Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN BRONKHOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH:
ANINDYA SEKAR UTAMI
20164030076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
A. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Bronkopneumonia
disebut juga pneumonia lobularis yaitu peradangan parenkim paru dengan pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru di sekitarnya, yang sering terjadi pada anak-
anak dan balita (IDAI, 2013). Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
traktus respiratus bagian atas selama beberapa hari (Mansjoer, 2014).

B. ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et al., 2013) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi
a. Aspirasi atau masuknya isi lambung ke dalam paru
b. Zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin, dan sejenisnya
c. Bronkopneumonia lipoid : terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang menangis. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik
4. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
C. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Tanda gejala menurut Dahlan (2012):
1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C
2. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
4. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk
setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian
menjadi produktif.
5. Hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah auskultasi yang terkena;
pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang.

D. PATOFISIOLOGI
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang sehat memiliki mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernapasan yang terdiri atas pertahanan awal berupa
filtrasi bulu hidung, refleks glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan sillia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan mekanisme pertahanan lanjut
berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.
Pada awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet). Invasi
ini masuk ke saluran pernapasan atas dan menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan dan tubuh akan menyesuaikan diri sehingga
timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini akan menimbulkan
secret. Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus
menjadi sempit dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret akan sampai ke alveolus dan mengganggu system pertukaran gas.
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2013):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan (histamin dan
prostaglandin) dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi edema
antar kapiler & alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida untuk
pertukaran gas sehingga mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

E. PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik pada bronkopneumonia menurut Dahlan (2012):
1. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus
2. Laboratorium
a. Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
b. Laju endap darah meningkat 100mm
c. ASTO meningkat pada infeksi streptococcus
d. GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
e. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan
karena peningkatan suhu tubuh

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Dahlan (2012):
1. Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada bronkopneumonia adalah:
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
2. Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
a. Oksigen sesuai kebutuhan pasien
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk transpor muskusilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Menurut IDAI (2013) dan Bradley et al (2012), penatalaksanaan pneumonia


khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan
umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
2. Keluhan utama
Anak gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, disertai pernapasan cuping
hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare,
tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-
40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan
dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

d. Riwayat kesehatan lingkungan


Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan
debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
e. Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
f. Nutrisi
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: takikardi, irritability
b. Sistem pernapasan
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah
sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada
orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami
tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan per sonde.
d. Sistem eliminasi
Anak atau bayi menderita diare, demam, malas minum, ubun-ubun cekung
atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita
diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e. Sistem saraf: kejang, sakit kepala yang ditandai dengan
anak menangis terus.
f. Sistem musculoskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum
g. Sistem endokrin: tidak ada kelainan
h. Sistem integumen: turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering.
DAFTAR PUSTAKA

Bradley., et al. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children


Older Than 3 Month of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseas Society of America. Clin Infect Dis. 2013;
53 (7): 617-630.
Dahlan Z. 2012. Pneumonia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Suyono S. (ed).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
Mansjoer A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Jakarta: Media
Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai