Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Dan Fisiologi Ginjal

Fisiologi ginjal
Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut
kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3.
2

Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3
cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang
dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal Ginjal Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan dan pada umumnya ginjal
1 laki-laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri
untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus
oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang
kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi
bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh
bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul
nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini
yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul
(Price,1995 : 773).
Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang
berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal.
Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari
pembuluh darah halus/kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah
melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin
3

yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 1- 2 liter per hari, kemudian dialirkan
melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi
sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-
kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan
diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis
ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995).
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena
interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal
dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-
25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal
berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran
darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon
terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan (Price, 1995).
Persarafan Pada Ginjal Menurut Price (1995) Ginjal mendapat persarafan
dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah
yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal.
4

Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah


yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit
atau 1.700 ml/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (1700 ml/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus
sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
Tahap Pembentukan Urine:
1) Filtrasi Glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma
pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara
relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup
permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans
disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler. pembentukan-urine.
2) Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non
elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah
5

reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah


difiltrasi.
3) Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.
Hemodialisa adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak
dipilih oleh para penderita GGT. Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk
menggantikan kerja dari ginjal yaitu menyaring dan membuang sisa-sisa
metabolisme dan kelebihan cairan, membantu menyeimbangkan unsur kimiawi
dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan darah. Hemodialisa adalah metode
pencucian darah dengan membuang cairan berlebih dan zat-zat
yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal
yang rusak.
Terapi dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan
terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan
fungsi ginjal seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration
Rate, dimana pada tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk
dalam kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Hemodialisa
6

dilakukan bila ginjal anda sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya atau biasa
disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua yaitu gagal ginjal akut
dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu sehingga hemodialisa
dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis dimana
fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus dilakukan
seumur hidupnya.
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (Peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobata lainnya.
4. Gagal Jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata- rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah
dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam
tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-
tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani
Hemodialysis. Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan
jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah
berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang
blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk
jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin
HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai
fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan
7

memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital


lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana
cairan tersebut membantu mengumpulkan racun-racun dari darah. Pompa yang
ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer
dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
Fungsi dari dialyzer (ginjal buatan) merupakan kunci utama dalam proses
hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan (artificial kidney) karena yang
dilakukan oleh dialyzer sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang normal.
Dialyzer berbentuk silinder dengan panjang rata-rata 30 cm dan diameter 7 cm
dan didalamnya terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2
kompartemen masing-masing untuk cairan dialysate dan darah.
Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel
yang mencegah cairan dialysate dan darah bercampur jadi satu. Membran
semipermiabel mempunyai lubang-lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat
melalui mikroskop sehingga hanya substansi tertentu seperti racun dan kelebihan
cairan dalam yang dapat lewat. Sedangkan sel-sel darah tetap berada dalam darah.
Pada saat proses hemodialisa penderita akan selalu melihat 2 jerigen yang
berada di depan mesin HD. Jerigen tersebut berisi cairan dialysate dan
bicarbonate. Cairan dialysate berisi elektrolit dan mineral yang selain membantu
proses pembuangan racun dalam tubuh juga membantu menjaga kadar elektrolit
dan mineral dalam tubuh. Bersama dengan cairan bicarbonat cairan dialysate
tersebut dicampur di dalam mesin dengan bantuan air murni olahan yang
menggunakan teknologi reverse osmosis.
Baik cairan dialysate yang telah dicampur dan darah bersama sama (tapi
tidak bercampur satu dengan lainnya) menuju ke dialyzer dimana proses
penyaring racun-racun dilakukan. Racun tersebut kemudian dibawa keluar
bersama cairan dialysate untuk dibuang lewat salurang pembuangan.
Mesin HD dibuat dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. Bunyi
alarm yang terdengar pada saat proses hemodialisa menandakan ada sesuatu hal
yang harus di perhatikan dan diperbaiki bila diperlukan. Beberapa hal seperti
masuknya udara dalam blood tubing, temperatur,aliran darah yang tidak sesuai
atau proses pencampuran cairan dialysate yang tidak sesuai dengan komposisi
8

yang ditentukan akan menyebabkan alarm di mesin menyala. Perawat yang


bertugas akan segera mengecek mesin tersebut dan memastikan proses HD
penderita dapat berjalan normal kembali.

