Anda di halaman 1dari 51

REPORT PROJECT PENGENDALIAN PROSES-A

FINAL REPORT
KASUS A (WATER HEATER), KASUS B (RATB
ISOTHERMAL), KASUS C (RATB NON-
ISOTERMAL & NON-ADIABATIS)

Disusun Oleh:

Aulia Rizki K. N. (14/363414/TK/41541)


Herman Amrullah (14/369649/TK/42651)
Palupi Hanggarani (14/367224/TK/42406)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2017
I. Latar Belakang
Dalam dunia industri, khususnya di bagian proses produksi, fenomena
perpindahan panas sudah umum dijumpai. Umumnya, suatu proses akan dijalankan
pada pada suatu kondisi yang relatif stabil (ditinjau berdasarkan suhu). Untuk
menjaga suatu kondisi berada dalam kondisi yang stabil akan diperlukan perpindahan
panas, baik itu masuk maupun keluar dari sistem. Energi panas (kalor) dapat mengalir
secara alami maupun dipaksa. Pada proses alami, kalor akan terjadi mengalir dengan
sendirinya dari suhu tinggi ke suhu rendah, gaya dorongnya (driving force) berupa
perbedaan suhu. Bila suatu proses ingin dijalankan dalam suhu tinggi (keadaan awal
suhunya lebih rendah), maka harus ditambahkan panas dari luar sistem, sedangkan
untuk menurunkan suhu suatu sistem, maka sebaliknya, panas dari dalam sistem harus
dilepas ke lingkungan. Begitu pentingnya pengetahuan tentang peristiwa perpindahan
kalor energi panas pada dunia industri maupun kehidupan sehari-hari, membuat
pengetahuan tentang mekanisme perpindahan panas, yakni konduksi, konveksi dan
radiasi penting untuk dimengerti. Penjelasan detail tentang peristiwa perpindahan
energi panas dapat dipelajari dalam matakuliah Perpindahan Panas, sedangkan pada
matakuliah Pengendalian Proses ini akan dipelajari mengenai metode untuk
mengendalikan proses supaya berada dalam kondisi yang diinginkan. Sebagai contoh,
pada Kasus A, dimana terdapat suatu pengendalian proses pemanasan air
menggunakan pemanas berupa steam. Pemanasan air menggunakan steam ini dapat
mempresentasikan sistem perpindahan perpindahan panas, sementara pengendalian
prosesnya dirancang supaya proses pemanasan berlangsung stabil.
Pada kasus A akan digunakan sebuah Tangki Water Heater biasa, sedangkan
pada kasus B dan C akan menggunakan Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB),
namun perbedaannya bahwa di kasus C akan dilengkapi dengan alat pemanas. Dengan
demikian pengetahuan mengenari reaktor juga diperlukan.Reaktor adalah salah satu
alat yang umum digunakan dalam industri kimia yang fungsinya sebagai tempat
dimana bahan mentah direaksikan menjadi produk. Berdasarkan prinsip kerjanya,
reaktor dibendakan menjadi 3, yaitu :
1. Reaktor Batch. Pada reaktor jenis ini, tidak ada massa yang masuk maupun keluar
selama reaksi terjadi. Jadi sebelum reaksi dijalankan, semua bahan yang akan
direaksikan dimasukkan ke dalam reaktor, setelah itu reaksi dijalankan selama
beberapa waktu, dan setelah reaksi berakhir, produk dan zat sisa dikeluarkan.
Contoh : fermentasi pembuatan alkohol.
2. Reaktor Kontinyu. Pada reaktor jenis ini, akan ada aliran massa yang masuk dan
keluar selama reaksi terjadi. Ada 2 reaktor kontinyu :
a. Mixed Flow Reaktor (MFR), reaktor alir tangki berpengaduk dimana
umpan masuk, diproses beberapa waktu (residence time) lalu produk keluar.
Biasanya reaktor jenis ini disusun paralel sehingga mempunyai kapasitas
yang besar dan efisien waktu yang lebih besar.
b. Plug Flow Reaktor (PFR), reaktor alir pipa, dimana umpan masuk pada
masukan pipa, terjadi reaksi sepanjang pipa lalu keluar. Konversi semakin
lama semakin tinggi di sepanjang pipa. Contoh: petrokimia,pertamina.
3. Reaktor semi-batch. Pada reaktor jenis ini, pada kondisi awal, proses akan
dilakukan seperti pada reaktor batch, namun pada suatu saat akan ada aliran
massa yang masuk dan keluar selama reaksi terjadi.

Pada kasus B proses yang terjadi adalah isotermis sementara pada kasus C proses
berlangsung secara non-isotermis dan non-adiabatis. Proses isotermis adalah
suatu perubahan dari suatu sistem, namun kondis suhu tetap (konstan): T = 0. Proses
adiabatik adalah suatu proses termodinamika di mana tidak ada panas yang ditransfer
ke atau dari kerja fluida. Reaktor isotermis adalah jika umpan atau fluida yang masuk
dan tercampur dalam reaktor maka aliran fluida yang keluar dari reaktor selalu seragam
dan bersuhu sama. Pada kasus B, pengendalian proses yang dilakukan pada RATB
yang bersifat isotermal. Sedangkan pada kasus C (singkatnya merupakan kombinasi
kasus A dan B), pengendalian proses dilakukan pada RATB yang bekerja secara non-
isotermis dan non-adiabatis.
II. Tujuan
Tujuan dari pengerjaan kasus A, B dan C adalah mengetahui respon dari sistem
pengendalian yang dirancang melalui pemodelan secara open-loop untuk masing-
masing proses yang terjadi pada kasus A, B dan C.

III. Metodologi

KASUS A (WATER HEATER)

Latar Belakang
Water heater merupakan salah satu jenis alat pemanas air yang memanfaatkan
energi listrik maupun panas dari fluida lain yang kemudian disalurkan melalui koil
pemanas. Water heater umum digunakan baik di kehidupan sehari-hari maupun di
industri. Pada kehidupan sehari-hari, water heater digunakan untuk memenuhi
kebutuhan akan air panas maupun hangat (konsumsi), sedangkan di industri, water
heater digunakan untuk menaikkan suhu fluida atau menjaga kondisi operasi suatu
proses.
Untuk kasus ini, water heater yang telah berada dala kondisi steady state diberi
gangguan oleh disturbance berupa kenaikan flowrate dan suhu umpan. Hal ini akan
mengakibatkan perubahan ketinggian cairan di dalam water heater serta suhu output.
Untuk mengembalikan kondisi suhu output sesuai set-point (mengendalikan proses),
maka flowrate uap panas yang dibutuhkan akan semakin banyak.
Dalam pengendalian suatu proses, digunakan fungsi alih (transfer function),
yang merupakan perbandingan antara keluaran (nilai suatu outuput) suatu sistem
pengendalian terhadap masukannya (nilai input). Untuk memperoleh suatu fungsi alih
dalam suatu sistem pengendalian, harus dipahami terlebih dahulu, antara lain diagram
blok( block diagram), proses operasi, dan diagram aliran sinyal (signal flow diagram).
Umumnya untuk mempermudah memahami suatu proses pengendalian, suatu proses
akan dimodelkan dalam bentuk diagram blok, yang mana setiap diagram blok
menggambarkan model matematika sistem pengendalian serta komponen (variable-
variable yang berpengaruh).Sebagai contoh:

Gambar 1. Contoh Diagram Blok 1 Gain

Berdasarkan gambar 1 diatas, berlaku hubungan :


()
G(s) = () (1)

Dengan:

G(s) = penguatan (gain) dari diagram blok, atau dapat disebut juga fungsi alih dari
A(s) menjadi B(s)

B(s) = keluaran

A(s) = merupakan masukan.

Kami akan mengembangkan fungsi transfer dan menggambarkan diagram blok


untuk water heater melalui persamaan yang diperoleh dari neraca massa dan neraca
panas untuk kasus di mana F0 (flowrate cairan input), Tin (suhu cairan masuk), dan Ts
(suhu steam pemanas) sebagai independent variables sementara T (suhu cairan keluar
water heater) dan h (ketinggian cairan di dalam water heater) merupakan dependent
variables.
Tujuan
Tujuan dari project ini adalah:
1. Memodelkan sistem water heater.
2. Mencari fungsi transfer dari persamaan neraca massa dan neraca energi
water heater.
3. Memodelkan diagram blok pada water heater.

Ilustrasi Alat

Fo, To, o

Fs , Ts

F, T,

Gambar 2. Ilustrasi Kasus A (Water Heater)

Dilakukan variasi terhadap nilai F0 dengan Ts.

Pada t = 0s hingga t = 100s, nilai F0 = 0.1 m3/s dan Ts = 30oC

Pada t = 100s hingga t = 300s, nilai F0 = 0.5 m3/s dan Ts = 40oC

Ilustrasi Proses

Air pada suhu lingkungan dimasukkan ke dalam sebuah tangki berpemanas.Pada


awalnya tangki sudah berisi cairan dengan ketinggian 0.2 m. Panas disediakan oleh
sebuah alat penukar panas dengan fluida pemanas berupa uap panas dengan suhu 30oC.
Pada kondisi awal hingga waktu ke 100 detik, flowrate cairan yang masuk ke dalam
water heater adalah 0.1 m3/s. Sedangkan pada waktu ke 100 sampai 300 detik, flowrate
cairan yang masuk ke dalam water heater mengalami kenaikan secara tiba-tiba menjadi
0.12 m3/ssehingga suhu fluida masuk secara otomatis ikut berubah menjadi 40 oC.
Carilah hubungan antara:

Ketinggian cairan dalam water heater terhadap waktu


Suhu cairan dalam water heater terhadap waktu

Penurunan Persamaan

1. Neraca Massa Total di Water Heater

=

=

()
= = +

Karena massajenislarutandiasumsikantetap, maka:
()
= = = +

Karena luaspenampangtangkitetap, maka:

=

Sehingga:

=


=


= (1)

Dimana:
=
Sehingga:
()
=

2. NeracaPanasKomponen A di Water Heater


=
()
+ =

Dimana:
= ( )
= ( ) ( )

Serta dengan asumsi bahwa nilai Tref = 0, maka:

+ ( )
()
= +

Sehingga:

+ ( )
()
= +

Dengan:
=
Maka:
+ ( )
()
= +

Karena pada sistem ini dikendalikan oleh pengendali, maka dapat diasumsikan nilai
Cp tetap karena nilainya hanya berubah sedikit saat terjadi perubahan suhu, sehingga:
+ ( )

= + (2)

+ ( )
= (3)

Mengubah Persamaan Neraca Massa dan Neraca Panas dalam Bentuk Diagram

Pada kasus A (Water Heater) ini, pengelompokkan variable yang ada adalah sebagai
berikut:

Manipulated Variable (MV) = UA (Jumlah panas)


Disturbance Variable (DV) = Fin (flowrate cairan yang masuk ke water heater) dan
Ts (Suhu fluida pemanas)
Controlled Variable (CV) = T (suhu cairan di dalam water heater = suhu cairan
keluar water heater) dan h (ketinggian cairan di dalam water heater)

Neraca Massa Total


()
= =

Jika di ubah ke bentuk Laplace, maka:


()
() =

+ = ()
()
() = (1)
() +

1
Fin(s) h(s)
() +

Gambar 3. Diagram Blok dari Persamaan (1)

Neraca Panas Total


+ ( )

= +

Karena (Tref = 0), (Fout = h ) serta (V = A h), maka:



+ ( ) = +

Jika diubah ke dalam bentuk Laplace, maka:


() + + (() ) (() )

= ( ( )) + ( )

() + + (() )
+
= [ + ( + )]( )

Jika digunakan permisalan:


= 1
= 2
= 3
= 4
= 5
= 1
+ = 2
Maka:

1 () + 2 + 3(() ) 4 + 5
= [1 + 2]( )

1 2
( ) = () + ()
[1 + 2] [1 + 2]
3 [4 + 5]
+ () ()
[1 + 2] [1 + 2]

Diagram Blok

Gambar 4. Diagram Blok Untuk Kasus Water Heater


KASUS 2

Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB), Isotermal

Latar Belakang

Salah satu jenis reaktor yang sering digunakan di industri kimia yaitu Reaktor
Alir Tangki Berpengaduk (RATB).Sistem reaktor jenis RATB ini memiliki
karakteristik dinamis yang kompleks dan nonlinear.Sistem nonlinear merupakan suatu
sistem yang sifatnya tidak tetap, mudah berubah, sulit dikontrol, dan sulit
diprediksi.Sistem semacam ini memiliki tingkat ke-sensitivitas-an yang sangat tinggi.
Oleh sebab itu, untuk memastikan keberhasilan operasi RATB, diperlukan adanya
pemahaman akan sifat dinamis sistem dan juga diperlukan adanya sistem kontrol yang
memadai.

Padakasusini, ingindianalisispengaruhdarivariabel yang adapada proses yang


dapatberubahyaituketinggiancairan, konsentrasikomponen A, dankonsentrasikomponen
B denganadanyadisturbance berupaumpanmasuk yang diubahpadawaktutertentu.

Dalam kasusini, juga akan dilakukan pemodelan sistem kontrol closed loop
pada sistem RATB non isotermal. Sistem kontrol closed loop adalah sistem kontrol
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan
penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik
(yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran atau turunannya,
diumpankan ke controller untuk memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran
sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata lain, istilah closed loop berarti
menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Suatu pengontrol proporsional yang memberikan aksi kontrol proporsional


dengan error akan mengakibatkan efek pada pengurangan rise time dan menimbulkan
kesalahan keadaan tunak (offset). Suatu pengontrol integral yang memberikan aksi
kontrol sebanding dengan jumlah kesalahan akan mengakibatkan efek yang baik dalam
mengurangi kesalahan keadaan tunak tetapi dapat mengakibatkan respon transien yang
memburuk. Pengetahuan tentang efek yang diakibatkan oleh masing-masing pengontrol
tersebut yang nantinya akan digunakan dalam penentuan nilai-nilai penguatan
proporsional (Kp) dan integral (Ki). Gabungan aksi kontrol proporsional dan aksi
kontrol integral membentuk aksi kontrol proporsional plus integral ( controller PI ).
Gabungan aksi ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan masing-masing
penyusunnya.Keunggulan utamanya adalah diperolehnya keuntungan dari masing-
masing aksi kontrol dan kekurangan aksi kontrol yang satu dapat diatasi. Dengan kata
lain elemen-elemen controller P dan I secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat
reaksi sebuah sistem dan menghilangkan offset.

Tujuan

Tujuan dari kasus B ini adalah:

1. Memodelkan sistem RATB isotermal.


2. Mengetahui dinamika sistem RATB isotermal.
3. Memodelkan sistem kontrol closed loop pada RATB isotermal.

Fv.ain Fv.Bin

Fout, L/s = f(h)

Gambar 5. Ilustrasi Kasus B (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk)

Reaksi yang terjadi yaitu reaksi: A + B C

Pada kasus ini, variabel yang ingin dikontrol adalah Ccout (konsentrasi C keluar
RATB), variabel yang ingin di manipulasi adalah Fbin (flowrate B masuk RATB), serta
terjadi gangguan-gangguan pada variabel Fain (flowrate A masuk).

Pada t = 0s hingga t = 100s, nilai Fain= 0.01 m3/s

Pada t = 100s hingga t = 200s, nilai Fain = 0.02 m3/s

Pada t = 200s hingga t = 400s, nilai Fain = 0.08 m3/s


Ilustrasi :

Sebuah reaktan A dengan konsentrasi awal 100 kmol/m3 dimasukkan ke dalam


reaktor RATB yang sudah mempunyai cairan dengan ketinggian 4 m, reaktan A akan
bereaksi dengan B membentuk C. Carilah hubungan antara :

Ketinggian cairan dalam reaktor RATB terhadap waktu


Konsentrasi A dalam Reaktor terhadap waktu
Konsentrasi B dalam Reaktor terhadap waktu
Konsentrasi C produk terhadap waktu

Penurunan Rumus
Diasumsikan reaksi yang terjadi:

A+BC

(-ra)=kCaCb
1. Neraca Massa Total di Reaktor

=

( + ) ( ) 0 =

Dengan asumsi:
= +

Perhitungan pada ruas kanan:

( )
= = +

Karena massa jenis larutan di dalam RATB dan yang keluar RATB diasumsikan
tetap, bukan merupakan fungsi suhu serta fungsi waktu, maka:
()
= = = +

Karena luas penampang RATB tetap, maka:



=

Sehingga:

( + ) =

Diasumsikan:

= =
Karena dianggap massa jenis awal komponen A dan B tidak berbeda jauh, maka
massa jenis campuran nilainya juga tidak akan jauh berbeda.

Sehingga:


+ =

+
=

Dimana:
= () 2
Sehingga:
+ (() 2)
=

2. Neraca Massa Komponen A di Reaktor

=

( ) = +


( ) = +



=

3. Neraca Massa Komponen B di Reaktor


Karena reaksi yang terjadi: A+BC
Maka:
( ) ( ) ( )
= =
1 1 1
Sehingga:
=

( ) = +


( ) = +


( )
=

4. Neraca Massa Komponen C di Reaktor
Karena reaksi yang terjadi: A+BC
Maka:
( ) ( ) ( )
= =
1 1 1
Sehingga:
=

0 ( ) = +


0 ( ) = +


( ) = +


+ ( )
=

5. Sistem Pengendalian dengan Proportional Integral (PI)


Yang akan dikontrol pada kasus ini adalah variable Cc (konsentrasi produk keluar
reaktor)
=
= + 1 + (2 )
Nilai koreksi pada manipulated variable
Pada kasus ini, variable yang akan dikontrol adalah nilai Fb (Flowrate umpan B
yang masuk reaktor)
() = ( )

Untuk melihat penyimpangan yang terjadi (saat terjadi gangguan), dapat


digunakan nilai perubahan nilai error terhadap waktu sebagai berikut:
( ) (2 )
=
1

Transformasi Laplace
Neraca Massa Total
(Rate of mass input) - (Rate of mass output) + (Rate of mass generation) = (Rate
of mass accumulation)

. . + = . .


= .

= ()
() ()
=

Neraca Mol Komponen A
(Rate of mol input) - (Rate of mol output) + (Rate of mol generation) = (Rate of
mol accumulation)

. =

( . )
=

. ( . )
=


= . + . .

+

= + ()
+ ( )

( )
=


= + ( +

) )

Neraca Mol Komponen B


(Rate of mol input) - (Rate of mol output) + (Rate of mol generation) = (Rate of
mol accumulation)

. =

( . )
=

. ( . )
=


= . + . .

+

= + ()
+ ( + )

( )
=


= ( + +
+

) )

Neraca Mol Komponen C


(Rate of mol input) - (Rate of mol output) + (Rate of mol generation) = (Rate of
mol accumulation)

. =

( . )
=

. ( . )
=


= . + . .

() + + +

= . + . .

() + + +
= . () + . . . ()
( + ) () + ( . )
+ + = . . . ()


= ( ()
+
+ . ) +
+
Diagram Blok

Gambar 6. Diagram Blok Kasus B (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk)


KASUS C
Reaktor Alir Tangki Berpengaduk dilengkapi Heater (Non-Isotermal, Non-Adiabatis)

Latar Belakang

Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB) atau dalam bahasa inggrisnya adalah
Continous Stirred Tank Reactor(CSTR) merupakan reaktor yang banyak dijumpai di
industri.Sistem reaktor jenis RATB ini memiliki karakteristik dinamis yang kompleks
dan nonlinear.Sistem nonlinear merupakan suatu sistem yang sifatnya tidak tetap,
mudah berubah, sulit dikontrol, dan sulit diprediksi.Sistem semacam ini memiliki
tingkat ke-sensitivitas-an yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, untuk memastikan
keberhasilan operasi RATB, diperlukan adanya pemahaman akan sifat dinamis sistem
dan juga diperlukan adanya sistem kontrol yang memadai.

Padakasusini, variabel-variabel proses yang dapatberubahyaitu variabel


ketinggiancairan (h), konsentrasi komponen A (Ca), konsentrasi komponen B (Cb),
suhu tangki (T), dan suhu pendingin (Tc), denganadanyadisturbance
variableberupaumpanmasuk (Fain) yang diubahpadawaktutertentu.

Dalam kasusini, juga akan dilakukan pemodelan sistem kontrol closed loop pada
sistem RATB non isotermal. Sistem kontrol closed loop adalah sistem kontrol yang
sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan
penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik
(yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran atau turunannya,
diumpankan ke controller untuk memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran
sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata lain, istilah closed loop berarti
menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Suatu pengontrol proporsional yang memberikan aksi kontrol proporsional


dengan error akan mengakibatkan efek pada pengurangan rise time dan menimbulkan
kesalahan keadaan tunak (offset). Suatu pengontrol integral yang memberikan aksi
kontrol sebanding dengan jumlah kesalahan akan mengakibatkan efek yang baik dalam
mengurangi kesalahan keadaan tunak tetapi dapat mengakibatkan respon transien yang
memburuk. Pengetahuan tentang efek yang diakibatkan oleh masing-masing pengontrol
tersebut yang nantinya akan digunakan dalam penentuan nilai-nilai penguatan
proporsional (Kp) dan integral (Ki). Gabungan aksi kontrol proporsional dan aksi
kontrol integral membentuk aksi kontrol proporsional integral ( controller PI ).
Gabungan aksi ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan masing-masing
penyusunnya.Keunggulan utamanya adalah diperolehnya keuntungan dari masing-
masing aksi kontrol dan kekurangan aksi kontrol yang satu dapat diatasi. Dengan kata
lain elemen-elemen controller PI secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat
reaksi sebuah sistem dan menghilangkan offset.

Tujuan

Tujuan dari project ini adalah:

1. Memodelkan sistem RATB non isotermal.


2. Mengetahui dinamika sistem RATB non isotermal.
3. Memodelkan sistem kontrol closed loop pada RATB isotermal.

Ilustrasi

Gambar 7. Ilustrasi Kasus C (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk yang dilengkapi


Heater)

Reaksi yang terjadi yaitu reaksi: A B


Pada kasus ini, variabel yang ingin dikontrol adalah T (suhu di dalam RATB), variabel
yang ingin di manipulasi adalah Fcool (flowrate cooler masuk RATB), serta terjadi
gangguan-gangguan pada variabel Fin (flowrate A masuk RATB).

Pada t = 0s hingga t = 100s, nilai Fain= 0.04 m3/s


Pada t = 100s hingga t = 200s, nilai Fain = 0.02 m3/s

Ilustrasi:

Sebuah reaktan A dengan konsentrasi awal (Ca0) 100 kmol/m3 dimasukkan ke dalam
reaktor RATB yang sudah mempunyai cairan dengan ketinggian (h0) 1e-5 m, suhu
awal RATB (T0) 30oC, konsentrasi awal B (Cb0) 20 kmol/m3 dan suhu pendingin
(Tc0) 30oC. Carilah hubungan antara :

Ketinggian cairan dalam reactor RATB terhadap waktu


Temperatur RATB terhadap waktu
Konsentrasi A dalam Reaktor terhadap waktu
Konsentrasi B produk terhadap waktu
Temperatur pendingin terhadap waktu

Penjabaran Rumus:
1. Neraca Massa Total di Reaktor

=

0 =

()
= = +

Karena massa jenis larutan diasumsikan tetap, maka:


()
= = = +

Karena luas penampang tangki tetap, maka:

=

Sehingga:

=


=


=

Dimana:
= () 2
Sehingga:
(() 2)
=

2. Neraca Massa Komponen A di Reaktor

=

( ) = +


( ) = +



=

Dengan:
=
Sehingga:

( )
=

3. Neraca Massa Komponen B di Reaktor


Karena reaksi yang terjadi: AB
Maka:
( ) ( )
=
1 1
Sehingga:
=

( ) = +


( ) = +


( )
=

Dengan:
=
Sehingga:

( )
=

4. NeracaPanasdalamReaktor

( ) +

=


= +


( ) +

=

5. Neraca Panas dalam Cooling Jacket

+

=



+
=

Dengan:

= ( 2 2 )
4

= 2
2
() =
4
2
() =
4
Jika nilai konstanta kecepatan reaksi (k) berubah terhadap suhu (karena sistemnya
non-isotermal dan non-adiabatis), maka:

= 0 exp
( )
( )

6. Sistem Pengendalian dengan Proportional Integral (PI)


Yang akan dikontrol pada kasus ini adalah variable T (suhu aliran keluar reaktor)
=
= + 1 + (2 )
Nilai koreksi pada manipulated variable
Pada kasus ini, variable yang akan dikontrol adalah nilai Fcool (Flowrate aliran
pendingin yang masuk reaktor)
() = ( )
Untuk melihat penyimpangan yang terjadi (saat terjadi gangguan), dapat
digunakan nilai perubahan nilai error terhadap waktu sebagai berikut:
( ) (2 )
=
1
Mengubah Persamaan Neraca Massa dan Neraca Panas dalam Bentuk Diagram

1. Neraca Massa Total


Berdasarkan persamaan

=


=

Diubah ke Bentuk Laplace
() () = ()()
() ()
= ()
() ()

2. Neraca Massa Komponen A di Reaktor


Berdasarkan persamaan


()
=


. + . . =

Diubah ke Bentuk Laplace


+ =

+





= + ( + )

( )


= + ( + ( + )

)

3. Neraca Massa Komponen B di Reaktor


Berdasarkan persamaan


()
=

Dengan FBin = 0, maka


()
=


. + . . =

Diubah ke Bentuk Laplace

+ =


= ( )



= + (( ) )

4. Neraca Panas dalam Reaktor


Berdasarkan persamaan


( ) +

=


+ = . .

+

Diubah ke Bentuk Laplace

. + . .

. .

+ . + +
= +

. .

+ . + .
( . + + ) + + =


= . ++
( . . +

+ . . - )

5. Neraca Panas dalam Cooling Jacket


Berdasarkan persamaan

+
=


. . = . . +

Diubah ke Bentuk Laplace


. . =

. . + . . .



+



+


= ( (. . . . ) +
.. ++

. . . + () ( ) )
Diagram Blok

Gambar 8. Diagram Blok Kasus C (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk yang dilengkapi
Heater)
IV. Hasil dan Pembahasan
Kasus A

Gambar 9.Grafik Hubungan Ketinggian Cairan dalam Tangki terhadap Waktu


(dengan Program Matlab)

Gambar 10.Grafik Hubungan Ketinggian Cairan dalam Tangki terhadap Waktu


(dengan Program SIMULINK)
Berdasarkan gambar 9 dan 10 diatas, diketahui bahwa grafik hasil penyelesaiaan
dengan matlab dan simulink tidak jauh berbeda,yang berbeda hanyalah pada titik awal.
Pada grafik hasil matlab titik awal pada saat ketinggian 0.2 meter, sedangkan pada
simulink titik awal berada pada 0 meter.Hal ini dikarenakan pada simulink sudah
teratur (default) pada titik awal adalah 0 meter.Hal ini dapat dirubah jika defaultnya
diubah.
Pada keadaan awal (t = 0 s), ketinggian cairan di dalamwater heater hanya
mencapai 0.2 meter, namun pada saat terjadi gangguan (terjadi kenaikan flowrate cairan
yang masuk) di detik 100, menyebabkan ketinggian ciaran di dalam water heater
meningkat drastis hingga mencapai 1 meter. Setelah itu ketinggian cairan di dalam
water heatermenjadi tetap di 1 meter karena flowarate cairan yang masuk kembali
tetapdan tidak ada kenaikan flowrate cairan yang keluar water heater.
Pada proses ini, pengaruh perubahan ketinggian cairan (h) di dalam water heater
tidak begitu besar karena yang akan dikontrol adalah suhu cairan keluar (T) water
heater saja. Ketinggian cairan di dalam water heater yang mencapai 1 m (saat terjadi
gangguan) tidak mempengaruhi kerja dari water heater karena masalah tersebut dapat
diatasi dengan penambahan panas oleh steam (nilai UA diperbesar). Oleh karena itu,
pada variable ketinggian tidak dipasang sensor PID.
Gambar 11.Grafik Hubungan antara Suhu Cairan di dalam Tangki terhadap Waktu
(dengan Program Matlab)

Gambar 12.Grafik Hubungan antara Suhu Cairan di dalam Tangki terhadap Waktu
(dengan Program SIMULINK)
Berdasarkan gambar 11 dan 12 diatas, dapat diketaui bahwa grafik hasil
penyelesaiaan dengan program matlab dengan simulink juga tidak jauh berbeda, yang
berbeda pada titik awal dan pick pada saat terjadi perubahan. Pada grafik hasil matlab
titik awal adalah pada saat suhu 303 K sedangkan pada hasil simulink titik awal pada
saat 0 K dan naik hingga ke 305 K. Hal ini dikarenakan pengaturan default dari
program simulink itu sendiri.
Dari gambar 11 diatas, dapat diketahui bahwa pada kondisi awal hingga detik ke-
100, suhu cairan di dalam tangki pemanas relatif tetap (sebesar 303K), namun pada
detik ke-100 terjadi perubahan(naik turun) suhu dalam tangki hingga lebih dari 303
Ktetapi masih kurang dari 304 K, serta kurang dari 303 K tetapi maish lebih besar dari
302 K, hal ini dikarenakan adanya kenaikan suhu pada fluida pemanas (efek dari
adanya kenaikan flowrate cairan yang masuk ke water heater). Kemudian pada detik
ke-101 sampai 200 suhu cairan dalam tangki kembali relatif tetap karena suhu fluida
pemanas kembali tetap.Sedangkan dari gambar 12, diketahui bahwa juga terjadi
kenaikan suhu pada detik ke 100, kemudian akan steady lagi pada suhu 303 K.

Kasus B

Gambar 13.Grafik Hubungan antara Ketinggian Cairan di dalam RATB terhadap


Waktu
Berdasarkan gambar 13 diatas, pada keadaan awal (t=0) di dalam RATB terdapat
cairan dengan ketinggian (h0=4m) hingga t=100 sekon dimana ketinggian pada waktu
ini konstan dengan laju flowrate A masuk sebesar 0,01 m3/s.

Pada saat t = 100 sekon terdapat kenaikan flowrate A input menjadi 0,02 m3/s
hingga ke detik 200 dimana ketinggian dalam tangki akan naik menjadi 17 m.

Pada saat t = 200 sekon terdapat kenaikan grafik yang sangat drastis, hal ini
dikarenakan flowrate A input mengalami kenaikan menjadi 0,08 m3/s hingga ke detik
400 dimana ketinggian dalam tangki akan naik menjadi 325 m.

Gambar 14.Grafik Hubungan antara Konsentrasi Zat A di dalam RATB terhadap


Waktu

Berdasarkan gambar 14 diatas, pada keadaan awal (t=0), konsentrasi zat A (Ca0)
adalah 100 kmol/m^3, namun seiiring berjalan waktu, hingga kisaran detik ke 5
konsentrasi zat A semakin berkurang karena bereaksi menjadi C, kemudian mengalami
kondisi yang sedikit naik lalu relative tetap. Hal ini dikarenakan konsentrasi A sudah
mencapai batas konversinya.

Pada saat t = 100, konsentrasi A (Ca) sekitar 2,66 kmol/m^3 lalu terjadi kenaikan
flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan naiknya konsentrasi A
di dalam reaktor, setelah itu konsentrasi A akan turun karena bereaksi menjadi C.
Pada saat t = 200, konsentrasi A (Ca) sekitar 1,05 kmol/m^3 lalu terjadi kenaikan
flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan naiknya konsentrasi A
di dalam reaktor, setelah itu konsentrasi A akan turun karena bereaksi menjadi C. Pada
saat akhir, t= 400 sekon didapatkan nilai konsentrasi A sebesar 0,32 kmol/m^3.
Konsentrasi A semakin berkurang tiap bertambahnya waktu, dikarenakan konsentrasi A
akan terus bereaksi dengan B menjadi C.

Gambar 15.Grafik Hubungan antara Konsentrasi Zat B di dalam Tangki terhadap


Waktu

Berdasarkan gambar 15 diatas, pada keadaan awal (t=0), konsentrasi zat B (Cb0)
adalah 100 kmol/m^3, namun seiiring berjalan waktu, konsentrasi zat B semakin
berkurang karena bereaksi menjadi C, kemudian mengalami kondisi yang sedikit naik
lalu relative turun.

Pada saat t = 100, konsentrasi B (Cb) sekitar 16,89 kmol/m^3 lalu terjadi
kenaikan flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan turunnya
konsentrasi B di dalam reaktor, setelah itu konsentrasi B akan naik hal ini dikarenakan
flowrate B bertambah karena flowrate B merupakan manipulated variabel, untuk
menyesuaikan dengan konsentrasi C keluarnya.

Pada saat t = 200, konsentrasi A (Cb) sekitar 18,4 kmol/m^3 lalu terjadi kenaikan
flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan turunnya konsentrasi b
di dalam reaktor, setelah itu konsentrasi B akan naik hal ini dikarenakan flowrate B
bertambah karena flowrate B merupakan manipulated variabel, untuk menyesuaikan
dengan konsentrasi C keluarnya. Pada saat akhir, t= 400 sekon didapatkan nilai
konsentrasi B sebesar 19,6 kmol/m^3. Konsentrasi B merupakan manipulated variabel
sehingga nilainya harus sesuai agar konsentrasi C yang keluar dapat terkontrol.

Gambar 16. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Zat C di dalam RATB terhadap
Waktu

Berdasarkan gambar 16 diatas, pada keadaan awal (t=0), konsentrasi zat C (Cc0)
adalah 0 kmol/m^3, lalu konsentrasi zat C akan naik drastis hingga mencapai 49,15
kmol/m^3, karena pengendalian dari controller maka konsentrasi C akan turun dan
konstan di konsentrasi 40 kmol/m^3.

Pada saat t = 100, konsentrasi C (Cc) masih konstan di 40 kmol/m^3 lalu terjadi
kenaikan flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan naiknya
konsentrasi C menjadi 40,62 kmol/m^3, setelah itu konsentrasi C akan turun dan
konstan di konsentrasi 40 kmol/m^3.

Pada saat t = 200, konsentrasi C (Cc) masih konstan di 40 kmol/m^3 lalu terjadi
kenaikan flowrate A input yang masuk ke RATB sehingga menyebabkan naiknya
konsentrasi C menjadi 43,05 kmol/m^3, setelah itu konsentrasi C akan turun dan
konstan di konsentrasi 40 kmol/m^3.
Kasus C

Gambar 17.Grafik Hubungan antara Ketinggian Cairan di dalam RATB terhadap


Waktu

Gambar 18.Grafik Hubungan antara Suhu Cairan di dalam RATB terhadap


Waktu
Gambar 19.Grafik Hubungan antara Konsentrasi Zat A di dalam RATB
terhadap Waktu

Gambar 20.Grafik Hubungan antara Konsentrasi Zat B di dalam RATB


terhadap Waktu
Gambar 21.Grafik Hubungan antara Suhu Fluida Pendingin terhadap Waktu

Apabila dibuat titik yang ditinjau hanya 3 titik maka didapatkan hasil dari
variabel-variabel pada detik ke 0, 100, dan 200. Berikut merupakan hasilnya yang Z
merupakan variabel dari h, T, Ca, Cb, Tc:

Pada saat t=0 hingga saat t =100 sekon, maka flowrate A masuk ke RATB adalah
0,04 m3/s. Pada saat t = 100 sekon hingga t=200 sekon, maka flowrate A masuk ke
RATB adalah turun menjadi 0,02 m3/s.

Ketinggian awal 0 m, dengan flowrate 0,04 m3/s maka tinggi akan naik seiring
waktu, dan pada saat t = 100 sekon didapatkan ketinggian 18,3634 m. Pada saat
flowrate A turun maka ketinggian dalam tangki juga menurun dimana saat t = 200
sekon didapatkan ketinggian 5,4193 m. Dengan ini dapat disimpulkan ketinggian
tangki berbanding lurus dengan flowrate A.
Suhu awal 30oC, dengan flowrate 0,04 m3/s maka suhu RATB akan naik seiring
waktu, suhu (T) merupakan hal yang di control (control variable) sehingga
selanjutnya T konstan dijaga tetap sebesar 40 oC.
Konsentrasi A awal sebesal 100 kmol/m^3, dengan flowrate 0,04 m3/s maka Ca
akan turun dikarenakan dia bereaksi menjadi produk B, pada saat t = 100 sekon
didapatkan Ca sebesar 14,1289 kmol/m^3, saat terjadi penurunan flowrate A
maka terjadi penurunan Ca, tetapi setelah itu Ca naik konstan sebesar 19,62
kmol/m^3.
Konsentrasi B awal sebesar 20 kmol/m^3, dengan flowrate 0,04 m3/s maka Cb
akan naik dikarenakan reaktan A nya bertambah, pada saat t = 100 sekon
didapatkan Cb sebesar 171,74 kmol/m^3, saat terjadi penurunan flowrate A maka
terjadi kenaikan Cb, tetapi setelah itu Ca turun dan konstan sebesar 160,75
kmol/m^3.
Temperatur pendingin awal sebesar 30oC, dengan flowrate 0,04 m3/s maka Tc
akan naik dikarenakan Fpendingin bertambah agar T dalam RATB tidak offside.
Saat t=100 sekon dia akan turun drastic lalu konstan. Hal ini dikarenakan
Flowrate A yang berkurang membuat suhu dalam menara turun sehingga
temperature pendingin juga turun.

V. Kesimpulan
1. Sistem kontrol close loop adalah suatu sistem pengontrolan dimana besaran
masukan (input) dari sistem memberikan efek terhadap besaran keluaran (output)
dari sistem. Dengan kata lain, keluaran dari sistem mempunyai pengaruh terhadap
aksi kontrol. Saat terjadi gangguan, akan ada pengaturan untuk menyelesaikan
gangguan dengan cara mengontrol controlled variable melalui manipulated
variable.
2. Dari kasus A ini dapat disimpulkan bahwa perubahan dari flowrate cairan yang
masuk ke dalam water heater akan memberikan pengaruh pada kestabilan sistem,
baik itu ketinggian cairan maupun suhu cairan. Pengendalian suhu cairan
sebaiknya menggunakan sistem pengendali Proporsional Integral (PI), sementara
ketinggian cairan dikendalikan dengan sistem pengendali Proporsional Integral
Derivatif (PID).
3. Kasus B
Jenis sistem pengendalian yang sesuai untuk kasus ini adalah sistem pengendali
Proporsional (P).
4. Kasus C
Jenis sistem pengendalian yang sesuai untuk kasus ini adalah sistem pengendali
Proporsional Integral Derivatives (PID).
5. Hasil simulink dengan hasil grafik di matlab memiliki sedikit perbedaan dimana
pada titik awal (IC) pada simulink selalu berada pada titik 0, karena pengaturan
awal dari program simulink itu sendiri (default).
6. Matlab berisi main program serta persamaan-persamaan yang digunakan untuk
mengetahui hasil grafik suatu keadaan, setelah itu simulink dapat
menyederhanakan fungsi matlab, sehingga pembaca lebih mengerti dengan
pembacaan menggunakan simulink.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Fogler, H.S., 2006, Elements of Chemical Reaction Engineering, 4th ed., Pearson
Education, Inc., Massachusetts.
http://edhokmigas.blogspot.co.id/2014/12/proses-perpindahan-panas.html,diakses
pada 11 Mei 2017 pukul 11.21 WIB
VII. Lampiran

Kasus A
Penurunan Rumus
Script Matlab
%Main Program Minggu 2 Kasus A Close Loop
clc;
clearall;

%Data
Dt = 1; %diameter tangki, m
At = 3.14/4*(Dt)^2; %luas penampang tangki, m^2
Tref = 30+273; %suhu referensi, Kelvin
alfa = 0.5; %alfa
UAmaks = 2000; %J/Kelvin
cp = 4.2; %kapasitas panas air, J/(kg Celcius)
rho = 1000; %densitas air, kg/m^3

%Variable closeloop
Tset=303; %Tset=suhu keluar reaktor yang diinginkan, Kelvin
bias=0.1; %bias= nilai P saat tidak ada error (nilai UA pada kondisi
awal)
K1=1000000; %K1=nilainya bebas
K2=100000; %K2=nilainya bebas

%Kondisi Awal (IC)


F0 = 0.1; %flowrate sebelum ada gangguan, m^3/s
h0 = F0/alfa; %ketinggian cairan awal, m
T0 = 30+273; %suhu fluida masuk, Kelvin
error0=0;

%Saat terjadi Gangguan Suhu


Data(:,1)=0:1:300;
Data(1:300,2)= 30+273;
Data(1:100,2)= 30+273;
Data(101:301,2)= 40+273;
%Data(225:250,2)=25+273;
%Saat terjadi gangguan Flowrate yang masuk Reaktor
Data(1:300,3)=0.1;
Data(1:100,3)=F0;
Data(101:301,3)=0.5;
%Data(225:250,3)=0.2;

%Kondisi Awal
tspan=linspace(0,300,300);
IC=[h0 T0 error0];
[t Z] =
ode15s(@minggu2KasusAcloseloop,tspan,IC,[],At,alfa,Data,rho,cp,Tref,UA
maks,Tset,bias,K1,K2);

figure(1)
plot(t,Z(:,1))
title('Hubungan Ketinggian Cairan dalam Reaktor terhadap Waktu')
ylabel('Ketinggian Cairan (h),meter')
xlabel('waktu (t),sekon')
figure(2)
plot(t,Z(:,2))
title('Hubungan Suhu dalam Reaktor terhadap Waktu')
ylabel('Suhu dalam Reaktor (T),Kelvin')
xlabel('waktu (t),sekon')

function dZdt =
minggu2KasusAcloseloop(t,Z,At,alfa,Data,rho,cp,Tref,UAmaks,Tset,bias,K
1,K2)
Fin=interp1(Data(:,1),Data(:,3),t);
Ts = interp1(Data(:,1),Data(:,2),t);
h=Z(1);
T=Z(2);
errint=Z(3);
V=At*h;
Fout=alfa.*h;
error=T-Tset;
P=bias+(K1.*error)+(K2.*errint);
UA=P*UAmaks;
derrintdt=(P-bias-K2*errint)./K1;
dhdt= (Fin-alfa.*h)./At;
dTdt = (rho.*Fin.*cp.*Tref-Fout.*rho.*cp.*T+UA.*(Ts-T))./rho./V./cp-
T./h.*dhdt;
dZdt=[dhdt;dTdt;derrintdt];
end

%Kasus untuk Simulink:


Fss = 0.1; %keluar pada ss dianggap hampir 0
Cv = 0.5; %kalor jenis pada saat volum tetap
hss = Fss/Cv;
Tssteady = 313; %Kelvin
Tsteady = 303;
%Tsteady =(rho*Fss*cp*T0-UAmaks*Tssteady)/(rho*Fss*cp-UAmaks)
A1 = rho*cp*T0
A2 = Tssteady-Tsteady
A3 = UAmaks
A4 = rho*cp*At*Tsteady
A5 = rho*alfa*cp*Tsteady
B1 = rho*cp*At*hss
B2 = rho*alfa*cp*hss+Uamaks
Penyelesaian dengan program SIMULINK di Matlab

Kasus B
Penyelesaiaan :

%Main Program Kasus B Minggu 2 Close Loop

clc;

clearall;

%Data

Dt=0.25; %satuan=m %Dt=Diameter tangki RATB

dp=0.05; %satuan=m %dp=Diameter pipa keluaran dari RATB

At=3.14/4*Dt^2; %satuan=m^2 %At=luas penampang tangki RATB

ap=3.14/4*dp^2; %satuan=m^2 %ap=luas penampang pipa keluaran


tangki RATB

g=10; %satuan=m/s^2 %g=percepatan gravitasi bumi

k=0.05; %satuan=1/s %k=konstanta kecepatan reaksi

Fbinmaks=0.008; %satuan=m^3/s ;Fbin=flowrate reaktan B masuk ke


RATB, nilainya dijaga tetap

%Variable closeloop
Ccoutset=40; %Coutset=Konsentrasi keluar RATB yang diinginkan,
kmol/m^3

bias=0.8; %bias= nilai P saat tidak ada error, nilai Fbin pada
kondisi awal

K1=2; %K1=nilainya bebas

K2=0.1; %K2=nilainya bebas

%Flow Rate Reaktan Masuk RATB Berubah-ubah

DataFv(:,1)=0:1:400; %t

DataFv(1:100,2)=0.01; %Fain satuan=m^3/s

DataFv(101:200,2)=0.02; %Fain satuan=m^3/s

DataFv(201:400,2)=0.08; %Fain satuan=m^3/s

%DataFv(1:100,2)=0.01; %Fain satuan=m^3/s

%DataFv(101:200,2)=0.02; %Fain satuan=m^3/s

%DataFv(201:400,2)=0.008; %Fain satuan=m^3/s

%Kondisi Awal (IC)

h0=4; %satuan=m ;h0=Ketinggian reaktan A awal di dalam RATB

Ca0=100; %satuan=kmol/m^3 ;Ca0=Konsentrasi Reaktan A pada


keadaan awal

Cb0=100; %satuan=kmol/m^3 ;Cb0=Konsentrasi Reaktan B pada


keadaan awal

Cc0=0; %satuan=kmol/m^3 ;Cc0=Konsentrasi Hasil C pada keadaan


awal

%penyelesaian dengan ode15s

tspan=linspace(0,400,400);

IC=[h0 Ca0 Cb0 Cc0 0]; %IC=[h0 Ca0 Cb0 Cc0 error]

[t
Z]=ode15s(@KasusBMinggu2closeloop,tspan,IC,[],Ccoutset,bias,K1,K
2,At,ap,g,k,Ca0,Cb0,DataFv,Fbinmaks)
figure(1)

%subplot(3,1,1)

plot(t,Z(:,1))

ylabel('h,meter')

xlabel('t,sekon')

figure (2)

%subplot(3,1,2)

plot(t,Z(:,2))

ylabel('Ca,kmol/m^3')

xlabel('t,sekon')

figure (3)

%subplot(3,1,3)

plot(t,Z(:,3))

ylabel('Cb,kmol/m^3')

xlabel('t,sekon')

figure (4)

%subplot(3,1,4)

plot(t,Z(:,4))

ylabel('Cc,kmol/m^3')

xlabel('t,sekon')

function
dZdt=KasusBMinggu2closeloop(t,Z,Ccoutset,bias,K1,K2,At,ap,g,k,Ca
0,Cb0,DataFv,Fbinmaks)

Fain=interp1(DataFv(:,1),DataFv(:,2),t);

h=Z(1);
Ca=Z(2);

Cb=Z(3);

Cc=Z(4);

errint=Z(5);

error=Cc-Ccoutset;

P=bias+(K1.*error)+(K2.*errint);

Fbin=P*Fbinmaks;

Fout=ap*sqrt(2*g*h);

V=At*h;

derrintdt=(P-bias-K2*errint)./K1;

dhdt=((Fain)+(Fbin)-(Fout))/(At);

dCadt=(Ca0*Fain-Ca*Fout-k*Ca*Cb*V-At*Ca*dhdt)/(At*h);

dCbdt=(Cb0*Fbin-Cb*Fout-k*Ca*Cb*V-At*Cb*dhdt)/(At*h);

dCcdt=(-Cc*Fout+k*Ca*Cb*V-At*Cc*dhdt)/(At*h);

dZdt=[dhdt;dCadt;dCbdt;dCcdt;derrintdt];

end

Kasus C

%Main Program Minggu 2 Kasus C Close Loop

%diasumsikan bahwa reaktornya bersifat nonisotermal dan


nonadiabatis

clc;

clearall;

%data:

k0=8; %satuan = 1/s

E=9000; %satuan = J/mol


R=8.314; %satuan = J/(mol K)

dHr=-30000; %satuan = kJ/kmol

Cp=4.2; %satuan = kJ/(kg oC); (diasumsikan nilai Cp ini


berlaku untuk semua zat yang terlibat)

Cpcool=4.2; %satuan = J/(kg oC); Cpcool = Cp air


pendingin,

H=1; %satuan = m

rho=1000; %satuan = kg/m^3

Tref=0; %satuan = oC

g=10; %satuan=m/s^2

Dt=0.25; %satuan = m; Dt = diameter reaktor

dp=0.05; %satuan = m, dp = diameter pipa pengeluaran

Djaket=0.4; %satuan = m; Djaket = diameter luar jaket

Tf=30; % satuan = oC

Fcoolmax=1; %satuan = m^3/s

%Kondisi Awal (IC)

h0=1e-5; %m

Ca0=100; %satuan = kmol/m^3

Cb0=20; %satuan = kmol/m^3

T0=30; %C

Tc0=30; %suhu fluida pendingin masuk

error0=0; %error0=error pada kondisi awal (tanpa gangguan)

%Data closeloop

Tset=40; %Tset=suhu keluar yang diinginkan, derajat


celcius

bias=0.2; %bias= nilai P saat tidak ada error, nilai UA


pada kondisi awal
K1=1000; %K1=nilainya bebas

K2=2000; %K2=nilainya bebas

%Flow Rate Reaktan Masuk RATB Berubah-ubah

DataFv(:,1)=0:1:200; %waktu, satuan=s

DataFv(1:100,2)=0.04; %Fin, satuan=m^3/s

DataFv(101:200,2)=0.02; %Fin, satuan= m^3/s

%Fluida Pendingin

Fcin=0.005; %m^3/s

Fcout=Fcin; %m^3/s

%Penyelesaian dengan ode15s

tspan=linspace(0,200,200);

IC=[h0 T0 Ca0 Cb0 Tc0 0]; %[h0 T0 Ca0 Cb0 Tc0 error0]
kondisi steady state

[t
Z]=ode15s(@ode20,tspan,IC,[],R,E,H,Cpcool,k0,dHr,Djaket,Tc
0,Ca0,dp,g,Dt,rho,Cp,Tf,Tref,DataFv,Tset,K1,K2,bias,Fcoolm
ax);

figure(1)

%subplot(4,1,1)

plot(t,Z(:,1))

ylabel('h,meter')

xlabel('t,sekon')

figure(2)
%subplot(4,1,2)

plot(t,Z(:,2))

ylabel('T,C')

xlabel('t,sekon')

figure(3)

%subplot(4,1,3)

plot(t,Z(:,3))

ylabel('Ca,kmol/m^3')

xlabel('t,sekon')

figure(4)

%subplot(4,1,3)

plot(t,Z(:,4))

ylabel('Cb,kmol/m^3')

xlabel('t,sekon')

figure(5)

%subplot(4,1,4)

plot(t,Z(:,5))

ylabel('Tc, C')

xlabel('t,sekon')

function
dZdt=ode20(t,Z,R,E,H,Cpcool,k0,dHr,Djaket,Tc0,Ca0,dp,g,Dt,
rho,Cp,Tf,Tref,DataFv,Tset,K1,K2,bias,Fcoolmax)

Fin=interp1(DataFv(:,1),DataFv(:,2),t);

h=Z(1);
T=Z(2);

Ca=Z(3);

Cb=Z(4);

Tc=Z(5);

errint=Z(6);

ap=3.14/4*dp^2;

At=3.14/4*Dt^2;

error=T-Tset;

P=bias+(K1.*error)+(K2.*errint);

Fcool=Fcoolmax*P;

%Nilai UA merupakan fungsi dari flowrate pendingin

a=500;

b=2;

UA=a*(Fcool^b);

k=k0*exp(-E/R/(T+273));

Vjaket=3.14/4*((Djaket^2)-(Dt^2))*H; %satuan=m^3; Vjaket


merupakan volume cairan pendingin

Fout=ap*sqrt(2*g*h);

derrintdt=(P-bias-K2*errint)./K1;

dhdt=(Fin-Fout)/At;

dCadt=(Fin*Ca0-Fout*Ca-k*Ca*At*h-At*Ca*dhdt)/(At*h);

dCbdt=(-Fout*Cb+2*k*Ca*At*h-At*Cb*dhdt)/(At*h);

dTdt= (Fin*rho*Cp*(Tf-Tref)-UA*(T-Tc)-Fout*rho*Cp*(T-
Tref)-k*Ca*At*h*dHr-At*rho*Cp*dhdt*T)/(At*rho*Cp*h);
dTcdt=(Fcool*rho*Cpcool*(Tc0-Tref)-Fcool*Cpcool*rho*(Tc-
Tref)+UA*(T-Tc))/(Vjaket*rho*Cpcool);

dZdt=[dhdt;dTdt;dCadt;dCbdt;dTcdt;derrintdt];

end

Anda mungkin juga menyukai