi yang dilakukan oleh perawat tidak mungkin secara
drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut
telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Pada awalnya, pasien hanya akan akrab dengan
perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara
bertahap dengan orang-orang di sekitarnya. 4
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan cara mengboservasi rekam medik
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten diketahui bahwa pada bulan Desember
tahun 2010 terdapat 246 klien yang dirawat inap. Jumlah klien yang mengalami kerusakan
interaksi sosial sebanyak 57 klien (23,2%). Jumlah klien rawat inap pada bulan sebelumnya yaitu
bulan November 2010 sebanyak 253 klien dan yang mengalami kerusakan interaksi sosial
sebanyak 58 klien (22,9%).

67
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi
Klaten telah dilakukan sesuai jadwal yang telah terstruktur. Hasil TAKS yang telah dilakukan
terhadap 58 klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial pada bulan Desember 2010 masih
terdapat 9 klien (15,5%) dengan rentang respons sosial yang statis dan pada bulan November 2010
terdapat 8 klien (13,7%) dengan rentang respon sosial yang statis.

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Pra Eksperimen dengan desain One Group Pretest-Postes.
Jumlah sampel adalah 12 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling terhadap pasien-
pasien dengan kerusakan interaksi sosial yang tercatat dalam buku register Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah pada bulan Maret 2012. Variabel penelitian ini
adalah TAKS sebagai variabel bebas dan kemampuan sosialisasi sebagai variabel terikat.
Kemampuan sosialisasi digolongkan dalam sekala nominal yaitu mampu dan tidak mampu
bersosialisasi. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara dan
checklist. Data dianalisis secara univariat dengan rumus persentase dan dengan uji paired t test
untuk mengetahui pengaruh TAKS terhadap kemampuan sosialisasi. 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah

No Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)


1 Umur
20-40 tahun 10 83,3
41-60 tahun 2 16,7
Jumlah 12 100,0
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 6 50,0
Perempuan 6 50,0
Jumlah 12 100,0
3 Pendidikan
SD 3 25,0
SMP 4 33,3
SMA 4 33,3
PT 1 8,3
Jumlah 12 100,0
4 Pekerjaan
PNS 1 8,3
Swasta 2 16,7
Petani 1 8,3
Tidak Bekerja 8 66,7
Jumlah 12 100,0
Sumber :Data primer 2012

68
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur 20-40 tahun yaitu 10 orang (83,3%),
jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu masing-masing 6
orang (50,0%). Responden sebagian besar berpendidikan SMP dan SLTA masing-masing 4 orang
(33,3%), dan tidak memiliki pekerjaan yaitu 8 orang (66,7%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kemampuan Interaksi Sosial Sebelum
dan Sesudah TAKS di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa
Tengah

Sebelum TAKS Setelah TAKS


No Kategori Frekuensi (n) Persentase Frekuensi Persentase
(%) (f) (%)
1 Mampu 0 0,0 0 0,0
2 Tidak Mampu 12 100,0 12 100,0
Jumlah 12 100,0 12 100,0
Sumber :Data primer 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah diberi TAKS, seluruh responden tidak mampu
berinteraksi sosial yaitu 12 orang (100,0%).
Tabel 3. Tabel Silang antara Karakteristik Responden dengan Kemampuan Interaksi Sosial
Sebelum dan Sesudah TAKS
Kemampuan Interaksi Sosial
Sebelum TAKS Setelah TAKS
Total
No Karakteristik Mampu Tidak Mampu Tidak
mampu Mampu
n % n % n % n % n %
1 Umur 20-40 tahun 0 0,0 10 100,0 0 0,0 10 100,0 10 100,0
41-60 tahun 0 0,0 2 100,0 0 0,0 2 100,0 2 100,0
Jumlah 0 0,0 12 100,0 0 0,0 12 100,0 12 100,0
2 Jenis Laki-laki 0 0,0 6 100,0 0 0,0 6 100,0 6 100,0
Kelamin Perempuan 0 0,0 6 100,0 0 0,0 6 100,0 6 100,0
Jumlah 0 0,0 12 100,0 0 0,0 12 100,0 12 100,0
3 Pendidikan SD 0 0,0 3 100,0 0 0,0 3 100,0 3 100,0
SMP 0 0,0 4 100,0 0 0,0 4 100,0 4 100,0
SMA 0 0,0 4 100,0 0 0,0 4 100,0 4 100,0
PT 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Jumlah 0 0,0 12 100,0 0 0,0 12 100,0 12 100,0
4 Pekerjaan PNS 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Swasta 0 0,0 2 100,0 0 0,0 2 100,0 2 100,0
Petani 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0
Tidak 0 0,0 8 100,0 0 0,0 8 100,0 8 100,0
Bekerja
Jumlah 0 0,0 12 100,0 0,0 0,0 12 100,0 12 100,0
Sumber :Data primer 2012
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik mayoritas klien yang tidak memiliki
kemampuan interaksi sosial sebelum dan sesudah TAKS terjadi pada klien yang berumur 20-40
tahun, berpendidikan SMP dan SMA, dan tidak memiliki pekerjaan.

69
Tabel 4. Hasil uji beda rata-rata sampel berhubungan (Paired T Test)
Nilai t hitung p

Rata-rata sebelum TAKS 1,6667


-2,569 0,026
Rata-rata setelah TAKS 2,1667
Sumber :Data primer 2012
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai t hitung dari hasil uji beda rata-rata dengan
menggunakan Paired T Test sebesar -2,569. Nilai negatif pada harga T Test menunjukkan
kemampuan sosialisasi pada klien dengan kerusakan interaksi sosial sebelum diberikan TAKS
lebih kecil dibandingkan sebelum diberikan TAKS. Berdasarkan nilai signifikansi (p) = 0,026
(<0,05) maka bahwa ada beda kemampuan sosialisasi antara sebelum dengan setelah pelaksanaan
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Stres yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu
untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.Hasil penelitian menunjukkan karakteristik
mayoritas klien yang tidak memiliki kemampuan interaksi sosial sebelum dan sesudah TAKS
terjadi pada klien yang berumur 20-40 tahun. Orang yang berumur 20-40 tahun cederung
memiliki banyak hal yang harus difikirkan sehingga dapat menimbulkan stress dan akhirnya
terjadi kerusakan interaksi sosial.
Tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi.
Apabila tugas-tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi hubungan sosialisasi.
Misalnya: anak yang kurang kasih sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dari orang tua
akan memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya diri.Klien yang tidak
memiliki kemampuan interaksi sosial sebelum dan sesudah TAKS mayoritas berpendidikan
SMP dan SMA. Orang yang mengalami kerusakan interaksi sosial ketika berpendidikan SMP
dan SMA, disebabkan oleh karena masa transisi, dimana remaja menginginkan eksistensinya
diakui sehingga membutuhkan perhatian. Apabila tidak memperoleh perhatian yang cukup
dapat menyebabkan tidak terkontrolnya pola pikir sehingga menimbulkan masalah yang sulit
diatasi oleh remaja dan akhirnya terjadi stress dan kerusakan interaksi sosial
Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosialisasi budaya memicu kesulitan
berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku. Klien yang tidak memiliki kemampuan
interaksi sosial sebelum dan sesudah TAKS mayoritas tidak memiliki pekerjaan. Orang yang
tidak bekerja kurang memiliki kegiatan atau kesibukan sehingga cara dan pola berfikir tidak
luas yang dapat menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu, gangguan jiwa juga dapat
disebabkan oleh adanya kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi sehingga mengganggu
hubungan sosial dengan tetangga atau teman.

70
2. Kemampuan sosialisasi sebelum dilaksanakan TAKS
Skor rata-rata kemampuan sosialisasi sebelum pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah adalah 1,6667. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa secara umum, klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soedjarwadi belum mempunyai kemampuan sosialisasi.
Gejala klien dengan kerusakan interaksi sosial diantaranya adalah gejala subyektif yang
berupa kurangnya respon verbal dan sangat singkatnya respon verbal.Kemampuan sosialisasi
klien sebelum diberikan TAKS masih belum baik karena berdasarkan pelaksanaan TAKS,
komunikasi yang terjadi dalam hubungan interpersonal masih dalam tahap verbal yang belum
sepenuhnya terbentuk dengan baik dan komunikasi non verbal masih belum terbentuk.
Kurangnya komunikasi verbal dan belum baiknya komunikasi non verbal pada klien
menunjukkan bahwa klien masih mengalami kerusakan interaksi sosial.
Indikasi kemampuan sosialisasi yang terbentuk pada klien adalah kemampuan klien
dalam menyebutkan nama panggilannya sendiri tetapi belum mampu menyebutkan nama
lengkapnya sendiri, dan mampu menyebutkan tempat asal dirinya. Selanjutnya klien mampu
menyebutkan nama panggilan seorang teman, tetapi belum mampu menyebutkan nama teman
secara lengkap. Indikasi ini menunjukkan kemampuan respon verbal klien sudah terbentuk
meskipun belum sepenuhnya baik. Adapun komunikasi non verbal pada klien sebelum
diberikan TAKS masih belum baik yang dilihat kontak mata yang masih kurang dan posisi
duduk masih belum baik yaitu posisi kaki ditekuk. Pemberian TAKS pada klien dengan
kerusakan interaksi sosial yang dilakukan satu kali dengan 7 sesi oleh peneliti belum mampu
menjadikan klien memiliki kemampuan verbal dan non verbal yang baik. Proses
penyembuhan klien dari kerusakan interaksi sosial memerlukan waktu yang lama dan tidak
cukup dengan dilakukan satu kali TAKS dalam 7 sesi.
Namun demikian, komunikasi verbal yang ditunjukkan dengan kemampuan
menyebutkan nama panggilan dan menyebutkan tempat asal diri sendiri ini merupakan
indikasi telah berkembangnya konsep diri klien melalui perkembangan identitas. Kemampuan
klien menyebutkan identitas diri menunjukkan bahwa klien telah memiliki kepercayaan dan
harga diri yang lebih baik. Konsep ini dapat menjadi dasar untuk berkembangnya kemampuan
interaksi sosial klien selanjutnya.
Respon autonomy yang merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan, dalam hubungan sosial serta respon mutuality yang
merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi dan menerima
dalam hubungan interpesonal.Selama proses TAKS dari sesi I sampai dengan sesi II belum
terbentuk komunikasi antar individu baik verbal maupun non verbal secara umum belum
terbentuk.

71
Satu-satunya sesi yang menunjukkan kemampuan verbal klien adalah pada sesi III
terutama pada kemampuan verbal bertanya dan kemampuan verbal menjawab. Adapun
kemampuan non verbal klien belum terbentuk. Kemampuan verbal yang terlihat pada sesi III
adalah kemampuan bertanya dan menjawab dengan jelas ringkas. Klien yang mampu bertanya
secara ringkas dan jelas menunjukkan bahwa klien telah memiliki keinginan untuk
menyampaikan pikiran dan perasaannya yang terwujud dalam perilaku bertanya yang
dilakukan secara jelas dan ringkas kepada anggota kelompok.
3. Kemampuan sosialisasi setelah dilaksanakan TAKS
Skor kemampuan sosialisasi setelah pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah adalah 2,1667. Setelah diberikan TAKS, klien
menunjukkan bertambahnya kemampuan verbal dari sebelum diberikan TAKS dan
terbentuknya kemampuan non verbal yang sebelum diberikan TAKS belum terbentuk.
Peningkatan kemampuan verbal tersebut ditunjukkan oleh adanya pada kemampuan menyebut
nama secara lengkap, kemampuan menyebut tempat asal, kemampuan menyebut nama
panggilan teman yang sebelum diberikan TAKS belum dapat dilakukan oleh klien. Adapun
peningkatan kemampuan non verbal ditunjukkan oleh adanya kontak mata yang baik pada
beberapa klien. Kontak mata yang terwujud pada klien setelah diberikan TAKS menandakan
bahwa klien telah mempunyai keinginan untuk terlibat dalam interaksi sosial. Komunikasi non
verbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal karena keduanya saling bekerja sama
dalam proses komunikasi. Dengana danya komunikasi non verbal dapat memberikan
penekanan, pengulangan, melengkapi dan mengganti komunikasi verbal sehingga lebih
mudah ditafsirkan maksud pembicaraan klien.
fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal,
membuat perubahan atau ketiganya.Peningkatan beberapa indikator kemampuan sosialisasi ini
menunjukkan meningkatnya kesadaran klien dan terjadi peningkatan hubungan interpersonal
pada klien.
4. Pengaruh pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi
Hasil penelitian menunjukkan p-value 0,026 < 0,05 yang artinya ada pengaruh
pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap kemampuan sosialisasi
pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM
Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa TAKS yang diberikan pada
klien dengan kerusakan interaksi sosial mampu meningkatkan kemampuan sosialisasi secara
signifikan kepada klien
TAKS yang diberikan kepada klien dengan kerusakan interaksi sosial di RS Dr.
Soedjarwadi Klaten secara bertahap telah mampu membantu klien meningkatkan kesadaran
diri dan meningkatkan hubungan interpersonal. Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan klien
untuk menyebutkan nama lengkap panggilan, nama panggilan, tempat asal dimana

72
sebelumnya klien tidak mampu menyebutkannya. Komunikasi non verbal juga terwujud
dalam kontak mata. Kemampuan klien yang demikian, masih merupakan kemampuan
interaksi sosial yang bersifat individu dan belum mencapai pada kemampuan interaksi
kelompok dan massa. Hal ini menjadi awal dari pulihnya kemampuan sosialisasi klien.
Tercapainya kemampuan interaksi kelompok pada klien memerlukan TAKS secara rutin dan
lebih dari satu kali yang disertai dengan pengobatan.
Pelaksanaan TAKS berikutnya pada klien dengan kerusakan interaksi sosial diharapkan
dapat lebih meningkatkan kemampuan interaksi sosial yang lebih luas lagi berupa kemampuan
klien untuk menyampaikan ide, pikiran, dan perasaannya sehingga klien mampu membina
hubungan sosialisasi secara baik dengan lingkungan. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan
sosial. Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya.
Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah mempu meningkatkan hubungan
interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi
tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta menerima stimulus eksternal. 6
Hasil penelitian ini memiliki kelemahan yaitu tidak diberikannya jeda dalam pemberian
TAKS antar sesi sehingga klien tidak ada waktu untuk mempraktikkan materi TAKS yang
diberikan dalam setiap sesi. Klien yang dijadikan sampel penelitian juga tidak membedakan
antara yang diberikan TAKS dan tidak diberikan TAKS sehingga dapat mempengaruhi hasil
penelitian.

KESIMPULAN
1. Skor kemampuan sosialisasi sebelum pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM
Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah adalah 1,6667 .
2. Skor kemampuan sosialisasi setelah pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) pada klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM
Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah adalah 2,1667.
3. Ada pengaruh pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi klien dengan kerusakan interaksi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah dengan t-hitung -2,569 dan p-value 0,026 < 0,05.

73
SARAN
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi Klaten
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi disarankan untuk memberikan TAKS dengan frekuensi
yang lebih banyak dan dengan jumlah peserta yang ideal yaitu 10-12 orang agar proses
penyembuhan klien dengan kerusakan interaksi sosial dapat dilakukan lebih cepat.
2. Bagi Perawat di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi Klaten
Perawat di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soedjarwadi Klaten dapat memanfaatkan TAKS sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi pada klien dengan kerusakan
interaksi sosial.
3. Bagi Universitas Respati Yogyakarta
Hasil penelitian agar dijadikan salah satu referensi di perpustakaan yang dapat dimanfaatkan
sebagai informasi awal bagi adik-adik mahasiswa yang berminat melakukan penelitian serupa.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa hendaknya memanfaatkan
hasil penelitian ini sebagai informasi dan memberikan jeda antara sesi 1, sesi 2, dan
selanjutnya sehingga klien dapat mempraktikkan hasil TAKS yang diberikan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.


2. Keliat, B.A., 2005. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
3. Riyadi, S dan Purwanto, T, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
4. Keliat, B.A. dan Akemat, 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
5. Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
6. Purwaningsih, W K. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

74

Anda mungkin juga menyukai