1.2 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


1.2.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang cukup berat
terjadi berangsur dan umumnya tidak dapat pulih (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal dengan penurunan fungsi ginjal
yang menahun,irreversible,dan progresif. Pada insufisiensi ginjal kronik
penurunan fungsi ginjal belum seberat seperti pada gagal ginjal kronik. Jika fungsi
kedua ginjal (nilai tes klirens kreatinin) kurang dari 5% disebut gagal ginjal tahap
akhir (Arif Muttaqin, 2011).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua faal ginjal secara bertahap,
diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit (Enday Sukandar, 1997: 324). Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa GGK adalah kegagalan permanen dari fungsi eksresi,fungsi
pengaturan,dan fungsi hormonal dari ginjal. Kelainan ini biasanya
progresif,walaupun fungsinya biasa saja tetap stabil untuk periode yang lama.
GGK sering tidak terdiagnosa sampai terjadi kerusakan yang cukup berat
sehingga menyebabkan terjadinya toksin uremia didarah. Yang harus diingat
adalah bisa saja seseorang mengalami sedikit perubahan atau tanpa perubahan
sama sekali kadar ureum kreatinin dalam darahnya padahal separuh fungsi
nefronnya sudah rusak (misalnya pada nefroektomi unilateral).

1.2.2 Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
1.2.2.1 Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan
terjadinya hipoperfusi renal adalah :
1) Penipisan volume
2) Hemoragi
9

3) Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)


4) Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
5) Gangguan efisiensi jantung
6) Infark miokard
7) Gagal jantung kongestif
8) Disritmia
9) Syok kardiogenik
10) Vasodilatasi
11) Sepsis
12) Anafilaksis
13) Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan
vasodilatasi
1.2.2.2 Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau
tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1) Cedera akibat terbakar dan benturan
2) Reaksi transfusi yang parah
3) Agen nefrotoksik
4) Antibiotik aminoglikosida
5) Agen kontras radiopaque
6) Logam berat (timah, merkuri)
7) Obat NSAID
8) Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
9) Pielonefritis akut
10) Glumerulonefritis
1.2.2.3 Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-
kondisi sebagai berikut :
1) Batu traktus urinarius
2) Tumor
3) BPH
4) Striktur
5) Bekuan darah.
1.2.3 Patofisiologi
10

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunana zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi
ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik
mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi
nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut
rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan
dengan tuntutan nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein.
Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut
dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkatkan
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi
peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk
dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan
nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi
penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi
sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi
pada setiap organ tubuh.
Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai masalah
keperawatan. Mekanisme dari munculnya masalah keperawatan.
Stadium
Menurut Muttaqin, Arif. Kumala Sari (2012), gagal ginjal kronik selalu
berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik
didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut.
1. Penurunan cadangan ginjal, terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
11

4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
5 stadium pada gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapat diteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD
dan mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan
lain.
3. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

4. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi
CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan
ginjal.
5. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialysis atau
pencangkokkan ginjal.
Respons Gangguan pada GGK
Ketidakseimbangan Cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampua
memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan
(poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan
jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi
karena kebutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk
12

nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik,


menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak
mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku
dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi
kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
Ketidakseimbangan Natrium
Ketidak seimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana
ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat
meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan
dengan intacct nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron,
maka akan terjadi pertukaran natrium.
Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR
menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan
gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan
meskipun terjadi kehilangan yang flesibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat
pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30
ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya
150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-
1,5 gram/hari.
Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol, maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urine output dipertahankan, kadar
kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang
berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia.
Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, di mana kondisi ini akan menyebabkan
ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR
13

NH 3
menurun dan produksi, menurun dan sel tubuler tidak berfungsi.

Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian


klebihan hidrogen dibufer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik
memungkinkan terjadinya osteodistrofi.
Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urine sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi
penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesiemia dapat
mengakibatkan henti napas dan jantung.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormon
yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang,
dan depresi reabsorbsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari
normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul
hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu dan bila
hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan
osteorenal dystrophy.
Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Kerusakan produksi eritropoietin.
2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
3) Peningkatan kehilangan sel arah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis,
dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
4) Intake nutrisi tidak adekuat.
5) Defisiensi folat.
6) Defisiensi iron/zat besi.
7) Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.
Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi).
Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan
BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian
kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin
diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
14

1.2.4 WOC
15

1.2.5 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari gagal ginjal akut, yaitu :
1)
Haluaran urine sedikit , mengandung darah
2)
Peningkatan BUN dan kreatinin
3)
Anemia
4)
Hiperkalemia
5)
Asidosis metabolic
6)
Edema
7)
Mual muntah .
8)
Nyeri pinggang hebat (kolik)
9)
Kelainan Urin : protein darah/eritrosit , sel darah putih/Leukosit, bakteri.
1.2.6 Komplikasi
1) Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2) Gangguanelektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3) Neurlogi : iritabilitasneuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang.
4) Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5) Hematologi : anemia, diathesis hemoragik.
Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial
1.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1.2.7.1 Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat
komplikasi yang terjadi.
16

1) Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau
obstruksi). Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu
penderita diharapkan tidak puasa.
2) USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal.
3) IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu. Misal : DM, usia lanjut, dan nefropati asam urat.
4) Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan.
5) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
1.2.7.2 EKG : untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
1.2.7.3 Biopsi ginjal
1.2.7.4 Pemeriksaan laboratorium yang umumnya menunjang kemungkinan
adanya GGA :
1) Darah: ureum, kreatinin, elektrolit serta osmolaritas.
2) Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas dan berat jenis. Laju Endap
Darah (LED) : meninggi oleh karena adanya anemia dan albuminemia.
3) Ureum dan kreatinin : meninggi.
4) Hiponatremia umumnya karena kelebihan cairan
5) Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbihidrat pada
gagal ginjal.
6) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi
asam-asam organik pada gagal ginjal. (Medicastore, 2008).
1.2.8 Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan secara umum adalah:
1.2.8.1 Kelainan dan tatalaksana penyebab.
1) Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus
keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa
konsentrasi natriumurin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik,
dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
2) Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah
kandung kemih penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau nyeri
pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya
17

obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan
pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
3) Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik
urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes
lainnya.
1.2.8.2 Penatalaksanaan gagal ginjal
1) Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan
natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang
dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan
kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan
dialisis.
3) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi
saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan
diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung
kemih dapat disingkirkan.
4) Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa
untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula
dideteksi dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan
hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan
pada pasien sebagai profilaksis.
5) Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum
tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh
melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan
dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan
hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien
lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat
dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

1.3 Manajemen Keperawatan


18

1.3.1 Pengkajian
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), dan gatal pada kulit.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, pengguanaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian didokumentasikan.
4) Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
5) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; RR meningkat. Tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensiringan sampai berat.
B1 (Breathing). Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola
19

napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
enemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongesif, TD meningkat, akral dingin,
CRT>3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trobositopenia.
B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya perubahan neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome,
kram otot, dan nyeri otot.
B4 (Bladder). Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut anomia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarsitis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
20

dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan


membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus
diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisisensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yangmungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan
Hb. Transfuse darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat,
misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika
diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK,
maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.
1.3.2 Diagnosis Keperawatan
1) Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d. penurunan pH pada
cairan serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder
perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstinal dari
edema paru dan respons asidosis metabolik.
2) Aktual/risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung b.d.
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama,
konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi
jaringan lunak.
3) Aktual/risiko tinggi aritmia b.d. gangguan konduksi elektrikal sekunder
dari hiperkalemi.
21

4) Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume cairan,


retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari
penurunan GFR.
5) Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan
serebrospinal sekunder dari asidosis metabolik.
6) Aktual/risiko tinggi defisit neurologis, kejang b.d. gangguan transmisi
sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi.
7) Aktual/risiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) b.d.
penekanan, produksi/sekresi eritropoietin, penurunan produksi sel darah
merah, gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskular.
8) Aktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d. gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunanaktivitas, akumulasi ureum
dalam kulit.
9) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan b.d. kurangnya informasi.
10) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
11) Gangguan Activity Daily Living (ADL) b.d. edema ekstremitas dan
kelemahan fisik secara umum.
12) Kecemasan b.d. prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan kesehatan.
13) Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. penurunan fungsi tubuh,
tindakan dialisis, koping maladaptif.

1.3.3 Rencana Keperawatan


Untuk intervensi pada maslah keperawatan aktual/risiko tinggi terjadi
penurunan curah jantung, aktual/risiko tinggi aritmia, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan ADL, dan kecemasan dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien GGA.
Aktual/risiko tinggi aritmia b.d. gangguan konduksi elektrikal efek sekunder
dari penurunan kalium sel.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria evaluasi:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual dan muntah, GCS:4,5,6.
TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <3 detik, EKG dalam batas
22

normal, kadar kalium dalam batas normal.


Intervensi Rasional
Monitor tekanan darah, nadi, catat bila Adanya edema paru, kongerti vaskular,
ada perubahan tanda-tanda vital dan dan keluhan dispnea menunjukkan
keluhan dispnea. adanya gagagl ginjal. Hipertensi yang
signifikan merupakan akibat dari
gangguan renin angiotensin dan
aldosteron. Ortostatik hipotensi juga
dapat terjadi akibat dari defisit cairan
intravaskular.
Beri oksigen 3 l/menit. Memberikan asupan oksigen tambahan
yang diperlukan tubuh.
Monitor EKG. Melihat adanya kelainan konduksi
listrik jantung yang dapat menurunkan
curah jantung.
Kolaborasi:
Pemberian suplemen kalium oral Kalium oral (aspar K) dapat
seperti obat Aspar K. menghasilkan lesi usus kecil; oleh
karena itu, klien harus dikaji dan diberi
peringatan tentang distensi abdomen,
nyeri, atau perdarahan GI.
Manajemen pemberian kalium Pada kasus yang berat, pemberian
intravena. kalium harus dalam larutan
nondekstrosa, sebab dekstrosa
merangsang pelepasan insulin sehingga
menyebabkan K+ berpindah masuk ke
dalam sel. Kecepatan infus tidak boleh
melebihi 20 mEq K+ per jam untuk
menghindari terjadinya hiperkalemia.
Kehilangan kalium harus diperbaiki
setiap hari; pemberian kalium adalah
sebanyak 40-80 mEq/L per hari.
Pada situasi kritis, larutan yang lebih
pekat (seperti 20 mEq/dl) dapat
diberikan melalui jalur sentral. Pada
situasi semacam ini klien harus
dipantau melalui EKG dan diobservasi
perubahan pada kekuatan otot.

Aktual/risiko kelebihan volume cairan b.d. penurunan volume cairan, retensi


23

cairan dan natrium.


Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria evaluasi:
Klien tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang, piting edema (-),
produksi urine >600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Kaji adanya edema ekstremitas. Curiga gagal kongestif/kelebihan
volume cairan.
Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah Menjaga klien dalam keadaan tirah
baring pada saat edema masih terjadi. baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan
diuresis yang bertujuan mengurangi
edema.
Kaji tekanan darah. Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya
tekanan darah.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung,
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
Berikan oksigen tambahan dengan Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kanula/masker sesuai dengan indikasi. kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi:
Berikan diet tanpa garam. Natrium meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma.
Berikan diet rendah protein tinggi Diet rendah protein untuk menurunkan
kalori. insufisiensi renal dan retensi nitrogen
yang akan meningkatkan BUN. Diet
tinggi kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.
Berikan diuretik, contoh: Diuretik bertujuan untuk volume
furosemide, spironolakton, plasma dan menurunkan retensi cairan
hidronolakton. di jaringan sehingga menurunkan risiko
Adenokortikosteroid, golongan terjadinya edema paru.
prednison. Adenokortikosteroid, golongan
24

prednison digunakan untuk


menurunkan proteinuri.
Lakukan dialisis. Dialisis akan menurunkan volume
cairan yang berlebihan.

Aktual/risiko terjadinya kerusakan integritas kulit b.d. gangguan status


metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum
dalam kulit.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria evaluasi:
Kulit tidak kering, hiperpigmentasi berkurang, memar pada kulit berkurang.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, Perubahan mungkin disebabkan oleh
ekskoriasi, dan infeksi. penurunan aktivita kelejar keringat atau
pengumpulan kalsium dan fosfat pada
lapiran kutaneus.
Kaji terhadap adanya petekie dan Perdarahan yang abnormal sering
purpura. dihubungkan dengan penurunan jumlah
dan fungsi platelet akibat uremia.
Monitor lipatan kulit dan area yang Area-area ini sangat mudah terjadinya
edema. injuri.
Gunting kuku dan pertahankan kuku Penurunan curah jantung,
terpotong pendek dan bersih. mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
Kolaborasi:
Berikan pengobatan antipruritis sesuai Mengurangi stimulus gatal pada kulit.
pesanan.

Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d. penurunan fungsi tubuh,


tindakan dialisis, koping maladaptif.
Tujuan: Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria evaluasi:
Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
25

Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individu dalam


dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau
ketidakmampuan. pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau Mekanisme koping pada beberapa
disfungsi pada pasien. pasien dapat menerima dan mengatur
perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mengalami koping maladaptif
dan mempunyai kesulitan dalam
membandingkan, mengenal, dan
mengatur kekurangan yang terdapat
pada dirinya.
Anjurkan pasien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu
mengekspresikan perasaan. pasien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian
terpengaruh serti sekarat atau tubuh atau perasaan negatif terhadap
mengingkari dan menyatakan inilah gambaran tubuh dan kemampuan yang
kematian. menunjukkan kebutuhan dan intervensi,
serta dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap Membantu pasien untuk melihat bahwa
penolakan tubuh, mengingatkan perawat menerima kedua bagian dari
kembali fakta kejadi tentang realitas seluruh tubuh. Mengijinkan pasien
bahwa masih dapat menggunakan sisi untuk merasakan adanya harapan dan
yang sakit dan belajar mengontrol sisi mulai menerima situasi baru.
yang sehat.
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan
baik dan memperbaiki kebiasaan. harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengijinkan pasien malkukan kemandirian dan membantu
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk perkembangan harga diri serta
dirinya. memengaruhi proses rehabilitas.
Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat berpartisipasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang peran
dalam aktivitas rehabilitasi. individu masa mendatang.
Monitor gangguan tidur peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya
kesulitan konsentrasi, letargi, dan depresi. Umumnya depresi terjadi
withdrawl. sebagai pengaruh dari stroke di mana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
26

Kolaborasi: rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran


neuropsikologi dan konseling bila ada yang penting untuk perkembangan
indikasi. perasaan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d katabolisme protein.


Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
Mempertahankan/meningktkan Berat badan,
Bebas oedema.
Intervensi Rasional
Kaji/catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dfan kebutuhan diet.
Berikan makanan sedikit dan sering. Meminimalkan anoreksia dan mual
Tawarkan perawatan mulut, berikan Menghindari membran mukosa mulut
permen karet atau penyegar mulut kering dan pecah.
diantara waktu makan.
Timbang berat badan setiap hari. Deteksi dini perpindajan keseimbangan
cairan.
Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi. Menentukan kalori individu, dan
kebutuhan nutrisi
Berikan kalori tinggi, rendah protein Kalori diperlukan untuk memenuhi
kebut. Energi, rendah protein
disesuaikan dengan fungsi ginjal yang
menurun.
Berikan obat s/d indikasi;Fe, Ca, Vit. D, Mengatasi anemia, memperbaiki kadar
Vit Bcompleks normal serum , memudahkan absorbsi
Anti emetik kalsium, diperlukan koenzim,pada
pertumbuhan sel.

1.3.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
27

dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari


potensial tindakan.
1.3.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan
intervensi adalah sebagai berikut.
1. Pola napas kembali efektif.
2. Tidak terjadi penurunan curah jantung.
3. Tidak terjadi aritmia.
4. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
5. Peningkatan perfusi serebral.
6. Pasien tidak mengalami defisit neurologis.
7. Tidak mengalami cedera jaringan lunak.
8. Peningkatan integritas kulit.
9. Terpenuhinya informasi kesehatan.
10. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi.
11. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
12. Kecemasan berkurang.
13. Mekanisme koping yang diterapkan positif.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
DR. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai