Anda di halaman 1dari 152

Sanksi

pelanggaran Pasal 71:


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar-kan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Bambang Susilo; Bambang Dwi Argo 2010
Termodinamika
1 . Pertanian 2. Teknologi 3. Fisika


TERMODINAMIKA
Penulis:
Ir. Bambang Susilo, M.Sc.agr
Dr. Ir. Bambang Dwi Argo, DEA
Koreksi Bahasa: Muh. Dahlan
Penyunting/Editor: Saiful Iqbal
Tata Letak & Desain Cover: eReSJe Studio
Penyelaras Akhir: Tim UB Press

Penerbit:
UB Press

Kantor Pusat Universitas Brawijaya lantai 3
Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia
Telp. +62341-551611 -Pswt 374,
fax 565420
e-mail: ubpress@gmail.com
http://www.ubpress.brawijaya.ac.id
Cetakan I, Februari 2010
xiv + 295; 23 x 16 cm
ISBN elektronik: 978-979-8074-14-1

PRAKATA
Buku Ajar Termodinamika ini disusun untuk membantu mahasiswa mempelajari ilmu termodinamika.
Buku ini akan diedarkan nasional, untuk memudahkan mahasiswa menganalisis dan menyelesaikan
berbagai masalah yang berkaitan dengan bidang keteknikan pertanian, khususnya sebagai dasar aplikasi
keteknikan pertanian seperti pengeringan, pendinginan, motor bakar, dan satuan operasi lain dalam
teknologi pengolahan hasil pertanian. Sebelum mengikuti kuliah termodinamika, mahasiswa disarankan
sudah mengikuti dan lulus mata kuliah Fisika Dasar dan Statika Dinamika. Kuliah dasar tersebut sangat
membantu dan mempermudah dalam memahami dan menganalisis permasalahan pada mata kuliah
termodinamika.
Sistematika buku kuliah ini diawali Bab I dan diakhiri dengan Bab VIII. Bab I membahas konsep
umum termodinamika. Bab ini menerangkan cakupan ilmu termodinamika, keseimbangan energi, besaran
dan satuan termodinamika serta beberapa contoh aplikasi analisis energi. Bab II membahas konsep dasar
Hukum Termodinamika I yang diturunkan dari hukum kekekalan energi. Pada bab ini dibicarakan lebih
jauh tentang aplikasi hukum ke I sebagai metode analisis energi pada fluida tanpa aliran maupun dengan
aliran. Bab III menerangkan pokok bahasan fluida kerja. Dalam bab ini diterangkan perubahan fase padat,
cair hingga gas yang berakibat pada perubahan sifat termodinamika lain seperti entalpi, energi dalam,
volume spesifik, dan entropi. Di samping fluida nyata dibahas pula persamaan gas ideal untuk pendekatan
teoretis tak reversibel untuk analisis gas pada kondisi superpanas yang tinggi.
Bab IV membahas proses-proses reversibel dan proses tak reversibel. Proses reversibel isovolumik,
isobarik, isotermal, adiabatik, dan politropik sebagai kesatuan proses pada gas nyata maupun gas ideal
diterangkan dalam bab ini. Penguasaan bab ini akan mempermudah mahasiswa dalam pengenalan bab
selanjutnya. Di samping proses reversibel yang merupakan konsep ideal dalam suatu proses, dalam bab
ini juga dibahas proses yang nyata terjadi di alam tanpa idealisasi, yaitu proses-proses yang berlangsung
tak reversibel.
Hukum termodinamika ke II di bahas pada Bab V. Dalam bab ini ditunjukkan bahwa Hukum I
termodinamika tidak peka akan arah proses, sedangkan Hukum Termodinamika ke II peka akan arah
proses. Hukum I tidak bisa menganalisis apakah suatu proses bisa berlangsung atau tidak. Pengenalan
besaran entropi pada Bab ini sebagai konsekuensi Hukum ke II mengantar mahasiswa untuk menganalisis
kemungkinan berlangsungnya proses berdasarkan perubahan entropi sistem.
Bab selanjutnya, yaitu Bab VI sampai Bab VIII merupakan aplikasi dari semua bab yang dibahas
sebelumnya. Bab VI berbicara tentang siklus-siklus dasar pada mesin kalor mulai dari siklus tekanan
konstan, siklus Carnot, siklus Stirling dan Ericson, siklus Otto, dan siklus Diesel. Pada pokok bahasan ini
diperkenalkan cara memprediksi efisiensi maksimum siklus dasar mesin kalor.
Bab VII membahas konsep Termodinamika Campuran
Tak Bereaksi. Dalam bab ini dibahas sifat-sifat termodinamika campuran meliputi energi dalam,
entalpi, entropi, tekanan parsial, tekanan total, dan suhu campuran. Hukum Gibbs-Dalton sebagai dasar
teori termodinamika campuran dibahas pada awal Bab VII. Perbedaan antara analisis volumetrik dan
analisis gravimetrik juga dibahas dalam bab ini. Penguasaan materi Bab VII akan membantu mahasiswa
dalam aplikasi teknologi penyimpanan produk pertanian, khususnya teknologi penyimpanan dengan
atmosfer terkendali.
Khusus untuk campuran udara dengan uap air dibahas tersendiri pada Bab VIII. Pokok bahasan ini
telah dibahas sedikit pada Bab VII, akan tetapi karena penerapannya dalam bidang keteknikan pertanian
sangat luas maka dibahas khusus dalam Bab VIII. Campuran antara udara dan uap air disebut sebagai
campuran Psikrometri. Pengetahuan yang mendalam tentang bab ini akan menolong mahasiswa untuk
menganalisis dengan baik masalahmasalah keteknikan yang berhubungan dengan desain menara pendingin
(cooling tower), pengkondisi udara (air conditioning), dan keteknikan lain yang berhubungan dengan
rekayasa udara di dalam ruangan.
Dengan selesainya diktat kuliah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas dukungan dana sehingga
buku ajar ini bisa diselesaikan. Kepada seluruh staf pengajar dan di lingkungan Jurusan Teknik pertanian
atas segala kritik dan sarannya penulis sampaikan penghargaan yang tidak terhingga. Kepada Retno
Damayanti, STp dan Rini Yulianingsih, STp, MT atas jerih payah pengumpulan kembali naskah yang
berserakan, editing serta pengetikan ulang serta segala kesabarannya kami mengucapkan banyak terima
kasih sekaligus penghargaan yang tidak terhingga. Kepada istri tercinta Heryuntari dan anak anak saya
Hanif, Sadya dan Akhsan atas segala pengertian, kesabaran dan keikhlasannya untuk tidak diperhatikan
selama penyelesaian buku ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kelebihan pada semuanya.
Akhir kata penulis mengucapkan Masya Allahu La quwatta ila billah, Allah mengizinkan, tidak ada
kekuatan kecuali dengan izin-Nya. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya.
Malang, Januari 2010
Bambang Susilo
Bambang Dwi Argo

BAB I PENGERTIAN DASAR
Semua benda hidup bergantung pada energi untuk kelangsungan hidupnya, dan peradaban modern
dapat terus menerus berkembang dengan pesat hanya jika ada sumber energi yang dapat dikembangkan
untuk memenuhi keperluan hidupnya. Energi ada dalam banyak bentuk, mulai dari energi yang tersimpan di
dalam atom sampai kuat panas radiasi yang dipancarkan oleh matahari. Sumber-sumber energi yang
bermanfaat sifatnya terbatas, misalnya energi kimia yang ada dalam minyak dan energi potensial dari
masa air dalam jumlah besar yang diuapkan oleh matahari. Banyak sumber energi yang diketahui, namun
mungkin juga tidak diketahui. Bila ada suatu sumber energi, maka pertama yang harus dilakukan adalah
mengubah energi tersebut menjadi suatu bentuk energi yang berguna untuk kebutuhan manusia. Misalnya,
energi potensial dari massa air yang besar yang akan diubah menjadi energi listrik adalah dengan
menggunakan turbin air yang dipasang pada saluran air antara sumber air (gunung) dan pembuangan akhir
(laut). Energi pembakaran batu bara digunakan untuk menghasilkan uap dan dengan menggunakan turbin
uap akan dapat membangkitkan listrik. Energi pembakaran dari bahan bakar bensin digunakan untuk
memanaskan udara, kemudian udara tersebut mengembang dan mendorong piston di dalam suatu mesin
pembakaran dalam internal untuk menghasilkan kerja mekanik. Atom uranium ditembak dan melebur
sehingga energi nuklir dihasilkan dan dimanfaatkan sebagai kalor untuk menghasilkan uap. Uap tersebut
pada akhirnya digunakan untuk membangkitkan listrik pada mesin uap. Mesin-mesin yang digunakan untuk
mengubah energi telah dikembangkan pada 2 abad terakhir, umumnya dilakukan dengan praktik, tetapi
kadangkadang dilakukan dengan analisis teori dan penelitian.
Termodinamika terapan adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan kalor (heat), kerja (work),
dan sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu sistem. Termodinamika terapan diperlukan untuk menganalisis dan
mengubah energi panas dari sumber yang bermanfaat, seperti bahan bakar minyak atau nuklir menjadi
kerja mekanik.
Mesin kalor (Heat Engine) adalah nama yang diberikan kepada suatu sistem yang bekerja dalam
suatu siklus untuk menghasilkan kerja (work) dari suatu patokan (suplai) energi kalor yang diberikan.
Hipotesis hukum termodinamika awalnya didasarkan pada pengamatan kejadian di dunia, tempat kita
tinggal. Dari hukum termodinamika telah diamati bahwa kalor dan kerja adalah dua bentuk yang erat
hubungannya dan akan menggambarkan keberadaan energi. Hubungan ini adalah dasar dari Hukum
Pertama Termodinamika I. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kalor tidak pernah mengalir dari suatu
benda pada suhu yang rendah ke suatu benda yang mempunyai suhu yang lebih tinggi. Pengamatan ini
adalah dasar dari Hukum Termodinamika II, yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa mesin kalor
tidak dapat mengubah semua kalor yang masuk menjadi kerja mekanik, tetapi harus selalu ada kalor yang
dibuang pada bentuk suhu yang lebih rendah daripada suhu pemasukan. Gagasan ini akan dibahas dan
dikembangkan pada Bab II, tetapi pertama-tama beberapa definisi dasar harus dibuat.
1.1 Kalor, Kerja, dan Sistem
Untuk pembahasan termodinamika terapan secara luas dan tepat, perlu terlebih dulu ditentukan
konsep-konsep pengertian yang akan digunakan.
Kalor (Heat) : adalah suatu bentuk energi yang dipindahkan dari suatu benda ke benda lain yang
memiliki suhu lebih rendah, sesuai dengan perbedaan suhu di antara 2 benda tersebut.
Sebagai contoh, bila suatu benda A pada suatu suhu tertentu, misalnya 20C, disinggungkan dengan
benda lain B pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 21C, maka akan ada perpindahan kalor dari B ke A
sampai suhu pada benda A dan B sama (Gambar 1.1). Bila suhu A sama dengan suhu B, tidak ada
perpindahan panas yang berlangsung di antara kedua benda tersebut, dan mereka dikatakan dalam keadaan
keseimbangan panas. Panas muncul hanya selama proses dan karena itu panas adalah energi yang
dialihkan. Selama energi panas mengalir dari B ke A, maka ada pengurangan energi dalam yang dimiliki
oleh benda B dan meningkatnya energi dalam yang dipunyai benda A. Energi dalam yang dimiliki oleh
suatu benda, paling sedikit merupakan fungsi dari suhu, seharusnya tidak dirancukan dengan kalor (heat).
Kalor (heat) tidak pernah dapat diisikan ke dalam suatu benda atau dimiliki oleh suatu benda.

Gambar 1.1. Dua benda A dan B yang digabung menjadi satu.

Gambar 1.2. Sistem dan Batas Sistem


Sistem : Suatu sistem didefinisikan sebagai suatu kumpulan benda dalam batas-batas yang telah
ditentukan dan dapat diidentifikasi (Gambar 1.2). Batas-batas sistem bisa tetap atau berubah bergantung
pada definisi sistem yang ditetapkan. Sebagai contoh fluida dalam suatu silinder pada mesin yang sifatnya
bolakbalik: mesin torak (reciprocating) selama langkah tidak statik akan ditetapkan sebagai suatu sistem
yang mempunyai batas, yakni dinding silinder dan kepala piston. Selama piston bergerak, batasbatasnya
akan bergerak juga (Gambar 1.3). Sistem tipe ini dikenal sebagai jenis sistem tertutup.

Gambar 1.3. Sistem tertutup

Gambar 1.4. Sistem terbuka.


Suatu sistem terbuka adalah suatu sistem dengan perpindahan masa yang melintasi batas. Untuk
sementara, fluida dalam suatu turbin pada beberapa kasus akan didefinisikan sebagai suatu sistem yang
terbuka yang mempunyai batas yang ditunjukkan pada Gambar 1.4. Pada bagian ini hanya sistem tertutup
yang akan dibicarakan; sistem yang terbuka akan dibicarakan pada Bagian 2.3.
Tekanan : Tekanan dari suatu sistem adalah gaya yang dihasilkan oleh sistem tersebut pada satuan
luas dari batas-batasnya. Contoh ; satuan-satuan tekanan adalah N/m2 atau bar; dan simbol yang digunakan
adalah p. Alat ukur (gauge) untuk mengukur tekanan (seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5.a dan b),
mencatat atau mengukur tekanan di atas 1 atmosfer. Alat ini dikenal sebagai alat ukur tekanan (catatan :
tekanan mutlak adalah tekanan yang terekam pada alat ditambah dengan tekanan atmosfer).
Alat ukur yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5b dikenal dengan Bourdon gauge. Tekanan mutlak
dari suatu sistem tabung tertutup yang dapat berubah, menekan tabung keluar melawan tekanan atmosfer.
Perpindahan tabung dicatat dengan titik pada skala melingkar yang dapat dikalibrasi secara langsung
dalam satuan bar. Bila tekanan suatu sistem di bawah atmosfer, tekanan dikenal sebagai tekanan vakum
(Gambar 1.5c).
Bila salah satu sisi tabung U dikeluarkan secara sempurna dan kemudian ditutup, maka alat ukur
tekanan akan berfungsi sebagai barometer dan tekanan atmosfer dapat diukur (Gambar 1.5d)

Alat ukur yang ditunjukkan dalam Gambar 1.5a dan 1.5c mengukur tekanan (dalam satuan mm) dari
fluida yang diketahui bobot spesifiknya, dan dikenal dengan manometer.
Sebagai contoh, bila air adalah fluidanya, maka 1 mm air = 1/103 x 9806.5 N/m2 = 9.81 N/m2
dengan berat 1 m3 air adalah 9810 N
Air raksa atau merkuri paling sering digunakan dalam alat ukur tekanan. Dengan mengambil bobot
spesifik air raksa sama dengan 13.6, maka
1 mm air raksa = 1/103 x 13.6 9810 N/m2 = 133.4 N/m2
Volume spesifik adalah volume yang ditempati oleh satu satuan masa dari sistem. Simbol yang
digunakan adalah dan satuannya sebagai contoh adalah m3/kg. Simbol V akan digunakan untuk volume.
(catatan : volume spesifik berbanding terbalik dengan densitas).
Kerja (work) didefinisikan sebagai hasil perkalian dari suatu gaya dan perpindahan jarak yang
searah dengan gaya tersebut. Bila batas dari suatu sistem tertutup bergerak searah dengan gaya yang
bekerja pada batas tersebut, maka sistem bekerja pada sekelilingnya. Bila batas tersebut digerakkan ke
dalam, maka kerja diberikan dari sekeliling ke sistem tersebut. Sebagai contoh satuan kerja adalah N.m.
Jika kerja dikenakan pada satu satuan masa fluida, maka kerja yang dilakukan per kg fluida mempunyai
satuan N.m/kg.
Kerja dikenal sebagai energidalam proses peralihan. Kerja tidak pernah diisikan dalam benda atau
dimiliki oleh benda.
Kalor dan kerja keduanya merupakan energi transisi dan tidak harus dirancukan dengan energi dalam
yang dimiliki oleh suatu sistem. Sebagai contoh, bila suatu gas diisikan dalam suatu silinder yang
diisolasi dengan baik (Gambar 1.6a) dan ditekan dengan menggerakkan piston ke kiri, tekanan dan suhu
gas yang diamati meningkat, dan akibatnya energi dalam dari gas tersebut meningkat. Berhubung silinder
tersebut diisolasi dengan sempurna, maka tidak ada kalor yang dapat mengalir ke dalam atau keluar dari
gas tersebut. Kenaikan energi dalam gas tersebut karena disebabkan oleh kerja yang dilakukan oleh piston
terhadap gas tersebut.

Gambar 6. Kenaikan energi dalam meningkatkan suhu pada sistem akibat masukan energi dari kerja dan
kalor
Suatu contoh lain, suatu gas diisikan dalam suatu wadah yang kokoh dan dipanaskan (Gambar 1.6b).
Berhubung batasbatas pada sistem dijaga dengan tetap, maka tidak ada kerja yang dilakukan pada atau
oleh sistem. Tekanan dan suhu gas yang diamati meningkat sehingga energi dalam dari gas tersebut naik.
Kenaikan energi dalam disebabkan oleh kalor yang ditambahkan pada sistem.
Pada contoh Gambar 1.6a, kerja yang dilakukan pada sistem adalah energi yang muncul hanya selama
proses kompresi terjadi. Ada energi dalam awal dan akhir dari sistem, tetapi kerja yang dilakukan muncul
hanya dalam transisi dari kondisi awal dan akhir. Sama dalam contoh pada Gambar 1.6b, kalor yang
diberikan muncul hanya dalam transisi dari suatu keadaan gas ke keadaan yang lain.

Gambar 1.7. Kerja meningkatkan energi dalam sistem


Cara lain yang memindahkan kerja dipindahkan ke suatu sistem diilustrasikan pada Gambar 1.7.
Roda pedal memberikan suatu perubahan momentum kepada fluida dan masukan kerja diperlukan untuk
memutar as. Energi kinetik yang diterima oleh fluida diteruskan dalam bentuk gesekan di dalam fluida dan
gesekan antara fluida dan wadah. Bila wadah diisolasi dengan sempurna, semua kerja yang masuk
berfungsi menaikkan energi dalam fluida tersebut.

1.2 Sistem satuan


Satuan Internasional (SI) akan digunakan pada seluruh isi buku ini. Sistem telah diadopsi oleh
konferensi umum mengenai bobot dan pengukuran pada tahun 1960 dan kemudian didukung oleh
Organisasi Internasional untuk Standardisasi. Di dalam sistem yang benar, besaran satuan yang diturunkan
dibentuk oleh perkalian atau hasil bagi dari besaran-besaran satuan yang lain. Dalam sistem SI 6 besaran
fisik ditandai secara sembarang oleh nilai satuan dan karena itu semua besaran fisik yang lain diturunkan
dari sini. Enam besaran yang dipilih dan satuan-satuannya adalah sebagai berikut.
Panjang (meter, m), masa (kilogram, kg), waktu (detik, s), arus listrik (ampere, A), suhu
termodinamika (derajat Kelvin, K), intensitas penyinaran (kandela, cd).
Sebagai contoh, kecepatan = panjang/waktu mempunyai satuan m/s; percepatan = kecepatan/waktu
mempunyai satuan m/ s2; volume = panjang x panjang x panjang mempunyai satuan m3, volume spesifik =
volume/masa mempunyai satuan m3/kg.
Gaya, Energi, dan Tenaga
Hukum Newton II ditulis sebagai massa percepatan, untuk suatu benda yang mempunyai massa
tetap.
F = k m a
(m adalah masa benda yang dipercepat dengan percepatan a, oleh suatu gaya F; k adalah
konstanta).Dalam sistem satuan yang benar seperti SI, k = 1 sehingga
F = m x a
2
Satuan SI untuk gaya adalah kg/m.s . Gabungan satuan ini disebut sebagai Newton, N, dengan 1 N
adalah gaya yang diperlukan oleh massa benda 1 kg untuk memberikan percepatan sebesar 1 m/s2.
Satuan SI untuk kerja (= gaya x jarak) adalah Newton meter, N.m. Pada pernyataan yang terdahulu,
kalor dan kerja adalah dua bentuk energi, dan karena itu keduanya dapat mempunyai satuan kg.m2/s2 atau
N.m. Satuan yang umum untuk energi dikenalkan dengan memberikan N.m dengan Joule.
1 Joule, J = 1 Newton 1 meter. atau
1 J = 1 N.m
Penggunaan nama tambahan untuk satuan gabungan dikembangkan lebih lanjut dengan mengenalkan
Watt. W sebagai satuan tenaga.
1 Watt, W = 1 Ampere 1 volt, V
Tekanan
Satuan dari tekanan (gaya per satuan luas), adalah N/m2 dan satuan ini kadang-kadang disebut
sebagai Pascal, Pa. Untuk hal-hal yang sering terjadi dalam ilmu termodinamika, tekanan dinyatakan
dalam Pascal kecil nilainya; satuan baru didefinisikan sebagai berikut:
1 bar = 105 N/m2 = 105 Pa.
Keuntungan penggunaan satuan seperti bar adalah bahwa tekanan tersebut hampir sama dengan
tekanan atmosfer. Dalam kenyataan standar tekanan atmosfer secara tepat adalah 1.01325 bar.
Seperti ditunjukkan pada bagian 1.1, pada umumnya tekanan sering ditunjukkan sebagai tinggi suatu
kolom cairan. Jadi, Standar tekanan atmosfer = 1.01325 bar = 0.76 m Hg.
Suhu
Dengan mudah, berbagai sifat yang dapat diukur dari suatu benda yang berkaitan dengan suhu dapat
digunakan untuk menciptakan peralatan pengukur suhu. Sebagai contoh, panjang kolom air raksa akan
beragam berdasarkan suhu karena pemuaian dan pengerutan air raksa tersebut. Peralatan dapat dikalibrasi
dengan menandai panjang kolom tersebut bila peralatan tersebut dibawa dalam keseimbangan kalor
dengan uap dari air yang mendidih pada tekanan atmosfer dan sekali lagi peralatan tersebut dalam
keseimbangan dengan es pada tekanan atmosfer. Pada skala Celsius 100 bagian dibuat di antara 2 titik
yang ditetapkan dan titik nol diambil pada titik es.

Gambar 1.8. Skala suhu dalam termometer Celsius.


Perubahan volume pada tekanan tetap, atau perubahan tekanan pada volume tetap dari massa gas yang
mudah dicairkan (seperti oksigen, nitrogen, dan helium) dapat digunakan sebagai pengukur suhu. Alat
seperti itu disebut termometer gas. Jika hubungan antara suhu dan perubahan volume dalam tekanannya
konstan, diekstrapolasi di bawah titik beku es ke suatu titik yang volume gas akan menjadi nol, maka suhu
pada titik ini kira-kira adalah - 273C. Sama halnya jika hubungan antara suhu dan tekanan pada volume
tetap termometer gas diekstrapolasi ke tekanan nol, maka akan didapatkan suhu nol. Apabila suhu nol
mutlak telah didapatkan, maka skala suhu mutlak dapat ditentukan. Suhu pada skala Celsius mutlak dapat
diperoleh dengan menambahkan 273 suhu pada skala Celsius; skala ini disebut sebagai skala Kelvin.
Satuan suhu adalah derajat Kelvin dan diberikan dengan simbol K, tetapi karena skala Celsius yang
digunakan dalam praktik mempunyai perbedaan suhu nol dalam derajat, Celsius diberikan simbol C.
(20C = kira-kira 293 K; juga 30C - 20C = 10 K). Biasanya penggunaan huruf kapital T untuk suhu
mutlak dan huruf kecil t untuk suhu yang lain.
Dalam bab VI, skala suhu mutlak akan dikenalkan sebagai konsekuensi langsung dari hukum kedua
termodinamika. Ternyata, skala mutlak termometer gas mendekati skala ideal. Selain itu, dengan melihat
skala suhu mutlak yang bersifat praktis, ada suatu skala kerja yang disetujui secara internasional yang
memberikan suhu dalam bentuk yang lebih praktis, dan lebih teliti, peralatanperalatan dari termometer
gas.
Faktor Pengali dan Subfaktor Pengali
Faktor pengali dan subfaktor pengali satuan dasar dibentuk dengan bantuan awalan, dan satu yang
paling umum digunakan ditunjukkan berikut ini:
Faktor pengali Awalan Simbol
satu juta, 106 mega M
seribu, 103 kilo k
seperseribu, 10-3 milli m
sepersejuta, 10-6 mikro m
Untuk masalah-masalah yang paling pokok, faktor pengali yang ditunjukkan di atas dianggap cukup
tetapi untuk beberapa hal akan lebih lengkap menggunakan faktor pengali yang lain. Sebagai contoh, daya
(power) biasanya secara tepat ditunjukkan dengan megawatt, MW, atau kilowatt, kW, atau watt, W. Dalam
pengukuran panjang, milimeter, mm, dan meter, m, adalah yang memadai dan sebenarnya institusi
standardisasi Inggris telah menyarankan larangan penggunaan sentimeter, cm, yang berarti seperseratus m
(10-2 m). Untuk luasan, perbedaan dalam ukuran antara milimeter persegi (mm2) dan meterpersegi (m2)
sangat besar (106 kali), dan ukuran tengah digunakan; sentimeter persegi, cm2, direkomendasikan hanya
untuk penggunaan terbatas. Untuk volume, perbedaan antara milimeter kubik, (mm3), dan meter kubik,
(m3), terlalu besar (faktor 109), dan satuan tengah yang paling sering digunakan adalah desimeter kubik,
dm3, berarti seperseribu meter kubik, (1 dm3 = 10-3 m3). Desimeter kubik juga disebut liter.
1 liter, l = 1 dm3 = 10-3 m3
(Catatan : untuk pengukuran yang sangat teliti, 1 liter = 1.000028 dm3).
Kekecualian tertentu pada aturan umum dari faktor-faktor pengali tidak dapat dihindarkan. Contoh
yang paling nyata adalah dalam hal satuan waktu. Sebagai pengganti penggunaan sentidetik, kilodetik atau
mega detik, untuk sementara, menit, jam, hari, akan terus digunakan. Sama seperti debit aliran massa akan
diekspresikan dalam kilogram per jam, kg/h, jika hal ini memberikan nilai yang lebih sesuai daripada bila
dinyatakan dalam kilogram per detik, kg/s. Juga kecepatan kendaraan bermotor diekspresikan dalam
kilometer per jam, km/h, sehingga hal ini lebih sesuai daripada satuan normal dalam meter per detik, m/s.

1.3 Tingkat Keadaan Fluida Kerja


Dalam semua masalah termodinamika terapan, kita dibatasi dengan perpindahan energi dari atau ke
dalam suatu sistem. Dalam praktik, bahan yang diisikan di dalam batas-batas dari suatu sistem dapat
berupa cairan, uap atau gas, dan dikenal sebagai fluida kerja. Tingkat keadaan sesaat dari fluida kerja
akan didefinisikan dengan ciri tertentu yang dikenal dari sifat-sifatnya. Banyak sifat-sifat tersebut yang
tidak berarti dalam termodinamika seperti tahanan listrik) dan tidak akan dibicarakan)

Gambar 1.9. Koordinat kurva menunjukkan tingkat keadaan termodinamika sistem


Sifat-sifat termodinamika yang dikenalkan dalam buku ini adalah tekanan, suhu, volume spesifik,
energi dalam, entalpi, dan entropi. Telah diketahui bahwa untuk suatu fluida yang murni, hanya dua sifat
bebas yang perlu untuk menetapkan tingkat keadaan suatu fluida secara lengkap. Oleh karena dua sifat
bebas cukup untuk mendifinisikan tingkat keadaan dari suatu sistem, kita dapat menyajikan tingkat keadaan
suatu sistem dengan satu titik pada diagram sifat. Sebagai contoh, suatu silinder yang berisi fluida tertentu
pada tekanan P1 dan volume spesifik v1, adalah tingkat keadaan 1 didefinisikan dengan titik 1 pada
diagram P-v (Gambar 1.9a). Karena tingkat keadaannya didefinisikan, maka suhu fluida, T, ditetapkan dan
titik tingkat keadaan dapat ditentukan pada diagram P-T dan T-v (Gambar 1.9b dan c). Pada saat yang
lain, piston digerakan ke dalam silinder sehingga tekanan dan volume spesifik diubah menjadi P2 dan v2.
Maka tingkat keadaan 2 dapat digambarkan pada diagram. Diagram untuk sifat-sifat termodinamika
digunakan secara terus menerus dalam termodinamika terapan untuk mengeplot perubahan tingkat keadaan.
Yang paling penting adalah diagram tekanan-volume dan suhu-entropi, tetapi entalpi-entropi dan tekanan-
entalpi juga sering digunakan.
1.4 Kekontinyuan dan Reversibilitas
Dalam bagian 1.3 ditunjukkan bahwa tingkat keadaan suatu fluida dapat disajikan dengan titik yang
ditempatkan pada diagram dengan menggunakan dua sifat sebagai koordinat. Bila suatu sistem berubah
sesaat tingkat keadaannya dengan cepat selama proses, titik tingkat keadaannya dapat digambarkan pada
diagram tersebut, dan proses tersebut dikatakan reversibel. Fluida mengalami suatu proses yang
mengalir melalui garis kontinyu pada keadaan keseimbangan. Proses reversibel antara dua keadaan
dapat digambarkan sebagai garis pada diagram sifat, Gambar 1.10. Dalam praktik, fluida mengalami suatu
proses tidak dapat dijaga dalam keseimbangan dan bagian selanjutnya tidak dapat digambarkan pada
diagram sifat. Proses yang nyata disebut sebagai proses irreversibel. Suatu proses irreversibel
biasanya disajikan dengan garis putus-putus yang menghubungkan akhir tingkat keadaannya untuk
menunjukkan bahwa tingkat keadaan tengah tidak dapat ditentukan (Gambar 1.11).

Definisi yang lebih rinci dari kekontinyuan adalah sebagai berikut. Bila suatu fluida mengalami
proses reversible, fluida dan sekelilingnya, keduanya dapat selalu dikembalikan ke tingkat keadaan
awalnya. Kriteria kekontinyuan adalah sebagai berikut:
1. Proses harus tanpa gesekan. Fluida sendiri harus tidak mempunyai gesekan dalam dan harus
tidak ada gesekan mekanik (misalnya antara silinder dan piston).
2. Perbedaan tekanan antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus hampir tidak ada.
Ini berarti bahwa proses harus berlangsung sangat cepat, karena gaya untuk mempercepat batas-batas
dari sistem adalah sangat kecil.
3. Perbedaan suhu antara fluida dan sekelilingnya selama proses harus sangat kecil. Ini berarti
bahwa panas yang diberikan atau dibuang ke atau dari sistem harus dipindahkan dengan sangat pelan.
Jelaslah dari kriteria di atas bahwa tidak ada proses dalam praktik yang benar-benar reversibel.
Meskipun demikian, banyak proses dalam praktik pendekatannya sangat mendekati reversibilitas dalam.
Dalam proses reversibel dalam, walaupun sekeliling tidak pernah dikembalikan ke tingkat keadaan
awalnya, fluida sendiri dalam keseimbangan pada setiap saat dan lintasan dari proses dapat secara tepat
digambar kembali ke tingkat keadaan awalnya. Pada umumnya, proses di dalam silinder dengan piston
yang dapat berpindah secara bolak-balik diasumsikan sebagai reversible dalam sebagai suatu
pendekatan yang masuk akal, tetapi proses dalam mesin rotari (turbin) digolongkan irreversible sangat
tinggi karena tingkat turbulensi dan gesekan atau gosokan yang tinggi dari fluida.
1.5 Kerja Reversibel
Suatu fluida ideal tanpa gesekan diisikan dalam suatu silinder yang bertorak (piston). Diasumsikan
bahwa tekanan dan suhu fluida adalah seragam dan tidak ada gesekan antara torak (silinder) dan dinding
silinder.

Gambar 1.12. Kerja reversibel pada piston


Andaikan luas potongan penampang melintang dari torak (piston) adalah A, dan bila tekanan fluida
pada suatu saat adalah p (Gambar 1.12), gaya penahan yang dikenakan oleh sekeliling pada piston adalah
(p-dp).A, dan piston bergerak karena pengaruh gaya aksi dari gaya yang diberikan oleh fluida pada jarak
dl ke arah kanan, maka kerja yang dilakukan oleh fluida pada piston adalah hasil kali gaya dan jarak
perpindahan,
Kerja yang dilakukan oleh fluida = ( pA) x dl = p Dv (dv adalah kenaikan volume yang kecil). atau
dengan mempertimbangkan persatuan masa Kerja yang dilakukan = p dv ( v adalah volume spesifik ).
Hal ini benar hanya jika kriteria kekontinyuan (a) dan (b) dijadikan dasar sub bagian 1.4. Karena bila
suatu proses reversible berlangsung antara tingkat keadaan 1 dan 2, kita mempunyai,Kerja yang
dilakukan persatuan masa fluida =
Bila suatu fluida mengalami proses reversible, serangkaian titik tingkat keadaan dapat dihubungkan
menjadi bentuk garis pada diagram sifat. Kerja yang dilakukan oleh fluida selama suatu proses
reversible diberikan, oleh luasan di bawah garis dari proses yang digambar pada diagram p-v (Gambar
1.13).
Kerja yang dilakukan = luasan yang diarsir pada Gambar 1.13

Bila p dapat diekspresikan dalam variabel v, maka integral


Contoh 1.1
Suatu fluida pada tekanan 3 bar, dengan volume spesifik 0.18 m3/kg, diisikan dalam suatu silinder
yang berpiston (torak), berekspansi secara reversible mencapai tekanan 0.6 bar yang mengikuti
persamaan, p = c/v2, dengan c adalah tetapan. Hitung kerja yang dilakukan oleh fluida pada piston.
Dengan mengacu pada Gambar 1.14.

Bila proses penekanan berlangsung secara reversible kerja yang dilakukan pada fluida diberikan
dengan luasan yang diarsir (Gambar 1.15). Catatan bahwa integral pdv akan memberi jawaban negatif,
yang menunjukkan bahwa kerja sedang dilakukan pada dan tidak oleh fluida, kerja yang dilakukan pada
fluida = pdv= luasan yang diarsir.
Ada kesepakatan bahwa proses dari kiri ke kanan pada diagram p-v menyatakan fluida bekerja pada
sekelilingnya (W adalah positif). Sebaliknya, proses dari kanan kekiri menyatakan fluida dikenai kerja
oleh sekelilingnya ( W adalah negatif).
Bila fluida mengalami urutan proses dan akhirnya kembali ke tingkat keadaan awalnya, maka
dikatakan fluida telah mengalami siklus termodinamik. Suatu siklus yang hanya terdiri atas proses
reversible adalah siklus reversible. Siklus yang diplot pada diagram sifat membentuk gambar
tertutup, dan suatu siklus reversible diplot pada diagram p-v membentuk gambar tertutup, yaitu daerah
yang menunjukkan kerja bersih dari siklus tersebut. Sebagai contoh, siklus reversible yang terdiri atas
empat proses reversible : 1 ke 2, 2 ke3, 3 ke 4 dan 4 ke 1, ditunjukkan pada Gambar 1.16. Keluaran kerja
bersih adalah sama dengan luasan yang diarsir.
Jika siklus yang telah digambarkan dalam arah yang berlawanan ( 1 ke 4, 4 ke 3, 3 ke 2, 2 ke 1),
maka luasan yang diarsir akan menunjukan kerja bersih yang masuk ke dalam sistem. Peraturan bahwa
luasan yang tertutup dari suatu siklus reversible menunjukkan kerja yang keluar (kerja yang dilakukan
oleh sistem) bila sistem digambarkan dalam arah jarum jam, dan luasan yang tertutup menunjukkan kerja
masuk (kerja yang dikenakan pada sistem) bila siklus digambarkan berlawanan dengan arah jarum jam.

Gambar 1.17. Kerja dalam siklus 1,2,3 kembali ke 1


Contoh 1.2
Sebanyak 1 kg fluida diisikan dalam sebuah silinder pada tekanan awal 20 bar. Dilanjutkan ekspansi
secara reversible dibelakang suatu piston dengan mengikuti hukum pv2 = konstan sampai volumenya
mencapai dua kali. Fluida kemudian didinginkan secara reversible pada tekanan konstan sampai piston
kembali ke posisi awalnya; panas kemudian diberikan secara reversible dengan piston dikunci tertutup
dalam suatu posisi sampai tekanannya naik mencapai nilai awalnya, 20 bar. Hitung kerja bersih yang
dilakukan oleh fluida, untuk volume awal 0.05 m3. Mengacu pada Gambar 1.17,

Kerja yang dilakukan fluida dari 1 ke 2 = luasan 12BA1

Kerja yang dilakukan dari 3 ke 1 adalah nol karena piston dikunci pada suatu posisi.
maka kerja bersih yang dilakukan oleh fluida = luasan tertutup 1231 = 50000-25000 = 25000 N m.


Telah dinyatakan bahwa kerja yang dilakukan diberikan oleh pdv hanya untuk proses reversible.

Dapat dilihat dengan mudah bahwa pdv tidak sama untuk kerja yang dilakukan jika prosesnya
irreversible. Sebagai contoh, mari kita perhatikan sebuah silinder yang dibagi dalam beberapa bagian
dengan menyelipkan sekatsekat (Gambar 1.18). Awalnya, bagian A diisi dengan masa fluida dengan
tekanan p1. Bila sekat terselip no 1 dicabut secara cepat, maka fluida mengembang dan mengisi bagian A
dan B. Pada saat sistem dalam tingkat keadaan keseimbangan yang baru, tekanan dan volume ditetapkan
dan keadaan dapat dicatat pada diagram p-V (Gambar1.19). Sekat no 2 sekarang dicabut dan fluida
mengembang memenuhi bagian A, B dan C. Lagi tingkat keadaan keseimbangan dapat ditandai pada
diagram. Prosedur yang sama dapat dipakai untuk sekat-sekat 3 dan 4 sampai akhirnya fluida pada p2 dan
menempati volume v2 bila mengisi bagian-bagian A,B,C,D dan E. Luasan di bawah kurva 1 - 2 pada

Gambar 1.19 diberikan dengan pdv , tetapi tidak ada kerja yang dilakukan. Tidak ada piston yang
dipindahkan, tidak ada roda turbin yang diputar; dengan lain kata, tidak ada gaya luar yang dipindahkan
melalui suatu jarak. Hal ini adalah kasus yang ektrim dari suatu proses irreversible yang mana pdv
mempunyai nilai dan kerja yang dilakukan adalah nol.
Bila suatu fluida berekspansi tanpa menghasilkan gaya yang diterima oleh sekeliling, sebagai contoh
di atas, proses tersebut dikenal sebagai ekpansi bebas. Ekpansi bebas adalah proses irreversible yang
tinggi dengan kriteria (b) pada Sub bab 1.4. Proses ekpansi dalam praktik merupakan sejumlah kerja yang

dilakukan oleh fluida yang lebih kecil dari pdv dan proses kompresi dalam praktik merupakan kerja

yang dilakukan pada fluida yang lebih besar dari pdv . Sebagai contoh, masukan kerja pada roda pedal
ditunjukkan pada Gambar 1.7 adalah irreversible. Kita harus menyajikan semua proses irreversible
dengan garis putus-putus pada diagram sifat.
SOAL LATIHAN
1 Fluida tertentu pada 10 bar diisikan pada silinder yang berdampingan dengan suatu piston, volume
awalnya 0.05 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh fluida bila fluida tersebut mengembang secara
reversibel,
a) Pada tekanan konstan sampai volume akhirnya 0.2 m3.
b) menurut persamaan linier sampai volole akhirnya 0.2 m3 dan tekanan akhirnya 2 bar.
c) menurut persamaan p.V = konstan sampai volume akhirnya 0.1 m3.
d) menurut persamaan pV3 = konstant sampai volume akhirnya 0.06 m3.
e) menurut persamaan sampai volume akhirnya 0.1 m3 dan tekanan akhirnya 1 bar. A dan B
adalah konstanta.
Gambarkan semua proses pada diagram p-V (150000, 90000, 34700 , 7640, 19200).
2 1 kg fluida ditekan secara reversibel menurut persamaan p.v = 0.25 dimana p dalam bar dan v adalah
m3/kg. Volume akhir adalah 1/4 dari volume awalnya. Hitung kerja yang dilakukan pada fluida dan
gambarkan proses tersebut pada diagram p-v.
( Jawaban : 34660 N m ).
3 0.005 m3 dari gas pada 6.9 bar mengembang secara reversible dalam silinder yang berpiston yang
mengikuti persamaan pv1.2 = konstan sampai volumenya 0.08 m3. Hitung kerja yang dilakukan oleh
gas dan gambarkan proses tersebut pada diagram p-v.
4 Satu kilogram fluida mengembang secara reversible yang mengikuti persamaan linier dari 4.2 bar ke
1.4 bar. Volume awal dan akhir masing-masing adalah 0.004 m3 dan 0.02 m3. Fluida kemudian
didinginkan secara revarsible dengan mengikuti pv = konstan kembali kekondisi awalnya pada 4.2 bar
dan 0.004 m3. Hitung kerja yang dilakukan pada setiap proses yang menyatakan apakah kerja pada
atau oleh fluida dan hitung kerja bersih dari siklus. Gambarkan pada diagram p-v.
( Jawaban : 4480; -1120;-1845;1515 N m ).
5 0.09 m3 dari fluida pada 0.7 bar ditekan secara reversible sampai tekanannya 3.5 bar yang mengikuti
persamaan pvn = konstan. Fluida kemudian dipanaskan secara reversible pada volume tetap sampai
tekanannya 4 bar; maka volume spesifiknya adalah 0.5 m3/kg. Ekpansi secara reversible yang
mengikuti persamaan pv2 = konstan mengembalikan ketingkat keadaan awalnya. Hitung masa fluida
yang ada, nilai n dari prosespertama, dan kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam
siklus. Gambarkan siklus pada diagram p-v.
( Jawaban : 0.0753 kg ; 1.85 ; 676 N m )
6 Fluida dipanaskan secara reversible pada tekanan tetap 1.05 bar sampai fluida tersebut mempunyai
volume spesifik 0.1 m3/kg. Fluida kemudian ditekan secara reversible mengikuti persamaan pv =
konstan sampai tekanannya 4.2 bar, maka diikuti dengan mengembang secara reversible dengan
mengikuti persamaan pv1.3= konstan, dan akhirnya dipanaskan pada volume tetap kembali kekondisi
awalnya. Kerja yang dilakukan pada proses tekanan tetap adalah 515 N m dan masa fluida yang ada
adalah 0.2 kg. Hitung kerja bersih yang dilakukan pada atau oleh fluida dalam siklus dan gambarkan
siklus tersebut pada diagram pv.
(Jawaban : -422 N m ).
BAB II HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
2.1 Konservasi Energi
Konsep-konsep energi dan hipotesa bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan telah
dikembangkan oleh para ilmuwan pada awal abad ke 19 yang telah dikenal sebagai Prinsip konservasi
Energi. Hukum pertama termodinamika hanya merupakan salah satu bagian dari pernyataan prinsip umum
tersebut di atas dengan acuan khusus pada energi panas*[1]) dan energi mekanis.
Telah ditunjukan dalam Sub bab 1.6, bila ada suatu sistem yang dibuat dengan siklus yang lengkap
maka kerja bersih dilakukan atau dikenakan oleh atau kepada sistem tersebut. Selama energi tidak dapat
diciptakan, energi mekanik ini harus didapatkan melalui transformasi dari beberapa sumber energi.
Sekarang sistem telah dikembalikan ke kedudukan awalnya, karena itu energi dalamnya tidak diubah dan
dengan demikian energi mekanik tidak dihasilkan oleh sistem sendiri. Hanya energi lain yang dilibatkan
dalam siklus berupa panas yang telah diberikan atau dibuang dalam proses yang berbeda-beda. Dengan
prinsip konservasi energi, kerja bersih yang dilakukan oleh sistem, sama dengan panas bersih yang
diberikan ke sistem. Oleh karena itu, Hukum pertama termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut:
Bila sistem mengalami siklus termodinamika maka panas bersih yang diberikan kepada sistem
sama dengan kerja bersih yang dilakukan oleh sistem kepada sekelilingnya.
Dituliskan dengan lambang :

dimana menunjukan jumlah untuk suatu siklus yang lengkap.


Contoh 2.1.
Dalam suatu mesin uap, turbin menghasilkan 1000kW. Panas yang diberikan ke uap dalam boiler
adalah 2800 kJ/kg, panas yang dibuang oleh sistem ke air pendingin di dalam kondensor adalah 2100kJ/kg
dan masukan kerja yang diperlukan untuk memompa kondensat kembali ke Boiler adalah 5 kW. Hitung uap
yang mengalir di dalam siklus (kg/s). Siklus ditunjukan secara diagramatis pada gambar 2.1. Batas sistem
ditunjukan dengan menggabungkan keseluruhan sistem. Secara tegas, Batas ini merupakan suatu batas yang
diarahkan hanya untuk fluida kerja.
dQ = 2800- 2100 = 700 kJ/kg

Gambar 2.1. Siklus Mesin Uap


Bila uap mengalir dalam m kg/detik maka :
dQ = m 700 kJ/detik
dW = (1000-5) kJ/dt = 995 kJ/dt
dari persamaan dQ = dW, maka m 700 = 995 m = 995/700 = 1.421 kg/dt
jadi aliran uap yang diperlukan = 1.421 kg.dt

2.2 Persamaan Sistem Fluida Tidak Mengalir


Dalam bagian awal telah dinyatakan bahwa bila suatu sistem mempunyai energi dalam tertentu dan
dipakai untuk melakukan suatu siklus dengan memindahkan panas dan kerja, maka panas bersih yang
diberikan sama dengan kerja bersih yang dilakukan.
Ini adalah benar untuk siklus yang sempurna bila energi dalam akhir dari sistem sama dengan nilai
awalnya. Selanjutnya dianalisa suatu proses yang mana energi dalam dari sistem akhirnya lebih besar dari
energi dalam awal. Perbedaan antara panas bersih yang diberikan dan kerja bersih yang dihasilkan akan
menaikan energi dalam dari sistem, sehingga :
Kenaikan energi dalam = panas bersih yang diberikan - kerja bersih yang dihasilkan.
Bila pengaruh bersih adalah untuk memindahkan energi dari sistem, maka akan ada kehilangan energi
dalam dari sistem
Bila suatu fluida tidak dalam aliran, maka energi dalamnya disebut sebagai energi dalam dari fluida
dan diberi simbol u. Energi dalam dari fluida bergantung pada tekanan dan suhunya, serta sifat-sifatnya.
Pembuktian yang sederhana bahwa energi dalam adalah suatu sifat diberikan pada referensi 2.2. Energi
dalam dari fluida bermasa , m, ditulis dengan U sehingga m u = U. Satuan energi dalam, U, biasanya
ditulis dengan kJ.
Karena energi dalam adalah suatu sifat maka kenaikan energi dalam pada perubahan dari kedudukan
1 kedudukan 2 dapat ditulis U2 U1.
Juga, Kenaikan energi dalam = panas bersih yang diberikan - kerja bersih yang dilakukan.
Sehingga

Persamaan ini benar untuk suatu proses yang berurutan antara kedudukan 1 dan kedudukan 2 yang
dihasilkan, tidak ada aliran fluida kedalam atau keluar sistem. Dalam suatu proses fluida yang tidak
mengalir, panas dapat masuk atau keluar dari sistem, tetapi keduanya tidak dapat berlangsung bersamaan.
Sehingga, dengan memberikan tanda, panas yang diberikan ke sistem adalah positif dan kerja yang
dilakukan oleh sistem (kerja keluar) adalah positif, dan didapatkan persamaan:
U2 U1 = Q - W untuk proses yang tidak mengalir.
atau :
Q = (U2 U1) + W atau untuk 1 kg
Q = (u2 - u1) + W (2.2)
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan energi untuk fluida yang tidak mengalir. Persamaan 2.2
sering ditulis dalam bentuk diferensial. Untuk sejumlah kecil panas yang diberikan dQ, sejumlah kecil
kerja yang dilakukan oleh fluida dW, dan sejumlah kecil kenaikan energi dalam du, maka : dQ = du + dW
(2.3)
Contoh 2.2.
Dalam suatu langkah kompresi dari mesin pembakaran dalam, panas yang dibuang ke air pendingin
sebesar 45 kJ/kg dan kerja masukan adalah 90 kJ/kg. Hitung perubahan energi dalam dari fluida kerja dan
tunjukkan apakah perubahan menyatakan penambahan atau kehilangan. Q = - 45 kJ/kg
(tanda negatif sehingga panas dibuang )
W = -90 kJ/kg
(tanda negatif sehingga kerja adalah kerja yang diberikan ke sistem) dengan menggunakan persamaan
2.2
Q = (u2 - u1) + W
- 45 = (u2 - u1) -90
(u2 - u1) = 90 - 45 = 45 kJ/kg
jadi peningkatan nilai energi dalam.
Contoh 2.3.
Dalam silinder dari suatu motor udara, udara yang ditekan mempunyai energi dalam 420 kJ/kg pada
awal ekspansi dan energi dalam 200 kJ/kg setelah proses ekspansi. Hitung aliran panas ke atau dari
silinder bila kerja dilakukan oleh udara selama ekspansi adalah 100 kJ/kg. Dari persamaan 2.2
Q = (u2 - u1) + W maka Q = (200 - 420) + 100 = -220 + 100 = -120 kJ/kg sehingga panas yang
dibuang = 120 kJ/kg.
Penting untuk dicatat bahwa persamaan-persamaan 2.1, 2.2 dan 2.3 adalah benar, baik untuk proses
reversible maupun irreversible. Ini merupakan persamaan energi.
Untuk proses reversibel yang tidak mengalir digunakan persamaan 1.2,

W = pdv
atau untuk jumlah yang kecil, dW = pdv
Sehingga untuk suatu proses reversibel tanpa aliran, dengan memanipulasi persamaan 2.3 didapatkan
, dQ = du + p du (2.4)
atau dengan mengganti persamaan 2.2,

Q = (u pdv (2.5)
Persamaan 2.4 dan 2.5 hanya dapat digunakan untuk proses reversibel ideal yang tidak mengalir.

2.3 Persamaan Untuk Sistem Yang Mengalir


Dalam bagian 2.2, energi dalam dari fluida telah dikatakan sebagai energi yang tersimpan dari fluida
karena sifat-sifat termodinamikanya. Bila 1 kg fluida dengan energi dalam, u, sedang bergerak dengan
kecepatan C dan ketinggian Z di atas level data, maka fluida tersebut mempunyai total energi u +(C2/2) +
Zg, dimana C2/2 adalah energi kinetik dari 1 kg fluida dan Zg adalah energi potensial dari 1 kg fluida.
Banyak kejadian dalam masalah yang praktis, laju aliran fluida melalui mesin atau peralatan adalah
konstan. Tipe aliran ini disebut sebagai aliran mantap.
Anggap ada 1 kg fluida yang mengalir dalam keadaan mantap melalui sepotong peralatan.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2., kasus ini meliputi suatu sistem yang terbuka sebagaimana
didefinisikan pada bagian 1.2. Batas sistem ditunjukan dengan memotong bagian pemasukan pipa pada
potongan 1 dan pipa pengeluaran pada potongan 2. Batas ini kadang-kadang disebut sebagai permukaan
terkontrol, dan untuk sistem tidak terarah disebut volume terkontrol

Gambar 2.2. Peralatan dengan sistem terbuka


Bila diasumsikan ada aliran mantap dgn diberikan panas Q per kg fluida, dan setiap kg fluida
melakukan kerja W melalui peralatan. Dalam rangka untuk melewatkan 1 kg fluida melewati batas, suatu
energi penggerak diperlukan; sama seperti untuk mendorong 1 kg fluida melewati batas pada keluaran,
suatu energi pendorong diperlukan. Penampang pipa masuk ditunjukan dengan pembesaran yang ditunjukan
pada gambar 2.3. Dengan memperhatikan suatu elemen fluida, panjang l, dan bila luasan penampang
melintang dari pipa pemasukan adalah A1, maka didapatkan energi yang diperlukan untuk mendorong
elemen tersebut melalui batas
= (p1A1) x l
= p1 x (volume dari elemen fluida)
Maka energi yang dibutuhkan untuk 1 kg fluida = p1 v1 (dimana v adalah volume spesifik dari fluida
pada potongan 1) Dengan cara yang sama dapat ditunjukan bahwa, Energi yang dibutuhkan pada
pengeluaran untuk mendorong 1 kg fluida melewati batas = p2 v2.Sekarang perlu dianalisa energi yang
masuk dan yang meninggalkan sistem. Energi yang masuk ke sistem terdiri dari energi dari fluida yang
mengalir pada pemasukan sebesar

Gambar 2.3. Penampang saluran masuk

Komponen p1v1, dan panas yang diberikan Q, energi yang meninggalkan sistem terdiri dari energi fluida
yang mengalir pada bagian pengeluaran , elemen energi p2v2, dan kerja yang dilakukan oleh fluida
W. Aliran fluida mantap yang masuk dan keluar sistem, dan ada aliran mantap untuk perpindahan panas
dan kerja, maka energi yang masuk harus benar-benar sama dengan energi yang meninggalkan, sehingga.

Hampir semua masalah-masalah dalam termodinamika terapan, perubahan tinggi dapat diabaikan dan
energi potensial dapat dihilangkan dari persamaan tersebut. Elemen u dan pv ada pada kedua sisi
persamaan tersebut dan selalu akan bekerja dalam proses aliran sehingga fluida selalu mempunyai energi
dalam tertentu, dan elemen pv selalu ada pada pemasukan dan pengeluaran sebagaimana ditunjukan pada
pembuktian di atas. Jumlah energi dalam dan elemen pv diberikan dengan simbol h, dan disebut entalpi,
sehingga
Entalpi, h = u + pv. (2.7)
Entalpi fluida merupakan salah satu sifat fluida, karena entalpi terdiri dari jumlah sifat-sifat dan
perkalian dari dua sifat. Ketika entalpi adalah suatu sifat seperti halnya energi dalam, tekanan, volume
spesifik dan suhu, entalpi tersebut dapat diperhitungkan dalam suatu masalah, baik dalam proses mengalir
ataupun proses yang tidak mengalir. Entalpi suatu masa m dari fluida dapat ditulis sebagai H (sehingga mh
= H). Satuan dari h adalah sama seperti satuan untuk energi dalam.
Dengan mengganti persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.6,

Persamaan 2.8 dikenal sebagai persamaan energi untuk aliran mantap. Dalam aliran mantap debit
aliran massa fluida pada suatu penampang adalah sama dengan aliran massa pada penampang yang lain.
Dengan memperhatikan suatu penampang melintang dengan luasan A, dimana kecepatan fluida adalah C,
maka debit aliran volume melewati penampang tersebut adalah CA.. Aliran massa merupakan aliran
volume dibagi dengan volume spesifik.
Debit aliran masa ,

(dimana v = volume spesifik pada penampang tersebut).Persamaan ini dikenal sebagai persamaan
kontinyuitas massa.
Dengan referensi pada gambar 2.2
Contoh 2.4.
Dalam suatu turbin gas, gas mengalir melalui turbin pada 17 kg/s dan tenaga yang dihasilkan turbin
adalah 14 000 kW. Entalpi gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 1200 kJ/ kg dan 360
kJ/kg, dan kecepatan gas pada saat masuk dan keluar masing-masing adalah 60 m/s dan 150m/s. Hitung
debit panas yang dibuang dari turbin. Dapatkan juga luas penampang pipa pemasukan yang digunakan
dimana volume spesifik gas pada saat masuk adalah 0.5 m3/kg.

Gambar 2.4. Turbin Gas


Penyajian gambar turbin ditunjukkan pada gambar 2.4. Dari persamaan 2.8,

Energi kinetik pada saluran masuk =

Energi kinetik pada saluran keluar


X (Energi kinetik saluran masuk ) = 11.25 kJ/kg
(C2 = 2.5 C1)
W = 14000/17 kJ/kg = 823.5 kJ/kg
Substitusi ke persamaan 2.8 menghasilkan
1200+ 1.8 +Q = 360 + 11.25 +823.5
maka Q = -7.02 kJ/kg
Sehingga panas yang dibuang
= + 7.02 kJ/kg = 7.02 x 17 kJ/s
= 119.3 kW.
Untuk mendapatkan luasan pipa saluran masuk, digunakan persamaan 2.9,

Jadi luasan pipa saluran masuk, A1 = = 0.142m2


Contoh 2.5.
Udara mengalir secara mantap dengan laju 0.4 kg/s melalui suatu kompresor udara, dimana masuk
pada kecepatan 6 m/s dengan tekanan 1 bar dan volume spesifik 0.85 m3/kg. Udara meninggalkan
kompresor dengan kecepatan 4.5 m/s, tekanan 6.9 bar dan volume spesifik 0.85 m3/kg. Energi dalam
udara yang keluar 88 Kj/kg lebih besar daripada saat pemasukan. Air pendingin yang ada di sekitar torak
menyerap panas udara dengan laju 59 kJ/s. Hitung tenaga yang diperlukan untuk menjalankan kompresor
tersebut dan luasan pipa saluran masuk dan keluar.
Dalam masalah ini, lebih tepat menulis persamaan aliran sebagaimana tertulis pada persamaan 2.6,
dengan menghilangkan komponen Z.
Sehingga :

Penyajian diagramatis dari kompresor ditunjukan pada gambar 2.5.


Catatan bahwa panas yang dibuang melewati batas adalah sama dengan panas yang dipindahkan oleh
air pendingin dari kompresor.

Gambar 2.5. Sistem Kompresor Udara

(catatan : bahwa perubahan energi kinetik adalah sangat kecil dibandingkan dengan komponen yang lain
sehingga dapat diabaikan).
Kerja masukan yang dibutuhkan = 260.9 kj/kg = 260.9 x 0.4 kJ/s = 104.4 kW. Dari persamaan 2.9,
sehingga A1 = (0.4 x 0.85)/6 m2 =0.057 m2 v sehingga luasan penampang melintang pipa
saluran masuk = 0.057 m2 dengan cara yang sama untuk pipa A2 = (0.4 x 0.16)/4.5 =0.014 m2 sehingga
luas penampang melintang pipa saluran ke luar = 0.014 m2.
Dalam contoh 2.5 telah digunakan persamaan energi pada aliran mantap, walaupun pada kenyataannya
kompresor terdiri: dan pemampatan udara, penekanan dalam silinder yang tertutup, dan pembebasan
udara. Persamaan aliran mantap dalam kasus ini dapat digunakan karena siklus proses berlangsung cepat,
karena itu pengaruh rata-rata adalah aliran mantap dari udara melalui mesin.
Soal-soal:
1. Dalam suatu kompresor udara, kompresi berlangsung dengan energi dalam konstan dan 50 kJ panas
dibuang ke air pendingin untuk setiap kilogram udara. Hitung kerja yang dibutuhkan oleh kompresor
tersebut per satu kilo gram udara.
( jawab 50 kJ/kg )
2. Dalam suatu langkah kompresi mesin gas kerja yang dilakukan pada gas oleh piston adalah 70 kJ/kg
dan panas dibuang ke air pendingin adalah 42 kJ/kg. hitung perubahan energi dalam, dengan
menyatakan apakah energi dalam tersebut bertambah atau kehilangan
(jawab : 28 kJ/kg, bertambah).
3. Suatu masa gas dengan energi dalam 1500 kJ diisikan dalam suatu silinder yang berinsulasi sempurna.
Gas dibiarkan untuk mengembang di belakang piston sampai energi dalamnya 1400 kJ. Hitung kerja
yang dilakukan oleh gas; Jika langkah ekspansi tersebut mengikuti hukum pv2 = konstan, dan tekanan
dan volume awal masing-masing adalah 28 bar dan 0.06 m3, hitung tekanan dan volume akhir.
(jawab : 100 kJ, 4.59 bar, 0.148 m3)
4. Gas dalam silinder dari mesin pembakaran dalam mempunyai energi dalam 800 kJ/kg dan volume
spesifik 0.06 m3/ kg pada saat awal ekspansi. Ekspansi dari gas diasumsikan berlangsung dengan
mengikuti hukum reversible pv1.5 = konstan, dari 55 bar ke 1.4 bar. Energi dalam setelah ekspansi
adalah 230 kJ/ kg. Hitung panas yang dibuang ke air pendingin silinder per kg dari gas tersebut selama
langkah ekspansi.
(jawab : 104 kJ/kg)
5. Suatu turbin uap menerima aliran uap 1.35 kg/s dan menghasilkan tenaga 500 kW. Kehilangan panas
dari badan turbin diabaikan :
a. Dapatkan perubahan entalpi yang melewati turbin bila kecepatan dan perbedaaan ketinggian pada
saat masuk dan keluar diabaikan.
b. Dapatkan perubahan entalpi uap yang melewati turbin bila kecepatan pada saat masuk 60 m/s,
kecepatan pada saat keluar adalah 360 m/, dan pipa pemasukan 3 m di atas pipa pengeluaran.
( jawab : 370 kJ/kg ; 433 kJ/kg )
6. Suatu aliran mantap dari uap memasuki kondensor dengan entalpi 2300 kJ/kg dan kecepatan 350 m/s.
Embun meninggalkan kondensor dengan entalpi 160 kJ/kg dan kecepatan 70 m/s. hitung panas yang
dipindahkan ke fluida pendingin per kg uap yang diembunkan.
( jawab : -2199 kJ/kg )
7. Suatu turbin yang beroperasi pada kondisi aliran mantap menerima uap pada kedudukan sebagai berikut
: tekanan 13.8 bar; volume spesifik 0.143 m3/kg; energi dalam 2590 kJ/kg; kecepatan 30 m/s.
Kedudukan dari uap pada saat meninggalkan turbin adalah ; tekanan 0.35 bar; volume spesifik 4.37
m3/kg; energi dalam 2360 kJ/kg; kecepatan 90 m/s. Panas hilang ke sekeliling dengan laju 0.25 kJ/s.
Jika laju dari aliran uap adalah 0.38 kg/s, Apakah kerja dihasilkan oleh turbin tersebut?.
( jawab : 102.8 kW )
8. Suatu nozzle dibuat untuk meningkatkan kecepatan aliran yang mantap dari fluida. Entalpi fluida pada
pemasukan nosel adalah 3025 kJ/kg dan kecepatan 60 m/s. Pada pengeluaran nozzle, entalpi adalah
2790 kJ.kg. Nozzle adalah horisontal dan ada panas hilang dapat diabaikan dari nozzle tersebut.
a. Dapatkan kecepatan pada pengeluaran nozzle.
b. Jika luasan pemasukan adalah 0.1 m2 dan volume spesifik pada pemasukan adalah 0.19 m3/kg,
dapatkan laju dari aliran fluida.
c. Jika volume spesifik pada pengeluaran nozzle adalah 0.5 m3/kg dapatkan luasan penampang pada
pipa pengeluaran.
(jawab : 688 m/s ; 31.6 kg/s ; 0.0229 m2).
BAB III FLUIDA KERJA
Pada sub bab 1.5 bahan yang ada di alam batas sistem didefinisikan sebagai fluida kerja, dan
dinyatakan bahwa bila dua sifat sembarang fluida diketahui maka tingkat keadaan termodinamika fluida
tersebut terdefinisi. Dalam sistem termodinamika fluida kerja dapat berupa cairan, uap, atau gas. Semua
bahan dapat berada dari salah satu phase ini, tetapi dalam pembahasan termodinamika diarahkan untuk
mengidentifikasi semua bahan pada phase mana mereka dalam keadaan keseimbangan pada tekanan dan
suhu atmosfer. Sebagai contoh, bahan seperti oksigen dan nitrogen merupakan zat yang dikenal sebagai
gas; H2O sebagai cairan atau uap; Mercuri dikenal sebagai cairan. Semua bahan-bahan ini dapat berada
dalam phase-phase yang berbeda-beda; oksigen dan nitrogen dapat dicairkan; H2O dapat menjadi gas
pada suhu yang sangat tinggi; mercuri dapat diuapkan dan akan berupa gas jika suhu dinaikkan cukup
tinggi.
3.1 Cairan, uap, dan gas
Sebagai pembahasan awal, kita perhatikan suatu diagram p-v untuk beberapa zat tertentu. Pada
umumnya fase padat tidak begitu penting dalam termodinamika teknik, di mana pada fase ini lebih cocok
untuk ahli bahan atau ahli fisika. Bila suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan, ada satu suhu tertentu
yang dicirikan oleh munculnya gelembung dari uap dalam cairan; phenomena ini dikenal sebagai proses
pendidihan. Pada tekanan yang lebih tinggi fluida akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi. Juga
diketahui bahwa volume yang ditempati oleh 1 kg cairan yang mendidih pada tekanan yang lebih tinggi
jauh lebih besar daripada volume yang ditempati oleh 1 kg dari fluida yang sama bila fluida tersebut
mendidih pada tekanan lebih rendah. Rangkaian titik didih yang digambarkan pada diagram p-v akan
membentuk garis miring, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Titik-titik P, Q, dan R menunjukan titik-
titik pendidihan fluida pada tekanan masing-masing Pp, Pq , dan Pr..

Gambar 3.1. Hubungan Titik Didih dengan Tekanan


Bila suatu fluida berada pada titik didih dan terus dipanaskan pada tekanan tetap, maka tambahan
panas yang diberikan akan mengubah phase dari bahan cair menjadi uap; selama perubahan phase, tekanan
dan suhu tetap konstan. Panas yang diberikan disebut sebagai panas laten penguapan. Semakin tinggi
tekanan, semakin sedikit jumlah panas laten yang dibutuhkan untuk menguapkan bahan.
Ada suatu nilai volume spesifik uap tertentu pada suatu nilai tekanan, dimana pada saat tersebut
penguapan berlangsung secara sempurna. Rangkaian titik-titik dari P, Q dan Q dapat digambarkan dan
dihubungkan pada bentuk garis seperti ditunjukan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Hubungan antara p dan v dimana terjadi penguapan secara sempurna
Bila 2 kurva yang telah digambarkan dilanjutkan ke tekanan yang lebih tinggi maka terbentuk suatu
kurva yang kontinyu dan membentuk suatu loop seperti pada Gambar 3.3. Tekanan yang ada pada titik
balik disebut sebagai tekanan kritis dan titik balik itu sendiri disebut sebagai titik kritis (titik C pada
gambar 3.3).
Gambar 3.3. Kurva penambahan fase zat
Dapat dilihat bahwa pada titik kritis panas laten adalah nol. Fase zat pada tingkat keadaan didalam
loop terdiri dari campuran fase cairan dan uap kering dan dikenal sebagai uap basah. Tingkat keadaan
jenuh didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana perubahan phase akan terjadi tanpa adanya perubahan
tekanan dan suhu, sehingga titik-titik P, Q dan R adalah tingkat keadaan jenuh, dan rangkaian dari setiap
titik-titik pendidihan yang dihubungkan disebut sebagai garis cair jenuh. Pada titik-titik P, Q dan R,
seluruh cairan secara sempurna berubah menjadi uap dan disebut titik jenuh, dan rangkaian dari setiap
titik-titik yang dihubungkan disebut sebagai garis uap jenuh.
Kata penjenuhan digunakan di sini mengacu pada energi penjenuhan. Sebagai contoh, sedikit
tambahan panas pada cairan yang sedang mendidih akan mengubah sebagian cairan tersebut menjadi uap,
dan tidak lagi pada fase cairan tetapi telah berubah menjadi uap basah. Sama halnya bila tingkat bahan
mendekati garis uap jenuh dan didinginkan perlahan, tetesan cairan akan mulai terbentuk, dan uap jenuh
menjadi uap basah. Uap jenuh biasanya disebut sebagai kering jenuh yang berarti tidak ada cairan dalam
uap pada keadaan ini.

Garis-garis pada suhu tetap, disebut isotermal, dapat digambarkan pada diagram p-v sebagaimana
ditunjukan pada Gambar 3.4. Garis-garis suhu menjadi horizontal antara garis cair jenuh dan uap jenuh
(artinya, antara P dan P, Q dan Q, R dan R). Jadi ada hubungan suhu penjenuhan untuk setiap tekanan
penjenuhan. Pada tekanan Pp, suhu penjenuhan adalah T1, pada tekanan Pq, suhu penjenuhannya adalah T2
dan pada tekanan Pr, suhu penjenuhannya adalah T3. Garis suhu kritis Tc hanya menyentuh loop pada
titik kritis C.
Bila uap kering jenuh dipanaskan pada tekanan konstan, suhunya meningkat dan uap tersebut menjadi
superpanas. Perbedaan antara suhu aktual pada uap superpanas dan suhu penjenuhan pada tekanan uap
disebut sebagai tingkat keadaan superpanas. Sebagai contoh, uap pada titik s (Gambar 3.4) adalah
superpanas pada Pq dan T3 dan tingkat superpanasnya adalah T3 - T2.
Dalam Sub bab 1.5, dinyatakan bahwa dua sifat sembarang sudahcukup untuk mendefinisikan tingkat
keadaan bahan. Sekarang antara P dan P, Q dan Q, R dan R, suhu dan tekanan adalah tidak
sembarangkarena mereka tetap konstan pada selang nilai dari v. Sebagai contoh, suatu bahan pada Pq dan
T2 (pada Gambar 3.4) dapat sebagai cair jenuh, uap basah, atau uap kering jenuh. Tingkat keadaannya
tidak dapat didefinisikan sampai salah satu sifatnya (seperti volume spesifik) diberikan. Kondisi atau
kualitas uap basah merupakan tingkat keadaan yang paling sering didefinisikan oleh fraksi kekeringannya,
dan bila hal ini diketahui, baik tekanan ataupun suhu maka tingkat keadaan dari uap basah tersebut secara
lengkap terdefinisikan.
Fraksi kekeringan x = massa uap kering dalam 1 kg campuranKadang-kadang fraksi
kebasahandidefinisikan sebagai masa dari cairan dalam 1 kg campuran, sehingga fraksi kebasahan = 1 - x.
(Catatan : bahwa untuk uap kering jenuh, x = 1; dan untuk cair jenuh, x = 0 ).
Perbedaan antara gas dan uap superpanas tidak nyata, tetapi pada tingkat yang sangat tinggi dari
super panas pada suatu garis isotermal pada diagram p-v mengarah menjadi sebuah hiperbola (pv =
konstan). Sebagai contoh, garis isotermal, T6 , pada Gambar 3.4 hampir menyerupai hiperbola. Bahan
yang sifatnya diidealkan disebut sebagai gas ideal, dengan asumsi bentuk persamaan pv/T = konstan.
Dapat dilihat bahwa bila suatu garis pada suhu konstan mengikuti bentuk atau hukum hiperbola maka
persamaan pv / T = konstan dipenuhi. Semua bahan menyerupai gas ideal pada derajat super panas yang
sangat tinggi. Bahan-bahan yang dibicarakan seperti gas oksigen, nitrogen, dan hydrogen memperlihatkan
tingkat superpanas yang tinggi pada kondisi atmosfer normal. Sebagai contoh, suhu kritis oksigen,
nitrogen, dan hidrogen masing-masing sekitar -119C, -147C, dan -240C. Bahan-bahan yang secara
normal ada sebagai uap harus dinaikan ke suhu tinggi sebelum mereka memulai berperan sebagai gas
ideal. Sebagai contoh, suhu kritis amonia, sulphur dioksida dan uap air berturutturut 130 C, 157 C, dan
374.15C.
Dalam masalah praktis teknik, fluida kerja seperti bahan lain yang mendekati gas ideal (seperti
udara), atau yang ada kebanyakan berupa cairan dan uap seperti uap dan uap bahan pendingin (seperti
amonia, freon, dan metil klorida). Untuk bahan yang mendekati hukum gas sifat-sifatnya dapat
diasumsikan. Bahanbahan dalam fase cairan dan uap, nilai sifat-sifatnya ditentukan secara empiris dan
ditabelkan dalam bentuk yang sesuai.

3.2 Penggunaan Tabel Uap


Tabel uap dapat digunakan untuk kebanyakan macam bahan yang secara normal ada dalam phase uap
(seperti uap, amonia, dan freon). Tabel-tabel tersebut telah disusun oleh Mayhew dan Rogers dan
digunakan dalam buku ini. Tabel-tabel dari Mayhew dan rogers umumnya diperuntukan bagi uap, tetapi
beberapa sifat dari ammonia dan freon -12 juga diberikan.
Sifat-sifat zat pada tingkat keadaan jenuh
Tekanan penjenuhan dan yang berhubungan dengan suhu penjenuhan uap ditabelkan dalam kolom-
kolom paralel dalam tabel pertama, untuk tekanan yang berkisar 0.006112 bar sampai tekanan kritis 221.2
bar. Volume spesifik, energi dalam, entalpi dan entropi juga ditabulasikan untuk uap kering jenuh pada
setiap tekanan dan yang bersesuaian suhu penjenuhan. Subskrip g digunakan untuk menotasikan tingkat
kering jenuh.
P ts g uf ug hf hfg hg Sf Sfg Sg
0.34 72.0 4.649 302 2472 302 2328 2630 0.980 6.745 7.725
Gambar 3.5 Contoh Tabel Uap
Contoh satu baris tabel ditunjukan pada Gambar 3.5. Sebagai contoh, pada 0.34 bar suhu penjenuhan
adalah 72C, volume spesifik dari uap kering jenuh, vg, pada tekanan ini adalah 4.649 m3/k, energi dalam
dari uap kering jenuh, ug, adalah 2472 kJ/kg, dan entalpi dari uap kering jenuh, hg, adalah 2630 kJ/kg. Uap
ini dalam keadaan yang dinyatakan oleh titik A pada Gambar 3.6. Pada titik B uap kering jenuh pada
tekanan 100 bar dan suhu penjenuhan 311C mempunyai volume spesifik, vg, 0.01802 m3/ kg, energi
dalam, ug, 2545 kJ/kg dan entalpi, hg, 2725 kJ/kg.

Gambar 3.6. Titik cair jenuh dan uap jenuh pada diagram p - v
Energi dalam, entalpi, dan entropi cair jenuh juga ditabelkan dan subskrip f digunakan untuk tingkat
ini. Sebagai contoh pada 4 bar dan suhu penjenuhan yang bersesuaian 143.6C, air jenuh mempunyai
energi dalam, uf, 605 kJ/kg, dan suatu entalpi, hf, 605 kJ/kg. Kedudukan ini bersesuaian dengan titik C
pada Gambar 3.6. Volume spesifik dari air jenuh, vf, ditabulasikan dalam tabel yang terpisah, tetapi tabel
ini biasanya sangat kecil dalam perbandingan dengan volume spesifik uap kering jenuh, dan variasinya
dengan suhu sangat kecil; garis cair jenuh pada diagram p-v berimpit dengan absis tekanan dibandingkan
dengan lebar dari loop daerah uap basah (lihat Gambar 3.6). Sebagaimana terlihat dari tabel, nilainilai
dari vf bervariasi kira-kira 0.001 m3/kg pada 0.01C sampai 0.011 m3/kg pada 160C; sementara tekanan
mendekati nilai kritis, kenaikan vf lebih terlihat, dan pada suhu kritis 374.5C, nilai v adalah 0.00317
m3/kg.
Perubahan entalpi dari hf ke hg diberi simbol hfg. Bila air jenuh diubah ke uap kering jenuh, dari
Pers. 2.2 akan didapatkan Q = (u2 - u1 ) +W = (ug - uf) + W
W dinyatakan dengan luasan di bawah garis horisontal pada diagram p - v, sehingga : W = (vg - vf) p
Jadi Q = (ug - uf) + p (Vg - vf)
= (ug + p.vg) - (uf + p vf)
Dari Pers. 2.7 h = u + pv
Jadi Q = hg - hf = hfg
Panas yang diperlukan untuk mengubah cair jenuh menjadi uap kering jenuh disebut sebagai panas
laten. Dengan demikian, panas laten diberikan di dalam tabel sebagai hfg.
Dalam tabel uap, energi dalam cair jenuh diambil nilai 0 pada titik triple (pada 0.01C dan
0.006112 bar). Dengan demikian maka dari Pers. 2.7, h = u + pv, kita mempunyai,
h pada 0.011C dan 0.006112 bar = 0.006112uu105 0.0010002

(dimana vf pada 0.01C adalah 0.0010002 m3/kg) sehingga h = 6.112 x 10-4 kJ/kg
Nilai ini sangat kecil dan dengan demikian nilainya 0 untuk entalpi pada suhu 0.01C.
Catatan bahwa pada bagian akhir untuk kisaran tekanan yang ditabelkan pada tabel pertama, tekanan
221.2 bar adalah tekanan kritis, 374.5C adalah suhu kritis, dan panas laten, hfg, adalah nol.
Sifat-sifat dari uap basah.
Untuk suatu uap basah volume total campuran diberikan oleh volume cairan yang ada ditambah
dengan volume uap kering jenuh sehingga volume spesifik diberikan sebagai,

Sekarang untuk 1 kg uap basah, ada x kg uap kering dan (1 - x) kg cairan, dimana x adalah fraksi
kekeringan sebagaimana didefinisikan sebelumnya, dengan demikian,
v = vf (1 - x) + vg x
Volume cairan biasanya sangat kecil dibandingkan dengan volume uap jenuh, dengan demikian untuk
masalah-masalah praktis, v = x vg (3.1) Entalpi uap basah diberikan sebagai jumlah entalpi cairan
ditambah dengan entalpi uap kering,
h = (1 - x) hf + x hg h =hf + x (hg - hf)
h = hf + x hfg (3.2)
Dengan cara yang sama, energi dalam uap basah diberikan sebagai energi dalam cairan ditambah
dengan energi dalam uap kering,
u = (1 - x) uf + x ug (3.3)
u = uf + x (ug - uf) (3.4)
Pers. 3.4 dapat diekpresikan dalam bentuk yang sama dengan Pers. 3.2, tetapi Pers. 3.3 dan 3.4 lebih
sesuai, dengan demikian ug dan uf ditabelkan dan perbedaan ug- uf , tidak ditabelkan.
Contoh 3.1
Dapatkan volume spesifik, entalpi, dan energi dalam dari uap basah pada tekanan 18 bar, fraksi
kekeringan 0.9.
Penyelesaian :
Dari Pers. 3.1.
v = x vg
v = 0.9 x 0.1104 = 0.0994 m3/kg
dari Pers. 3.2
h = hf + x hfg
h = 885 + 0.9x1912 = 2605.8 kJ/kg
dari Pers. 3.3
u = (1 - x) uf + x ug
Jadi u = (1 - 0.9)883 + 0.9x2598 = 2426.5 kJ/kg.
Contoh 3.2
Dapatkan fraksi kekeringan, volume spesifik dan energi dalam uap pada tekanan 7 bar dan entalpi
2600 kJ/kg.
Penyelesaian :
Pada 7 bar, hg = 2764 kJ/kg, dengan demikian entalpi aktual diberikan 2600 kJ/kg, uap tersebut barus
dalam keadaan uap basap. Dari Pers. 3.2,
h = hf + x hfg 2600 = 697 + x 2067
x = 0.921
Maka dari Pers. 3.1
v = x
vg = 0.921 x 0.2728
= 0.2515 m3/kg
Dari Pers. 3.3
u = (1 - x) uf + x ug
Jadi u = (1 - 0.921)696 + 0.921 x 2573
= 2420 kJ/kg
Sifat-sifat uap super panas
Untuk uap dalam daerah superpanas, suhu dan tekanan merupakan sifat-sifat bebas (indepedent). Bila
suhu dan tekanan diberikan untuk suatu uap super panas maka kedudukannya dapat didefinisikan dan
semua sifat-sifat yang lain dapat diperoleh. Sebagai contoh, uap pada 2 bar dan 200C merupakan uap
super panas karena suhu penjenuhan pada 2 bar adalah 120.2C, yang lebih kecil dari suhu aktual. Uap
dalam kedudukan tersebut mempunyai derajat super panas 200- 120.2 = 79.8C. Tabel-tabel dari sifat-
sifat uap super panas berkisar dari tekanan 0.006112 bar ketekanan 221.2 bar, dan ada suatu tabel
tambahan tekanan lewat kritis di atas 1000 bar. Pada setiap tekanan ada suatu kisaran suhu ke derajat yang
tinggi dari super panas, dan nilai-nilai dari volume spesifik, energi dalam, entalpi dan entropi ditabelkan
pada setiap tekanan dan suhu sampai 70 bar; di atas tekanan ini energi dalam tidak ditabelkan. Sebagai
referensi, suhu penjenuhan disisipkan di antara tanda kurung untuk setiap tekanan dalam tabel super panas
dan nilai-nilai vg, ug, hg dan sg juga diberikan. Contoh baris dari nilai-nilai tersebut ditunjukan dalam
Gambar 3.7. Sebagai contoh, dari tabel uap super panas pada 20 bar dan 400C, volume spesifik adalah
0.1511 m3/kg dan entalpi adalah 3248 kJ/kg.
P (ts) t 250 300 350 400 450 500 600
0.1115 0.1255 0.1386 0.1511 0.1634 0.1756 0.1995
u 2681 2774 2861 2946 3030 3116 3291
20 h 2904 3025 3138 3248 3357 3467 3690
(212.4) s 6.547 6.768 6.957 7.126 7.283 7.431 7.701
Gambar 3.7. Contoh Tabel Sifat-sifat uap superpanas pada beberapa suhu pada suatu tekanan
Untuk tekanan di atas 70 bar energi dalam dapat diperoleh bila penggunaan Pers. 2.7 diperlukan.
Sebagai contoh, uap pada 80 bar, 400C mempunyai entalpi, h, 3139 kJ/kg dan volume spesifik, v, 3.428 x
10-2m3/kg, karena itu,
u = h
pv = 3139 -(80 x 105 x 0.03428)/103
= 2864.8 kJ/kg
Contoh 3.3
Uap pada 110 bar mempunyai volume spesifik 0.0196 m3/kg, dapatkan suhu, entalpi dan energi
dalamnya.
Penyelesaian :
Mula-mula perlu ditentukan apakah uap tersebut basah, kering jenuh atau superpanas. Pada 110 bar,
vg = 0.01598 m3/kg, yang mana lebuh kecil dari volume spesifik aktual 0.0196 m3/kg, dan dengan
demikian uap tersebut adalah super panas. Kedudukan uap tersebut ditunjukan pada Gambar 3.8 sebagai
titik A.

Gambar 3.8 Diagram p-v untk contoh soal 3.3


Dari tabel uap superpanas volume spesifik pada 110 bar adalah 0.0196 m3/kg pada suhu 350C.
Dengan demikian proses ini adalah isotermal yang melalui titik A. Derajat super panas adalah 350 - 318
= 32K. Dari tabel entalpi, h, adalah 2889 kJ/kg. Maka
dengan menggunakan Pers. 2.7, didapatkan
u = h - pv =2889 -(110 x 105 x 0.0196)/103
u = 2889 - 215.6 = 2673.4 kJ/kg.
Contoh 3.4
Uap pada 150 bar mempunyai entalpi 3309 kJ/kg, dapatkan suhu, volume spesifik dan energi dalam.
Pada 150 bar, hg = 2611 kJ/kg, yang mana lebih kecil dari entalpi aktual, 3309 kJ.kg, dengan demikian
uap tersebut adalah superpanas. Dari tabel uap superpanas pada 150 bar, h = 3309 kJ/kg pada suhu
500C. Volume spesifik adalah v = 0.02078 m3/kg. Dengan menggunakan
Pers. 2.7,
u = h - pv = 3309 - (150 x 105 x 0.02078)/103
= 2997.3 kJ/kg.
Interpolasi
Untuk sifat-sifat yang tidak ditabelkan secara pasti dalam tabel, perlu untuk menginterpolasinya di
antara nilai-nilai yang ada pada tabel. Sebagai contoh, untuk mendapatkan suhu, volume spesifik, energi
dalam, dan entalpi dari uap kering jenuh pada 9.8 bar, perlu untuk menginterpolasi nilai-nilai yang
diberikan di dalam tabel.
Pada 9.8 bar, suhu penjenuhan, t, adalah sama dengan suhu penjenuhan pada 9 bar ditambah
(suhu penjenuhan pada 10 bar - suhu penjenuhan pada 9 bar). Catatan bahwa hal ini dilakukan dengan
mengasumsikan suatu variasi yang linier antara 2 nilai tersebut (lihat Gambar 3.9).
sehingga

Dengan cara yang sama hg pada 9.8 bar = hg pada 9 bar + 0.8 x (hg pada 10 bar - hg pada 9 bar)
= 2774 + 0.8(2778 -2774) = 2777.2 kJ/kg.

Gambar 3.9. Interpolasi data di antara 2 nilai yang ada pada tabel
Juga ug pada 9.8 bar = 2581 + 0.8(2584 - 2581) = 2583.4 kJ/kg. Sebagai contoh yang lain, uap pada 5 bar
pada suhu 320C.
Uap tersebut adalah super panas karena suhu penjenuhan pada 5 bar adalah 151.8C, tetapi untuk
memperoleh volume spesifik dan entalpi suatu interpolasi diperlukan,
v = (v pada 5 bar dan 300 C) + 20/50 (v pada 5 bar dan
350C - v pada 5 bar dan 300C) maka v = 0.5226 + 0.4 (0.5701 - 0.5226) = 0.5416 m3/kg
hampir sama dengan
h = 3065 + 0.4(3168 -3065) = 3106.2 kJ/kg
Dalam beberapa hal interpolasi ganda diperlukan. Sebagai contoh, untuk mendapatkan entalpi uap
super panas pada 18.5 bar dan 432C suatu interpolasi antara 15 bar dan 20 bar diperlukan, dan suatu
interpolasi antara 400C dan 450C juga diperlukan. Penyajian secara tabel biasanya lebih baik seperti
hal pada Gambar 3.10 . Pertama mendapatkan entalpi pada 15 bar dan 432C.
p t 400 432 450
15 h 3256 ? 3364
18.5 h ?
20 h 3248 ? 3357
Gambar.3.10. Tabel Contoh Interpolasi Ganda sehingga
h = 3256 +32/50(3364-3256) = 3325.1 kJ/kg
Sekarang untuk memperoleh entalpi pada 20 bar, 432C,
h = 3248 + 0.64 (3357 - 3248) = 3317.8 kJ/kg
Selanjutnya interpolasi antara h pada 15 bar, 432C, dan h pada 20 bar,432C dalam rangka untuk
mendapatkan h pada 18.5 bar, 432 C.
h = 3325.1 -3.5/5(3325.1 - 3317.8) = 3320 kJ/kg
maka h pada 18.5 bar dan 432C adalah 3320 kJ/kg.
Contoh 3.5
Gambarkan diagram p-v untuk uap dan tandai tekanan, volume spesifik dan suhu pada setiap titik.
a. p = 20 bar, t = 250C
b. t = 212.4C v = 0.09957 m3/kg
c. p = 10 bar h = 2650 kJ/kg
d. p = 6 bar h = 3166 kJ/kg
Penyelesaian :
Titik A :
Pada 20 bar suhu penjenuhaanya adalah 212.4C, karena itu uap tersebut merupakan uap super panas.
Maka dari tabel, v = 0.115 m3/kg.
Titik B :
Pada 212.4C tekanan penjenuhannya adalah 20 bar dan vg = 0.09957 m3/kg. Karena itu uap tersebut
berada persis pada keadaan uap kering jenuh sehingga v = vg.
Titik C :
Pada tekanan 10 bar, hg = 2778 kJ/kg, karena itu uap tersebut merupakan uap basah karena h = 2650
kJ/kg. Karena uap tersebut adalah uap basah, maka suhunya adalah suhu penjenuhan ( t = 179.9 C).
Fraksi kekeringan dapat diperoleh dari Pers. 3.2, h = hf = x hfg
maka x = (2650 - 763)/2015 = 0.937
Maka dari Pers. 3.1.
v = x vg
v = 0.937 x 0.1944 = 0.182 m3/kg titik D :
Pada tekanan 6 bar, hg adalah 2757 kJ/kg, karena itu uap tersebut super panas, dengan demikian nilai
h = 3166 kJ/kg. sehingga dari tabel pada 6 bar dan h = 3166 kJ/kg suhunya adalah 350C, dan volume
spesifiknya adalah 0.473 m3/kg

Gambar 3.11. Diagram p-v untuk contoh soal 3.5.


Titik-titik A, B, C dan D sekarang dapat ditunjukan pada diagram p-v seperti pada Gambar 3.11.
Contoh 3.6
Hitung energi dalam dari setiap empat tingkat kedudukan yang diberikan pada contoh 3.5.
a. Uap dalam keadaan super panas pada 20 bar dan T = 250C, sehingga u = 2681 kJ/kg
b. Uap dalam keadaan kering jenuh pada 20 bar sehingga u = ug = 2600 kJ/kg
c. Uap adalah basah pada 10 bar dan x = 0937 maka u = (1 - x) uf + x ug = (1 - 0.937)762 + 0.937 x
2548 = 2470 kJ/kg
d. Uap adalah super panas pada 6 bar, 350 C sehingga u = 2881 kJ/kg

3.3 Gas ideal


Ciri Persamaan Tingkat Keadaan
Pada suhu yang berada di luar suhu kritis dari suatu fluida, dan juga pada tekanan yang sangat rendah,
uap fluida cenderung memenuhi persamaan

Dalam praktik tidak ada gas yang mengikuti hukum ini secara tepat, tetapi banyak gas mengarah
kepersamaan tersebut. Gambaran gas ideal yang mematuhi hukum tersebut disebut suatu gas ideal, dan
persamaan, pv / T = R, disebut persamaan sifat tingkat keadaan gas ideal. Konstanta, R, disebut dengan
konstanta gas. Satuan dari R adalah N m/kg K atau kJ/kg K. Setiap gas sempurna mempunyai konstanta
yang berbeda.
Persamaan sifat biasanya ditulis
pv = RT (3.5)
atau untuk m kg, yang menempati V m3,
pv = mRT (3.6)
Bentuk lain dari persamaan karakteristik dapat diturunkan dengan menggunakan kilo-gram mole
sebagai satuan. Kilo-gram mole didefinisikan sebagai jumlah ekivalen gas untuk M kg gas, dimana M
adalah berat molekul gas (berat molekul Oksigen adalah 32 , maka 1 kg oksigen adalah ekivalen dengan
32 kg oksigen ). Dari definisi kilo-gram mole, untuk m kg gas didefinisikan, m = n M (3.7)
(dimana n adalah jumlah mol ).
Catatan : Karena standar masa adalah kg, kilogram mol akan ditulis secara sederhana sebagai mol.
Dengan mengganti m pada Pers. 3.7 dalam Pers. 3.6 menghasilkan pV = n M T atau MR = pV / nT
Hipotesa Avogadro menyatakan bahwa volume dari 1 mole suatu gas adalah sama dengan volume
dari 1 mole dari suatu gas yang lain, dimana gas-gas tersebut pada suhu dan tekanan yang sama. Karena itu
V/n adalah sama untuk semua gas pada nilai suhu dan tekanan yang sama. Dengan demikian jumlah pV/nT
adalah konstan untuk semua gas. Konstanta ini disebut konstanta gas universal, dan diberikan dengan
simbol Ro,
MR = Ro = pV / nT atau pV = n RoT (3.8) atau karena M R = Ro maka,
R = Ro / M (3.9)
Percobaan menunjukan bahwa volume dari 1 mole suatu gas ideal pada 1 bar dan 0C kira-kira
adalah 22.71 m3. Karena itu dari Pers. 3.8,Ro = pV / nT = (1 x 105 x 22.71)/1 x 273.15 = 8314.3 N m/mol
K.
Dari Pers. 3.9 konstanta gas untuk suatu gas dapat diperoleh bila berat molekul diketahui. Sebagai
contoh untuk oksigen berat molekulnya 32, konstanta gasnya adalah,
R = Ro / M = 8314/32 = 259.8 N m/kg K.
Contoh 3.7
Sebuah wadah dengan volume 0.2 m3 berisi nitrogen pada 1.013 bar dan suhu 15C. Jika 0.2 kg
nitrogen sekarang dipompa ke dalam wadah tersebut, hitung tekanan yang terjadi bila wadah tersebut telah
kembali ke suhu awalnya. Berat molekul nitrogen adalah 28, dan nitrogen diasumsikan sebagai gas
sempurna.
Dari Pers. 3.9
Konstanta gas,
R = Ro/M = 8314/28 = 296.9 N m/kg K
Dari Pers. 3.6, untuk kondisi awal,

(dimana T = 15 + 273 = 288 K)


0.2 kg nitrogen ditambahkan, sehingga m2 = 0.2 + 0.237 = 0.437 kg. Maka dari Pers. 3.6, untuk
kondisi akhir,

Contoh 3.8
0.01 kg suatu gas sempurna menempati sebuah volume 0.003 m3 pada tekanan 7 bar dan suhu 131C.
Hitung berat molekul gas tersebut, bila gas dibiarkan mengembang sampai tekanan mencapai 1 bar volume
dan akhirnya 0.02 m3. Hitung suhu akhirnya. Penyelesaian :
Dari Pers. 3.6

(dimana : T1 = 131 + 273 = 404 K)


Maka dari Pers. 3.9
R = Ro / M atau M = Ro / R = 8314/520 = 16
Berat molekul = 16
Dari Pers. 3.6
pV = m R
T = pV / m R = (1 x 105 x 0.02)/(0.01 x 520) = 384.5 K
Kalor Spesifik
Kalor spesifik suatu padatan atau cairan biasanya didefinisikan sebagai kebutuhan kalor untuk
menaikkan satu satuan masa sebesar satu derajat suhu. Untuk jumlah kecil zat didefinisikan dQ = m c dT,
dimana m adalah massa, dT adalah kenaikan suhu, dan c adalah panas spesifik. Untuk suatu gas ada
ditambahkan antara dua suhu, dan karena itu gas dapat mempunyai jumlah panas spesifik yang tak
terhingga. Akan tetapi, hanya ada dua panas spesifik untuk gas yang didefinisikan yaitu panas spesifik
pada volume konstan cv, dan panas spesifik pada tekanan konstan cp.
Catatan bahwa persamaan yang mendefinisikan panas spesifik ( dQ = m c dT ), suhu naik, dT,
mungkin sebagian disebabkan oleh masukan kerja. Definisi harus dibatasi pada proses tidak mengalir
yang reversible, oleh karena irreversibilitas menyebabkan perubahan suhu yang tidak dapat dibedakan
yang disebabkan jumlah panas dan kuantitas kerja.
Kita mempunyai dQ = m cp dT untuk suatu proses tidak mengalir reversible pada tekanan konstan
(3.10)
dQ = m cv dT untuk suatu proses tidak mengalir reversible pada volume konstan (3.11)
Untuk suatu gas ideal nilai-nilai dari cp dan cv adalah konstan pada semua tekanan dan suhu.Sehingga
dengan mengintegrasikan Pers. 3.10 dan 3.11,
Aliran panas dalam proses tekanan konstan yang reversible
Q = m cp (T2 - T1) (3.12)
Aliran panas dalam proses volume konstan yang reversible
Q = m cv (T2 - T1) (3.13)
Untuk gas-gas nyata, cp dan cv bervariasi terhadap suhu, tetapi untuk tujuan yang praktis nilai rata-
rata yang sesuai digunakan.
Hukum Joule
Hukum Joule menyatakan bahwa energi dalam dari suatu gas sempurna hanya merupakan fungsi suhu
absolut, sehingga u = f(T). Untuk mengevaluasi fungsi ini, kita tinjau 1 kg gas ideal yang dipanaskan pada
volume konstan. Dari persamaan energi yang tidak mengalir, 2.3,
dQ = dW + du
Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan, dW= 0 maka dQ = du
Pada volume konstan untuk gas ideal, dari Pers. 3.11. maka untuk 1 kg dQ = cv dT
Oleh karena itu,
dQ = du = cv dT, dan dengan mengintegrasikan u = cvT + K
( dimana K adalah konstanta )
Hukum Joule menyatakan bahwa u =f(T), energi dalam bervariasi secara linier dengan suhu mutlak.
Energi dalam dapat dibuat nol pada suatu suhu referensi sembarang. Untuk gas yang sempurna dapat
diasumsikan bahwa u = 0 bila T = 0, konstanta K adalah nol, energi dalam, u = cvT untuk gas yang
sempurna (3.14) atau untuk masa, m, suatu gas yang sempurna energi dalam,
U = m cv T (3.15)
Dalam suatu proses untuk gas ideal, antara tingkat keadaan 1 dan 2 , digunakan Pers. 3.15, kenaikan
energi dalam, U2 - U1 = m cv (T2 - T1) (3.16)
Kenaikan gas ideal antara 2 tingkat keadaan selalu diberikan dengan Pers. 3.16, untuk semua proses,
baik reversible atau irreversible.
Hubungan antara panas-panas spesifik.
Suatu gas ideal dipanaskan pada tekanan konstan dari T ke T .Dari persamaan tidak mengalir 2.2, Q =
(U - U ) + W . Juga, untuk gas ideal, dari Pers. 3.16, U2 - U1 = m cv (T2 - T1). Dengan demikian,
Q = m cv (T2 - T1) + W
Dalam proses tekanan konstan, kerja yang dilakukan oleh fluida diberikan antara perkalian tekanan
dengan perubahan volume, W = p (V2 - V1). Maka dengan menggunakan 3.6, p V2 = m R T2 dan p V1 = m R
T1, didapatkan
W = m R (T2 T1)
Karena itu dengan mengganti
Q = m cv (T2 T1) + m R (T2 T1) = m (cv + R)(T2 T1)
Tetapi untuk proses tekanan konstan dari Pers. 3.12,
Q = m cp (T2 T1)
Dengan demikian dengan menyamakan dua persamaan untuk aliran panas, Q, didapatkan m (cv + R)
(T2 T1)= m cp (T2 1) maka cv + R = cp cv - cp = R (3.17)
Entalpi gas Ideal.
Dari Pers. 2.7, entalpi, h = u + pv.
Untuk gas ideal, dari Pers. 3.5, pv = RT. Juga untuk gas ideal, dari hukum Joule, Pers. 3.14, u = cv T.
Oleh karena dengan mengganti, h = cv T + RT = (cv + R)T Tetapi dari Pers. 3.17 cp - cv = R atau cv + R
= cp
Oleh karena entalpi h, untuk gas ideal diberikan oleh h = cp T (3.18)
Untuk masa,m, dari gas ideal
H = m cp T (3.19)
(catatan, oleh karena diasumsikan u = 0 pada T =0, maka h = 0 pada T = 0)
Perbandingan kalor spesifik
Perbandingan kalor spesifik pada tekanan konstan dengan panas spesifik pada volume konstan
diberikan dengan simbol (gamma )
= cp / cv (3.20)
Catatan bahwa cp - cv = R, dari Pers. 3.17, adalah jelas bahwa cp harus lebih besar dari cv untuk
setiap gas ideal. Selanjutnya perbandingan cp / cv = lebih besar dari satu. Umumnya, kira-kira adalah
1.4 untuk gas-gas beratom 2 seperti carbon monooksida (CO), hydrogen (H2), nitrogen (N2) dan oksigen
(O2). Untuk gas-gas monoatomik seperti argon (A), dan Helium (He), kira-kira adalah 1.6, dan untuk
gas-gas triatomik seperti karbon dioksida (CO2), dan sulphur dioksida (SO2), kira-kira 1.3. Untuk
beberapa hydrokarbon, nilai dari sedikit lebih rendah (misalnya untuk ethane (C2H6, = 1.22) dan
untuk iso butane (C4H10, = 1.11).
Beberapa hubungan yang bermanfaat antara cv, cp, R dan dapat diturunkan. Dari Pers. 3.17 cp - cv
=R Dengan membagi semuanya dengan cv cp / cv - 1 = R / cv
Maka dengan menggunakan Pers. 3.17,
= cp / cv, maka,
- 1 = R / cv
cv = R / ( - 1) (3.21)
Juga dari Pers. 3.20,
cp = cv,
sehingga dengan menggantikan dalam Pers. 3.21,
cp = cv = R / ( - 1) cp = R / ( - 1) (3.22)
Contoh 3.9
Suatu gas ideal mempunyai panas spesifik sebagai berikut cp = 0.846 kJ/kg K dan cv = 0.657 kJ/kg K
dapatkan konstanta gas dan berat molekul gas tersebut.dari Pers. 3.17 cp - cv = R maka R = cp cv
R = 0.846 - 0.657 = 0.189 kJ/kg K atau
R = 189 N m /kg K dari Pers. 3.9
R = Ro / M maka M = Ro / R = 8314/189 = 44
Contoh 3.10
Suatu gas ideal mempunyai berat molekul 26 dan nilai = 1.26. Hitung panas yang dibuang per kg
gas tersebut.
a) Bila gas diisikan dalam sebuah wadah yang pejal pada 3 bar dan 315C, dan kemudian didinginkan
sampai tekananya turun menjadi 1.5 bar.
b) Bila gas tersebut memasuki pipa pada 280C, dan mengalir secara mantap sampai ujung pipa dimana
suhunya adalah 20 C.
Abaikan perubahan kecepatan gas dalam pipa. Penyelesaian :
Dari Pers. 3.9
R = Ro / M = 8314/26 = 319.8 N m/kg K
Dari Pers. 3.21
cv = R / ( - 1) = 319.8/103 (1.26 - 1) = 1.229 kJ/kg K
Kemudian dari Pers. 3.20 cp / cv =
cp = cv = 1.26 x 1.229 = 1.548 kJ/kg K
a. Volume tetap konstan untuk masa gas yang ada, dan dengan demikian volume spesifik tetap konstan.
Dari Pers. 3.5, p1 v1= R T1 dan p2 v2= R T2 (dimana T1 = 315 + 273 = 588 K ) maka dari Pers. 3.13
kalor yang dibuang per kg gas = cv (T2 T1) = 1.229 x (588 - 294) = 361 kJ/kg
b. Dari Pers. energi yang mengalir mantap, 2.8,

Perubahan kecepatan dan kerja yang dilakukan pada atau oleh gas tersebut dapat diabaikan
Maka bisa digunakan persamaan
h1 + Q = h2 atau Q = (h2 h1)
Untuk suatu gas yang sempurna, dari Pers. 3.18, h =cp T
Q = cp (T2 T1) atau panas yang dibuang per kg = cp (T1 T2) = 1.548 (280 - 230) = 403 kJ/kg
Catatan bahwa tidak perlu untuk mengubah t1 = 280C dan t2 = 20C menjadi derajat Kelvin, karena
perbedaan suhu (t1 t2) dalam derajat Celcius, secara numerik adalah sama dengan perbedaan suhu (T1
T2) K.

SOAL LATIHAN
(Catatan : nilai-nilai dari R, cp, cv dan untuk udara diasumsikan sebagaimana diberikan pada
halaman dari tabel-tabel yang disebutkan (R = 0.287 kJ/kg K; cp = 1.005 kJ/kg K; cv = 0.718 kJ/kg K dan
= 1.4). Untuk gas ideal yang lain nilai-nilai R, cp, cv dan , jika diperlukan, harus dihitung dari
informasi yang diberikan dalam soal)
1. Lengkapilah tabel berikut dengan menggunakan tabel uap. Isilah dengan garis strip-strip untuk hal hal
yang tidak benar, dan menginterpolasi bila perlu.
2. Sebuah wadah bervolume 0.03 m3 berisi uap kering jenuh pada 17 bar. Hitung massa uap tersebut di
dalam wadah dan entalpi dari masa tersebut ( Jawaban 0.257 kg ; 718 kJ )
3. Uap pada 7 bar dan 250C memasuki pipa dan mengalir sepanjang pipa tersebut pada tekanan tetap.
Jika uap tersebut membuang panas secara mantap ke sekelilingnya, pada suhu berapa embun air akan
mulai membentuk uap? Dengan menggunakan persamaan energi yang mengalir secara mantap, dan
dengan mengabaikan perubahan kecepatan uap, hitung panas yang dibuang per kg dari uap yang
mengalir.
( Jawaban 165 C : 191 kJ/kg )
4. 0.05 kg uap pada 15 bar diisikan dalam sebuah wadah yang tidak berubah bentuk (rigid) bervolume
0.0076 m3. Berapa suhu dari uap tersebut?. Jika wadah tersebut didinginkan, pada suhu berapa uap
tersebut akan menjadi uap kering jenuh? Pendinginan diteruskan sampai tekanan dalam wadah adalah
11 bar, hitung fraksi kekeringan akhir dari uap tersebut, dan panas yang dibuang antara keadaan awal
dan akhir.
( Jawaban 250C ; 191.4C ; 0.857 ; 18.5 kJ ).
5. Berat molekul dari CO2 adalah 44. Suatu percobaan nilai dari CO2 telah didapatkan sebesar 1.3.
Dengan mengasumsikan bahwa CO2 adalah gas ideal, hitung konstanta gas, R, dan panas spesifik pada
tekanan dan volume konstan , cp dan cv .
(Jawaban 0.189 kJ/kg ; 0.63 kJ/kg K ; 0.819 kJ/kg K).
6. Hitung energi dalam dan entalpi dari 1 kg udara yang menempati 0.05 m3 pada 20 bar. Jika energi
dalam dinaikkan sebesar 120 kJ/kg sebagaimana udara tersebut ditekan mencapai 50 bar, hitung
volume baru yang ditempati oleh 1 kg udara tersebut.
(Jawaban 250.1 kJ/kg ; 350.1 kJ/kg ; 0.0296 m3)
7. Oksigen O2, pada 200 bar disimpan dalam wadah baja pada 20C. Kapasitas wadah tersebut adalah
0.04 m3. Dengan mengasumsikan bahwa O2 merupakan suatu gas ideal, hitung masa O2 tersebut yang
dapat disimpan dalam wadah tersebut. Wadah tersebut dilengkapi dengan alat pengontrol kelebihan
tekanan yakni dengan fusible flug yang akan meleleh jika suhu meningkat terlalu tinggi. Pada suhu
berapa alat pengontrol tersebut akan meleleh untuk membatasi tekanan di dalam wadah mencapai 240
bar? Berat molekal oksigen adalah 32.
( Jawaban 10.5 kg ; 78.6C )
4. Bila suatu gas ideal tertentu dipanaskan pada tekanan konstan dari 15C ke 95C, panas yang
dibutuhkan adalah 1136 kJ/ kg. Bila gas yang sama dipanaskan pada volume konstan di antara suhu
yang sama, panas yang dibutuhkan adalah 808 kJ/kg. Hitung cp, cv, , R dan berat molekul dari gas
tersebut.
(Jawaban 14.2 kJ/kg ; 10.1 kJ/kg K ; 1.405 ; 4.1 kJ/kg K ; 2.028)
5. Dalam kompresor udara, tekanan pada pemasukan dan pengeluaran masing-masing adalah 1 bar dan 5
bar. Suhu udara pada pemasukan adalah 15C dan volume pada awal kompresi adalah 3 kali dari pada
akhir penekanan. Hitung suhu udara pada pengeluaran dan peningkatan energi dalam per kg udara.
( Jawaban 207 C ; 138 kJ/kg )
6. Sejumlah gas ideal tertentu ditekan dari keadaan awal 0.085 m3, 1 bar ke kedudukan akhir 0.034 m3,
3.9 bar. Panas spesifik pada volume konstan adalah 0.724 kJ.kg K dan panas spesifik pada tekanan
konstan adalah 1.02 kJ/kg K. Kenaikan suhu yang diamati adalah 146 K. Hitung konstanta gas, R, masa
gas yang ada, dan peningkatan energi dalam dari gas tersebut.
( Jawaban 0.296 kJ/kg K ; 0.11 kg ; 11.63 kJ )
Penyelesaian masalah untuk soal latihan 1 pada halaman 54.
BAB IV PROSES REVERSIBLE DAN IRREVERSIBLE
Dalam 3 bab terdahulu persamaan energi untuk proses yang mengalir dan tidak mengalir telah
diturunkan, konsep-konsep reversibelitas dan ireversibelitas telah dikenalkan, dan sifatsifat uap dan gas
ideal telah didiskusikan. Pada bab ini akan membahas proses yang diperkirakan muncul dalam praktik,
dan menggabungkannya dengan konsep kerja yang telah di bahas pada 3 bab terdahulu.
4.1 Proses Reversible Tidak Mengalir
Proses pada volume konstan
Pada proses volume konstan fluida kerja diisikan dalam suatu wadah yang kokoh (rigid), dengan
demikian batas-batas sistem tidak bergerak dan tidak ada kerja yang dapat dilakukan atau dikenakan oleh
sistem, selain dari masukan kerja pada kincir. Berhubung proses berlangsung pada volume konstan maka
diasumsikan kerja yang dilakukan sama dengan nol, demikian pula sebaliknya.
Dari Pers. 2.2 energi untuk fluida tanpa aliran massa
Q = (u2 - u1) + W
Berhubung tidak ada kerja yang dilakukan, maka didapatkan
Q = u2- u1 (4.1)
65
atau untuk massa, m, dari fluida kerja
Q = U2 - U1 (4.2)
Semua panas yang diberikan dalam proses volume konstan untuk meningkatkan energi dalam.
Proses volume konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.1a. Tingkat keadaan
awal dan akhir masing-masing telah dipilih dalam daerah basah dan daerah superpanas. Pada Gambar
4.1b proses volume konstan untuk gas ideal ditunjukkan pada diagram p-v. Untuk suatu gas ideal kita
mempunyai persamaan 3.13,
Q = m cv (T2 - T1)
Proses pada Tekanan Konstan
Pada Gambar 4.1a dan 4.1b dapat dilihat bahwa bila batas sistem tidak fleksible seperti pada proses
volume konstan, tekanan meningkat bila panas ditambahkan. Untuk proses tekanan konstan batas sistem
bergerak berlawanan arah masukan panas ; sebagai contoh fluida dalam selinder yang berpiston dapat
dibuat untuk proses tekanan konstan. Berhubung piston ditekan pada jarak tertentu oleh gaya yang
dihasilkan fluida, maka kerja dilakukan oleh fluida terhadap lingkungannya.
Dari persamaan 1.2

untuk proses yang reversible.

proses volume konstan pada uap proses volume konstan pada gas ideal
Maka, karena p konstan
(catatan bahwa persamaan ini telah diturunkan dan digunakan pada Sub bab 3.3)
Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2,
Q = (u2 - u1) + W
Sehingga untuk proses tekanan konstan yang reversible
Q = (u2 - u1) + p (v2 - v1) = (u2 + pv2) - (u1 + p v1)
Sekarang dari Pers. 2.7, entalpi, h = u + p v, maka,
Q = h2 - h1 (4.3) atau untuk massa, m, fluida,
Q = H2 - H1 (4.4)
Proses tekanan konstan untuk uap ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.2.a. Tingkat keadaan
awal dan akhir telah ditentukan pada daerah basah dan superpanas. Pada Gambar 4.2.b proses tekanan
konstan untuk gas ideal ditunjukkan dengan diagram p-v. Untuk gas ideal digunakan Pers. 3.12,
Q = m cp (T2 T1)

Catatan : Gambar 4.2.a dan 4.2.b, daerah yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan oleh fluida, p (v2
- v1).
Contoh 4.1
0.05 kg dari suatu fluida dipanaskan pada tekanan konstan 2 bar sampai volumenya mencapai 0.0658
3
m . Hitung panas yang diberikan dan kerja yang dilakukan,
a) Bila fluida adalah uap, tingkat keadaan awalnya kering jenuh.
b) Bila fluida tersebut udara, suhu awalnya 130C.
Penyelesaian :
a) Mula-mula uap berada pada tingkat keadaan kering jenuh pada 2 bar sehingga, h1 = hg pada 2 bar =
2707 kJ/kg
Akhirnya uap tersebut adalah pada 2 bar dan volume spesifik diberikan oleh v2 = 0.0658 m3/ 0.05 kg
= 1.316 m3/kg
Maka uap tersebut merupakan uap superpanas. Dari tabel superpanas pada 2 bar dan 1.316 m3/kg,
suhu uap tersebut adalah 300 C, dan entalpinya sebesar h2 = 3702 kJ/kg. Maka dari persamaan 4.4
Q = H2 - H1 = m(h2 - h1) = 0.05(3072 - 2707) panas yang diberikan = 0.05 x 365 = 18.25 kJ.

Gambar 4.3. Diagram p-v untuk contoh 4.1


Proses yang berlangsung ditunjukkan dengan diagram p-v pada gambar 4.3. Kerja yang dilakukan
ditunjukkan dengan luasan yang diarsir, W = p (v2 - v1) N m/kg.
Sekarang v1 = vg pada 2 bar = 0.8856 m3/kg, dan v2 = 1.316 m3/ kg.
Jadi W = 2 x 105 (1.316 - 0.8856) = 2 x 105 x 0.4304 N m/kg
Kerja yang dilakukan oleh massa total yang ada = 0.05 x 2 x 105 x 0.4304 x 10-3 = 4.304 kJ
b) Dengan menggunakan Pers. 3.6,

Untuk gas ideal yang mengalami proses tekanan konstan, digunakan Pers. 3.12,
Q = m cp (T2 - T1)
Panas yang diberikan = 0.05 x 1.005 (917 - 403) = 25.83 kJ
(dimana T1 = 130 + 273 = 403 K)
Proses yang berlangsung ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.4. Kerja yang dilakukan
ditunjukkan dengan luasan yang diarsir, W = p (v2 - v1) N m/kg. Dari Pers. 3.5, pv = RT
Maka kerja yang dilakukan = R (T2 - T1) = 0.287 (917 - 403) kJ/kg
Kerja yang dilakukan oleh massa fluida yang ada = 0.05 x 0.287 x 514 = 7.38 kJ

Gambar 4.4. Diagram p-v untuk contoh 4.1.b.


Proses pada suhu konstan (isotermal)
Proses pada suhu konstan disebut sebagai proses isotermal. Bila fluida dalam ruang piston dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah, ada kecenderungan suhu menurun. Dalam ekpansi isotermal kalor harus
ditambahkan secara kontinyu untuk menjaga suhu awalnya. Demikian pula pada tekanan isotermal, kalor
harus dipndahkan dari fluida secara kontinyu selama proses. Proses isotermal untuk uap ditunjukkan
dalam diagram p-v pada Gambar 4.5. Tingkat keadaan awal dan akhir telah ditentukan pada daerah-
daerah basah dan superpanas. Dari keadaan 1 ke keadaan A tekanan tetap pada p1, pada daerah basah,
suhu dan tekanan berhubungan dengan penjenuhan. Kita dapat melihat, meskipun proses isotermal
berlangsung pada uap basah, tekanan konstan dan Pers. 4.3. dan 4.4 dapat digunakan (misalnya panas
diberikan dari kedudukan 1 ke kedudukan A per kg uap = hA - h1). Pada daerah super panas, tekanan turun
sampai p2 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.5, dan prosedurnya tidak sederhana. Bila kedudukan
1 dan 2 telah diketahui maka energi dalam u1 dan u2 bisa didapatkan dari tabel. Kerja yang dilakukan
ditunjukkan dengan luasan yang diarsir pada Gambar 4.5. Hal ini dapat dievaluasi dengan mengeplot
proses dan mengukur luas daerah secara grafis. Akan tetapi, untuk menentukan sifat entropi,s, akan
diberikan cara yang sesuai untuk mengevaluasinya (didiskusikan pada Bab 5). Bila aliran kalor dihitung
maka kerja yang dilakukan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan energi tanpa aliran massa
(Pers. 2.2)
Q = (u2 - u1) + W

Gambar 4.5. Proses Isotermal untuk Uap


Contoh 4.2
Uap pada 7 bar dan fraksi kekeringannya 0.9 berekspansi di dalam ruang piston secara isotermal dan
reversible sampai tekanannya 1.5 bar. Hitung perubahan energi dalam dan perubahan entalpi per kg uap
tersebut. Kalor yang diberikan selama proses sebesar 400 kJ/kg, dengan metoda yang disajikan pada Bab
5. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap tersebut.
Penyelesaian :
Proses tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.6. Suhu penjenuhan yang bersesuaian pada 7 bar adalah
165C. Uap tersebut superpanas pada tingkat keadaan 2. Energi dalam pada tingkat keadaan 1 didapatkan
dengan menggunakan Pers. 3.3, u1 = (1 - x) uf + xug = (1 - 0.9) x 696 + (0.9 x 2573) = 2385.3 kJ/kg
Dengan mengiterpolasi tabel uap super panas pada 1.5 bar dan 165 C, didapatkan u2 = 2580 +
15/50 (2656 - 2580) = 2602.8 kJ/kg
Maka peningkatan energi dalamnya = u2 - u1 = 2602.8 - 2385.3 = 217.5 kJ/kg

Gambar 4.6. Diagram p-v untuk contoh 4.2.


h1 = hf + xhfg = 697 + 0.9 x 2067 = 2557.3 kJ/kg
Dengan menginterpolasi tabel uap super panas pada 1.5 bar dan 165 C, didapatkan
h2 = 2773 + 15/50 (2873 - 2773) = 2803 kJ/kg
h2 - h1 = 2803 - 2557.3 = 245.7 kJ/kg
Dari persamaan energi tanpa aliran (Pers. 2.2)
Q = (u2 - u1) + W
Maka w = Q - (u2 - u1) = 182.5 kJ/kg
Kerja yang dilakukan oleh uap tersebut = 182.5 kJ/kg
(Kerja yang dilakukan merupakan luas daerah pada Gambar 4.6
; hanya dapat dievaluasi secara grafis ).
Proses isotermal untuk gas ideal lebih mudah ditelaah daripada proses isotermal untuk uap, karena
hukum dasar gas ideal yang menghubungkan p, v dan T, dan energi dalam u telah di definisikan. Dari Pers.
3.5, pv = RT

Gambar 4.7. Proses isotermal untuk gas ideal


Bila suhu konstan sebagaimana dalam proses isotermal maka berlaku pv = RT = konstan
Maka proses isotermal untuk gas ideal,
pv = konstan (4.5)
p1v1 = p2v2 = p3v3 dan seterusnya
Pada Gambar 4.7, proses isotermal untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram p-v. Persamaan
proses tersebut adalah pv = konstan, yang merupakan persamaan hyperbola. Dalam kasus ini harus
ditekankan bahwa proses isotermal dalam bentuk pv = konstan hanya berlaku untuk gas ideal, dan dapat
digunakan persamaan tingkat keadaan, pv = RT.
Kerja yang dilakukan oleh gas ideal dalam keadaan mengembang dari kedudukan 1 ke kedudukan 2
secara isotermal dan reversibel ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir pada Gambar 4.7.
Dari Pers. 1.2 kita mendapatkan

Dalam hal ini , pv = konstan, atau p = c / v (dimana c = konstant),


maka

Konstanta c dapat ditulis sebagai p1v1 atau p2v2, karena p1v1 = p2v2 = konstan, c

Sehingga, dengan menggantikan nilai tersebut ke dalam Pers. 4.6,

Jelaslah bahwa ada sejumlah besar persamaan yang bisa diturunkan untuk kerja yang dilakukan, dan
perlu untuk diingat, semua dapat diturunkan dengan sangat mudah dari prinsip yang pertama.
Untuk gas ideal dari hukum Joule, yaitu Pers. 3.16, didapatkan,
U2 -U1 = m cv (T2 - T1)
Berhubung pada proses isotermal untuk gas ideal, T2 = T1, maka U2 - U1 =0
Hal ini berarti, energi dalam tetap konstan pada proses isotermal untuk gas ideal.
Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2,
Q = (u2 - u1) + W oleh karena u1 = u2, maka
Q = W (4.12)
merupakan kalor untuk proses isotermal untuk gas ideal.
Catatan bahwa aliran kalor ekuivalen dengan kerja yang dilakukan pada proses isotermal. Hal ini
hanya berlaku untuk gas ideal. Dari contoh 4.2 untuk uap, dapat dilihat walaupun prosesnya isotermal,
perubahan energi dalam sebesar 217.5 kJ/ kg, dan kalor yang diberikan tidak ekuivalen dengan kerja yang
dilakukan.
Contoh 4.3
1 kg nitrogen (berat molekul 28) ditekan secara reversible isotermal dari 1.01 bar, 20C sampai 4.2
bar. Hitung kerja yang dilakukan dan kalor yang mengalir selama proses. Asumsikan nitrogen merupakan
gas ideal.
Dari Pers. 3.9, untuk nitrogen,
R = Ro / M = 8.314/28 = 0.297 kJ/kg K
Proses tersebut ditunjukkan melalui diagram p-v pada Gambar 4.8. Pada Sub bab 1.6 telah dijelaskan
bahwa bila proses berlangsung dari kanan ke kiri pada diagram p-v, maka kerja yang dilakukan oleh
fluida adalah negatif. Hal ini berarti kerja dikenakan terhadap fluida.
Dari persamaan 4.10
W = RT ln p1 / p2 = - 0.297 x 293 x ln(4.2/1.01) = -124 kJ/kg maka kerja yang masuk = 124 kJ/kg

Gambar 4.8. Diagram p-v untuk contoh 4.3


Dari Pers. 4.12, untuk suatu proses isotermal untuk gas ideal, Q = W = -124 kJ/kg sehingga panas yang
dibuang = + 124 kJ/kg
4.2 Proses Reversibel Adiabatik Tanpa Aliran
Proses adiabatik merupakan proses yang tidak ada panas yang dipindahkan ke atau dari fluida selama
proses. Sehingga prosesnya dapat bersifat reversible atau irreversible. Proses yang reversibel adiabatik
tanpa aliran akan dibicarakan dalam sub bab ini.
Dari persamaan tanpa aliran 2.2,
Q = (u2 - u1) + W dan untuk proses adiabatik Q = 0
Maka didapatkan persamaan
W = u2 - u1 untuk sembarang proses adiabatik (4.13)
Persamaan 4.13 digunakan untuk proses adiabatik, baik secara reversible atau pun tidak. Dalam
ekspansi adiabatik, kerja yang dilakukan oleh fluida merupakan nilai penurunan energi dalam fluida.
Untuk proses kompresi adiabatik semua kerja yang dilakukan terhadap fluida akan meningkatkan energi
dalam fluida. Selama proses adiabatik berlangsung, harus ada insulasi panas yang sempurna.
Uap yang mengalami proses reversibel adiabatik, kerja yang dilakukan dapat diperoleh dari Pers.
4.13 dengan mengevaluasi u1 dan u2 dari tabel. Penentuan tingkat keadaan 2, harus berdasarkan proses
berlangsung secara reversibel adiabatik. Sifat entropi, s (pada Bab 5) akan ditunjukkan bahwa proses
reversibel adiabatik berlangsung pada entropi yang konstan, dan hal ini dapat digunakan untuk menetapkan
tingkat keadaan 2.
Untuk gas ideal, hukum yang menghubungkan antara p dan v untuk proses reversibel adiabatik, dapat
diperoleh dengan mempertimbangkan persamaan energi tanpa aliran massa dalam bentuk diferensial. Dari
Pers. 2.2
dQ = du + dW
Untuk proses reversible d
W = p dv,
dQ = du + p dv = 0
(Q = 0 untuk proses adiabatik)
Sekarang untuk gas ideal dari Pers. 3.5
pv = RT atau p = RT / v
dengan substitusi, maka didapatkan

Dari Pers. 3.14 u = cv T atau

Apabila dibagi dengan T, akan menghasilkan suatu bentuk persamaan yang dapat diintegralkan,

Hasil integrasinya adalah cv ln T + R ln v = konstan


Dengan menggunakan Pers. 3.5 yaitu T = (pv) / R, ke dalam persamaan di atas, maka didapatkan

Dengan proses substitusi didapatkan, ln (pv / R) + ( -1) ln v = konstan

Dari hal tersebut di atas, didapatkan hubungan yang sederhana antara p dan v untuk gas ideal yang
mengalami proses reversible adiabatik, setiap gas ideal mempunyai nilai sendiri-sendiri.
Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT, hubungan antara T dan v, serta T dan p, akan diturunkan
sebagai berikut pv = RT maka p = RT / T
Dengan mensubstitusi p dalam Pers. 4.14,

Proses reversibel adiabatik untuk gas ideal antara kedudukan 1 dan 2 dapat dituliskan:
Dari Pers. 4.14
Dari persamaan 4.13 kerja yang dilakukan dalam proses adiabatik per kg gas, W = (u - u ). Kenaikan
energi dalam untuk gas ideal diberikan oleh Pers. 3.16,

Gambar 4.9. Proses Isotermal adiabatik untuk gas ideal


Maka dengan menggantikan cv didapatkan

Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT,

Proses reversible adiabatik untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram p-v pada Gambar 4.9. Kerja
yang dilakukan ditunjukkan oleh daerah yang diarsir, dan daerah ini dapat dievaluasi dengan integral

Berhubung pv = konstan, c, maka,

Konstanta dalam persamaan ini dapat ditulis sebagai vp11J atau vp22 J , maka

Ini adalah ekspresi yang sama yang didapatkan sebelumnya seperti Pers. 4.21.
Contoh 4.4
1 kg uap pada 100 bar dan 375C diekspansi secara reversible dalam ruang piston yang diinsulasi secara
sempurna sampai tekanannya menjadi 38 bar sehingga uap dalam keadaan kering jenuh. Hitung kerja yang
dilakukan oleh uap tersebut.
Penyelesaian :
Dari tabel uap super panas, pada 100 bar dan 375C, h1 = 3017 kJ/kg dan v1 = 0.02453 m3/kg
Dengan menggunakan persamaan 2.7
u = h - pv
Maka u1 = 3017 - (1000x105 x0.02453)/103 = 2771.7 kJ/kg juga u2 = ug pada 38 bar = 2602 kJ/kg
Berhubung silinder diinsulasi secara sempurna maka tidak ada panas yang mengalir ke atau dari uap
selama ekspansi berlangsung, sehingga proses berlangsung secara adiabatik.
Dengan menggunakan Pers. 4.13,
W = u1 - u2 = 2771.7 - 2602 = 169.7 kJ/kg
Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v dalam Gambar 4.10 , luasan yang diarsir menunjukkan
kerja yang dilakukan.

Gambar 4.10. Diagram p v untuk Contoh 4.4.


Contoh 4.5
Udara pada 1.02 bar, 22C, awalnya menempati volume silinder 0.015m3, ditekan secara reversibel
adiabatik oleh piston sehingga tekanan menjadi 6.8 bar. Hitung suhu akhir, volume akhir, dan kerja yang
dilakukan pada massa udara di dalam silinder tersebut. Dari persamaan 4.19

(dimana T1 = 22 + 273 = 295 K; untuk udara = 1.4) Suhu akhir = 507.5 - 273 = 234.5C
Dari persamaan 4.17

dan untuk gas ideal, dari Pers. 3.14, u = cv T per kg gas,


maka W = cv (T1 - T2) = 0.718(295 - 507.5) = -152.8 kJ/kg
maka kerja masukan per kg = 152.8 kJ

Massa udara tersebut didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.6, pV = m RT 5

Total kerja yang dilakukan = 0.0181 x 152.8 = 2.76 kJ. Proses tersebut ditunjukkan pada diagram p-v
dalam Gambar 4.11, luasan yang diarsir menunjukkan kerja yang dilakukan per kg udara.
4.3 Proses Politropik
Dalam praktik banyak ditemui proses yang mendekati hukum reversibel yang berbentuk pvn =
konstan, dimana n adalah suatu konstanta. Uap dan gas ideal keduanya mengikuti bentuk hukum ini
sepenuhnya terutama pada proses yang tidak mengalir. Proses tersebut merupakan proses reversibel.
Dari Pers. 1.2 untuk proses yang reversibel,

W = pdv
Untuk proses yang mengikuti pvn = konstan, kita mendapatkan p =c / vn, dimana c adalah konstanta.

Persamaan 4.22 adalah benar untuk suatu bahan kerja yang mengalami suatu proses politropik yang
reversibel. Selanjutnya juga bahwa untuk suatu proses politropik kita dapat menulis

Contoh 4.6
Pada mesin uap, awal proses ekspansi adalah 7 bar, fraksi kekeringan 0.95, dan ekspansi tersebut
mengikuti hukum pv1.1 = konstan, menurun ke tekanan 0.34 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap
tersebut selama proses ekspansi, dan panas yang mengalir per kg uap ke atau dari dinding silinder selama
ekspansi tersebut.
Penyelesaian :
Pada 7 bar, vg = 0.2728 m3/kg
Dengan menggunakan persamaan 3.1, v1 = x vg = 0.95 x 0.2728 = 0.259 m3/kg
Maka dari Pers. 4.23

Kerja yang dilakukan = 436 kJ/kg


Pada 0.34 bar, vg = 4.649 m3/kg, merupakan uap basah pada tingkat keadaan 2, dan dengan menggunakan
Pers 3.1, kita mendapatkan
Gambar 4.12. Diagram p-v untk contoh 4.6.
Proses ekspansi ditunjukkan pada diagram p-v melalui Gambar 4.12, luas daerah dibawah 1-2
menunjukkan kerja yang dilakukan per kg uap. Dari Pers. 3.3
u1 = (1 - x1) uf + x1ug = (1 - 0.95)696 + 0.95 x 2573
= 2476.8 kJ/kg u2 = (1 - x2) uf + x2ug
= (1 - 0.873)302 + 0.873 x 2472
= 2196.4 kJ/kg
Dari persamaan energi yang tidak mengalir, Pers. 2.2,
Q = (u2 - u1) + W = (2196.4 - 2476.8) + 436 = 155.6 kJ/kg
Panas yang diberikan = 155.6 kJ/kg
Sekarang kita pertimbangkan untuk proses politropik gas ideal.
Dari Pers. 3.5
pv = RT atau p = RT / v
Sehingga, dengan menggantikan dalam persamaan pvn= konstan, didapatkan

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa persamaan ini mirip dengan Pers.
4.15 dan 4.16 untuk proses adiabatik reversibel gas ideal. Dalam kenyataan proses adiabatik yang
reversibel gas ideal merupakan keadaan khusus proses politropik dengan indeks, n, sebanding dengan .
Persamaan-persamaan 4.24 dan 4.25 dapat ditulis sebagai

Catatan bahwa Pers. 4.24, 4.25, 4.26, dan 4.27 tidak bisa diterapkan pada uap yang mengalami
proses politropik, persamaan karakteristik dari keadaan, pv = RT, yang telah digunakan dalam penurunan
persamaan, hanya menggunakan gas ideal.
Untuk gas ideal yang berekspansi secara politropik biasanya lebih sesuai untuk mengekpresikan kerja
yang dilakukan dalam bentuk suhu pada keadaan akhir. Dari Pers. 4.22, W = (p1v1 - p2v2) / (n-1), maka
dari Pers. 3.5, p v = RT dan p v = RT . Maka,
1 1 1 2 2 2

Dengan menggunakan persamaan energi yang tidak mengalir, 2.2 , panas yang mengalir selama proses
dapat diperoleh,

Dari Pers. 3.21

Sehingga dengan menggantikan,

Pers. 4.30 merupakan persamaan yang sesuai untuk mengekspresikan hubungan kalor yang diberikan
dengan kerja yang dilakukan dalam proses politropik. Dalam proses ekspansi, kerja dilakukan oleh gas,
maka faktor W adalah positif. Dari Pers. 4.30 kita dapat melihat bahwa bila dalam proses ekspansi
indeks politropik n adalah lebih kecil daripada , maka sisi kanan dari persamaan adalah positif (yaitu
kalor diberikan selama proses). Sebaliknya, bila n adalah lebih besar daripada , maka panas dibuang
oleh gas. Demikian juga, jika kerja yang dilakukan dalam suatu proses kompresi adalah negatif, maka n
lebih kecil daripada , dalam proses kompresi kalor dibuang. Bila n lebih besar daripada , dalam
kompresi kalor harus diberikan kepada gas selama proses. Hal ini telah dibicarakan dalam Sub bab 3.3
bahwa untuk semua gas ideal mempunyai nilai lebih besar dari pada 1.
Contoh 4.7
1 kg gas ideal dikompresikan dari 1.1 bar, 27C yang mengikuti persamaan p v1.3 = k, mencapai
tekanan 6.6 bar. Hitung panas yang mengalir ke atau dari dinding silinder,
a) Bila gas tersebut adalah etana (berat molekul 30), cp = 1.75 kJ/ kg K
b) Bila gas tersebut adalah argon (berat molekul 40), cp = 0.515 kJ/kg K
Penyelesaian :
Dari persamaan 4.27, untuk etana dan argon keduanya,

(dimana T1 = 27 + 273 = 300 K)


a). Dari Pers. 3.9, R = Ro / M,
dengan demikian, untuk etana
R = 8.314/30 = 0.277 kJ/kg K
Kemudian, dari Pers. 3.17 cp - cv = R, didapatkan
cv = cp - R = 1.75 - 0.277 = 1.473 kJ/kg K
(dimana cp = 1.75 kJ/kg K untuk etana)
Dari Pers. 3.20
b) Dengan menggunakan methoda yang sama untuk Argon kita mendapatkan ,
R = 8.314 / 40 = 0.208 kJ/kg K
juga cv = 0.515 - 0.208 = 0.307 kJ/kgC

Untuk kerja yang dilakukan, kita mendapatkan

Maka kalor yang dibuang sebesar 59.4 kJ/kg Pada proses politropik, indeks n tergantung hanya pada
besarnya kalor dan kerja selama proses. Berbagai macam proses yang dipelajari dalam Sub bab 4.1 dan
4.2 merupakan contoh kasus khusus proses politropik untuk gas ideal. Sebagai contoh, Bila n = 0 pv0 =
konstan, p = konstan
Bila n = pv = konstan
Atau p1/v = konstan, v = konstan
Bila n =1 pv = konstan, T = konstan
(karena pv / T =konstan untuk gas ideal)
Bila n = pv = konstan, reversibel adiabatik
Hal ini diilustrasikan melalui diagram p-v pada Gambar 4.13.
Maka,
keadaan 1 ke A adalah pendinginan pada tekanan konstan (n= 0)
keadaan 1 ke B adalah kompresi isothermal (n = 1)
keadaan 1 ke C adalah kompresi adiabatik reversibel (n = )
keadaan 1 ke D adalah pemanasan pada volume konstan (n = )
Demikian pula halnya, 1 ke A' adalah pemanasan dengan tekanan konstan, 1 ke B' adalah ekspansi
isothermal, 1 ke C' adalah ekpansi adiabatik secara reversibel, 1 ke D' adalah pendinginan dengan volume
konstan. Catatan : karena adalah selalu lebih besar daripada satu, maka proses 1 ke C harus
menghubungkan antara proses-proses 1 ke B dan 1 ke D;demikian juga, proses 1 ke C' harus
menghubungkan proses-proses 1 ke B' dan 1 ke D'. Proses generalisasi untuk uap seperti di atas adalah
tidak mungkin dilakukan.
Salah satu proses yang penting untuk uap dijelaskan di sini. Uap akan mengalami proses yang
mengikuti persamaan pv = konstan. Berhubung persamaan karakteristik dari keadaan, pv = konstan, tidak
sesuai untuk uap, maka proses tidak berlangsung isotermal. Tabel-tabel harus digunakan untuk
memperoleh sifatsifat pada tingkat keadaan akhir, menggunakan p1v1 = p2v2.
Gambar 4.13. Proses politropik beberapa indeks n
Contoh 4.8
Pada silinder mesin uap, uap diekspansi dari 5.5 bar ke 0.75 bar menurut Persamaan hyperbola pv =
konstan. Jika pada awalnya uap tersebut adalah kering jenuh, hitung kerja yang dilakukan tiap kg uap dan
hitung pula panas yang mengalir ke atau dari dalam sistem.
Penyelesaian : Pada tekanan 5,5 bar

Pada 0,75 bar, vg = 2,217 m3/kg, uap merupakan uap superpanas pada tingkat keadaan 2. Hasil
interpolasi dari tabel superpanas pada 0,75 bar didapatkan : u2 = 2567,7 kJ/kg.

Gambar 4.14. Diagram p-v untuk contoh 4.8.


Untuk uap kering jenuh pada 5,5 bar,
u1 = ug = 2565 kJ/kg
Sehingga perubahan energi dalam = 2567,7 2565 = 2,7 kJ/kg
Proses ditunjukkan pada diagram p-v pada Gambar 4.14, dengan area yang diarsir mewakili kerja
yang dilakukan. Dari persamaan 1.2 , didapatkan

W = 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (v2/v1) = 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (p1/p2)


= 5,5 x 105 x 0,3427 x ln (5,5/0,75) = 375 500 N.m/kg.
Dari persamaan energi tanpa aliran :
Q = (u2 u1) + W = 2,7 + 375,5 = 378,2 kJ/kg
maka kalor yang disuplai sebesar 378,2 kJ/kg.

4.4 Proses-Proses Irreversibel


Kriteria reversibilitas telah dijelaskan pada Sub bab 1.5. Persamaan dari Sub bab 4.1, 4.2, dan 4.3
digunakan hanya jika proses memenuhi kriteria reversibilitas untuk pendekatannya. Dalam suatu proses di
mana fluida terkurung di dalam ruang piston, efek gesekan bisa diabaikan. Bagaimanapun untuk memenuhi
kriteria (c) kalor harus tidak pernah ditransfer dari atau ke dalam melewati perbedaan suhu yang terbatas.
Akan tetapi, pada proses isotermal hal ini memungkinkan, karena dalam proses lain suhu sistem berubah
secara kontinyu selama proses, untuk memenuhi kriteria (c) suhu diperlukan medium pemanas atau
pendingin eksternal untuk berubah sesuai kebutuhan. Idealnya cara untuk mencapai reversibilitas dapat
dibayangkan, akan tetapi dalam praktik hal ini tidak bisa dilakukan sebagai pendekatan. Namun demikian,
jika irreversibilitas di dalam lingkungan tidak dapat dielakkan, proses yang terjadi di dalam sistem masih
dianggap reversibel. Dalam hal ini proses di dalam sistem berlangsung reversibel, sedangkan proses di
lingkungan berlangsung irreversibel. Kebanyakan proses di dalam ruang piston berlangsung secara
internal reversibel untuk pendekatannya, dan Persamaan 4.1, 4.2, dan 4.3 dapat diaplikasikan. Proses-
proses tertentu tidak dapat diasumsikan sebagai proses reversibel internal, dengan kasus khusus akan
dengan jelas dibicarakan.
Ekspansi bebas (Ekspansi tanpa Hambatan)
Proses ini telah dibahas pada Sub bab 1.6. dalam rangka untuk menunjukkan bahwa di dalam suatu
proses irreversibel kerja yang dilakukan tidak sama dengan pdv. Anggap dua wadah A dan B, satu sama
lain saling berhubungan dengan dilengkapi kelep X, dan diinsulasi dari perpindahan panas secara
sempurna (Gambar 4.15). Pada awalnya wadah A diisi dengan fluida pada tekanan tertentu, dan wadah B
dengan dikosongkan. Pada saat kelep X dibuka fluida di dalam wadah A akan berekspansi dengan cepat
untuk mengisi kedua wadah A dan B. Tekanan akhir akan lebih rendah daripada tekanan awal pada wadah
A. Kejadian ini dikenal sebagai ekspansi bebas atau ekspansi tanpa hambatan. Proses ini sangat
irreversibel, karena fluida berpusar secara terus menerus selama proses. Persamaan energi tanpa aliran,
Pers. 2.2 dapat diterapkan antara tingkat keadaan awal dan tingkat keadaan akhir.
Q = (u2 u1) + W

Di dalam proses ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap atau oleh fluida, berhubung batas sistem
tidak bergerak. Tidak ada panas yang mengalir dari atau ke dalam fluida karena sistem berinsulasi
sempurna. Sehingga proses yang terjadi adiabatik, akan tetapi irreversibel. u2 u1 = 0 atau u2 = u1
Oleh karena itu, pada proses ekspansi bebas energi dalam mulamula akan selalu sama dengan energi
dalam akhir. Untuk gas ideal berdasarkan Pers. 3.14 berlaku u = cv.T
Sehingga untuk ekspansi bebas dari gas ideal berlaku cvT1 = cvT2 dan T1 = T2
Hal ini berarti, pada proses ekspansi bebas dari gas ideal, suhu awal akan sama dengan suhu akhir.
Contoh 4.9
Udara pada tekanan 20 bar awalnya menempati wadah A seperti pada Gambar 4.15. dengan volume
3
1 m . Selanjutnya klep X dibuka dan udara berekspansi sampai memenuhi wadah A dan B. Asumsikan
wadah memiliki volume sama, hitung tekanan akhir dari udara.
Penyelesaian :
Untuk gas ideal pada ekspansi bebas, T1 = T2. Dari Pers. 3.6, pv = mRT sehingga p1v1 = p2v2. V2
merupakan kombinasi volume wadah A dan wadah B.

Maka suhu akhir 10 bar.


Proses keseluruhan ditunjukkan pada diagram p-v Gambar 4.16. Tingkat keadaan 1 pada 20 bar dan 1
m3 dimana massa gas diketahui. Tingkat keadaan 2 pada 10 bar dan 2 m3 untuk massa gas yang sama. P bar
Proses antara dua tingkat keadaan ini adalah irreversibel dan harus digambarkan dalam garis putus-putus.
Titik 1 dan 2 berada pada garis isotermal, akan tetapi proses antara 1 dan 2 tidak bisa dikatakan sebagai
proses isotermal, karena suhu peralihan tidak sama sepanjang proses. Dalam hal ini tidak ada kerja yang
dilakukan selama proses, dan luas area di bawah garis putus-putus tidak mewakili kerja sistem.
Gambar 4.16. Diagram p-v untuk contoh 4.9.
Throttling
Suatu aliran fluida dikatakan dalam kondisi throttling bila ada hambatan di dalam aliran, dan
kecepatan aliran sebelum dan sesudah hambatan sama atau ada perbedaan kecil yang bisa diabaikan, serta
jika tidak ada kehilangan panas ke lingkungan. Hambatan terhadap aliran dapat berupa klep terbuka,
orifice, atau adanya penurunan yang mendadak pada penampang aliran.
Sebagai contoh proses throttling dapat dilihat pada Gambar 4.17. Fluida mengalir mantap sepanjang
pipa terinsulasi sempurna, menembus orifice pada bagian X. Oleh karena pipa terinsulasi sempurna,
dapat diasumsikan bahwa tidak ada panas yang mengalir ke atau dari dalam sistem. Persamaan 2.8 untuk
aliran dapat diterapkan antara dua bagian aliran, yaitu

Ketika Q = 0 dan W = 0 , maka

Apabila kecepatan C1 dan C2 kecil, atau jika C1 mendekati nilai C2, maka energi kinetik dapat
diabaikan. (Catatan bahwa bagian 1 dan 2 bisa dipilih pada bagian awal dan akhir aliran yang mengalami
gangguan, sehingga asumsi terakhir benar)
Maka, h1 = h2
Oleh karena itu, pada proses throttling, entalpi awal akan sama dengan entalpi akhir.
Proses yang terjadi adalah adiabatik akan tetapi berlangsung sangat irreversibel karena terjadi
pusaran pada fluida sekitar orifice X. Antara 1 dan X entalpi menurun drastis dan energi kinetik
meningkat ketika aliran fluida dipercepat melalui orifice. Antara bagian X dan 2 entalpi meningkat ketika
energi kinetik dirusak oleh pusaran arus fluida.
Untuk gas ideal dari Pers. 3.18, h = cp T2 sehingga
cp T1 = cp T2 atau T1 = T2
dengan demikian throttling dari gas ideal, suhu awal akan selalu sama dengan suhu akhir.
Contoh 4.10
Uap pada tekanan 19 bar di-throttling hingga tekanannya menjadi 1 bar dan suhu setelah throttling
o
150 C. Hitung fraksi kekeringan awal uap.
Penyelesaian :
Dari tabel uap superpanas, pada 1 bar dan 150 P bar oC didapatkan h2 = 2777 kJ/kg. Kemudian untuk
throttling, h1 = h2 = 2777 kJ/kg. Dengan menggunakan Pers. 3.2.,
h1 = h19f + 1 x1 h
2777 = 897 + x1 (1901)
x1 = (1880/1901) = 0,989
maka fraksi kekeringan awal = 0,9892

Gambar 4.18. Diagram p-v untuk contoh 4.10.


Proses ditunjukkan melalui diagram p-v pada Gambar 4.18. Tingkat keadaan 1 dan 2 ditentukan, akan
tetapi tingkat kedaan di antara keduanya tidak dapat ditentukan. Proses harus digambarkan dengan garis
putus-putus. Tidak ada kerja yang dilakukan selama proses, dan area dibawah garis 1-2 bukan merupakan
kerja yang dilakukan sistem.
Untuk uap, throttling dapat digunakan sebagai cara untuk mendapatkan fraksi kekeringan dari uap
basah, seperti pada contoh 4.10. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Pencampuran Adiabatik
Pencampuran dua aliran fluida lazim ditemukan pada praktik keteknikan, dan pada umumnya
diasumsikan sebagai proses adiabatik. Sebagai contoh dua aliran fluida tercampur seperti pada Gambar
4.19. Analisa dilakukan dengan anggapan bahwa aliran fluida masing-masing dengan laju serta suhu T1
dan T2, kemudian suhu campuran adalah T3. Tidak ada panas yang mengalir ke dalam atau dari fluida,
tidak ada kerja yang dilakukan, maka dari persamaan aliran, kita dapat mengabaikan perubahan yang
terjadi pada energi kinetik,

Untuk persamaan gas ideal, dengan menggunakan Pers. 3.18, h=cp T menghasilkan

proses pencampuran merupakan proses yang sangat irreversibel karena adanya peran besar dari pusaran
arus dan pengocokan fluida.

Gambar 4.19. Dua aliran fluida yang tercampur

4.5 Proses Aliran Reversibel


Walaupun proses yang melibatkan aliran fluida dalam praktiknya sangat irreversibel, namun dalam
analisisnya biasanya diasumsikan sebagai proses yang reversibel agar bisa menggambarkan perbandingan
proses yang ideal. Seorang pengamat melakukan observasi dengan mengalirkan fluida untuk melihat
adanya perubahan sifat sifat termodinamika sebagai proses yang tidak mengalir. Sebagai contoh proses
reversibel adiabatis untuk gas ideal, seorang pengamat melakukan observasi apakah gas berlangsung pada
proses pv= konstan,akan tetapi kerja yang dilakukan gas ideal tidak diturunkan dengan pdv atau dengan
perubahan energi dalam seperti pada Pers. 4.13. Beberapa kerja dilakukan oleh atau terhadap gas secara
semu dari gaya-gaya yang beraksi di antara gas yang bergerak dengan lingkungannya. Sebagai contoh,
proses aliran reversibel adiabatis untuk gas ideal, pada persamaan dengan aliran (Pers. 2.8)
Berhubung prosesnya diasumsikan reversibel, maka untuk gas ideal berlaku pv= konstan. Persamaan
ini digunakan untuk menentukan tingkat keadaan akhir. Sebagai catatan, walaupun energi kinetik yang
diabaikan kecil, kerja yang dilakukan pada proses adiabatik reversibel yang mengalir di antara dua tingkat
keadaan tidaklah sama dengan proses reversibel adiabatis tanpa aliran di antara dua tingkat keadaan
(yaitu W = (u1 - u2) seperti pada Pers. 4.13).
Contoh 4.11
Turbin gas menerima gas dari ruang pembakaran pada tekanan 7 bar, suhu 650oC dengan kecepatan 9
m/dt. Gas meninggalkan turbin pada tekanan 1 bar dengan kecepatan 45 m/dt. Asumsikan bahwa ekspansi
berlangsung adiabatis dan reversibel pada kondisi ideal. Hitung kerja yang dilakukan tiap kg gas.
Gunakan = 1,333 dan cp = 1,11 kJ/kg.
Penyelesaian :
Dengan menggunakan persamaan dengan aliran untuk proses adiabatis,

Untuk persamaan gas ideal dari Pers. 3.18. h = cp .T sehingga

Untuk mendapatkan T2 digunakan Pers. 4.19,

(dimana T1 = 650 + 273 = 923 K) selanjutnya dengan substitusi,

Catatan : perubahan energi kinetik sangat kecil dibandingkan dengan perubahan entalpi. Kasus ini sering
terjadi pada permasalahan proses dengan aliran di mana perubahan energi kinetik sering diabaikan.
4.6 Proses Aliran Tidak Mantap
Terdapat banyak kasus di dalam praktik, bahwa laju aliran massa melewati batas sistem pada inlet
tidak sama dengan laju aliran pada outlet. Begitu juga pada laju yang kerjanya dilakukan oleh atau
terhadap fluida, dan laju yang aliran panas ditransfer dari atau ke dalam sistem bervariasi terhadap waktu.
Sebagai contoh, apabila energi total suatu sistem dalam batas sistem tidak konstan lagi, seperti halnya
pada kasus proses aliran mantap akan tetapi bervariasi terhadap waktu.
Kita anggap total energi di dalam batas sistem mula-mula adalah E. Selama interval waktu yang
sangat pendek massa yang memasuki sistem adalah m1 dan massa yang meninggalkan sistem m2 , panas
yang mengalir dan kerja yang dilakukan masing-masing adalah Q dan W. Pertimbangkan suatu sistem
yang hampir sama satu sama lain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Seperti ditunjukkan pada Sub
bab 2.3, kerja dilakukan pada inlet dan outlet dalam memasukkan dan mengeluarkan massa melewati batas
sistem, yaitu pada inlet : energi yang dibutuhkan = m1p1m1 pada outlet : energi yang dibutuhkan =
m2p2m2
Dan seperti sebelumnya, energi tiap unit massa dari fluida yang

selama waktu yang terbatas total panas yang ditransfer diberikan dengan Q = Q dan total kerja yang
dilakukan w = W.
Bila massa awal di dalam batas sistem m, energi dalam awal u , massa akhir di dalam batas sistem
pada akhir interval waktu m, dan energi dalam akhir u, maka E = mu mu sehingga
didapatkan persamaan :

Dari persamaan kontinyuitas massa:


Massa masuk Massa keluar = Peningkatan massa di dalam batas sistem
m1 - m2 = m m (4.35)

Gambar 4.20. Contoh kasus persamaan aliran tidak mantap berupa pengisian botol atau reservoar dari
sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya
Satu hal yang sering terjadi yang melibatkan persamaan aliran tidak mantap adalah pengisian botol
atau reservoar dari sumber yang besar dibandingkan dengan botol atau reservoarnya. Gambar 4.20
menunjukkan contoh kasus tersebut. Diasumsikan bahwa kondisi fluida di dalam pipa tidak berubah
selama proses pengisian. Dalam kasus ini tidak ada kerja yang dilakukan terhadap batas sistem, juga tidak
ada massa yang meninggalkan sistem selama proses, sehingga m2 = 0.
Dengan menerapkan Pers. 4.34, asumsi tambahan bahwa perubahan energi potensial adalah nol, dan
energi kinetik C12/2 sangat kecil dibandingkan entalpi, h1, didapatkan :
Q + m1h1 = mu mu
Atau berhubung h1 konstan selama proses :
Q + h1m1 = mu mu Dalam kasus ini Pers. 4.35 menjadi :
m1 = m - m
Kemudian disubstitusikan menjadi :
Q +h1(m m) = mu mu
Hal ini sering diasumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik, dan dalam kasus ini didapatkan :
h1 (m m) = m u mu atau dengan kata lain : entalpi massa yang memasuki botol sama dengan
kenaikan energi dalam sistem.
Contoh 4.12
Suatu wadah pejal dengan volume 10 m3 berisi uap pada tekanan 2,1 bar dan fraksi kekeringan 0,9,
dihubungkan dengan rangkaian pipa dan uap dibiarkan untuk mengalir dari pipa ke dalam wadah sampai
tekanannya 6 bar dan suhunya 200oC. Tekanan dan suhu uap selama proses adalah 10 bar dan 2500C.
Hitung panas yang ditransfer ke atau dari ruang selama proses.
Penyelesaian :
Dengan menggunakan persamaan sebelumnya didapatkan : u = uf(1 - 0,9) + (ug x 0,9) = 511 x 0,1 +
2531 x 0,9
= 2329 kJ/kg juga m = V / v = 10/0,9 vg = 10/0,9 x 0,8461 = 13,13 kg.
Uap merupakan uap superpanas pada tekanan 6 bar dan suhu 200 oC, sehingga u = 2640 kJ/kg v =
0,3522 m3/kg
m = V / v = 10/0,3522 = 28,4 kg
Uap di dalam pipa merupakan uap superpanas pada 10 bar dan suhu 250 oC, sehingga : h1 = 2944
kJ/kg
selanjutnya dengan menggunakan Pers. 4.36 :
Q + 2944 (28,4 - 13,13) = (28,4 x 2640) (13,13 x 2329)
Sehingga Q = 74 980 30 590 44 940
= - 550 kJ
artinya bahwa panas yang dilepas sebesar 550 kJ
Hal lain yang biasa terjadi dan merupakan contoh dari proses aliran tidak mantap adalah kasus
wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida dibiarkan menguap (Gambar 4.21). Dalam kasus ini tidak
ada kerja yang dilakukan sistem dan m1 = 0 karena tidak ada massa yang memasuki sistem. Dengan
mengabaikan energi potensial dan menerapkan Pers. 4.34
Q = m2(h2+C22/2)+(mu - mu)

Gambar 4.21. Contoh kasus proses aliran tidak mantap. Wadah terbuka di ruangan yang besar dan fluida
dibiarkan menguap
Kesulitan yang muncul pada analisis ini yaitu pada tingkat keadaan 2, massa yang meninggalkan ruang
berubah secara kontinyu, sehingga tidak memungkinkan untuk mengevaluasi persamaan m2(h2+C22/2).
Pendekatan dapat dibuat untuk mendapatkan massa fluida yang meninggalkan wadah sebagai indikator
penurunan tekanan pada nilai yang diketahui. Sehingga dapat diasumsikan, fluida di dalam wadah
berekspansi secara reversible adiabatis. Hal ini merupakan pendekatan yang sangat baik jika wadah
diinsulasi sempurna, atau jika proses berlangsung sangat singkat. Dengan menggunakan asumsi ini, tingkat
keadaan akhir fluida di dalam sistem bisa didapatkan, dan massa yang tertinggal di dalam wadah juga
bisa dihitung.
Contoh 4.13
Kantong udara dengan volume 6 m3 mula-mula berisi udara dengan tekanan 15 bar dan suhu 40.5oC.
Sebuah klep penghubung di buka dan udara dibiarkan mengalir ke atmosfer. Tekanan udara di dalam
batang menurun dengan drastis hingga tekanannya menjadi 12 bar pada saat klep di tutup. Hitung massa
udara yang meninggalkan kantung. Penyelesaian :
Mula-mula:

Asumsikan bahwa massa di dalam kantung berlangsung proses reversible adiabatik, sehingga dengan
menggunakan Pers. 4.19

Pada kasus uap yang berekspansi reversible adiabatic, tidak ada suatu persamaan yang bisa
digunakan langsung seperti halnya Pers. 4.19 di atas. Oleh karena itu, diperlukan sifat entropy, s, dimana
untuk proses reversible adiabatik entropinya adalah tetap yaitu s = s. Selanjutnya dengan menggunakan
tabel, nilai v dan m bisa didapatkan.
Contoh 4.14
Pada awal langkah induksi dari motor bakar dengan nisbah kompresi 8/1, volume pada titik mati atas
ditempati gas residu pada suhu 840oC dan tekanan 1.034 bar. Volume campuran di induksikan pada saat
langkah piston, terukur pada tekanan atmosfer 1.013 bar, 15oC yaitu 0.75 dari volume langkah piton.
Tekanan dan suhu rata-rata manifold induksi selama induksi sebesar 0.828 bar. Hitung suhu campuran
pada akhir langkah induksi dengan asumsi proses berlangsung adiabatik. Hitung juga tekanan akhir
silinder. Untuk campuran induksi dan akhir digunakan cv = 0.718 kJ/kg K dan R = 0.2871 kJ/kg K. Untuk
gas residu cv = 0.84 kJ/kg K dan R = 0.296 kJ/kg K
Penyelesaian
Bila dinotasikan Vs adalah volume langkah dan Vc adalah volume pada titik mati atas, maka

Sehingga, Vs = 7 Vc
Pada awalnya gas sisa menempati volume Vc = Vs / 7

Perubahan energi kinetik dan energi potensial dapat diabaikan, dan proses adiabatic adalah Q = 0
sehingga dengan menerapkan
Pers. 4.34 didapatkan m1h1 = W + mu mu
Suhu campuran pada induksi yang berulang adalah konstan selama langkah piston berlangsung, yaitu
h1 = cvT1 = konstan
M1cp T1 = W + m cvT m cvT
Kerja yang dilakukan dihitung dengan rumus
W = tekanan rata-rata di dalam silinder selama induksi x volume langkah
= 0.828 x 105 x Vs = 82800 Vs N.m = 82.8 Vs kJ sehingga
Vs x 1.0051 x 300 = 82.8 Vs + 0.9638 Vs x 0.718 x T 0.0448 Vs x 0.84 x 1113
(untuk campuran terinduksi cp = cv + R = 0.718 + 0.2871 = 1.0051 kJ/kg K)
T = 236.1 / 0.692 = 341 K = 68 oC maka suhu akhir = 68 oC, dan

maka suhu akhir sebesar 0.827 bar


SOAL LATIHAN
1. Udara dengan massa 1 kg memenuhi ruang pejal pada tekanan 4,8 bar dan suhu 150oC. Selanjutnya
wadah dipanaskan hingga udara di dalamnya menjadi 200 oC. Hitung tekanan udara akhir dan panas
yang dialirkan selama proses.
(Jawaban : 5,37 bar; 35,9 kJ/kg)
2. Suatu wadah dengan volume 1 m3 berisi uap pada tekanan 20 bar dan suhu 400 oC. Selanjutnya wadah
didinginkan hingga uap menjadi kering jenuh. Hitung massa uap di dalam wadah, suhu akhir uap, dan
panas yang dilepas selama proses.
(Jawaban : 6,62 kg; 13,01 bar; 2355 kJ).
3. Oksisgen (berat molekul 32) berekspansi reversible di dalam ruang piston pada tekanan konstan 3 bar.
Volume awal 0,01 m3 dan volume akhir 0,03 m3. Suhu awal adalah 17oC. Hitung kerja yang dilakukan
oleh oksigen dan hitung panas yang mengalir selama ekspansi serta tentukan ke mana arah panas
mengalir. Asumsikan oksigen sebagai gas ideal dengan cp = 0 ,917 kJ/kg.K.
(Jawaban : 6 kJ; 21,16 kJ)
4. Uap pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,9 berekspansi reversible isobaric hingga suhunya 200oC.
Hitung kerja yang dilakukan dan panas yang mengalir tiap kg uap selama proses berlangsung.
(Jawaban : 38,2 kJ/kg; 288,7 kJ/kg )
5. 0,05 m3 gas ideal pada 6,3 bar berlangsung proses isotermal reversible hingga tekanannya menjadi
1,05 bar. Hitung panas yang mengalir serta arahnya.
(Jawaban : 56,4 kJ)
6. Uap kering jenuh pada tekanan 7 bar berekspansi reversible di dalam ruang piston hingga tekanan
menjadi 0,1 bar. Jika panas disuplai dilakukan secara kontinyu hingga tekanannya bisa dipertahankan
konstan, hitung perubahan energi dalam tiap kg uap.
(Jawaban : 37,2 kJ/kg )
7. Udara dengan massa 1 kg ditekan isotermal reversible dari tekanan 1 bar dan suhu 30oC hingga
tekanannya menjadi 5 bar. Hitung kerja yang dilakukan terhadap udara dan hitung pula besarnya panas
yang mengalir beserta arahnya.
(Jawaban : 140 kJ/kg ; - 140 kJ/kg)
8. 1 kg udara pada tekanan 1 bar, 15 oC, ditekan reversibel adiabati hingga tekanannya 4 bar. Hitung suhu
akhir dan kerja yang dilakukan terhadap udara.
(Jawaban : 155 oC; 100,5 kJ/kg)
9. Nitrogen (berat molekul 28) berekspansi reversible di dalam suatu silinder yang berinsulasi sempurna
dari suhu 3,5 bar, 200oC hingga volumenya menjadi 0,09 m3. Jika volume awal menempati 0,03 m3,
hitung kerja yang dilakukan selama ekspansi. Asumsikan Nitrogen sebagai gas ideal dengan cv = 0,741
kJ/kg.K
(Jawaban : 9,31 kJ )
10. Suatu gas ideal ditekan reversibel dari 1 bar, 17 oC hingga tekanannya menjadi 5 bar di dalam suatu
silinder yang berinsulasi panas sempurna hingga suhu akhirnya 77 oC. Kerja yang dilakukan terhadap
gas selama kompresi 45 kJ/kg. Hitung , cv, dan R serta berat molekul gas.
(Jawaban : 1,132; 0,75 kJ/kg.K; 0,099 kJ/kg.K; 84)
11. Uap 1 kg di dalam ruang piston berekspansi reversibel menurut persamaan pv = konstan, dari tekanan
7 bar hingga menjadi 0,75 bar. Bilamana uap pada awalnya sebagai uap kering jenuh, dapatkan suhu
akhir, kerja yang dilakukan sistem, dan panas yang mengalir melalui dinding silinder selama kompresi
beserta arahnya.
(Jawaban : 144 oC ; 427 kJ/kg; 430 kJ/kg)
12. Udara dengan massa 1 kg pada tekanan 1,02 bar dan sushu 20 oC ditekan reversibel sesuai dengan
persamaan pv2 = konstan hingga tekanannya menjadi 5,5 bar. Hitung kerja yang dilakukan terhadap
udara dan panas yang mengalir beserta arahnya selama langkah kompresi.
(Jawaban : 133,5 kJ/kg; -33,38 kJ/kg )
13. Oksigen dengan berat molekul 32 ditekan secara reversibel politropik di dalam suatu silinder dari
1,05 bar, 15oC hingga menjadi 4,2 bar sedemikian ruapa hingga sepertiga kerja yang dilakukan
ditransformasikan menjadi panas yang melewati dinding silinder. Hitung suhu akhir oksigen.
Asumsikan oksigen adalah gas ideal dengan cv = 0,649 kJ/kg.K.
(Jawaban : 113 oC)
14. 0,05 kg karbon dioksida (berat molekul 32) menempati ruangan dengan volume 0,03 m3 pada tekanan
1,025 bar, ditekan secara reversibel sampai tekanannya 6,15 bar. Hitung suhu akhir, kerja yang
dilakukan terhadap karbon dioksida, serta tentukan panas yang mengalir beserta arahnya, bilamana:
a) proses mengikuti persamaan pv1,4 = konstan.
b) Proses berlangsung isotermal.
c) Proses berlangsung di dalam silinder yang berinsulator panas sempurna.
Asumsikan Karbon dioksida sebagai gas ideal dengan = 1,3.
(Jawaban : 270 oC, 5,138 kJ; 52,6 oC; 5,51 kJ; -5,51 kJ; 219 oC; 5 ,25 kJ; 0 kJ )
15. Di dalam suatu silinder uap berjaket, uap berekspansi dari 5 bar hingga menjadi 1,2 bar menuruti
persamaan pv1,05 = konstan. Asumsikan bahwa fraksi kekeringan awal adalah 0,9, hitung kerja yang
dilakukan dan panas yang disuplai tiap kg uap selama ekspansi.
(Jawaban : 221,8 kJ/kg; 197,5 kJ/kg )
16. Uap pada tekanan 17 bar, fraksi kekeringan 0,95 berekspansi secara lambat di dalam ruang piston
sampai tekanannya menjadi 4 bar. Hitung :
a) volume spesifik dan suhu akhir uap bilamana proses ekspansi menuruti persamaan pv = konstan.
b) volume spesifik dan suhu akhir bilamana substansi yang berekspansi adalah udara mengikuti
persamaan pv = konstan dengan kondisi tekanan dan suhu sama seperti kasus (a).
(Jawaban : 0,471 m3/kg; 150 oC; 0,343 m3/kg; 204,3 oC)
17. Tekanan uap di dalam pipa saluran diketahui sebesar 12 bar. Sampel uap di ambil dengan melewati
kalorimeter throttling, di mana tekanan dan suhu keluar dari kalorimeter beruruturut 1 bar dan 140 oC.
Hitung fraksi kekeringan uap di dalam saluran, dengan asumsi tingkat kedaan dibuat pada kondisi
throttling.
(Jawaban : 0,986)
18. Udara pada tekanan 6,9 bar, 260 oC di throtel hingga menjadi 5,5 bar sebelum berekspansi melewati
nozel hingga tekanannya menjadi 1,1 bar. Asumsikan udara mengalir secara reversibel dalam aliran
mantap menembus nozel dan tidak ada panas yang dilepas. Hitung kecepatan keluar dari nozel
bilamana kecepatan masuk udara sebesar 100 m/dt.
(Jawaban : 637 m/dt )
19. Udara pada suhu 40oC mengalir dengan laju 225 kg/jam memasuki ruang pencampur dengan kapasitas
540 kg udara pada suhu 15oC. Hitung suhu udara yang meninggalkan ruang, dengan asumsi aliran pada
kondisi mantap. Asumsikan juga aliran panas bisa diabaikan.
(Jawaban : 22,4 oC)
20. Uap dari superheater pada 7 bar 300oC dicampur dalam kondisi aliran mantap dan adiabatik dengan
uap basah pada tekanan 7 bar dan fraksi kekeringan 0,9. Hitung massa uap basah yang dibutuhkan tiap
kg uap kering untuk menghasilkan uap kering jenuh pada tekanan 7 bar.
(Jawaban : 1,43 kg )
21. Suatu silinder pejal berisi helium (berat molekul 4) pada tekanan 5 bar dan suhu 15 oC. Silinder
tersebut selanjutnya dihubungkan dengan tabung lain yang lebih besar dengan tekanan 10 bar, suhu 15
o
C dan kemudian kran (klep) ditutup pada saat tekanannya meningkat menjadi 8 bar. Hitung suhu akhir
helium di dalam silinder, dengan asumsi bahwa panas yang mengalir selama proses sangat kecil dan
bisa diabaikan.
cv = 3,17 kJ/kg.K.
(Jawaban : 65 oC)
22. Suatu wadah dengan insulator panas sempurna memiliki volume 1 m3 berisi 1,25 kg uap pada tekanan
2,2 bar, dihubungkan dengan sumber uap yang lebih besar dengan tekanan 20 bar melalui sebuah klep.
Selanjutnya klep dibuka dan tekanan di dalam wadah dibiarkan meningkat hingga menjadi uap kering
jenuh pada tekanan 4 bar, kemudian klep ditutup. Hitung fraksi kekeringan uap yang disuplai.
(Jawaban : 0,905)
23. Suatu media penerima udara berisi 10 kg uap pada tekanan 7 bar. Klep aliran dibuka pada kondisi
error dan ditutup lagi dalam beberapa detik, akan tetapi tekanan diamati telah menurun hingga 6 bar.
Hitung massa udara yang keluar meninggalkan ruang tersebut. Hitung pula tekanan udara di dalam
receiver beberapa saat setelah klep ditutup dan suhu sudah seperti kondisi semula.
(Jawaban : 1,04 kg; 6,27 bar )
24. Silinder vertikal dengan luas penampang 6450 mm2 pada salah satu ujungnya berhubungan dengan
tekanan atmosfer dan pada ujung lainnya dihubungkan dengan wadah besar melalui suatu saluran pipa
yang dilengkapi klep. Suatu piston tanpa gesekan berat 100 N, dihubungkan dengan silinder dan
kondisi mula-mula volume ruangan silinder adalah nol. Klep selanjutnya dibuka dan udara dengan
perlahan mengalir dari wadah besar ke dalam silinder dan silinder bergerak perlahan hingga tercapai
jarak 0,6 m pada saat klep ditutup. Jika suhu udara di dalam silinder 30oC pada akhir proses dan suhu
udara di dalam wadah besar konstan 90oC, hitung :
a) Tekanan udara di dalam silinder selama proses.
b) Kerja yang dilakukan udara di dalam silinder.
c) Kerja yang dilakukan terhadap piston
d) Panas yang ditransfer udara di dalam silinder selama proses beserta arahnya.
(Jawaban : 1,168 bar; 452 N.m.; 60 N.m; - 0,31 kJ )
BAB V HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Dalam Bab 2 dinyatakan bahwa menurut hukum pertama termodinamika, bila suatu sistem mengalami
suatu siklus sempurna, maka panas bersih yang disuplai sama dengan kerja bersih yang dilakukan. Hal ini
didasarkan pada konsep prinsip konservasi energi yang didasarkan pada hasil pengamatan dari kejadian
alam. Hukum kedua thermodinamika , yang juga merupakan hukum alam, menunjukan bahwa, walaupun
panas netto yang dihasilkan dalam suatu siklus besarnya sama dengan kerja bersih yang dilakukan, namun
demikian masih ada syarat yang ditekankan bahwa panas total yang diberikan harus lebih besar dari kerja
bersih yang dilakukan, di mana selalu ada sebagian panas harus dibuang oleh sistem. Untuk dapat mengerti
hukum kedua lebih mendalam, maka perlu dipelajari lebih lengkap mesin kalor yang akan didiskusikan
berikut ini.

5.1. Mesin Kalor


Mesin kalor adalah suatu sistem yang beroperasi dalam suatu siklus sempurna dan menghasilkan
kerja netto dari suatu suplai panas. Hukum kedua menyatakan bahwa suatu sumber panas dan suatu wadah
untuk buangan panas keduanya diperlukan dalam suatu sistem, karena sejumlah panas harus
selalu dibuang oleh sistem tersebut. Representasi diagramatis dari mesin kalor ditunjukkan pada
Gambar 5.1. Panas yang diberikan sumber adalah Q1, kerja yang dilakukan sistem adalah W, dan panas
yang dibuang adalah Q2. Berdasarkan hukum pertama, dalam suatu siklus yang sempurna berlaku :
Panas bersih yang diberikan = Kerja bersih yang dilakukan
Maka dari persamaan 2.1, dQ =dW yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan dengan
referensi Gambar 1, berlaku:
Q1 - Q2 = W (5.1)
Dengan hukum kedua, panas total yang diberikan harus lebih besar dari kerja bersih yang dilakukan,
yaitu
Q1> W
Efisiensi panas mesin kalor didefinisikan sebagai rasio dari kerja bersih yang dilakukan terhadap
panas total yang diberikan dalam suatu siklus. Umumnya efisiensi ini diekspresikan dalam prosentase.
Dengan mengacu pada Gambar 1.

Dari sini dapat dilihat bahwa hukum kedua menunjukan, efisiensi termal dari suatu mesin kalor harus
selalu lebih kecil dari 100 %.

Gambar 5.2. Turbin Uap


Dari definisi mesin kalor yang diberikan pada bagian 1.1, perbedaan temperatur diperlukan supaya
panas bisa mengalir. Oleh karena itu, sumber panas pada Gambar 5.1 harus ada pada temperatur yang
lebih tinggi daripada temperatur tempat pembuangan. Sumber panas dapat dianggap sebagai reservoir
panas dan tempat pembuangan sebagai reservoir dingin. Hukum kedua menunjukan bahwa suatu
perbedaan temperatur, tidak masalah seberapapun kecilnya, merupakan suatu syarat mutlak sebelum kerja
bersih dapat dihasilkan dalam suatu siklus. Hal ini mengarah pada pernyataan hukum kedua
Termodinamika yang berbunyi : tidak mungkin menciptakan suatu mesin yang menghasilkan kerja
bersih di dalam suatu siklus yang lengkap bilamana pertukaran panas terjadi pada temperatur yang
tetap / sama.
Batasan yang ditentukan dengan hukum ke dua menjadi lebih jelas bilamana percobaan untuk menelaah
suatu sistem yang tidak dibatasi oleh suatu hukum. Sebagai contoh, hukum pertama tidak menunjukkan
bahwa energi dalam air laut tidak bisa dikonversikan menjadi energi mekanik dalam proses yang
kontinyu. Air laut merepresentasikan sejumlah besar energi dengan jutaan ton air pada temperatur jauh di
atas nol mutlak. Bagaimanapun tidak akan ada kapal yang bisa bekerja dengan motor yang digerakkan
dengan memanfaatkan energi dalam air laut. Dengan menggunakan hukum ke dua yang telah dinyatakan di
atas, ditunjukkan dengan jelas bahwa diperlukan suatu reservoar yang lebih rendah sebelum sistem
pemanenan energi menjadi energi mekanik bisa dikembangkan.
Satu contoh yang bagus di dalam praktik adalah mesin kalor seperti yang telah dibahas pada
permulaan Bab ini, di mana merupakan bentuk siklus mesin uap yang sederhana. Siklus telah digunakan
untuk mengilustrasikan hukum pertama pada contoh 2.1. Dengan menggunakan referensi gambar 5.2.,
panas disuplai ke dalam boiler, kerja dilakukan pada motor atau turbin, panas dilepas di dalam
kondensor, dan sedikit masukan kerja diperlukan di dalam pompa. Reservoar panas berupa permukaan
boiler, reservoar dingin berupa air dingin yang disirkulasikan di dalam kondensor, dan sistemnya itu
sendiri berupa uap

Gambar 5.3. Turbin Gas


Contoh lain dari mesin kalor adalah siklus tertutup dari pembangkit turbin gas seperti ditunjukkan pada
Gambar 5.3. Sistem dalam kasus ini adalah udara. Panas disuplai ke dalam sistem (udara) terjadi pada
penukar panas (heat exchanger), kerja dikembangkan pada turbin, panas dilepas pada air di dalam
pendingin, dan kerja dilakukan di dalam kompresor. Reservoar panas berupa gas panas yang bersirkulasi
menyelimuti udara di dalam penukar panas. Reservoar dingin berupa air dingin yang bersirkulasi di
dalam pendingin.
Di dalam suatu siklus tertutup pembangkit turbin gas, energi disuplai dengan semprotan bahan bakar ke
dalam aliran udara di dalam ruang pembakar, hasilnya adalah ekspansi gas di dalam turbin kemudian gas
dilepas ke udara atmosfer (lihat Gambar 5.4.). Siklus ini bukan merupakan siklus mesin kalor seperti yang
telah dibicarakan, karena sistem ini tidak kembali ke tingkat keadaan awalnya, dan pada kenyataannya
berlangsung dari perubahan kimia melalui pembakaran. Hal yang sama terjadi pada motor pembakaran
dalam, udara dicampur dengan bahan bakar di dalam ruang piston kemudian dibakar dan menghasilkan
gas setelah proses ekspansi yang di buang ke atmosfer. Bagaimanapun turbin gas pembangkit tenaga siklus
terbuka dan motor pembakaran dalam merupakan penghasil tenaga di dalam bidang keteknikan dan
bisaanya disebut juga sebagai mesin kalor. Lazimnya massa bahan bakar diabaikan karena relatif kecil
dibandingkan massa udara yang dibutuhkan, dan besarnya energi yang dibuang bisa dihitung dengan
menggunakan selisih panas yang keluar dari gas buang dengan energi pada udara masuk, yaitu panas yang
dilepas bilamana buangan didinginkan menjadi kondisi udara masuk dan kemudian disirkulasikan
kembali.
Hukum pertama dan hukum ke dua sama-sama bagus diterapkan dalam suatu siklus kerja pada arah
yang berlawanan dengan mesin kalor. Dalam kasus siklus terbalik, kerja bersih yang dilakukan di dalam
sistem sama dengan panas bersih yang dilepas oleh sistem. Siklus semacam ini terjadi pada mesin kalor
dan pompa kalor (atau refrigerator). Diagram yang identik bisa dilihat pada Gambar 5.5a dan Gambar
5.5b. Pada siklus pompa kalor atau siklus referigerator sejumlah panas Q2 disuplai dari reservoar dingin,
dan sejumlah panas Q1 dilepas ke reservoar panas. Dengan hukum pertama didapatkan :
Q1 = Q2 + W (5.4.)
Dengan hukum ke dua dapat dikatakan bahwa masukan kerja sangatlah penting untuk memenuhi syarat
bahwa panas dapat dipindahkan dari reservoar dingin ke reservoar panas, yaitu W > 0.

Gambar 5.4. Siklus Turbin Gas


Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan hukum ke dua yang telah dinyatakan sebelumnya, akan tetapi
bukti matematis tidak akan dibicarakan di sini. Pernyataan hukum ke dua dalam hubungannya dengan
pompa kalor (referigerator) dinyatakan oleh Clausius, sebagai berikut :

Tidak mungkin membangun suatu mesin yang beroperasi dalam suatu siklus dimana tanpa
menghasilkan efek lain selain dari transfer panas dari reservoar dingin ke reservoar panas.
Pernyataan ini sangat mudah untuk diverifikasi dengan percobaan pada proses yang terjadi di alam.
Contohnya adalah: panas tidak pernah mengalir dari materi yang lebih dingin ke materi yang lebih panas.
Referigerator membutuhkan input energi untuk mengambil panas dari reservoar dingin untuk dilepaskan ke
ruang yang temperaturnya lebih tinggi.
Bilamana ke dua pernyataan tentang hukum ke dua tersebut di atas diperhatikan, kenyataan yang
menarik bisa muncul. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.5a dan pernyataan hukum ke dua, jelas
bahwa Q2 tidak boleh sama dengan nol. Dengan kata lain adalah tidak mungkin untuk mengubah terus
menerus suplai panas menjadi kerja mekanik secara sempurna. Dengan menggunakan acuan pada Gambar
5.5b, dapat dilihat bahwa pada kasus ini, Q2 dapat menjadi nol, tanpa melanggar hukum kedua. Oleh
karena itu adalah mungkin untuk mengubah kerja mekanik menjadi panas secara sempurna. Dalam
kenyataan di alam hal ini mudah didemonstrasikan. Sebagai contoh ketika rem mobil diinjak, mobil jadi
berhenti dan energi kinetik mobil secara sempurna berubah menjadi panas pada roda. Sebaliknya proses
perubahan panas menjadi energi kinetik pada rem mobil tidak pernah terjadi. Tidak ada contoh yang bisa
ditemukan dimana panas yang diubah secara terus menerus dan sempurna menjadi kerja mekanik.
5.2. Entropy
Pada sub Bab 2.2. sifat termodinamika penting yaitu energi dalam, muncul sebagai konsekwensi dari
Hukum pertama termodinamika. Sifat termodinamika lain yang penting adalah entropy yang merupakan
konsekuensi dari hukum ke dua.
Kita perhatikan suatu proses reversibel adiabatik pada diagram p-v pada sembarang sistem. Proses ini
direpresentasikan dengan Gambar 5.6. Misalkan sistem tersebut memungkinkan untuk terjadinya proses
yang berlangsung reversibel isotermal pada temperatur T1 dari B ke C dan kemudian kembali ke keadaan
semula dengan proses adiabatik ke dua dari C ke A. Dengan definisi bahwa proses adiabatik adalah
proses tanpa adanya aliran panas dari atau ke dalam sistem, maka panas hanya di transfer dari B ke C
selama proses isotermal. Kerja yang dilakukan sistem ditunjukkan dengan luasan area tertutup (lihat sub
bab 1.6). Oleh karena itu, terlihat proses berlangsung dalam siklus dengan menghasilkan kerja bersih pada
temperatur yang konstan. Hal ini tidaklah mungkin terjadi karena berlawanan dengan Hukum
Termodinamika ke dua. Oleh karena itu maka anggapan tingkat keadaan awal dari proses tersebut adalah
salah, dan hal ini tidaklah mungkin suatu proses berlangsung dengan dua kondisi adiabatis yang melalui
tingkat keadaan A yang sama.

Gambar 5.6. Proses Adiabatik Reversibel


Sekarang salah satu karakteristik sistem adalah bahwa ada suatu garis yang unik yang
merepresentasikan sifat dalam diagram sifat-sifat (sebagai contoh, garis BC pada Gambar 5.6 yang
mewakili garis isotermal T1). Oleh karena itu, maka seharusnya ada juga suatu garis yang mewakili proses
reversibel adiabatik. Sifat ini disebut sebagai entropi, s.
Pada proses reversibel adiabatik tidak terjadi perubahan entropi. Setiap proses reversibel adiabatis
mewakili satu nilai entropi yang unik. Pada diagram p-v serangkaian proses reversibel adiabatik terlihat
seperti pada Gambar 5.7a., di mana setiap garis mewakili satu nilai entropi. Hal ini identik seperti
Gambar 5.7b yang menggambarkan serangkaian proses isotermal, di mana setiap garis mewakili satu nilai
temperatur.
Untuk dapat mendefinisikan entropi secara jelas dalam konteks proses termodinamika yang lain,
diperlukan pendekatan yang sesuai. Dalam diktat ini pendekatan untuk memahaminya disederhanakan
sebagai pengantar untuk mengenal konsep entropi.
Pada sub bagian 4.2. suatu proses reversibel adiabatik untuk gas ideal ditunjukkan dengan hukum pv
= konstan. Hukum pv = konstan merupakan suatu garis yang unik dalam diagram p-v, sehingga pembuktian
yang digunakan pada sub bagian 4.2 untuk gas ideal sama seperti yang telah dibahas di atas (yaitu untuk
proses reversibel adiabatis menempati suatu garis yang unik pada diagram sifat-sifat). Pembuktian di atas
tergantung pada hukum ke dua dan telah diperkenalkan entropi sebagai suatu sifat. Oleh karena itu,
pembuktian bahwa pv = konstan pada sub bab 4.2 harus berimplikasi pada kenyataan bahwa entropi tidak
berubah selama prosers berlangsung reversibel adiabatis. Dengan menggunakan referensi pembuktian
pada sub bab 4.2, dimulai dengan proses persamaan energi tanpa aliran, maka persamaan untuk proses
reversibel,
dQ = du + pdv
Dan untuk gas ideal,

Persamaan ini dapat dintegrasikan setelah dibagi dengan T, yaitu

juga untuk proses adiabatik , dQ = 0, yaitu

dari manipulasi matematika dan hubungan antara cp , cv dan R, maka tidak perlu lagi langkah
pembuktian lanjutan. Maksudnya adalah bahwa dengan membaginya dengan temperatur T merupakan suatu
langkah yang berimplikasi pada pembatasan hukum ke dua, dan fakta yang penting adalah bahwa
perubahan entropi sama dengan nol. Dapat dikatakan bahwa, dQ/dt = 0 untuk proses reversibel adiabatis.
Untuk proses yang berlangsung selain reversibel adiabatis maka dQ/dT 0.
Hasilnya dapat ditunjukkan dengan menerapkannya pada seluruh substansi Kerja, yaitu

(di mana s adalah entropi ).


Catatan bahwa persamaan 5.5 adalah untuk proses reversibel, sehingga dQ dalam persamaan 5.6
merupakan panas yang disuplai secara reversibel.
Perubahan entropi lebih penting dibandingkan nilai absolutnya, dan nilai entropi sama dengan nol
bisa dipilih pada tingkat keadaan yang sembarang. Sebagai contoh pada tabel uap entropi digunakan sama
dengan nol pada temperatur 0,01 oC; sedangkan pada tabel untuk referigeran entropi digunakan sama
dengan nol pada suhu 40 oC.
Integrasi persamaan 5.6 menghasilkan persamaan

Terdapat 1 kg fluida, dengan satuan entropi diberikan dalam kJ/kg dan dibagi dengan K. Nilai ini
merupakan nilai entropi spesifik, s, yaitu kJ/kg.K. Simbol S digunakan untuk entropi massa, m, dari fluida,
yaitu :
S = ms
Penulisan kembali persamaan 5.6 dQ = Tds, atau untuk sembarang proses reversibel,

Persamaan ini analog dengan persamaan 1.2 yaitu

Oleh karena itu, seperti halnya luas area yang mewakili kerja yang dilakukan pada diagram p-v, maka
berlaku juga untuk diagram T-S bahwa luas area yang berada di bawah kurva mewakili panas yang
mengalir selama proses reversibel. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 5.8.a dan Gambar 58b. Untuk proses
reversibel 1-2 pada
Gambar 5.8a , luas yang diarsir merupakan pdv dan mewakili kerja yang dilakukan, sedangkan
untuk proses 1-2 pada Gambar 5.8b merupakan Tds yang mewakili panas yang mengalir selama proses
berlangsung. Oleh karena itu, satu penggunaan yang sangat bermanfaat dari persamaan entropi adalah bisa
menggambarkan suatu diagram di mana luas yang diarsir mewakili panas yang mengalir selama proses
reversibel. Pada bagian berikutnya akan dibicarakan diagram T-s untuk uap dan gas ideal.

5.3. Diagram T-s


a. Untuk Uap
Seperti diterangkan sebelumnya, nilai nol untuk entropi digunakan sebagai acuan dengan
menggunakan suhu 0,01 oC untuk uap dan 40 oC untuk referigerant. Pada sub bab ini hanya dibahas
diagram T- s untuk uap, sedangkan untuk referigeran pada prinsipnya adalah sama, yang membedakan
hanya pada suhu acuan untuk entropi nol. Diagram T- s ditunjukkan pada Gambar 5.9. Tiga garis tekanan
konstan (p1, p2, dan p3) ditunjukkan (yaitu garis ABCD, EFGH, dan JKLM). Garis tekanan pada daerah
cair bertemu dengan garis cair jenuh (yaitu bagian AB, EF dan JK), dan perbedaannya bisaanya
diabaikan. Tekanan tertahan konstan demikian juga temperaturnya pada saat panas laten ditambahkan,
sehingga garis tekanan adalah horisontal pada daerah uap basah (yaitu bagian BC, EF dan KL).
Selanjutnya tekanan akan meningkat pada daerah uap kering (bagian CD, GH, dan LM). Oleh karena itu,
temperatur meningkat pada saat pemanasan dilanjutkan pada tekanan konstan. Satu garis volume konstan
digambarkan pada Gambar 5.9 (ditunjukkan dengan garis putus). Garis volume konstan berupa garis
cekung bawah pada daerah uap basah dan berubah menjadi cekung atas pada daerah super panas.

Pada tabel uap entropi pada tingkat keadaan cair jenuh dan uap jenuh ditunjukkan berurut-urut dengan
sf dan sg. Perbedaan antara sf dan sg adalah sfg juga ditunjukkan pada Tabel Uap. Entropi uap basah
dihitung dengan penambahan entropi air dalam campuran ditambah entropi uap kering di dalam campuran.
Untuk uap basah dengan fraksi kekeringan x digunakan rumus

dapat dilihat dari persamaan 5.11 bahwa fraksi kekeringan proporsional terhadap jaraknya dari tingkat
keadaan pada cair jenuh di dalam diagram T- s. Sebagai contoh pada tingkat keadaan 1 pada Gambar 5.10
fraksi kekeringannya adalah :

Gambar 5.10 Diagram T s


Luas area di bawah garis FG pada Gambar 5.10 mewakili panas laten hfg Luasan di bawah F1
merupakan nilai x1hg.
Pada Sub Bab 3.2 entalpi dari uap basah ditunjukkan dengan persamaan
h = hf + x hfg
Dengan diagram T-s dimungkinkan untuk mengekspresikannya dengan grafik, karena luas area di
bawah kurva merupakan panas yang mengalir. Asumsikan bahwa garis tekanan konstan bertemu dengan
garis cair jenuh, maka entalpi dapat dilihat dari diagram. Dengan menggunakan referensi Gambar 5.11
pada saat mana air pada tekanan p, pada suhu 0,01 oC, dipanaskan pada tekanan konstan menuruti
pendekatan garis AB. Titik B merupakan temperatur jenuh di mana air menguap pada tekanan p. Dari
persamaan 4.3, pada tekanan konstan,
Q = hB hA = hB (karena hA pada temperatur 0,01 oC mendekati nol)
Oleh karena itu, berlaku:
Luasan ABFOA = hB = hf pada tekanan p.
Pada titik B, jika pemanasan dilanjutkan, air akan berubah secara perlahan menjadi uap sampai pada
titik C yaitu pada kondisi uap kering jenuh. Oleh karena, itu berlaku:
Luasan BCHFB = panas laten = h pada tekanan p yaitu hC hB
Selanjutnya pada titik C entalpi dihitung dengan menggunakan hC = luasan ABFOA + luasan BCHFB
= hg pada tekanan p Untuk uap basah pada titik E, hE = hB + xEh hE = luasan ABEGOA
Gambar 5.11. Proses pada suatu tekanan tetap pada Diagram T - s
di mana uap jenuh selanjutnya dipanaskan menjadi uap super panas. Panas yang ditambahkan dari C
ke D pada tekanan konstan dihitung dengan
Q = hD hC = luasan CDJHC
Selanjutnya entalpi pada titik D adalah
HD = hC + luasan CDJHC = luasan ABCDJOA
Contoh 5.1.
1 kg uap pada tekanan 7 bar, entropi 6.5 kJ/kg.K dipanaskan reversibel pada tekanan konstan sampai
temperaturnya 250 oC. Hitung panas yang mengalir dan tunjukkan luasan dalam diagram T- s besarnya
aliran panas tersebut.
Solusi :
Pada tekanan 7 bar, entropi sg = 6,709 kJ/kg.K sehingga uap tersebut adalah uap basah karena entropi
aktual s lebih kecil sg. Dari persamaan 5.11,

selanjutnya dari persamaan 3.2.


h1 = hf1 + x1hfg1 = 697 + 0,955 x 2067
= 2672 kJ/kg
Pada tingkat keadaan 2 uap berada pada 250 oC tekanan 7 bar oleh karena itu, merupakan uap super
panas. Dari tabel uap super panas, h2 = 2955 kJ/kg.

Gambar 5.12. Diagram T s untuk contoh 5.1.


Pada tekanan konstan dari persamaan 4.3,
Q = h2 h1
= 2955 2672
= 283 kJ/kg
Diagram T-s proses ditunjukkan pada Gambar 5.12 dan luas area yang diarsir menunjukkan panas
yang mengalir selama proses berlangsung.
Contoh 5.2.
Suatu silinder pejal volume 0,025 m3 berisi uap pada tekanan 80 bar dan temperatur 350 oC. Silinder
didinginkan hingga tekanannya menjadi 50 bar. Hitung tingkat keadaan uap setelah pendinginan dan jumlah
panas yang dilepas oleh uap. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan tunjukkan area yang mewakili
panas yang mengalir.
Solusi :
Uap pada 80 bar dan 350 oC merupakan uap super panas, dan volume spesifiknya dari tabel uap
didapatkan 0,02994 m3/kg. Selanjutnya massa uap di dalam silinder diberikan dengan
m = 0,835 kg
untuk uap super panas di atas 80 bar energi dalam didapatkan dari persamaan 2.7,

pada tingkat keadaan 2, p2 = 50 bar dan v2 = 0,02994 m3/kg, oleh karena itu, uap merupakan uap basah
dengan fraksi kekeringan :

dari persamaan 3.3

Gambar 5.13 menunjukkan proses yang digambarkan dalam diagram T-s dan luasan yang diarsir
menunjukkan panas yang dilepas selama proses.
(b) untuk Gas Ideal
Pengeplotan garis-garis yang mewakili proses pada tekanan konstan dan volume konstan dalam
diagram T-s bermanfaat dalam penelaahan gas ideal. Karena perubahan entropy lebih bermanfaat langsung
dalam aplikasi daripada nilai absolutnya, maka nilai entropy nol bisa diambil pada sembarang temperatur
dan tekanan referensi. Dalam Gambar 5.14 garis tekanan p1 dan garis volume v1 telah digambarkan
menembus tingkat keadaan di titik 1. Catatan bahwa gradien garis tekanan konstan lebih landai daripada
garis pada volume konstan. Hal ini dapat dibuktikan dengan mudah dengan menggunakan referensi
Gambar 5.14. Titik A berada pada garis V1 dan suhu T2 dan titik B berada pada temperatur T2 dan garis
isobaric p1 .

Gambar 5.14. Garis p dan v pada diagram T - s


Sekarang antara 1 dan A dari persamaan 5.7 didapatkan
juga untuk volume konstan untuk 1 kg gas dari persamaan 3.11, sehingga berlaku

dengan cara yang sama pada tekanan konstan untuk 1 kg gas, dQ = cp dT. Sehingga perubahan entropy
pada tekanan tetap berlaku persamaan berikut.

oleh karena cp selalu lebih besar dari cv untuk semua gas ideal, maka sB s1 lebih besar dari sA s1.
Oleh karena itu, maka titik A harus berada di sebelah kiri titik B, artinya gradien dari kurva tekanan
konstan lebih landai daripada garis kurva tekanan konstan.

Konstan pada diagram T s konstan pada diagram T - s Gambar 5.15a menunjukkan rangkaian garis-garis
tekanan konstan pada diagram T-s dan Gambar 5.15b menunjukkan garisgaris volume konstan pada
diagram T-s. Catatan bahwa pada Gambar 5.15a, p6> p5> p4> p3 dan seterusnya, demikian juga pada
Gambar 5.15b, v1 > v2> v3 dan seterusnya. Bilamana tekanan naik maka temperatur naik dan volume
menurun. Sebaliknya bila temperatur dan tekanan turun maka volume meningkat.
Contoh 5.3.
Udara pada temperatur 15 oC dan tekanan 1,05 bar menempati 0,02 m3. Udara dipanaskan pada
volume konstan sampai tekanannya 4,2 bar kemudian didinginkan pada tekanan konstan kembali ke
temperatur awalnya. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy bersih. Gambar sketsa
proses dalam diagram T-s.
Solusi :
Kelangsungan proses ditunjukkan dalam sketsa Gambar 5.16.

Gambar 5.16. Diagram T s untuk contoh 5.16


Dari persamaan 3.6, untuk gas ideal,
untuk gas ideal pada volume konstan, sehingga

dari persamaan gas ideal untuk proses volume konstan, berlaku


Q = mcv(T2 T1) = 0,0254 x 0,718 (1152 288)
Q1-2 = 15,75 kJ
Dari persamaan 3.12, pada proses tekanan konstan berlaku
Q = m.cp (T3 T2)
= 0,0254 x 1,005 (288 1152) sehingga
Q2-3 = - 22,05 kJ.
Maka panas bersih yang mengalir = Q1-2 + Q2-3 = 15,75 22,05 = - 6,3 kJ
Artinya panas yang dilepas sebesar 6,3 kJ.
Dengan menggunakan referensi Gambar 5.16, Penurunan entropy bersih = s1 s3 = (s2 s3) (s2 s1).
Pada tekanan konstan, dQ = m cv dT dan dengan menggunakan persamaan 5.7,

Pada tekanan konstan, dQ = m.cv.dT dan dengan menggunakan persamaan 5.7,

oleh karena itu, maka:


m(s1 s3) = 0,0354 0,0253 = 0,0101 kJ/kg.
Artinya terjadi penurunan entropy sebesar 0,0101 kJ/kg.
Sebagai catatan, oleh karena entropy merupakan sifat zat maka penurunan entropy dalam contoh 5.3
dinotasikan dalam ss s3, dan dapat juga dengan mengimajinasikan suatu proses reversible isotermal yang
berlangsung antara 1 dan 3. Proses isotermal dalam diagram T-s akan dibicarakan dalam sub bab
berikutnya..

5.4. Proses Reversibel dalam diagram T-s


Bermacam-macam proses reversible telah dibahas pada Bab 4 dan selanjutnya akan dibahas kembali
dalam kaitannya dengan diagram T-s. Diagram T-s untuk proses reversible volume konstan dan tekanan
konstan telah dibahas dalam sub bab 5.3. dan akan didiskusikan kembali dalam Sub Bab ini.
Proses Reversibel Isotermal
Suatu proses reversible isotermal akan terlihat sebagai garis lurus dalam diagram T-s dan luasan di
bawah kurva menunjukkan jumlah panas yang mengalir selama proses berlangsung. Sebagai contoh
Gambar 5.17 menunjukkan proses ekspansi reversible isotermal dari tingkat keadaan uap basah menjadi
uap super panas. Luasan yang diarsir mewakili panas yang mengalir selama proses, yaitu
Panas yang disuplai = T(s2 s1).
Catatan bahwa temperatur absolut harus digunakan. Temperatur yang ditabulasikan dalam diagram
uap dalam t oC dan harus dikonversikan ke satuan K.
Gambar 5.17. Proses ekspansi reversible isotermal
Bilamana analisa proses isotermal untuk uap digunakan metoda seperti pada Sub Bab 4.1, maka di
dalam metoda tersebut tidak ada cara untuk mengevaluasi aliran panas. Introduksi diagram T-s
memungkinkan panas yang mengalir didapatkan seperti ditunjukkan dalam contoh soal berikut.
Contoh 5.5.
Uap kering jenuh pada 100 bar berekspansi reversible isotermal hingga tekanannya menjadi 10 bar.
Hitung panas yang disuplai dan kerja yang dilakukan per kg uap selama proses.
Solusi :
Proses ditunjukkan pada Gambar 5.18, luas yang diarsir mewakili panas yang disuplai. Dari table uap,
pada tekanan 100 bar tingkat keadaan uap kering jenuh,
s1 = sg = 5,615 kJ/kg.K dan t1 = 311 oC.

Gambar 5.18. Diagram T s untuk contoh 5.5.


Pada tekanan 10 bar dan suhu 311 oC uap adalah super panas, kemudian dengan interpolasi,dan
didapatkan :

maka panas yang disuplai selama proses,


Q = luas area di bawah kurva
= T (s2 s1)
= 584 (7,163 5,615)
= 904 kJ/kg (dimana T = 311 + 273 = 584 K )
maka panas yang disuplai sebesar 904 kJ/kg. Untuk mendapatkan kerja yang dilakukan sistem digunakan
persamaan energi tanpa aliran, yaitu
Q = (u2 u1) + W atau W = Q (u2 u1)
Dari tabel uap pada tekanan 100 bar, tingkat keadaan uap kering jenuh, u1 = ug = 2545 kJ/kg.
Pada tekanan 10 bar dan temperatur 311 oC
dengan interpolasi,

sehingga
W = Q (u2 u1)
= 904 (2811,8 2545)
= 637,2 kJ/kg
dengan demikian maka kerja yang dilakukan uap sebesar 637,2 kJ/kg.
Suatu proses isotermal reversible untuk gas ideal ditunjukkan dalam diagram T-s pada Gambar 5.19.
Luasan yang diarsir menunjukkan panas yang mengalir selama proses, yaitu
Q = T(s2 s1)
Untuk proses gas ideal, dimungkinkan untuk mengevaluasi nilai s2 s1. Dari persamaan energi tanpa
aliran (persamaan 2.4) diketahui untuk proses reversible,
dQ = du + pdv
juga untuk gas ideal dari hukum Joule diketahui du = cv dT dan pv = RT , sehingga
dQ = cv.dT + (RT/v)dv
untuk proses isotermal dT = 0 sehingga berlaku

Gambar 5.19. Diagram Isotermal Reversible untuk Gas Ideal


kemudian dari persamaan 5.7 diketahui

oleh karena itu, untuk panas yang mengalir bisa digunakan persamaan berikut,

sebagai catatan bahwa hasil penurunan ini sama dengan persamaan pada Sub Bab 4.1. yaitu

Contoh 5.6.
0,03 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) diisikan di dalam ruang piston dengan tekanan mula-mula 1,05
bar dan temperatur 15 oC. Selanjutnya gas ditekan secara isotermal reversible hingga tekanannya menjadi
4,2 bar. Hitung perubahan entropy, panas yang mengalir, dan buat sketsa proses dalam diagram p-v dan T-
s. Asumsikan Nitrogen bertingkah laku sebagai gas ideal.
Solusi :
Proses ditunjukkan dalam diagram p-v dan T-s masing-masing pada Gambar 5.20a dan 5.20b. Luasan
yang diarsir pada Gambar 5.20a mewakili Kerja yang dikenakan terhadap sistem, sedangkan luasan yang
diarsir pada Gambar 5.20b menunjukkan panas yang mengalir (yang dilepas) selama proses berlangsung.

Dari persamaan 3.9


selanjutnya dengan menerapkan pV = mRT didapatkan nilai m,

(di mana T = 15 + 273 = 288 K )


Kemudian dari persamaan 5.12, untuk m kg gas berlaku :

Artinya terjadi penurunan entropy sebesar 0,01516 kJ/K


Panas yang dilepas sama dengan luasan yang diarsir pada Gambar Kemudian untuk proses isotermal
dari gas ideal, dari persamaan 4.12
W = Q = 4,37 kJ.
Proses reversible adiabatik (atau proses isentropic)
Untuk proses reversibel adiabatik perubahan entropy adalah nol atau entropy dipertahankan konstan,
sehingga proses yang terjadi disebut isentropis. Catatan bahwa untuk proses isentropis proses tidak perlu
berlangsung adiabatik atau reversible melainkan proses ini akan membentuk garis vertikal dalam diagram
T-s. Kasus-kasus dimana terjadi proses isentropis tanpa adiabatic maupun tanpa reversibilitas jarang
sekali terjadi dan dalam diktat kuliah ini tidak dibahas.
Proses isentropis untuk uap super panas menuju daerah uap basah ditunjukkan pada Gambar 5.21.
Bilamana proses adiabatic reversible dipergunakan dengan metoda pada Sub Bab 4.1, bisa dinyatakan
bahwa tidak ada metoda sederhana yang tersedia untuk membuat tingkat keadaan akhir proses menjadi
pasti Selanjutnya, dengan melihat kenyataan bahwa entropy dipertahankan konstan, maka tingkat keadaan
akhir bisa didapatkan dengan mudah dari tabel uap. Berikut contoh yang bisa digunakan sebagai ilustrasi.

Gambar 5.21. Proses isentropis untuk uap super panas menuju daerah uap basah
Contoh 5.7.
Uap pada tekanan 100 bar, 375 oC berekspansi secara isentropic di dalam ruang piston sehingga
tekanannya menjadi 10 bar. Hitung kerja yang dilakukan per kg uap.
Solusi :
Dari Tabel uap super panas pada tekanan 100 bar dan temperatur 375 oC, didapatkan nilai entropy s1
= s = 6,091 kJ/kg.K
2
Pada tekanan 10 bar dan s2 = 6,091 kJ/kg.K uap tersebut merupakan uap basah karena s2 lebih kecil
dari sg2.. Kemudian dari persamaan 5.11 berlaku

Gambar 5.22. Diagram T s untuk contoh 5.7.


Selanjutnya dari persamaan 3.3
u2 = (1-x2)uf2 + x2ug2 = (0,111x762) + (0,889x2584)
= 2381,6 kJ/kg
Pada tekanan 100 bar, temperatur 375 oC, dari tabel uap super panas didapatkan h1 = 3017 kJ/kg dan
v1 = 0,02453 m3/kg.
Selanjutnya dari persamaan 2.7,

Untuk proses adiabatik dari persamaan 4.13,


W = u1 u2
= 2771,7 2381,6
= 390,1 kJ/kg
Dari persamaan gas ideal, proses isentropic dalam diagram T- s ditunjukkan pada gambar 5.22.
Ditunjukkan dalam Sub Bab 4.1 bahwa proses reversible adiabatik untuk gas ideal menuruti persamaan
pv = konstan. Oleh karena proses adiabatik terjadi pada entropy konstan dan dikenal sebagai proses
isentropic, maka indeks disebut juga sebagai indek isentropic dari gas.
Proses Politropik
Untuk mendapatkan perubahan entropy pada proses politropik untuk uap di mana tingkat keadaan
akhir bisa dibuat pasti dengan persamaan p1v1n=p2v2n, maka tingkat keadaan akhir proses dapat dilihat
langsung dari dalam Tabel.
Contoh 5.8 :
Di dalam suatu mesin uap, uap pada awal ekspansinya berada pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan
0,95 dan berekspansi menuruti persamaan pv1,1=konstan, turun hingga tekanannya menjadi 0,34 bar. Hitung
perubahan entropy per kg uap selama proses. (catatan: data ini merupakan data pada contoh 4.6).
Solusi :
Pada tekanan 7 bar, vg = 0,2728 m3/kg, kemudian dari persamaan 3.1
v1 = x1v91 = 0,95 x 0,2728 = 0,26 m3/kg Kemudian dari persamaan 4.13,

Pada tekanan 0,34 bar dan v2 = 4,06 m3/kg uap merupakan uap basah, karena vg=4,649 m3/kg. Dari
persamaan 3.1

Kemudian dari persamaan 5.10.


s1 = sf1 + x1 sfg1 = 1,992 + 0,95 x 4,717 = 6,472 kJ/kg.K
s2 = sf2 + x2 sfg2 = 0,98 + 0,876 x 6,745 = 6,889 kJ/kg.K
penambahan entropy (s2 s1) = 6,889 6,472 = 0,417 kJ/ kg.K.
Proses ini ditunjukkan dalam diagram T-s pada gambar 5.23.
Gambar 2.23. Diagram T s untuk contoh 5.8.
Telah ditunjukkan pada Sub Bab 4.1 bahwa proses politropik merupakan kasus yang digeneralisasi
untuk gas ideal. Untuk mendapatkan perubahan entropy untuk gas ideal dalam kasus yang umum, kita telaah
kembali persamaan energi tanpa aliran untuk proses reversible yaitu persamaan 2.4.
dQ = du + pdv
Juga untuk satuan massa gas ideal dari Hukum Joule berlaku du = cv.dt, dan dari persamaan 3.5, pv =
RT,

Sehingga antara tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2 berlaku

Hal ini dapat diliustrasikan dalam diagram T-s seperti pada gambar 5.24. Oleh karena proses pada
gambar 5.24. T2 < T1

Gambar 5.24. Perubahan entropy untuk gas ideal


Bagian pertama ekspresi matematika untuk s2 - s1 dalam persamaan 5.14 merupakan perubahan
entropi dalam proses isotermal dari v1 ke v2, yaitu dari persamaan 5.12

Juga ekspresi kedua untuk s2 s1 dalam persamaan 5.14 merupakan perubahan entropy pada proses
volume konstan dari T1 ke T2 , yaitu dengan menggunakan referensi persamaan 5.24.

Oleh karena itu dapat dilihat bahwa dalam kalkulasi perubahan entropy di dalam proses politropik
dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2 bisa digunakan dengan memindahkan dua proses yang lebih
sederhana, dari 1 ke A dan kemudian dari A ke 2. Hal ini jelas sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar
5.24 yaitu
s2 s1 = (sA s1) (sA s2)
Dua proses sembarang dipilih untuk menggantikan proses politropik dalam rangka untuk mendapatkan
perubahan entropy. Sebagai contoh proses dari 1 ke B dan kemudian dari B ke 2 sebagaimana pada
Gambar 5.24 didapatkan
s2 s1 = (sB s1)-(sA-s2)
pada temperatur antara p1 dan p2 dengan menggunakan persamaan 5.12 berlaku
dan pada tekanan konstan antara T1 dan T2 berlaku

Persamaan 5.15 juga bisa diturunkan dengan mudah dari persamaan 5.13. Ada sejumlah besar
kemungkinan-kemungkanan persamaan untuk perubahan entropy di dalam proses politropik, dan perlu
ditekankan bahwa persamaan ini tidak perlu dihafalkan. Setiap masalah bisa diselesaikan dengan
membuat sketsa diagram T-s dan menggantikannya dengan dua proses reversible yang lebih sederhana,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.24.
Contoh 5.9.
Hitung perubahan entropy dari 1 kg udara yang berekspansi politropik di dalam ruang piston dari 6,3
bar menjadi 1,05 bar.
Indeks ekspansi adalah 1,3.

Gambar 5.25. Diagram T s untuk contoh 5.9.


Proses dalam diagram T- s ditunjukkan pada Gambar 5.25. Dari persamaan 4.27,

(di mana T1 = 550 + 273 = 823 K)


Selanjutnya proses dari 1 ke 2 digantikan dengan 2 proses, dari 1 ke A dan dari A ke 2. Kemudian
pada temperatur konstan dari 1 ke A, dari persamaan 5.12,
Catatan bahwa jika di dalam kasus sA s2 terjadi lebih besar dari sA s1 , hal ini berarti s1 lebih
besar dari s2 dan proses berlangsung seperti pada Gambar 5.26.
Contoh 5.10.
Jika 0,05 kg karbon dioksida (BM = 44) ditekan dari 1 bar, 15 oC, sampai tekanannya 8,3, dan
volumenya menjadi 0,004 m3. Hitung perubahan entropi. Gunakan cp untuk karbon dioksida sebesar 0,88
kJ/kg.K dan asumsikan sebagai gas ideal.
Solusi :
Dua tingkat keadaan ditandai dalam diagram T-s pada Gambar 5.27. Proses tersebut tidak
dispesifikkan di dalam contoh dan tidak ada informasi yang diperlukan dalam hal ini. Tingkat keadaan 1
dan tingkat keadaan 2 adalah fix. Proses antara 1 dan 2 bisa berlangsung reversibel maupun irreversibel.
Perubahan entropi adalah sama untuk tingkat keadaan akhir yang diberikan. Dengan menggunakan referensi
Gambar 5.27, untuk mendapatkan s1 - s2, mula-mula dicarai nilai sA s1 kemudian dikurangi dengan nilai
sA s1. Sebelumnya perlu dicari terlebih dahulu nilai R dan T2.

Gambar 5.27. Diagram T s untuk contoh 5.10


Dari persamaan 3.9,
R = Ro/BM = 8314/44 = 189 N.m/kg.K
Dari persamaan 3.6, pV = mRT, sehingga

(di mana T1 = 15 + 273 = 288 K)


Sehingga s1 s2 = 0,4 0,174 = 0,226 kJ/kg.K
Dengan demikian untuk 0,05 kg karbon dioksida, terjadi penurunan entropy sebesar 0,05 kg x 0,226
kJ/kg.K = 0,0113 kJ/K.
5.5 . Entropi dan Irreversibilitas
Di dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa karena entropy merupakan sifat termodinamika,
maka perubahan entropy tergantung dari tingkat keadaan akhir zat dan tidak tergantung pada proses di
antara dua tingkat keadaan. Oleh karena itu, pembuktian irreversibilitas suatu proses memberikan cukup
informasi untuk memastikan tingkat keadaan akhir dan kemudian perubahan entropy bisa didapatkan.
Fenomena ini akan lebih jelas bila diberikan dalam contoh berikut.
Contoh 5.11.
Uap pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,96 di-throttling hingga tekanannya turun menjadi 3,5 bar.
Hitung perubahan entropy tiap kg uap.
Solusi :
Pada tekanan 7 bar, fraksi kekeringan 0,96 dengan menggunakan persamaan 5.10 didapatkan

sehingga besarnya perubahan entropy = 6,817 6,522 = 0,295 kJ/ kg.K


Proses ditunjukkan dalam diagram T-s pada gambar 5.28. Sebagai catatan bahwa proses ditunjukkan
dengan garis putus, dan luasan yang diarsir tidak menunjukkan panas yang mengalir. Suatu proses
throttling diasumsikan sebagai proses tanpa aliran panas, akan tetapi ada perubahan entropy karena
prosesnya adalah reversible.

Gambar 5.28. Diagram T s untuk contoh 5.11.


Contoh 5.12.
Dua wadah dengan volume sama dihubungkan dengan suatu pipa pendek yang memiliki klep. Kedua
wadah diinsulasi secara sempurna. Satu wadah berisi udara dan yang lain dalam kondisi vakum mutlak.
Hitung perubahan entropy tiap kg udara di dalam sistem bila klep dibuka dan udara dibiarkan memenuhi
ke dua wadah.
Solusi :
Pada awalnya wadah A berisi udara dan wadah B vakum sempurna, seperti diperlihatkan pada
Gambar 5.29. Pada kondisi akhir udara menempati ke dua ruangan tersebut. Pada Sub Bab 4.4 telah
ditunjukkan bahwa dalam ekspansi tanpa hambatan untuk gas ideal, temperatur awal dan temperatur akhir
adalah sama. Dalam kasus ini volume awal VA dan volume akhir adalah VA + VB = 2VA. Tingkat keadaan
akhir dapat ditandai pada diagram T-s seperti ditunjukkan pada Gambar 5.30. Proses dari 1 ke 2 adalah
irreversible dan harus digambarkan dalam garis terputus. Perubahan entropy adalah s1 s2, ditunjukkan
dalam jalur garis putus antara tingkat keadaan 1 dan 2. Kemudian untuk tujuan perhitungan perubahan
entropy, bayangkan proses digantikan dengan proses isotermal antara tingkat keadaan 1 dan tingkat
keadaan 2. Kemudian dari persamaan 5.12,

dengan demikian perubahan entropy = 0,199 kJ/kg.K


Gambar 5.29. Skema untuk contoh 5.12
Sebagai catatan bahwa proses digambarkan sebagai garis putus-putus pada Gambar 5.30., dan luasan
yang berada di bawah garis tersebut tidak ada hubungannya dengan aliran panas. Proses berlangsung
adiabatik dan ada perubahan entropy karena proses berlangsung irreversible.
Penting untuk diingat bahwa persamaan 5.6., ds=dQ/T adalah benar hanya jika proses berlangsung
reversible. Dengan cara yang sama, dW=pdV atau dv=dW/p adalah benar hanya jika proses berlangsung
reversible. Dalam contoh 5.12 volume udara bertambah dari VA menjadi 2VA yaitu dW = 0 dan
v2 v1 = 2vA vA = vA
oleh karena pada contoh 5.12 proses berlangsung irreversible, maka dv dW/p.

Gambar 5.30. Diagram T s untuk contoh 5.12


Dengan pendekatan yang sama, entropy pada contoh 5.12 meningkat 0,199 kJ/kg.K dan panas yang
mengalir adalah nol, yaitu ds dQ/T. Tidak perlu bingung jika dalam diagram T-s atau diagram p-v
digambarkan untuk setiap permasalahan dan tingkat keadaan dari titik ditandai pada posisi yang benar.
Selanjutnya bila proses berlangsung reversible, garis yang mewakili proses digambarkan dalam garis
penuh, dan garis di bawah kurva T-s mewakili panas yang mengalir dan luasan di bawah kurva p-v
menunjukkan kerja yang dilakukan. Bilamana proses di antara dua tingkat keadaan berlangsung
irreversible, garis harus dibuat dalam garis putus dan luasan di bawah kurva tidak menunjukkan arti
apapun dalam diagram.
Dari hukum kedua bisa ditunjukkan bahwa entropy sistem termal yang terisolasi harus tetap atau
meningkat. Sebagai contoh, sistem yang berlangsung adiabatik merupakan sistem yang terisolasi sempurna
dari lingkungannya karena tidak ada panas yang mengalir masuk atau ke luar sistem. Dalam proses ini
telah diketahui bahwa proses berlangsung adiabatik dengan entropy bertahan konstan. Di dalam proses
irreversible adiabatik entropy harus selalu meningkat, dan pencapaian entropy tersebut merupakan ukuran
irreversibilitas dari proses. Proses di dalam contoh 5.11 dan 5.12 mengilustrasikan kenyataan ini. Contoh
lain adalah proses ekspansi adiabatik di dalam turbin uap seperti ditunjukkan pada gambar 5.31 sebagai
proses 1 ke 2.

Gambar 5.31. Proses Ekspansi Adiabatik dalam Turbin Uap


Proses reversible adiabatik di antara tekanan yang sama diwakili oleh garis 1 menuju 2 di dalam
Gambar 5.31. Peningkatan entropy s2-s1 = s2-s2, merupakan suatu ukuran dari proses irreversibilitas.
Dengan cara yang sama di dalam Gambar 5.32 suatu proses kompresi irreversible adiabatik di dalam
kompresor rotary ditunjukkan sebagai proses dari 1 ke 2. Suatu proses reversible adiabatik antara
tekanan yang sama diwakili oleh garis 1 ke 2. Seperti telaah sebelumnya, peningkatan entropy
menunjukkan irreversibilitas proses.

Gambar 5.32. Proses Kompresi Irreversibel adiabatik pada Kompresor Rotary


Contoh 5.13.
Di dalam suatu turbin udara, udara berekspansi dari tekanan 6,8 bar dan temperatur 430 oC hingga
tekanannya menjadi 1,053 bar dan suhu 150 oC. Kehilangan panas dari turbin ke lingkungan diabaikan.
Tunjukkan bahwa proses berlangsung irreversible dan hitung perubahan entropy tiap kg udara.
Oleh karena panas yang hilang diabaikan, maka proses adiabatis. Untuk proses reversible adiabatik
untuk gas ideal, digunakan persamaan 4.19.

Gambar 5.33. Diagram T s untuk contoh 5.13


Temperatur aktual pada tekanan 1,013 bar adalah 150 oC, sehingga prosesnya adalah irreversible.
Kelangsungan proses ditunjukkan pada garis 1 ke 2 di dalam gambar 5.33. Proses isentropic ideal juga
ditunjukkan dengan garis dari 1 ke 2. Tidaklah mungkin bahwa proses dari 1 ke 2 adalah reversible,
karena dalam kasus ini area di bawah kurva 1-2 mewakili panas yang mengalir dan proses berlangsung
adiabatik.
Perubahan entropy s2-s1, bisa didapatkan dengan mempertimbangkan suatu proses reversible tekanan
konstan antara 2 dan 2. Kemudian dari persamaan 5.6, ds=dQ/T, dan pada tekanan konstan untuk 1 kg gas
ideal berlaku dQ=cp dT sehingga,

artinya terjadi peningkatan entropy sebesar 0,0355 kJ/kg.K


Selanjutnya penelaahan dilakukan pada suatu sistem yang tidak diisolasi termal dari lingkungannya.
Entropi dari sistem ini bisa meningkat, turun atau tetap, tergantung dari panas yang melewati batas sistem.
Bagaimanapun bilamana batas sistem diperluas hingga sumber atau tujuan dari aliran panas dan
komponen-komponen tersebut membentuk suatu sistem baru, maka secara keseluruhan entropy meningkat
atau konstan.

Gambar 5.34. Dua Reversoar berbeda temperatur dalam suatu isolasi termal
Sebagai ilustrasi, perhatikan suatu reservoar panas dengan temperatur T1 dan reservoar dingin dengan
temperatur T2 , dan asumsikan bahwa kedua reservoar terisolasi termal dari lingkungannya seperti pada
Gambar 5.34. Biarkan panas mengalir dari reservoar panas ke reservoar dingin sebesar Q. Ada suatu
gradien temperatur yang kontinyu dari T1 ke T2 antara A dan B, dan hal ini bisa diasumsikan bahwa panas
ditransfer secara reversible dari reservoar panas ke titik A, dan dari titik B ke reservoar dingin. Bisa
diasumsikan bahwa reservoar sedemikian rupa sehingga temperatur keseluruhan ada pada kondisi
konstan.
Kemudian didapatkan kondisi sebagai berikut :

karena T1> T2 dapat dilihat bahwa s adalah positip, dan entropy dari sistem harus bertambah. Pada
kondisi perbedaan temperatur sangat kecil, maka s=0. Hal ini menjadi penegasan yang mendasar bahwa
entropy dari suatu sistem yang terisolasi harus bertambah atau konstan. Pada sub bab 1.5, criteria untuk
reversibelitas dinyatakan sebagai berikut : Perbedaan temperatur antara sistem dan lingkungannya
harus sangat kecil apabila proses berlangsung reversible.

Gambar 5.35. Diagram T s untuk dua reservoar yang berbeda suhu dalam suatu isolasi
Pada contoh di atas, bilamana T1>T2 maka panas yang mengalir antara kedua reservoar adalah
irreversible dengan kriteria di atas. Oleh karena itu, entropy sistem bertambah bilamana proses aliran
panas adalah irreversible tetapi dipertahankan konstan bilamana prosesnya reversible. Peningkatan
entropy merupakan ukuran irreversibilitas. Proses yang terjadi dalam contoh di atas dapat digambarkan
dalam diagram T-s seperti pada Gambar 5.35. Ke dua proses telah digambarkan berlapis dalam diagram
yang sama. Proses P-R mewakili transfer panas Q satuan dari reservoar panas, dan luasan di bawah P-R
sama dengan Q. Proses X-Y mewakili mewakili transfer panas Q satuan menuju reservoar dingin dan
luasan di bawah X-Y sama dengan Q. Luasan di bawah P-R sama dengan luasan di bawah X-Y, dan dari
sisni dapat dilihat dari diagram bahwa entropy dari reservoar dingin harus selalu meningkat lebih besar
dibandingkan penurunan entropy pada reservoar panas. Oleh karena itu, maka entropy dari sistem
keseluruhan harus meningkat. Sebagai catatan bahwa proses P-R dan X-Y keduanya adalah reversible
sehingga irreversibilitas terjadi antara A dan B pada gambar 5.34. Irreversibilitas disebabkan oleh
proses transfer panas antara A dan B. Bagaimanapun panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang
terbatas, prosesnya adalah irreversible dan ada peningkatan entropy sistem dan lingkungannya.
Pada suatu proses tertentu irreversibilitas bisa terjadi pada lingkungannya, sehingga proses secara
internal adalah reversible, dan luasan pada diagram p-v dan diagram T-s mendekati kerja yang dilakukan
dan panas yang mengalir. Reversibilitas internal telah dibahas sebelumnya yaitu pada Sub Bab 1.5. Pada
kebanyakan permasalahan, apabila proses diasumsikan reversible implikasinya adalah reversibilitas
internal. Sebaliknya kebanyakan proses di dalam praktik di mana dikatakan sebagai proses irreversible
merupakan irreversible internal karena adanya arus Eddy dan pengadukan fluida kerja seperti pada contoh
5.13.
Dengan menggunakan referensi Gambar 5.34, bila motor bakar ditempatkan antara reservoar panas
dan reservoar dingin, beberapa kerja bisa dikembangkan. Hukum ke dua menyatakan bahwa panas tidak
akan pernah mengalir secara spontan dari reservoar dingin ke reservoar panas, sehingga dalam rangka
untuk mengembangkan kerja dari kuantitas energi Q setelah ditransfer ke reservoar dingin, maka
diperlukan suatu reservoar ke tiga yang lebih dingin dari reservoar dingin. Hal ini jelas bahwa bilamana
kuantitas panas ditransfer melalui perbedaan temperatur yang terbatas, pendayagunaannya menjadi
berkurang, dan pada suatu batas di mana panas ditransfer ke reservoar dengan temperatur terendah maka
tidak ada kerja yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, maka irreversibilitas memiliki efek terhadap
degradasi energi yang tersedia, dan entropy dapat dianggap sebagai ukuran, tidak hanya ukuran
irreversibilitas tetapi juga degradasi energi. Sebagai catatan bahwa dengan prinsip hukum konservasi
energi, tidak ada energi yang dihancurkan. Dengan hukum termodinamika ke dua, maka pemanfaatan
energi menjadi berkurang dan tidak mungkin pemanfaatannya meningkat. Suatu sistem secara alami
cenderung untuk mengarah pada tingkat keadaan yang rendah. Suatu sistem yang bergerak menuju tingkat
keadaan energi yang lebih tinggi tanpa input energi eksternal adalah berlawanan dengan hukum kedua
thermodinamika. Hukum kedua dapat dilihat untuk mengimplikasikan arah atau gradien dari kegunaan
energi. Kerja lebih bermanfaat dibandingkan dengan panas, semakin tinggi suhu suatu reservoar maka
semakin besar jumlah energi yang bermanfaat. Dengan menerapkan hukum ini maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa untuk suatu reservoar yang dingin (missal suhu kamar) maka semakin tinggi temperatur
reservoar panas, semakin tinggi pula efisiensi termal dari suatu mesin kalor. Hal ini akan dibicarakan
lebih mendalam pada bab berikutnya.

5.6 . Ketersediaan Nilai Manfaat


Jumlah kerja maksimum secara teori yang bisa didapatkan dari suatu sistem pada tingkat keadaan p1
dan T1 bila beroperasi pada reservoar dengan tekanan dan temperatur konstan po dan To disebut sebagai
Ketersediaan Nilai manfaat.
a. Sistem Tanpa Aliran
Penelaahan dilakukan pada suatu sistem yang terdiri dari suatu fluida di dalam ruang piston, fluida
berekspansi reversible dari kondisi awal p1 dan T1 menuju kondisi atmosfer po dan To. Bayangkan juga
bahwa sistem bekerja di dalam suatu kerja yang serentak dengan mesin kalor reversible dari fluida di
dalam silinder sedemikian rupa sehingga substansi kerja mesin kalor mengikuti arah O1AO sebagaimana
diperlihatkan pada gambar 5.36a dan 5.36b, di mana s1 = sA dan To=TA*. Kerja yang dilakukan oleh mesin
kalor ini diberikan dengan :
Panas yang disuplai ke mesin sama dengan panas yang dilepas oleh fluida di dalam silinder. Oleh
karena itu, fluida di dalam silinder berlangsung proses 1 ke O, didapatkan
- Q = (uo u1) + Wfluida
Wfluida = (u1 u2) Q
Dengan menjumlahkan ke dua persamaan di atas,
Wmesin + Wfluida = (u1 uo) To(s1 so)
Kerja yang dilakukan oleh fluida di dalam piston lebih rendah dibandingkan kerja total yang dilakukan
fluida, karena ada kerja yang dilakukan terhadap atmosfer di mana terjadi pada tekanan konstan po (lihat
soal 4.24.).
Kerja yang dilakukan terhadap atmosfer = po(vo v1).
(catatan : bilamana fluida melangsungkan proses dalam siklus yang lengkap maka kerja yang dilakukan
terhadap atmosfer adalah nol).
Wmax = a1 - ao
Sifat, a = u + pov Tos disebut sebagai fungsi ketersediaan nilai manfaat untuk persamaan tanpa
aliran.
b. Sistem dengan Aliran mantap
Telaah suatu fluida yang mengalir dengan mantap dengan kecepatan C1 dari suatu reservoar yang
memiliki temperatur dan tekanan konstan p1 dan T1 melalui suatu aparatur menuju tekanan atmosfer po.
Reservoar ada pada ketinggian Z1 dari datum, di mana diambil acuannya pada posisi outlet kecepatan, Co,
sama dengan nol. Dapat ditunjukkan dalam hal ini : (a) Kerja reversibel mesin kalor berada di antara
batas panas yang dilepas To(s1-so) satuan panas, di mana To adalah temperatur atmosfer. Oleh karena itu,
didapatkan persamaan :
Wmax = (h1+C12/2+Z1g)-ho-To(s1-so).
Pada kebanyakan sistem termodinamika, besarnya energi kinetik dan energi potensial diabaikan.
Wmax = (h1- To s1)-(ho+Toso) = b1-bo.
Sifat b = h-Tos, disebut fungsi ketersediaan aliran mantap.
Efektivitas
Di dalam membandingkan suatu proses terhadap proses yang dibayangkan sebagai proses ideal,
dalam hal ini sebagai contoh adalah isentropik, akan lebih baik bilamana pengukuran tingkat
kedayagunaan proses untuk membandingkannya terhadap output kegunaan dengan kehilangan ketersediaan
dari sistem. Output kedayagunaan sistem diberikan dengan meningkatnya ketersediaan dari lingkungannya,
yaitu
Contoh 5.14.
Uap berekspansi adiabatic di dalam suatu turbin dari 20 bar, 400 oC hingga menjadi 4 bar, 250 oC.
Hitung :
a. Efisiensi isentropic proses
b. Kehilangan ketersediaan dari sistem, asumsikan temperatur atmosfer 15 oc
c. Efektivitas proses
solusi :
dengan mengabaikan perubahan energi kinetik dan energi potensial,
a. Mula-mula uap adalah super panas pada 20 bar dan 250 oC, dari Tabel didapatkan
h1 = 3248 kJ/kg dan s1 = 7,126 kJ/kg.K

Gambar 5.37. Diagram T s untuk contoh 5.14


Keadaan akhir uap adalah super panas pada 4 bar dan temperatur 250 oC, dari table didapatkan :
h2 = 2965 kJ/kg dan s2 = 7,379 kJ/kg.K
Proses ditunjukkan dari 1 ke 2 pada gambar 5.37.
s1 = s2 = 7,126 kJ/kg.K
Dengan interpolasi,

h2 = 2753 + (2862 2753)


= 2841,4 kJ/kg

b. Kehilangan ketersediaan = b1 b2 = h1 h2 + To(s2-s1)


= 283 + 288 (7,379 7,126)
= 355,9 kJ/kg
c. Efektivitas,

Contoh 5.15.
Udara pada temperatur 15 oC dipanaskan menjadi 40 oC dengan pencampuran pada aliran konstan
dengan kuantitas udara pada 90 oC. Asumsikan bahwa proses pencampuran adalah adiabatik dan
perubahan energi kinetik serta energi potensial diabaikan. Hitung rasio aliran massa udara yang mula-
mula temperaturnya 90 oC terhadap udara dengan keadaan mula 40 oC. Hitung juga efektivitas proses
pemanasan, jika temperatur atmosfer 15 oC.
Solusi :
Misal rasio aliran massa yang dibutuhkan adalah y, aliran udara pada 15 oC adalah aliran 1, dan
udara pada temperatur 90 oC adalah aliran 2, dan campuran udara pada 40 oC adalah aliran 3.
cp T1 + ycp T2 = (1+y)cp T3
Atau y cp (T2-T3) = cp (T3-T1)
y(90 40) = 40 15
y = 0,5
Misalkan sistem dianggap sebagai aliran udara per unit massa, dipanaskan dari 15 oC menjadi 40 oC.

sehingga peningkatan ketersediaan sistem = 1,005 x 25 - 288 x 0 ,0831 = 1,195 kJ/kg.


Sistem, di mana udara dipanaskan, dilingkupi oleh aliran udara yang didinginkan. Oleh karena itu,
kehilangan ketersediaan dari lingkungan diberikan dengan y(b2-b3) , yaitu

Efektivitas yang rendah menunjukkan proses pencampuran alami dengan tingkat irreversibilitas yang
tinggi.
Contoh 5.16.
Cairan dengan panas spesifik 6,3 kJ/kg.K dipanaskan mendekati tekanan konstan dari 15 oC hingga 70
o
C melalui suatu saluran yang menembus dapur api. Temperatur tanur adalah konstan pada 1400 oC.
Hitung efektivitas dari proses pemanasan bilamana temperatur atmosfer 10 oC.
Solusi :
Peningkatan ketersediaan cairan = b2-b1 = (h2-h1) To(s2-s1)

Panas yang dilepas oleh tanur sama dengan panas yang disuplai ke cairan sebesar (h2-h1). Jika kuantitas
panas ini disuplai ke suatu operasi di dalam siklus Carnot maka efisiensi termalnya adalah
(untuk persamaan efisiensi carnot lihat bab 6).
Oleh karena itu, maka kerja yang didapatkan dari suatu mesin kalor diberikan dengan perkalian
efisiensi termal dengan panas yang disuplai, yaitu

Kerja mesin kalor yang mungkin =


Kerja yang mungkin dari mesin kalor diukur dari kehilangan ketersediaan sistem pada tanur.
Kehilangan ketersediaan pada lingkungan = 6,3(70-15)

Nilai efektivitas yang sangat rendah merefleksikan irreversibilitas dari transfer panas yang menembus
perbedaan temperatur yang tinggi. Bilamana temperatur tanur jauh lebih rendah maka proses akan lebih
efektif, walaupun panas ditransfer ke dalam cairan dipertahankan sama.

SOAL LATIHAN
1 1 kg uap pada tekanan 20 bar, fraksi kekeringan 0,9, dipanaskan reversibel pada tekanan konstan
sehingga temperaturnya 300 oC. Hitung panas yang disuplai dan perubahan entropi dan tunjukkan
proses tersebut dalam diagram T-s dan tunjukkan pula luasan yang mewakili panas yang mengalir.
(415 kJ/kg; 0,8173 kJ/kg).
2 Uap pada 0,05 bar, 100 oC dikondensasikan secara sempurna melalui proses reversibel tekanan konstan.
Hitung panas yang dikeluarkan tiap kg uap dan perubahan entropinya. Buat sketsa proses dalam
diagram T-s dan arsir luasan yang mewakili aliran panas. (2550 kJ/kg; 8,292 kJ/kg).
3 0,05 kg uap pada tekanan 10 bar, fraksi kekeringan 0,84 dipanaskan reversibel di dalam wadah pejal
sehingga tekanannya menjadi 20 bar. Hitung perubahan entropi dan panas yang mengalir. Tunjukkan
luasan yang mewakili panas yang mengalir tersebut dalam diagram T-s. (0,0704 kJ/kg.K; 36 ,85 kJ ).
4 Suatu silinder pejal berisi 0,006 m3 Nitrogen (Berat Molekul 28) pada tekanan 1,04 bar, temperatur 15
o
C dipanaskan reversible sampai temperaturnya 90 oC. Hitung perubahan entropy dan panas yang
mengalir. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. Gunakan indeks isentropic untuk Nitrogen sebesar
1,4 dan asumsikan Nitrogen sebagai gas ideal. (0 ,00125 kJ/K; 0,407 kJ ).
5 Sebuah silinder pejal dipanaskan reversible pada tekanan konstan dari temperatur 15 oC menjadi 300
o
C, dan kemudian didinginkan reversible pada volume konstan menjadi temperatur asalnya.
Temperatur awal 1,03 bar. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan entropy keseluruhan
dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (101,5 kJ; 0,246 kJ/kg ).
6 Uap dengan massa 1 kg mengalami proses isotermal dari tekanan 20 bar menjadi 30 bar pada
temperatur 250 oC. Hitung panas yang mengalir, analisa apakah panas dilepas ataukah masuk ke
dalam sistem. Sketsa proses dalam diagram T-s. (- 135 kJ/kg).
7 Udara dengan massa 1 kg dibiarkan berekspansi reversible di dalam ruang piston sedemikian rupa
hingga berlangsung pada temperatur konstan 260 oC hingga volumenya menjadi dua kali lipat.
Selanjutnya piston didorong masuk dan panas dilepas oleh udara reversible pada tekanan konstan
sampai volumenya kembali ke volume awal. Hitung panas bersih yang mengalir dan perubahan
entropy keseluruhan. Buat sketsa dalam diagram T-s. (-161,9 kJ/kg; -0,497 kJ/ kg.K).
8 Uap pada tekanan 5 bar, 250 oC berekspansi isentropic sampai tekanannya 0,7 bar. Hitung kondisi akhir
dari uap. (0,967).
9 Uap berekspansi di dalam ruang piston dari tekanan 6 bar kering jenuh, hingga tekanannya 0,65 bar.
Asumsikan bahwa silinder diinsulasi sempurna, hitung kerja yang dilakukan selama ekspansi tiap kg
uap. Buat sketsa proses dalam diagram T-s. (323,8 kJ/kg).
10 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC, berekspansi reversible isotermal hingga
tekanannya menjadi 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a.
fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607
kJ/kg; 607 kJ/kg; 1035 kJ/kg; 975 kJ/kg).
11 Fluida dengan massa 1 kg pada tekanan 30 bar, 300 oC berekspansi menuruti hukum pv = konstan
hiungga temperaturnya 0,75 bar. Hitung panas yang mengalir dan kerja yang dilakukan bilamana : a.
fluida adalah udara. b. fluida adalah uap. Buat sketsa masing-masing proses dalam diagram T-s (607
kJ/kg; 607 kJ/kg; 891,2 kJ/kg; 899 kJ/kg).
12 Udara massa 1 kg pada tekanan 1,013 bar, 17 oC ditekan menuruti persamaan pv1,3= konstan hingga
tekanannya menjadi 5 bar. Hitung perubahan entropy dan buat sketsa proses dalam diagram T-s,
tunjukkan luasan yang mewakili panas yang mengalir. (-0,0885 kJ/kg.K).
13 0,06 m3 etana (berat mol 30), pada tekanan 6,9 bar dan temperatur 260 oC, dibiarkan berekspansi
isentropis di dalam ruang piston sehingga tekanannya menjadi 1,05 bar dan suhu 107 oC. Hitung , R,
cp , dan c v dari etana dan hitung pula kerja yang dilakukan selama ekspansi. Asumsikan etana sebagai
gas ideal. Bilamana massa yang sama dari etana pada tekanan 1,05 bar, temperatur 107 oC, ditekan
hingga tekanannya menjadi 6,9 bar menuruti persamaan pv1,4 = konstan. Hitung temperatur akhir dari
etana dan aliran panas yang melalui dinding silinder selama proses kompresi. Hitung juga perubahan
entropy selama kompresi, dan buat sketsa dalam diagram p-v dan T-s ke dua proses tersebut. (1,219;
0,277 kJ/kg.K; 1,542 kJ/kg.K; 1,265 kJ/kg.K; 54,2 kJ; 378 oK; 43,4 kJ; 0,0867 kJ/K).
14 Mesin uap menerima uap pada tekanan 4 bar, fraksi kekeringan 0,8 dan berekspansi menuruti
persamaan pv1,05=konstan menuju suatu kondensor dengan tekanan 1 bar. Hitung perubahan entropy
tiap kg uapselama ekspansi, dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (0,381 kJ/kg.K).
15 Suatu gas ideal tertentu yang memiliki = 1,26 dan berat molekul 26, berekspansi reversible dari
temperatur 727 oC, 0,003 m3menjadi 2oC, 0,6 m3 menuruti persamaan linier pada diagram T-s. Hitung
kerja yang dilakukan tiap kg gas dan buat sketsa proses dalam diagram T-s. (959,3 kJ/kg).
16 Udara dengan massa 1 kg, tekanan 1,02 bar, temperatur 20 oC berlangsung suatu proses hingga
tekanannya meningkat menjadi 6,12 bar, dan volume menjadi 0,25 m3. Hitung perubahan entropy dan
beri tanda tingkat keadaan awal dan akhir dari proses dalam diagram T-s. (0,087 kJ/kg.K).
17 Uap pada tekanan 15 bar dithrotle hingga tekanannya menjadi 1 bar dan temperaturnya 150 oC. Hitung
fraksi kekeringan awal dan perubahan entropy. Buat sketsa proses dalam diagram T-s dan nyatakan
asumsi yang dibuat dalam proses throttling. ( 0,992; 1,202 kJ/kg.K).
18 Ada dua wadah, volume yang satu dua kali volume lainnya, dihubungkan dengan saluran yang memiliki
klep dan dicelupkan ke dalam air pada temperatur konstan. Wadah kecil berisi hydrogen ( berat
molekul 2) dan wadah yang lain dikosongkan. Hitung perubahan entropy per kg gas bilamana gas
dibuka dan kondisi dibiarkan seimbang. Buat sketsa dalam diagram T-s. Asumsikan hydrogen sebagai
gas ideal. (4,57 kJ/kg.K).
19 Pada suatu turbin disuplai uap pada tekanan 40 bar, temperatur 400 oC, di mana berekspansi menembus
turbin dalam aliran mantap menuju tekanan pada keluaran sebesar 0,2 bar, dan fraksi kekeringan
0,93. Kecepatan inlet diabaikan, akan tetapi uap meninggalkan sistem dengan kecepatan tinggi
menembus saluran dengan luas penampang 0,14 m2. Jika aliran massa adalah 3 kg/dt dan efisiensi
mekanik 90 %, hitung tenaga output dari turbin. Tunjukkan bahwa proses adalah irreversible dan
hitung perubahan entropy. Panas hilang dari turbin diabaikan (2048 kW; 0,643 kJ/kg.K).
20 Pada suatu kompresor sentrifugal udara ditekan dengan rasio kompresi 4 : 1, dan temperatur udara
meningkat dengan faktor 1,65. Tunjukkan bahwa proses berlangsung irreversible dan hitung
perubahan entropy tiap kg udara. Asumsikan proses berlangsung adiabatik. Gambarkan sketsa proses
dalam diagram T-s. (0,105 kJ/kg.K).
21 Dalam suatu turbin gas, gas memasuki turbin pada temperatur 550 oC dan tekanan 5 bar dan
meninggalkan sistem pada tekanan 1 bar. Proses berlangsung mendekati adiabatik, akan tetapi
perubahan entropy terjadi sebesar 0,174 kJ/kg.K. Hitung temperatur keluar dari gas. Asumsikan gas
bertingkah laku sebagai gas ideal, dan gunakan = 1,333 dan cp = 1,11 kJ/kg.K. Buat sketsa dalam
diagram T-s. (370 oC).
22 Suatu wadah pejal dan terinsulasi sempurna dengan kapasitas 0,3 m3 berisi 0,762 kg uap pada tekanan
6 bar. Klep selanjutnya dibuka dan temperatur turun hingga tekanannya menjadi 1,4 bar sebelum klep
ditutup kembali. Hitung kondisi uap yang tertinggal di dalam wadah dan hitung juga massa uap yang
hilang. (0,99; 0,571 kg).
23 Suatu wadah pejal berisi 0,5 kg gas ideal dengan panas spesifik pada volume konstan 1,1 kJ/kg.K.
Suatu pedal pengaduk dimasukkan ke dalam wadah dan 11 kJ kerja dilakukan pada pengaduk dengan
menggunakan motor. Asumsikan bahwa wadah berinsulasi sempurna dan gas awalnya pada kondisi
temperatur lingkungan sebesar 17 oC. Hitung efektivitas dari proses. (3%).
24 Wadah yang identik dengan soal no. 5.23. dipanaskan pada beda temperatur konstan dengan cara
mencelupkannya ke dalam tanur dengan suhu 100 oC. Hitung efektivitas proses. (113,5 %).
25 Uap memasuki turbin pada tekanan 70 bar, 500 oC dan meninggalkannya pada tekanan 2 bar dalam
tingkat keadaan kering jenuh. Hitung efisiensi isentropis dan efektivitas proses. Abaikan perubahan
energi kinetik dan energi potensial dan asumsikan bahwa proses berlangsung adiabatik. Temperatur
atmosfer 17 oC. ( 84,4 %; 88 %).
26 Di dalam suatu heater pemasukan, uap masuk pada tekanan 15 bar, temperatur 200 oC. Air feeder
masuk dengan temperatur 130 oC dan air feeder meninggalkan pemanas pada temperatur jenuh sesuai
tekanan heater pada 15 bar. Hitung massa uap tiap unit massa air feeder yang memasuki pemanas.
Hitung juga kehilangan ketersediaan uap tiap unit massa dan efektivitas air. Asumsikan bahwa tidak
ada panas yang hilang dari heater dan temperatur atmosfer 20 oC. Asumsi lain dibuat sendiri. (0,1533
kg; 738 kJ/kg; 87,9 %).
BAB VI SIKLUS-SIKLUS MESIN KALOR
Pada bab ini, siklus mesin kalor didiskusikan lebih lengkap dan dibicarakan juga tentang siklus
tenaga gas. Di bab ini akan ditampilkan suatu siklus ideal teoritis yang merupakan proses yang paling
efisien yaitu Siklus Carnot. Efisiensi termal tertinggi yang dicapai untuk mesin kalor kira-kira hanya
setengah dari teori siklus Carnot di antara batas suhu proses yang sama. Hal ini sehubungan dengan
irreversibilitas pada siklus aktual dan penyimpangan dari siklus ideal, yang dibuat untuk berbagai alasan
praktis. Pemilihan pembangkit tenaga listrik di dalam praktik merupakan bentuk kompromi antara efisiensi
termal dan berbagai faktor seperti ukuran pembangkit yang disesuaikan dengan kebutuhan tenaga listrik
yang diinginkan, kompleksitas mekanik, biaya operasi, dan biaya investasi.

6.1 Siklus Carnot


Dari Hukum Termodinamika II dapat dijelaskan bahwa tidak ada mesin kalor yang lebih efisien
daripada mesin kalor reversibel yang bekerja pada batas suhu yang sama (lihat Gambar 6.1). Carnot,
seorang Insinyur Perancis, menyampaikan makalah yang ditulisnya pada Tahun 1824 bahwa siklus yang
memungkinkan paling efisien adalah jika panas yang disuplai pada satu suhu konstan dan panas yang
dilepas pada suhu yang lebih rendah. Oleh karena itu, proses terdiri dari dua proses isotermal yang
digabungkan dengan dua proses adiabatik. Berhubung prosesnya reversible maka proses adiabatik yang
terjadi juga isentropis. Siklus tersebut biasanya diilustrasikan melalui diagram T s seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1. Siklus Carnot


Proses 1 ke 2 adalah ekspansi isentropis dari T1 ke T2
Proses 2 ke 3 adalah pelepasan panas isotermal
Proses 3 ke 4 adalah kompresi isentropis dari T2 ke T1
Proses 4 ke 1 adalah suplai panas isotermal
Siklus tersebut bebas dari substansi kerja yang dilakukan.
Efisiensi termal mesin kalor seperti didefinisikan sebelumnya,
ditulis dengan persamaan:

Di dalam siklus Carnot, dengan mengacu pada Gambar 6.1. dapat dilihat bahwa panas yang disuplai, Q1
ditunjukkan dengan luasan 41BA4
Q1 = Luas 41BA4 = T1 (SB SA)
Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 ditunjukkan dengan luasan 23AB2 atau
Q2 = luasan 23AB2 = T2 (SB SA)
Sehingga didapatkan efisiensi siklus Carnot sebagai berikut :
Jika tersedia reservoir untuk panas yang dilepaskan pada suhu konstan T2 (misalnya suplai yang besar
dari pendingin air), kemudian nisbah T2/T1 akan menurun seiring dengan peningkatan suhu T1. Dari Pers.
6.1 dapat dilihat bahwa jika T2/T1 menurun, maka efisiensi termal meningkat. Oleh karena itu, untuk suhu
konstan yang lebih rendah pada panas yang terbuang, suhu pada panas yang disuplai harus dibuat setinggi
mungkin. Efisiensi termal maksimum yang memungkinkan antara dua suhu tersebut merupakan Siklus
Carnot. Output kerja dari siklus Carnot secara sederhana dapat diperoleh dari diagram T-s. Berdasarkan
hukum pertama,
Q = W maka output kerja dalam siklus Carnot adalah
W = Q1 Q2
Dengan mengacu pada Gambar 6.1, didapatkan
WCarnot = luas daerah 12341 = (T1 T2) (sB sA)
Contoh 6 .1
Berapa efisiensi teoritis terbesar dari suatu mesin kalor yang beroperasi dengan resevoir panas pada
suhu 2000oC, jika air pendingin yang tersedia pada suhu 10oC ?
Penyelesaian :

Sebagai catatan, sistem dalam praktiknya beroperasi di antara suhu yang hampir sama (misalnya
pembangkit generator uap) memiliki efisiensi termal kira-kira 30%. Ketidakcocokan yang terjadi
disebabkan adanya kehilangan akibat irreversibilitas pada pembangkit aktual dan adanya penyimpangan
pada siklus Carnot ideal yang dibuat untuk berbagai alasan praktis.
Pada kenyataannya, sulit untuk merealisasikan suatu sistem yang menerima dan melepaskan panas
pada suhu konstan. Uap basah sebagai substansi kerja hanya dapat bekerja dengan baik sekali, jika panas
yang dilepas dan disuplai pada tekanan dan suhu konstan sebagai panas laten. Sikus Carnot untuk uap
basah ditunjukkan pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2. Siklus Carnot dengan menggunakan uap


Walaupun siklus ini merupakan siklus uap yang paling efisien, tetapi hal ini tidak digunakan pada
instalasi uap. Siklus teoritis dimana siklus uap sebagai dasar, dinamakan sebagai Siklus Rankine. Hal ini
akan dibicarakan pada bab lain dan untuk penggunaannya akan diberikan dengan mengacu pada siklus
Carnot.
6.2 Skala Suhu Absolut
Pada bab sebelumnya skala suhu didasarkan dengan acuan termometer gas ideal. Penggunaan
persamaan Hukum Termodinamika II memungkinkan untuk menentukan skala suhu yang bebas dari kerja
materi.

Efisiensi mesin yang beroperasi pada siklus Carnot hanya tergantung pada suhu reservoir panas dan
reservoir dingin.
Penunjukkan suhu pada sembarang skala suhu yang berubahubah di dapatkan
= (X1, X2) (6.3)
dimana adalah fungsi dan x1 dan x2 adalah suhu dari reservoir panas dan dingin.
Dengan mengkombinasikan Per. 6.2 dan 6.3 didapatkan

Ada sejumlah besar skala suhu yang semuanya bebas terhadap kerja materi. Berbagai skala kerja dapat
dipilih dengan mennyeleksi dengan tepat nilai fungsi F. Fungsi dipilih sehingga

Dengan membandingkan Pers. 6.4 dan 6.5, dapat dilihat bahwa suhu X equivalen dengan suhu T, sehingga
dengan pemilihan yang tepat dari fungsi F, skala ideal suhu dibuat equivalen dengan skala yang mengacu
pada suhu gas ideal.

6.3 Siklus Carnot untuk Gas Ideal


Siklus Carnot untuk gas ideal ditunjukkan pada diagram T - s seperti Gambar 6.3. Catatan : tekanan
gas berubah secara kontinyu dari p4 dan p1 selama suplai panas proses isotermal dan dari p2 ke p3 selama
pelepasan panas proses isotermal.

Gambar 6.3. Hubungan T s pada siklus Carnot untuk gas ideal


Pada praktiknya, panas suatu gas biasanya berada mendekati tekanan atau volume konstan, sehingga
sulit untuk mencoba mengoperasikan mesin kalor pada siklus Carnot menggunakan gas sebagai fluida
kerja. Alasan penting lain untuk tidak menggunakan siklus Carnot di dalam praktik diilustrasikan pada
Gambar 6.4. Kerja netto dari siklus ditunjukkan dengan luasan 12341. Luasan tersebut merupakan luasan
kuantitas yang kecil dibandingkan dengan kerja keseluruhan dari proses ekspansi suatu siklus, yang
ditunjukkan dengan luasan 412BA4. Kerja proses kompresi (yaitu kerja yang dilakukan terhadap gas)
adalah luasan 23412. Nisbah output kerja netto terhadap output kerja keseluruhan dari sistem disebut
nisbah kerja. Siklus Carnot meskipun memiliki efisiensi termal tinggi akan tetapi memiliki nisbah kerja
yang rendah.
Gambar 6.4. Hubungan p pada siklus Carnot gas ideal
Contoh 6.2
Diketahui terdapat reservoir panas pada suhu 800C dan reservoir dingin pada suhu 15C. Hitung
efisiensi termal dan nisbah kerja siklus Carnot dimana udara sebagai cairan kerja, jika tekanan maksimum
dan tekanan minimum pada siklus adalah 210 bar dan 1 bar.
Siklus ditunjukkan melalui diagram T - s dan diagram p - v masing-masing pada Gambar 6.5a dan
6.5b.
Dengan menggunakan Pers. 6.1

Untuk mencari output kerja dan nisbah kerja, perlu dicari perubahan entropy, (s1 - s4) terlebih dahulu
Untuk proses isotermal dari 4 ke A, digunakan Pers. 5.12

Gambar 6.5a. Diagram T s untuk contoh 6.2

Gambar 6.5b. Diagram P V untuk contoh 6.2


Kemudian,
Output kerja netto = (T1 T2) (s1 s4) = luasan 12341
= (1073 288) x 0.214 = 168 kJ/kg
Ekspansi kerja keseluruhan = kerja yang dilakukan (4 ke 1) + kerja yang dilakukan (1 ke 2)
Dari Pers. 4.12, untuk proses isotermal, Q = W
W41 = Q41 = luas daerah di bawah garis 4-1, pada Gambar 6.5 a
= (s1 s4) x T1 = 0.214 x 1073
= 229.6 kJ/kg
Untuk proses isentropik dari 1 sampai 2, dari Pers. 4.13, W = (u1 u2) , sehingga untuk gas sempurna :
W12 = cv (T1 T2 ) 0.7181073288563.6kJ / kg
kerja keseluruhan = 229.6+563.6 = 793.2 kJ/kg

6.4 Siklus Tekanan Konstan


Dalam siklus ini, proses panas yang disuplai dan panas yang dilepas terjadi secara reversibel pada
tekanan konstan. Proses ekspansi dan proses kompresi merupakan proses isentropik. Siklus ditunjukkan
melalui diagram T - s dan diagram p - v pada Gambar 6.6 a dan Gambar 6.6b.

Siklus ini dahulu pernah digunakan sebagai basis ideal untuk sebuah mesin pertukaran udara panas,
yang dikenal sebagai Siklus Joule atau Siklus Brayton. Sekarang ini, siklus tersebut ideal untuk siklus
tertutup unit turbin gas. Diagram garis sederhana suatu pembangkit ditunjukkan pada Gambar 6.7, dimana
nomornomornya berhubungan dengan Gambar 6.6a dan Gambar 6.6b. Substansi yang bekerja adalah udara
yang mengalir di dalam siklus perputaran aliran mantap, sehingga perubahan kecepatan dapat diabaikan,
dan dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap untuk setiap siklus, akan didapatkan
Input kerja ke kompresor = (h2 h1) = cp (T2 T1)
Output kerja dari turbin = (h3 h4) = cp (T3 T4)
Ketersediaan panas dalam pemanas, Q1= (h3 h2) = cp (T3 T2)
Panas yang dilepas dalam pendingin, Q2 = (h4 h1) = cp (T4 T1)
Kemudian dari Persamaan 5.3, didapatkan

Gambar 6.7. Diagram garis pembangkit turbin gas


Karena proses 1 ke 2 dan proses 3 ke 4 adalah isentropik antara tekanan yang sama p2 dan p1, kita
dapat menggunakan Pers. 4.19

kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan untuk efisiensi, maka didapatkan :

Pada siklus tekanan konstan, efisiensi termal hanya tergantung pada nisbah tekanan. Pada kasus ideal,
nilai udara konstan dan sama dengan 1,4. Dalam praktiknya, untuk mendapatkan pusaran udara sebagai
aliran yang melalui kompresor dan turbin sebagai mesin yang berputar, efisiensi termal aktual dapat
dikurangi dibandingkan dengan data yang diperoleh melalui Pers. 6.6.
Nisbah kerja siklus tekanan konstan dapat ditentukan sebagai berikut :rasio kerja =

Berdasarkan Pers. 6.7 dapat dilihat bahwa nisbah kerja tidak hanya tergantung pada nisbah tekanan
tetapi tergantung juga pada nisbah suhu minimum dan maksimum. Pemberian suhu masukan, T1, suhu
maksimum T3 harus dibuat setinggi mungkin untuk mendapatkan nisbah kerja tinggi.
Untuk siklus terbuka unit turbin gas, siklus aktualnya bukan pendekatan yang bagus untuk siklus ideal
tekanan konstan, karena bahan bakar terbakar dengan udara, dan pengisiannya kontinyu ke dalam
kompresor. Namun demikian, siklus ideal merupakan dasar yang bagus sebagai bahan perbandingan dan
dalam perhitungan untuk siklus ideal terbuka gas turbin, pengaruh massa bahan bakar dan perubahan kerja
aliran diabaikan.
Contoh 6.3
Pada unit gas turbin, udara digambarkan pada tekanan 1.02 bar dan 15C dan dikompresi sampai
6.12 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja siklus tekanan ideal tekanan konstan, jika siklus suhu
maksimum dibatasi sampai 800C.
Penyelesaian :
Siklus ideal ditunjukkan melalui diagram T - s pada Gambar 6.8.
Dari Persamaan 6.6

efisiensi termal = 0.402 atau 40.2%


Siklus kerja netto didapatkan melalui kerja yang telah dilakukan turbin dikurangi pada kerja yang
telah dilakukan udara dalam kompresor.
Kerja netto = cp (T3 T4) cp (T2 T1)
Gambar 6.8. Siklus turbin gas untuk contoh 6.3 Dari Pers. 4.19

6 .5 Siklus Udara Standar


Telah dijelaskan pada Sub bab 5.1, siklus dimana bahan bakar terbakar secara langsung dalam fluida
yang bekerja bukanlah mesin kalor dalam arti yang sebenarnya. Dalam praktiknya, siklus semacam itu
sering digunakan secara terus menerus dan disebut sebagai siklus mesin pembakaran dalam. Bahan bakar
terbakar secara langsung dalam fluida kerja, yaitu udara normal. Keuntungan utama unit tenaga tersebut
adalah aliran fluida dapat mencapai suhu tinggi, sementara panas tidak ditransferkan melalui dinding
logam ke aliran. Hal ini dapat dilihat dari Persamaan 6.1 K 1 TT , untuk panas yang dilepas, T2, suhu asal,
12

T1 harus dibuat setinggi mungkin. Hal ini diaplikasikan pada semua mesin kalor. Dengan memasukkan
bahan bakar ke dalam silinder pada mesin pembakaran dalam, maka suhu tinggi dari fluida kerja dapat
dicapai. Suhu maksimum untuk semua siklus dibatasi oleh batasan metalurgi bahan yang digunakan
(misalnya, batas suhu dari turbin gas adalah 800C). Fluida di dalam mesin pembakaran dalam dapat
mencapai 2750oC. Hal ini memungkinkan bila dibuat sistem pendinginan eksternal dari silinder dengan
menggunakan air atau udara pendingin, bisa juga dengan menggunakan siklus alami yang sesaat
(intermittent), fluida kerja mencapai suhu maksimumnya hanya sesaat selama siklus berlangsung.
Contoh dari siklus mesin pembakaran dalam adalah siklus terbuka dari unit turbin gas, motor bensin,
motor diesel, dan motor gas. Unit siklus terbuka turbin gas, meskipun termasuk siklus mesin pembakaran
dalam, tetapi memiliki katagori yang berbeda dengan mesin pembakaran dalam lainnya. Siklus tersebut
dijelaskan pada Sub bab 5.1 dan secara diagramatis diperlihatkan pada Gambar 5.4. Dari proses tersebut
dapat dilihat siklus merupakan siklus aliran yang mantap dimana fluida kerja mengalir dari satu komponen
ke seluruh siklus. Dapat diasumsikan bahwa unit turbin gas, apakah beroperasi pada siklus terbuka
ataupun siklus tertutup, dapat diperbandingkan dengan siklus tekanan konstan seperti telah dibahas pada
Sub bab 6.4.
Pada motor bensin campuran antara udara dan bensin terjadi di dalam silinder, dikompresikan oleh
piston, kemudian dibakar dengan loncatan bunga api listrik. Gas panas berekspansi, mendorong piston ke
belakang, kemudian dikeluarkan melalui pembuangan gas (exhaust), dan siklus berlangsung kembali dari
awal dengan pemasukan kembali udara dan bensin. Pada motor diesel atau disebut juga motor minyak,
bahan bakar disemprotkan dengan tekanan tinggi ke dalam udara tertekan pada akhir langkah kompresi,
dan pembakaran terjadi secara spontan akibat suhu udara tinggi setelah proses kompresi. Pada motor gas,
campuran udara dan gas diinduksikan ke dalam silinder, dikompresi, kemudian dinyalakan seperti pada
motor bensin dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Siklus udara standar digunaan untuk
memberikan dasar perbandingan motor pembakaran dalam.
Pada siklus udara standar substansi kerja diasumsikan sebagai udara, seluruh proses diasumsikan
reversible, suplai sumber panas dan reservoir untuk panas yang dilepas diasumsikan diluar sistem udara.
Siklus tersebut dapat digambarkan pada diagram sifat termodinamika, biasanya dalam diagram p-v,
sehingga memungkinkan untuk membuat perbandingan langsung dengan siklus motor aktual dari diagram
indikator. Perlu ditekankan di sini, siklus udara standar dalam diagram p-v adalah siklus termodinamik
sebenarnya, dan diagram indikator diambil dari uji motor yang merupakan hubungan antara variasi
tekanan dengan lintasan gerak piston. Diagram indikator dan cara penggunaannya serta signifikansinya
akan dibahas pada bab tersendiri.

6.6 Siklus Otto


Sikus Otto adalah siklus ideal dari siklus udara standar untuk motor bensin, motor gas, dan motor
diesel putaran tinggi seperti diperlihatkan pada Gambar 6.9.

Gambar 6.9. Diagram p - Q siklus udara standar


Proses dari 1 ke 2 adalah kompresi isentropis Proses dari 2 ke 3 adalah proses reversible
pemanasan pada volume konstan
Proses dari 3 ke 4 adalah proses ekspansi esentropis
Proses dari 4 ke 1 adalah proses pendinginan pada volume konstan
Untuk memberikan perbandingan langsung dengan siklus motor aktual, nisbah volume spesifik, v1/v2,
dianggap sama dengan ratio kompresi motor aktual, yaitu :

Rasio kompresi ,

Efisiensi termal dari siklus Otto didapatkan dengan menggunakan Pers. 5.3,

Panas yang masuk Q1, pada volume konstan antara T2 dan T3 dihitung dengan Pers. 3.13 per kg udara
Q1=cv (T3 - T2)
Dengan cara yang sama, panas yang dilepas, Q2 pada volume konstan antara T4 dan T1 dihitung
dengan persamaan yang sama yaitu
Q2=cv (T4-T1)
Proses dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, sehingga tidak ada panas masuk maupun
keluar dari sistem selama proses berlangsung
Berhubung dari 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 adalah proses isentropik, maka dengan menggunakan Pers.
4.19 didapatkan

Dari Pers. 6.9 dapat dilihat bahwa efisiensi termal dari siklus Otto hanya tergantung pada nisbah
kompresi rv.
Contoh 6.4.
Hitung efisiensi termal standar udara ideal dengan menggunakan siklus Otto untuk motor bensin bila
diameter dalam silinder 50 mm dan langkah 75 mm. Volume pembersihan (clearance) 21.3 cm3.
Penyelesaian :
Volume langkah = /4 x 502 x 75 = 147 200 mm2 = 147,2 cm3
Volume silinder total = 157,2 + 21,3 = 168,5 cm3

6.7 Siklus Diesel


Motor pembakaran dalam yang banyak digunakan saat ini adalah motor Diesel yang merupakan
pengembangan dari motor orisinil yang ditemukan oleh Rudolf Diesel pada Tahun 1892. Diesel bekerja
berdasarkan ide pembakaran spontan dari bubuk batu bara, yang diledakkan dengan penghembusan pada
udara tertekan di dalam silinder. Minyak digunakan sebagai pengganti bubuk batu bara dan paling diterima
sebagai bahan bakar yang digunakan pada motor pembakaran kompresi, minyak diledakkan ke dalam
silinder dengan cara yang sama dengan penemuan sebelumnya yaitu peledakan bubuk batu bara. Siklus
ideal udara standart Diesel ditunjukkan pda Gambar 6.10.
Seperti persamaan yang dikembangkan pada siklus Otto, nisbah kompresi, rv, didefinisikan sebagai
nisbah v1/v2.
Proses 1 ke 2 adalah proses kompresi isentropik.
Proses 2 ke 3 adalah proses pemanasan reversibel tekanan konstan.
Proses 3 ke 4 adalah ekspansi isentropik.
Proses 4 ke 1 adalah proses pendinginan reversibel volume konstan.

Gambar 6.10. Diagram siklus Diesel


Dari Persamaan 5.3.
Pada tekanan konstan dari Pers. 3.2 untuk per kg udara berlaku
Q1 = cp (T3 - T2)
Pada volume konstan dari Pers. 3.13, tiap kg udara melepas panas
Q2 = cp (T4 - T1)
Tidak ada panas yang mengalir selama proses 1 ke 2 dan dari 3 ke 4 karena proses tersebut
isentropis. Kemudian dengan mensubstitusikan Q1 dan Q2 ke dalam persamaan efisiensi termal didapatkan
penurunan persamaan berikut :

Persamaan 6.10 menunjukkan efisiensi termal tergantung pada nisbah kompresi dan suplai panas
antara 2 dan 3, yang ditentukan melalui nisbah v3/v2. Pers. 6.10 diturunkan dari suhu T1 dan r atau .
Penurunan tidak dilakukan karena metoda terbaik untuk mencari efisiensi termal adalah dengan menghitung
setiap suhu
pada seluruh siklus dan menerapkan Persamaan 5.3,

Hal ini diilustrasikan pada contoh berikut.


Contoh 6.5.
Suatu mesin diesel memiliki suhu dan tekanan inlet masingmasing 15oC dan 1 bar. Nisbah kompresi
adalah 12 : 1 dan suhu siklus maksimum 1100 oC. Hitung efisiensi siklus udara standar berdasarkan siklus
Diesel.
Penyelesaian :
Dengan mengacu pada Gambar 6.11, T1=15+273=288 K dan T3=1100+273 =1373 K. Dari Pers. 4.18 ,

Yaitu T2 = 2,7 x 288 = 778 K


pada tekanan konstan dari 2 ke 3, di mana pv=RT, untuk gas ideal maka berlaku :

Gambar 6.11. Diagram p untuk contoh 6.5


Sehingga,
Kemudian dari Pers. 3.12 tiap kg udara
Q1 = cp (T3 - T2) = 1,005(1373-778) = 598 kJ/kg
Dari Persamaan 3.13 per kg udara mengalirkan panas :
Q2 = cp (T4-T1) = 0,718 (638-288) = 251 kJ/kg
Dengan demikian menggunakan Pers. 5.3 didapatkan efisiensi

6 .8 Siklus Pembakaran Ganda


Motor minyak modern walaupun sering disebut sebagai motor diesel, lebih mendekati turunan dari
motor yang ditemukan oleh Ackroyd-Stuart pada tahun 1888. Semua motor minyak yang diproduksi saat
ini menggunakan injeksi padat dari bahan bakar. Bahan bakar ini di injeksikan dengan injektor pegas
beban. Pompa bahan bakar dioperasikan dengan roda yang dikendalikan dari poros engkol motor. Siklus
ideal digunakan sebagai dasar perbandingan yang dikenal dengan siklus pembakaran ganda, melalui
diagram p - pada Gambar 6.12.

Gambar 6.12. Siklus pembakaran ganda


Proses 1 ke 2 adalah kompresi isentropik.
Proses 2 ke 3 adalah proses pemanasan reversibel pada volume konstan.
Proses 3 ke 4 adalah pemanasan pada tekanan konstan.
Proses 4 ke 5 adalah ekspansi isentropis.
Proses 5 ke 1 adalah pendinginan reversibel pada volume konstan
Panas masuk ke sistem dalam dua bagian, pada volume tetap dan pada tekanan tetap sehingga proses
ini disebut siklus pembakaran ganda. Untuk menetapkan efisiensi termal secara lengkap diperlukan tiga
faktor yaitu : nisbah kompresi rv = v1 /v2 ,
nisbah tekanan, k = p3/p2 , dan nisbah volume, E v3/v4 .
Selanjutnya dapat ditunjukkan bahwa :

Catatan : k=1 (yaitu p3 = p2), selanjutnya Pers. 6.11 mengurangi efisiensi termal dari siklus motor
diesel yang diberikan oleh Pers. 6.10. Efisiensi termal dari siklus pembakaran ganda tidak hanya
tergantung pada nisbah kompresi tetapi juga tergantung pada jumlah relatif panas yang disuplai pada
tekanan konstan dan volume konstan. Pers. 6.11 tidak praktis digunakan, metoda yang paling baik untuk
perhitungan efisiensi termal, dengan mengevaluasi setiap suhu seluruh siklus dan menggunakan persamaan
5.3, K 1 . Panas yang disuplai, Q1, didapatkan dengan menggunakan Pers. 3.13 dan 3.12 untuk panas yang
ditambahkan berturut-turut pada tekanan konstan dan volume konstan, yaitu :
Q1 = cv(T3 - T2) + cp (T4 - T3)
Sedangkan untuk panas yang dilepas, Q2 digunakan persamaan berikut
Q2 = cv (T5 - T1)
Contoh 6.6
Suatu motor minyak membawa udara pada tekanan 1,01 bar, 20oC dan tekanan maksimum siklus
adalah 69 bar. Nisbah kompresi 18: 1. Hitung efisiensi termal siklus udara standar berdasarkan siklus
pembakaran ganda. Asumsikan bahwa panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas
yang ditambahkan pada tekanan konstan.
Penyelesaian :
Siklus ditunjukkan dengan diagram p - pada Gambar 6.13.
Dengan menggunakan Pers. 4.18 didapatkan :

(di mana T1 = 20 + 273 = 931 K)


dari 2 ke 3 proses terjadi pada volume konstan, sehingga :

Gambar 6.13. Diagram P V untuk contoh soal


Untuk mendapatkan p2, digunakan Pers. 4.17 yaitu

Panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan panas yang disuplai pada tekanan konstan ,
sehingga didapatkan c (T3 - T2) = cp (T4 - T3)

Untuk mendapatkan T5 diperlukan nilai nisbah volume v5 / v4. Pada tekanan konstan dari 3 ke 4,

selanjutnya dengan menggunakan Pers. 4.18 didapatkan nilai T5


Panas yang disuplai , Q1, diberikan dengan persamaan :
Q1 = cv (T3 - T2) + cp (T4 - T3) atau Q1 = 2 cv (T3 - T2)
(dalam contoh ini panas yang ditambahkan pada volume konstan sama dengan pada tekanan konstan)
Q1 = 2 x 0,718 x (1112 931) = 260 kJ/kg
Selanjutnya panas yang dilepas, Q2, didapatkan :
Q = c (T - T ) = 0,718 (408-293) = 82,6 kJ/kg
2 v 5 1
Kemudian Pers. 5.3 digunakan untuk mencari efisiensi termal,

Perlu dijelaskan di sini bahwa motor minyak modern dengan putaran tinggi beroperasi pada suatu
siklus, dengan siklus Otto digunakan sebagai dasar perbandingan. Alasan lainnya adalah perhitungan
efisiensi termal siklus Otto lebih sederhana dari persamaan siklus pembakaran ganda.

6.9 Tekanan Efektif Rata-rata


Istilah nisbah kerja telah dijelaskan pada Sub bab 6.3, digunakan sebagai kriteria berguna dalam
praktik pembangkit tenaga listrik. Untuk motor pembakaran dalam, nisbah kerja bukanlah konsep yang
berdaya guna, karena kerja yang dilakukan terhadap ataupun oleh fluida kerja terjadi di dalam silinder.
Perbandingan tolok ukur keragaan lain dari suatu motor disebut sebagai tekanan efektif ratarata. Tekanan
efektif rata-rata didefinisikan sebagai empat persegi panjang yang memiliki panjang dan luas yang sama
dengan siklus yang diplot pada diagram p - . Ilustrasi ini diperlihatkan pada Gambar 6.14. Empat persegi
panjang ABCDA memiliki panjang yang sama dengan 12341 dan luas ABCDA sama dengan luasan
12341. Tekanan efektif rata-rata, pm, adalah tinggi dari empat persegi panjang ABCDA. Kerja yang
dilakukan tiap kg udara dapat ditulis sebagai berikut :

Gambar 6.14. Tekanan efektif rata-rata pada Siklus Otto


W = luasan ABCDA
= pm (v1 v2) (6.12)
Nilai (v1 v2) proporsional terhadap volume lintasan piston di dalam silinder, dan dapat dilihat dari
Pers. 6.12 bahwa tekanan efektif rata-rata memberikan ukuran dari kerja output tiap lintasan volume.
Tolok ukur ini selanjutnya digunakan sebagai pembanding motor sejenis dengan ukuran yang berbeda.
Tekanan efektif ratarata didiskusikan pada bab ini sebagai siklus udara standar. Pada bab selanjutnya akan
ditunjukkan bahwa tekanan efektif rata-rata yang diindikasikan suatu motor dapat diukur melalui diagram
indikator dan digunakan untuk evaluasi kerja yang dilakukan oleh suatu motor.
Contoh 6.7
Hitung tekanan efektif rata-rata untuk siklus pada contoh 6.6.
Penyelesaian :
Pada contoh 6.6. panas yang dilepas Q1 dan efisiensi termal berturut-turut 260 kJ/kg dan 68,2 %. Dari
Pers. 5.2.,

oleh karena itu


W = .Q1 = 0,682 x 260 = 177 kJ/kg
Dari definisi tentang tekanan efektif rata-rata dan Pers 6.12 kita mendapatkan
W = pm (v1 v2)
Dengan menggunakan Pers. 3.5, pv = RT dan Pers. 6.8, rv=v1/v2=18, maka didapatkan

Kemudian dengan mensubstitusikan ke persamaan sebelumnya didapatkan nilai pm

6.10 Siklus Stirling dan siklus Ericson


Telah dijelaskan bahwa tidak ada satu sikluspun yang bekerja pada kisaran suhu T1 dan T2 yang
memiliki efisiensi melebihi siklus Carnot. Siklus yang memiliki efisiensi termal sama dengan siklus
Carnot adalah siklus Stirling dan siklus Ericsson. Keunggulan dari ke dua siklus ini adalah pada nisbah
kerja yang lebih tinggi dibandingkan siklus Carnot.

Siklus Stirling ditunjukkan dalam diagram p - v pada Gambar 6.15a dan secara diagramatis
diperlihatkan pada Gambar 6.15b. Perlu ditekankan di sini bahwa gambar tersebut di atas bukanlah
deskripsi fisik dari motor Stirling melainkan suatu cara untuk membantu memberikan pengertian jalannya
proses, sehingga siklus saling berhubungan.
Panas disuplai pada fluida kerja, biasanya hidrogen dan helium, dari sumber daya eksternal, proses 2
- 3, pada saat gas berekspansi isotermal (T2 = T3) dan panas dilepas ke reservoir eksternal, yaitu proses 4
- 1, pada saat gas ditekan isotermal (T1 = T4). Kedua proses isotermal dihubungkan oleh proses reversibel
volume konstan 1 - 2 dan 3 - 4 dengan perubahan suhu sebesar (T2 - T1). Panas yang dilepas selama
proses 3 - 4, Q = c (T - T ), digunakan untuk memanaskan gas selama proses 1 - 2 yaitu Q = c (T -
3-4 v 2 1 12 v 2
T ) = Q , proses diasumsikan terjadi secara ideal dan reversibel di dalam regenerator. Regenerator
1 34
membutuhkan susunan bahan yang memisahkan gas dingin dan gas panas tetapi memungkinkan suhu gas
berubah secara progresif dalam sesaat selama proses. Proses regeneratif ini berlangsung pada volume
konstan dan terjadi secara internal di dalam siklus.
Siklus Ericson mirip dengan Siklus Stirling, hanya saja ke dua proses isotermal dihubungkan oleh
proses tekanan konstan, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.16 berikut.
Gambar 6.16. Diagram p - Q siklus Ericson
Efisiensi siklus Stirling didapatkan dengan memperhitungkan pindah panas antara sistem dan dinding
luarnya, yaitu suplai panas dari reservoir bersuhu tinggi ke reservoir bersuhu rendah, di mana panas
dilepaskan.
Panas disuplai dari sumber panas, dengan menggunakan Pers. 4.11 dan 4.12, didapatkan

Untuk sistem yang lengkap, berlaku :


Kerja netto = Panas netto yang di suplai
W = Q2-3 Q4-1
Dan sebagai efisiensi siklusnya adalah :

(Hasil ini dapat disimpulkan tanpa pembuktian formal, suplai panas dan panas yang dilepas terjadi pada
suhu konstan).

dan persamaan ini sama dengan nilai efisiensi siklus.


Interpretasi praktis untuk siklus ideal tidak akan dibicarakan secara detail. Gambar 16.15b.
memberikan gambaran sederhana dari motor dan menunjukkan kebutuhan dua piston pada motor yaitu
piston kerja dan piston lintasan, yang bekerja pada bagian yang berbeda dalam silinder yang sama dan
tidak seperti yang disajikan. Hal ini diperlukan pada siklus ideal untuk piston yang bergerak diskontinyu
dan hanya bisa didekati dengan mekanisme yang bekerja. Hasilnya adalah proses pada siklus ideal tidak
tercapai dan ada pembulatan dari diagram p - v seperti halnya pada proses pemanasan dan pendinginan
yang didekati dengan konsep pemanasan pada volume konstan.
Percobaan permulaan untuk membuat motor Stirling tidak sesukses motor pembakaran dalam. Sejak
Tahun 1938 Philips dari Eindhoven memulai mengembangkan suatu siklus, tertarik dalam kemungkinan
praktis adanya peningkatan pada siklus Stirling. Yang menarik adalah motor ini dapat menggunakan
berbagai bentuk panas dari bahan bakar konvensional maupun nonkonvensional, solar atau sumber nuklir,
sehingga bisa menghasilkan suhu yang cukup tinggi. Kebisingan motor rendah dengan efisiensi sama atau
lebih baik dibandingkan mesin pembakaran dalam pada umumnya. Di samping itu vibrasi mesin kecil
karena pengendalian yang bersifat alami dengan memberikan pergerakan yang berbeda antara kerja
dengan langkah piston. Kemungkinan penggunaan siklus Stirling sangatlah luas, termasuk untuk keperluan
kelautan, generator listrik untuk puncak tenaga dan unit cadangan, untuk otomotif sebagai pembanding
terhadap motor diesel, terutama untuk suatu kondisi di mana digunakan bahan bakar non konvensional.
Motor Stirling telah dipertimbangkan untuk keperluan ruang angkasa yang menggunakan energi surya, sub-
marin non nuklir dan terpedo. Aplikasi terpenting sampai saat ini adalah sebagai motor udara dan
referigerator. Dengan menggunakan siklus stirling yang dibalik, maka dapat dicapai suhu rendah pada
luasan cryogenic. Mesin yang pernah dirakit digunakan untuk pencairan gas, dan sejak 1958 General
Motor Corporation Amerika telah membangun dan menguji motor Stirling untuk tujuan otomotif dan
mendapatkan pengalaman yang berharga.

SOAL LATIHAN
1. Berapa efisiensi termal tertinggi yang mungkin untuk suatu mesin kalor yang beroperasi antara suhu
800C dan 15C.
( Jawaban : 73,2% )
2. Dua mesin kalor yang beroperasi reversibel dalam rangkaian antara sumber panas 527C dan
pendingin 17C. Jika mesinmesin memiliki efisiensi yang sama dan mesin pertama melepas panas 400
kJ ke mesin ke dua, hitung :
a) Suhu di mana panas disuplai pada mesin ke dua.
b) Panas yang diambil dari sumber.
c) Kerja yang dilakukan oleh masing-masing mesin.
d) Asumsikan bahwa setiap mesin beroperasi pada siklus Carnot.
(Jawaban : 209C; 664C; 264 kJ; 159,2 kJ)
3. Mesin Carnot beroperasi antara suhu 307C dan 17C dan tekanan maksimum dan minimum adalah
62,4 bar dan 1,04 bar. Hitung efisiensi termal dan nisbah kerja. Asumsikan udara sebagai fluida kerja.
( Jawaban : 50%; 0,287)
4. Unit turbin gas siklus tertutup bekerja pada suhu maksimum dan minimum berturut-turut 760C dan
15C dan memiliki nisbah kerja 7 : 1. Hitung efisiensi termal ideal dan nisbah kerja.
( Jawaban : 42,7% ; 0,503)
5. Pada suatu siklus udara standar Otto suhu maksimum dan minimum adalah 1400C dan 15C. Panas
yang disuplai per kg udara adalah 800 kJ. Hitung nisbah kompresi dan efisiensi termal. Hitung juga
nisbah tekanan maksimum dan minimum dari siklus.
( Jawaban : 5,26/1 ; 48,6 %; 30,5/ 1)
6. Motor bensin empat silinder memiliki volume langkah 2000 cm3, volume clearance pada setiap silinder
60 cm3. Hitung efisiensi termal udara standar. Jika kondisi induksi adalah 1 bar dan 24C, dan suhu
siklus maksimum adalah 1400C, hitung tekanan efektif rata-rata berdasarkan siklus udara standar.
( Jawaban : 59%; 5,27 bar )
7. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata dari siklus mesin diesel standar dengan nisbah
kompresi 15/1 dan suhu maksimum dan minimum dari siklus berturut-turut 1650C dan 15C. Tekanan
maksimum siklus 45 bar.
( Jawaban : 59,1 % ; 8,39 bar )
8. Di dalam suatu siklus pembakaran ganda suhu maksimum tercapai 2000C dan tekanan maksimum 70
bar. Hitung efisiensi termal dan tekanan efektif rata-rata bilamana tekanan dan suhu pada awal
kompresi 1 bar dan 17C. Nisbah kompresi adalah 18 : 1.
( Jawaban : 63,6% ; 10,5 bar )
9. Suatu siklus pembakaran ganda udara standar mempunyai tekanan efektif rata-rata 10 bar. Tekanan dan
suhu minimum masing-masing 1 bar dan 17C dan nisbah kompresi adalah 16:1. Hitung suhu siklus
maksimum bilamana efisiensi termal adalah 60 %. Tekanan siklus maksimum 60 bar. (Jawaban :
1959C)
BAB VII TERMODINAMIKA CAMPURAN TAK BEREAKSI
Substansi murni didefinisikan sebagai substansi yang memiliki komposisi kimia tetap dan seragam,
dan definisi ini dapat dikembangkan termasuk di antaranya campuran gas homogen tetapi tidak terjadi
reaksi kimia. Sifat-sifat termodinamika campuran gas dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti gas
tunggal. Sebagai contoh yang lazim adalah udara kering. Udara merupakan campuran dari oksigen,
nitrogen, sebagian kecil argon, dan beberapa gas lain. Sifat-sifat udara telah ditetapkan dan dianggap
sebagai substansi tunggal.
Dalam bab ini pembahasan tentang campuran yang komposisinya terdiri dari gas ideal, atau gabungan
uap dan gas ideal. Sifat-sifat uap semacam itu sangatlah penting dalam perhitungan sistem pembakaran.
Campuran udara dan uap air dalam bab ini akan dibahas tersendiri sebagai referensi dalam perhitungan
kondensor permukaan. Untuk kondisi udara lembab akan dibicarakan tersendiri dalam bab lain yaitu
psikrometri.
Hal yang terkait dengan bab ini adalah pengetahuan tentang berat atom dan molekul. Pengetahuan
tentang berat molekul ini akan dibahas sedikit pada awal pembahasan sehingga memudahkan untuk
pembahasan selanjutnya. Pada bab ini nilai berat molekul ditunjukkan di dalam kurung, misal nitrogen
(28) artinya bahwa nitrogen memiliki berat molekul 28.

7.1 Hukum Dalton dan Hukum Gibbs-Dalton


Kita menganggap ada suatu ruang tertutup dengan volume V dan suhu T, berisi campuran gas ideal
dengan tekanan yang diketahui. Jika sebagian campuran dikeluarkan, maka tekanan menjadi lebih rendah
dari tekanan awalnya. Jika gas yang dikeluarkan merupakan salah satu dari seluruh komponen campuran
tersebut dan dikeluarkan seluruhnya maka penurunan tekanan akan sama dengan kontribusi dari komponen
tersebut pada tekanan total awalnya. Setiap komponen gas berkontribusi terhadap tekanan total dimana
diketahui sebagai tekanan parsial dari komponen tersebut. Hubungan antara tekanan parsial dari
komponen yang menyusunnya diformulasikan dengan hukum Dalton sebagai berikut : Tekanan dari
campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial tekanan komponen yang menyusunnya dan
tekanan parsial adalah tekanan dari komponen gas jika dan hanya jika zat tersebut menempati volume
campuran pada suhu yang sama.

Hal ini dijelaskan secara diagramatis pada Gambar 7.1. Gas A dan gas B pada awalnya menempati
volume V pada suhu T kemudian dicampur pada ruang ke tiga dengan volume dan suhu yang sama.
Dengan hukum konservasi massa,
m = mA + mB (7.1)
Dengan menggunakan hukum Dalton,
p = pA + pB (7.2)
Hukum Dalton diturunkan berdasarkan eksperimen dan berlaku sangat akurat untuk campuran pada
tekanan rendah. Seperti ditunjukkan pada Gambar 7.1 setiap komponen gas menempati seluruh ruangan.
Contoh tersebut disajikan pada Gambar 7.1 dan hubungan pada tingkat keadaan menggunakan Pers. 7.1
dan Pers. 7.2. Dengan mengacu pada campuran dua macam gas, hukum tersebut dapat dikembangkan untuk
persamaan campuran berbagai macam gas, yaitu dengan persamaan :

m = mA + mB + mC + ... atau m = mi .... (7.3)
(mi adalah massa masing-masing komponen gas)
Dengan cara yang sama, tekanan total didapatkan sbb :

p = pA + pB + pC +... atau p = pi (7.4)
(pi adalah tekanan masing-masing komponen gas)
Udara merupakan campuran yang lazim dianalisis dengan pendekatan termodinamika campuran gas
tak bereaksi, dengan sifat-sifat termodinamika sebagai berikut :
Tabel 7.1. Komposisi dan sifat termodinamika udara

Berat molekul rata-rata dari udara adalah 28,96 dan tetapan gas R adalah 0,2871 kJ/kg.oK. Untuk
kalkulasi pendekatan, udara biasanya dianggap sebagai komposisi dua komponen yaitu oksigen dan
nitrogen atmosfer.
Tabel 7.2. Komposisi oksigen dan nitrogen dalam udara
Komponen Analisis Analisis
(Berat volumetrik gravimetrik (
molekul Wt) (% v) % w )
Oksigen 21 23 , 3
(31,999)
Nitrogen 79 76 , 67
(28,013)
Nitrogen : 3,76 : 1 3 ,29 : 1
Oksigen
(catatan : analisis volumetrik adalah analisis berdasarkan volume dan analisis gravimetrik
merupakan analisis berdasarkan berat atau massa).
Contoh 7.1
Suatu bejana dengan volume 0,4 m3 berisi 0,45 kg karbon monoksida (28) dan 1 kg udara pada 15oC.
Hitung tekanan parsial masing-masing komponen gas dan tekanan total di dalam wadah. Analisis
gravimetri menunjukkan komposisi udara terdiri dari 23,3 % oksigen (32), dan 76,7 % Nitrogen (28).
Penyelesaian :
Volume V sebesar 0,4 m3 dan suhu T adalah (15 + 273) = 288 K, sehingga didapatkan tekanan partial
masing-masing komponen gas sebagai berikut : Untuk Oksigen :

tekanan total di dalam wadah dihitung dengan Pers. 7.4


p = pi = 0,436 + 1,64 + 0,962 = 3,038 bar
maka tekanan di dalam wadah sebesar 3,308 bar.
Hukum Dalton direformulasikan oleh Gibb untuk menyertakan pernyataan ke dua dari sifat-sifat
termodinamika campuran. Pernyataan gabungan tersebut dikenal sebagai hukum Gibbs-Dalton sebagai
berikut :
Energi dalam, entalpi, dan entropi dari campuran gas berturutturut sama dengan jumlah dari
energi dalam, entalpi, dan entropi dari komponen gas yang menyusunnya.
Setiap komponen memiliki energi dalam, entalpi, dan entropi tertentu apabila masing-masing
komponen tersebut menempati sendiri volume campuran pada suhu yang sama.
Pernyataan tersebut diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

7.2 Analisis Volumetrik Campuran Gas


Analisis campuran gas sering dibatasi oleh volume sebagai sesuatu yang biasa dilakukan dalam
perhitungan praktis. Pada bab selanjutnya analisis gas buang dengan menggunakan alat Orsat dibahas
sebagai contoh dari analisis volumetrik. Volume dari sampel gas diukur pada tekanan atmosfer, dan suhu
dipertahankan pada tekanan konstan dengan menggunakan selubung air sekeliling sampel gas. Komponen
gas diserap dengan menggunakan bahan kimia satu per satu, dan sisa dari sampel diukur sesudah absorpsi.
Perbedaan dalam volume menunjukkan volume parsial yang ditempati oleh komponen gas dalam
campuran.
Anggap suatu volume V dari campuran gas pada suhu T, terdiri dari komponen gas A, B, dan C
seperti pada Gambar 7.2a. Selanjutnya setiap komponen dipisahkan dan ditekan sehingga tekanannya sama
dengan tekanan total dari campuran dengan suhu dipertahankan konstan. Volume parsial yang dipenuhi
oleh komponen gas dengan demikian adalah VA, VB, dan VC.

Gambar 7.2. Konsep volume parsial


Dengan demikian dari Pers. 3.6 PV = mRT dan dengan mengacu pada Gambar 7.2.a. didapatkan

kemudian dengan referensi Gambar 7.2b. didapatkan

substitusi kedua persamaan tersebut didapatkan :

dan secara umum dapat diformulasikan sebagai berikut :

Volume dari campuran gas sama dengan jumlah volumevolume dari komponen gas individu jika
berada pada tekanan dan volume campuran.
Hal ini merupakan pernyataan dari hukum empiris tentang hukum volume parsial. Kadang-kadang
hukum ini disebut sebagai Hukum Amagat atau Hukum Leduc.
Analisis campuran gas disederhanakan dalam satuan molekul sangat sering dilakukan. Molekul
didefinisikan dalam Bab 3.3 dan m diberikan dengan Pers. 3.7 sebagai n . Dengan hukum Avogadro
jumlah molekul gas adalah proporsional dengan volume pada tekanan dan suhu tertentu. Dengan mengacu
pada Gambar 7.2a. volume V terdiri dari n mol campuran pada P dan T. Pada Gambar 7.2b gas A
menempati volume VA pada tekanan p dan suhu T, dan volumenya berisi sejumlah molekul nA. Pada
keadaan yang sama gas B dengan jumlah molekul nB menempati volume VB, demikian pula gas C dengan
jumlah molekul nC menempati volume VC. Selanjutnya dengan menggunakan Pers. 7.9 maka Vi =V atau
V + V + V = V. Oleh karena itu, jumlah total molekul di dalam bejana harus sama dengan jumlah
A B C
molekul komponen-komponen yang menyusunnya, yaitu
nA + nB + nC = n atau n = ni (7.10)

7.3. Berat molekul dan Tetapan Campuran Gas


Untuk sembarang gas di dalam campuran yang menempati total ruangan V pada suhu T dari Pers. 3.8
pV = nRoT dan definisi dari tekanan parsial, didapatkan :
piV = ni Ro (7.11)
maka piV = ni RoT
V pi = RoT ni
dari Pers. 7.4 dan substitusi pada Pers. 7.11 didapatkan :
pV= RoT ni juga substitusi dengan Pers. 7.10 didapatkan :
pV = nRoT
Sehingga campuran bertingkah laku sebagai gas ideal, dan rumus tersebut merupakan persamaan
karakteristik dari campuran.
Berat molekul campuran didefinisikan sebagai persamaan di mana m adalah massa dari
campuran dan n adalah jumlah molekul campuran. Dengan cara yang sama tetapan gas campuran
ditentukan dengan persamaan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa campuran gas ideal mengikuti
hukum gas ideal.
Untuk mendapatkan tetapan gas dari campuran dalam kasus dimana tetapan masing-masing komponen
gas telah diketahui, maka Pers. 3.6 berlaku untuk campuran maupun masing-masing komponen
penyusunnya, sebagai berikut :
PV = mRT dan piV = miRT
Sehingga piV = mi RiTdan
V pi = T mi Ri
dari Pers. 7.4 bahwa p = pi maka
pVT 6miiR atau
pV = mRT=T mi Ri ,
dengan demikian
maka mR = = mi Ri atau m i (7.12)

( di mana m/m merupakan fraksi massa dari komponen gas).


Contoh 7.2
Analisis gravimetric dari udara menunjukkan komposisi oksigen 23.14%, nitrogen 75,53%, argon
1,28 %, dan karbon dioksida 0,05 %. Berat molekul masing-masing gas tersebut berturut-turut 31,999 ;
28,013 ; 39,948 dan 44,01. Hitung tetapan gas udara dan berat molekulnya.
Penyelesaian :

Dari Pers. 3.9, R = Ro/M, sehingga :


Dengan menggunakan Pers. 7.12,
maka didapatkan tetapan gas udara

Jika analisis pendekatan untuk udara digunakan yaitu dengan komposisi 23,3 % O2 dan 76,7 % N2,
dengan metoda yang sama didapatkan M = 28,84 dan R = 0,2882 kJ/kg.0K.
Dari Pers. 7.11, piV=niRoT dan kombinasi persamaan ini dengan Pers. 3.8 diterapkan untuk
campuran, maka didapatkan :

selanjutnya dikombinasikan dengan Pers. 13.8, menghasilkan

Hal ini merupakan hasil yang penting, bahwa berdasarkan analisis molaritas menghasilkan hasil yang
sama dengan analisis volumetric, yaitu keduanya merupakan nisbah tekanan parsial terhadap tekanan total.
Metoda lain untuk menghitung berat molekul campuran digunakan prosedur yang dibicarakan berikut.
Penerapan karakterisitik Pers. 3.6. untuk setiap konstituen dan campuran diperoleh persamaan

Dari Pers. 7.3, m = mi , sehingga berlaku

R o menggunakan Pers. 3.9,

, yang disubstitusikan ke persa-M maan di atas,

Dengan menggunakan Pers. 7.14. didapatkan

Contoh 7.3
Dari analisis gravimetric udara didapatkan kandungan oksigen 23,14 %, Nitrogen 75,53 %, Argon
1,28 % dan Karbon dioksida 0,05 %. Hitung komposisi berdasarkan volume, tekanan partial setiap
komponen gas bila tekanan total 1 bar. Penyelesaian :
Dari Pers. 7.14. analisa komposisi berdasarkan volume adalah ni m i sama dengan fraksi molekul .
Dari Pers. 3.7. ni = , dengan nmenganggap campuran sebagai massa 1 kg dapat ditabulasikan sebagai
berikut :

tekanan parsial masing-masing komponen :


PO2= 0,2091 x 1 bar = 0,2095 bar
PN2= 0,7809 x 1 bar = 0,7809 bar PAr = 0,0093 x 1 bar = 0,0093 bar
PCO2 = 0,0003 x 1 bar = 0,0003 bar
Contoh 7.4
Campuran 1 mol CO2 (44) dan 3,5 mol udara diisikan di dalam bejana pada tekanan 1 bar dan suhu
15 oC. Analisa volumetrik udara menunjukkan 21 % Oksigen dan 79 % Nitrogen. Hitung sifat-sifat
campuran berikut :
a. Massa CO2, O2 , dan N2 serta massa total.
b. Prosentase Karbon berdasarkan basis massa
c. Berat molekul campuran dan tetapan gas campuran
d. Volume spesifik campuran Penyelesaian :
a. Dari Persamaan 7.14, n in , didapatkan jumlah molekul masing-masing :
nO2 = 0,21 x 3,5 = 0,735
nN2 = 0,79 x 3,5 = 2,765
dari Persamaan 3.7 mi = ni.Mi didapatkan massa masing-
masing komponen :
mCO2 = 1 x 44 = 44 kg
mO2 = 0,735 x 32 = 23,55 kg
mN2 = 2,765 x 28 = 77,5 kg
Total massa,
m = mO2 + mN2 + mCO2 = 44 + 23,55 + 77,5 = 145, 05 kg
b. Berat molekul karbon adalah 12, sehingga ada 12 kg karbon untuk setiap molekul karbon dioksida.
Prosentase Karbon

c. Dari Persamaan 7.10. , n = ni , sehingga


n = nCO2 + nO2 + nN2 = 1 + 0,735 + 2,769 = 4,5.
Kemudian dengan menggunakan Pers. 7.17, didapatkan :

d. Dari Pers. 3.5. didapatkan volume spesifik campuran

Jadi volume spesifik campuran pada tekanan 1 bar dan suhu 15C sebesar 0,7435 m3/kg.
Contoh 7.5
Suatu campuran H2 (2) dan O2 (32) dibuat sedemikian rupa sehingga nisbah H2 terhadap O2 adalah 2 :
1 berdasarkan basis volume. Hitung massa O2 yang dibutuhkan dan volume wadah per kg H2 jika suhu dan
tekanan masing-masing 15 oC dan 1 bar.
Penyelesaian :
Misalkan massa O2 per kg H2 adalah x kg. Dari Pers. 3.7,

Maka nH2 = = 0,5 dan nO2 = x/32 .

artinya bahwa oksigen per kg Hidrogen sebanyak 8 kg. Jumlah total molekul di dalam bejana per kg
H2 adalah :
n = n H2 + nO2 =0,5 + (x/32) = 0,5 + (8/32)
= 0,5 + 0,25
= 0,75
selanjutnya dari Persamaan 3.8. didapatkan PV = n R0T

Contoh 7.6.
Suatu bejana berisi campuran gas dengan komposisi berdasarkan volume 80 % H2 (2), dan 20 % CO
(28). Tujuan yang diinginkan adalah campuran dengan komposisi 50 % H2 dan 50 % CO dengan cara
mengeluarkan sebagian campuran kemudian menambahkan CO. Hitung massa campuran yang harus
dikeluarkan dan massa CO yang harus ditambahkan. Tekanan dan suhu dipertahankan konstan selama
prosedur diterapkan.
Penyelesaian :
Oleh karena tekanan dan suhu dipertahankan konstan, maka artinya adalah jumlah molekul di dalam bejana
dipertahankan konstan dan berlaku :
Jumlah mol campuran yang dikeluarkan = jumlah mol CO yang ditambahkan.
Misalkan ada x kg campuran yang dikeluarkan dan y kg CO yang ditambahkan, untuk campuran dari
Pers. 7.16 didapatkan berat mol campuran
BM = 0,8 x 2 + 0,2 x 28 = 7,2
Kemudian dengan menggunakan Pers. 3.7. n didapatkan persamaan :
Jumlah mol yang dikeluarkan = (x/7,2) = jumlah CO yang
V n i ditambahkan = (y/28). Dari Pers. 7.14 = , sehingga :
i

Jumlah molekul yang dikeluarkan = 0,8 x (x/7,2) = (x/9).


mol H2 awal = 0,8 x 1 = 0,8 dan mol tersisa dalam bejana = 0,8 (x/9). Akan tetapi, 1 mol campuran baru
terdiri dari 50 % H2 dan 50 % CO, sehingga : 0 ,8 (x/9) = 0, 5 x = (0,8 0,5) x 9 = 2,7 kg

karena (x/7,2) = (y/28) maka y =(28/7,2)x = 10 , 5


massa CO yang ditambahkan sebesar 10,5 kg.

7.4 Panas Spesifik Campuran Gas


Seperti telah dijelaskan pada Sub bab 7.1, sebagai konsekuensi persamaan Gibbs-Dalton, energi
dalam dari campuran gas diberikan dengan Pers. 7.5 mu =mi ui. Juga dengan persamaan gas ideal dari
Pers. 3.14 u = cv.T. Selanjutnya dengan substitusi terhadap persamaan sebelumnya didapatkan : m cv T =
mi cvi T dan m cv = mi cvi atau

Dengan cara yang sama dari Pers. 7.6 mh = =mi hi dan dari Pers. 3.18,
h = cp .T sehingga
mcp T = mi cpi T
mcp = mi c

Dari Pers. 7.18 dan 7.19

menggunakan Persamaan 3.17. cpi cvi = Ri sehingga berlaku :

sehingga persamaan juga dari Persamaan 7.12,

untuk campuran tetap berlaku cp cv = R dan Pers. 3.20, 3.21, dan 3.22 dapat diterapkan untuk campuran
gas.
Contoh 7.7
Suatu gas di dalam silinder motor bakar mempunyai hasil analisis volumetrik 12 % CO2, 11,5 % O2,
dan 76,5 % N2. Suhu pada awal ekspansi adalah 1000 0C dan campuran gas berekspansi reversibel
dengan nisbah volume 7 : 1, menurut pada hukum pv1,25 = konstan. Hitung kerja yang dilakukan dan panas
yang dilepas per kg gas. Nilai cp untuk masing-masing komponen adalah :
cp untuk CO2 = 1,235 kJ/kg.oK
O2 = 1,088 kJ/kg.oK
N2 = 1,172 kJ/kg.oK
Penyelesaian :
Kemudian menggunakan Pers. 7.19.

Kemudian dari Pers. 3.17, cp - cv = R didapatkan cv = 1,173 0,2739 = 0,899 kJ/kg K


Kerja yang dilakukan per kg gas didapatkan dari Pers. 4.28.

T2 didapatkan menggunakan Pers. 4.26.

Akhirnya dari persamaan energi tanpa aliran :


Q = (u2 - u1) + W = - 440,3 + 536,3 = 96 kJ/kg.
Artinya panas masuk ke dalam sistem sebesar 96 kJ/kg.
Contoh 7.8
Kalkulasi untuk data dari contoh 7.7. besarnya perubahan entropi per kg campuran.
Penyelesaian

Gambar 7.3. Perubahan entropi per kg campuran


Dengan menggunakan Gambar 7.3, perubahan entropi antara tingkat keadaan 1 dan tingkat keadaan 2
didapatkan dengan membayangkan bahwa proses digantikan dengan dua proses, dari 1 ke A dan dari A ke
2. Metoda ini digambarkan pada Sub bab 5.4.
Untuk proses isotermal 1 ke A, dari Pers. 5.12.
sA s1 = R ln (v2/v1) = 0,2739 ln 7 = 0,533 kJ/kg K
untuk proses volume konstan dari A ke 2,

Kemudian dengan pengurangan :


s2 s1 = 0,533 0,436 = 0,097 kJ/kg K
Sering juga dituliskan, satuan untuk kerja dan panas spesifik dalam tingkatan mol. Keadaan ini
disebut panas molar dan disimbolkan dalam Cp dan Cv. Panas molar didefinisikan sebagai :
Cp = M.cp dan Cv = M.cv (7.20)
Dari Pers. 3.17, cp - cv = R, sehingga
Cp - Cv = M.cp - M.cv = MR = Ro
Cp - Cv = Ro (7.21)
Dari Pers. 3.15.,

Dari Pers. 3.7, m/M = n, dan dari Pers. 7.20., Cv = M.cv sehingga
U = n CvT (7.22)
Dengan cara yang sama
H = n cp T (7.23)
Dengan menggunakan persamaan Gibs Dalton :
U = Ui dan H = Hi
nCv T = ni cvi T dan nCp T = niCpiT

Contoh 7.9
Suatu gas mempunyai analisis volumetrik sebagai berikut : 29 % CO (28), 12 % H2 (2), 3% CH4
(16), 4% CO2 (44), 52% N2 (28). Hitung Cp , Cv, cp , dan cv campuran. Nilai Cp untuk masing-masing
komponen : 29,27 kJ/mol.K untuk CO, 28,89 kJ/mol.K untuk H2, 35,8 kJ/mol.K untuk CH4, 37,22
kJ/mol.K untuk CO2 dan 29,14 kJ/mol.K untuk N2.
Penyelesaian :
Dari Pers. 7.25 :
Cp = 0,29 x 29,27 + 0,12 x 28,89 + 0,03 x 35,8 + 0,04 x 37,22+ 0,52 x 29, 14= 29,676 kJ/mol.K
Cp Cv = R o
Cv = 29,676 8,314 = 21,362 kJ/mol.K
Berat molekul campuran dihitung dengan Pers. 7.17,
M = 0,29 x 28 + 0,12 x 2 + 0,03 x 16 + 0,04 x 44 + 0,52 x 28
= 25, 2 selanjutnya dari Pers. 7.20.
cp = Cp /M = 29,676 / 25,2 = 1,178 kJ/kg.K
v = Cv /M = 21,362 / 25,2 = 0,8476 kJ/kg.K.
Data eksperimental untuk nilai , cp , cv, Cp , Cv, M dan R untuk beberapa jenis gas diperlihatkan pada
Tabel 7.3.
Tabel 7.3. Sifat-sifat termodinamika beberapa jenis gas
7.5 Campuran Adiabatis Gas Ideal
Misalkan ada dua macam gas A dan B yang terpisah oleh membram tipis dalam suatu ruangan seperti
pada Gambar 7.4. Jika membram tersebut dilepas maka kedua gas tersebut bercampur dan masing-masing
menempati seluruh volume, seolah-olah tidak ada gas lain yang berada dalam ruangan tersebut. Proses ini
mirip dengan proses ekspansi bebas untuk masing-masing gas, dan prosesnya berjalan irreversibel.
Proses ini dapat disederhanakan dengan asumsi bahwa proses tersebut berlangsung adiabatis, maksudnya
adalah bahwa ada ruang dalam insulasi sempurna dan terjadi penambahan entropi di dalam sistem. Pada
Sub bab 5.5 ditunjukkan bahwa selalu ada peningkatan entropi pada proses yang berlangsung isotermal
irreversibel.

Gambar 7.4. Pencampuran adiabatis dua macam gas


Ditunjukkan juga pada sub bab 4.4. bahwa di dalam proses ekspansi bebas tidak terjadi perubahan
energi dalam. Dalam kasus ini dari Pers. 7.22. berlaku :
U1 = nA CvA TA + nB CvB TB
U2 = (nACvA + nB CvB) T
Perluasan persamaan tersebut untuk berbagai macam gas :
U1 = ni Cvi Ti dan U2 = Tni Cv dimana U1 = U2
yaitu ni Cvi Ti = Tni Cv

Contoh 7.10
Suatu bejana dengan volume 1,5 m3 berisi oksigen pada tekanan 7 bar suhu 40C. Bejana tersebut
dihubungkan dengan bejana lain dengan volume 3 m3 berisi karbon dioksida pada tekanan 1 bar 15C.
Klep penghubung selanjutnya dibuka dan gas dibiarkan bercampur secara adiabatis. Hitung :
a. Suhu dan tekanan akhir campuran
b. Perubahan entropi sistem.
Penyelesaian :
Dari tabel didapatkan panas molar (Cv) Oksigen 21,07 kJ/mol.K dan Karbondioksida 20,86 kJ/kg.K.
a. Dari Persamaan. 3.8 pV
sebelum pencampuran besarnya energi dalam :
U1 = 0,4035 x 21,07 x 313 + 0,1253 x 20,86 x 288 = 3413,8 kJ
Setelah pencampuran terjadi :
U2 = T(0,4035 x 21,07 + 0,1253 x 20,86)
= 11,118 T untuk pencampuran adiabatik, U1 = U2 sehingga
3413,8 = 11,118 T
T = 307 K = 307 273 = 34oC
Dari Persamaan 3.8

maka tekanan campuran sebesar 3 bar


b. Perubahan entropi sistem sama dengan jumlah perubahan entropi oksigen dan perubahan entropi karbon
monoksida sesuai dengan hukum Gibbs-Dalton.
Dengan menggunakan Gambar 7.5. perubahan entropi oksigen dapat dihitung dengan menempatkan
proses berlangsung dengan oksigen melalui dua proses 1 ke A dan dari A ke 2.

Gambar 7.5. Perubahan entropi oksigen


Untuk proses isotermal dari 1 ke A, dari Pers. 5.12 diketahui :

SA - S1 = 0,4035 x 8,314 x ln (4,5 / 1,5) = 3,686 kJ/K.


Pada volume konstan dari A ke 2,

Dengan menggunakan Gambar 7.6, perubahan entropi karbon monoksida bisa didapatkan dengan jalan
yang sama sebagai berikut :
Gambar 7.6. Perubahan entropi karbon monoksida
Selanjutnya perubahan entropi keseluruhan sistem didapatkan dengan persamaan :
(S2 S1)sistem = (S2 S1)O2 + (S2 S1)CO = 3,518 + 0,590 = 4,108 kJ/K.
Sehingga perubahan entropi sistem sebesar 4,108 kJ/K.
Bentuk lain dari pencampuran adalah pada kasus dua aliran fluida bertemu membentuk satu aliran
mantap. Secara diagramatis proses ini ditunjukkan pada Gambar 7.7.

Gambar 7.7. Campuran dua aliran fluida membentuk satu aliran mantap
Persamaan aliran energi bisa diterapkan untuk bagian campuran, dan perubahan energi kinetik dan
energi potensial diabaikan, yaitu

untuk proses adiabatis aliran panas Q = 0 dan juga kerja W = 0, sehingga dalam kasus ini persamaan
disederhanakan menjadi

Dari Persamaan 3.20 berlaku Cp = M cp dan dari Persamaan 3.7 M


= m/n sehingga didapatkan

Persamaan 7.27 atau Persamaan 7.28 mewakili satu kondisi yang harus memenuhi proses
pencampuran adiabatik dalam kondisi aliran mantap. Dalam kasus khusus beberapa informasi lain harus
diketahui (misal tekanan akhir dan volume spesifik) sebelum penyelesaian lengkap terpenuhi. Untuk
mendapatkan perubahan entropi pada proses semacam ini, digunakan prosedur di atas dengan
pencampuran adiabatik mengikuti persamaan ekspansi bebas. Perubahan entropi untuk setiap gas akan
didapatkan dan hasil keseluruhan dapat dijumlahkan.

7.6 Campuran Gas dengan Uap


Misalkan ada suatu bejana dengan volume tetap dan suhu dipertahankan konstan seperti ditunjukkan
pada Gambar 7.8a. Seluruh komponen gas di dalam bejana tersebut dikeluarkan sehingga tekanannya
menjadi nol. Pada Gambar 7.8b sejumlah kecil air disuntikkan ke dalam bejana dan dibiarkan
berevaporasi sehingga memenuhi seluruh volume ruangan. Untuk jumlah air yang sangat kecil maka
tekanan uap di dalam ruang tersebut lebih kecil dari pada tekanan jenuh dari suhu ruang. Pada kondisi ini
tekanan dan suhu ada pada kondisi uap superpanas. Semakin banyak air ditambahkan ke dalam bejana
maka tekanan bertambah dan evaporasi air berlanjut hingga tercapai suatu kondisi dimana volume tidak
bisa lagi menampung uap. Penambahan air berikutnya tidak akan menghasilkan uap melainkan
bereksistensi sebagai fase cair seperti diperlihatkan pada Gambar 7.8c. Pada kondisi ini menunjukkan uap
dalam kondisi kontak dengan cairan. Setiap kg air yang disuntikkan, ruang akan berisi (1-x) kg air
ditambah x kg uap kering, atau berisi 1 kg uap basah fraksi kering x

Gambar 7.8. Proses pencampuran gas dan uap


Selama proses evaporasi suhu dipertahankan konstan. Selanjutnya bila suhu ditingkatkan dengan
penambahan panas maka jumlah air yang berubah menjadi uap kian bertambah dan tekanan juga akan
meningkat. Akhirnya keseluruhan ruang akan terisi uap kering seperti sebelumnya, akan tetapi pada tingkat
keadaan suhu dan tekanan yang lebih tinggi.
Bejana pada Gambar 7.8 pada awalnya harus dikosongkan, akan tetapi air juga akan menguap dengan
cara yang sama jika ruang terisi gas atau campuran gas. Seperti yang dinyatakan dalam hukum Dalton-
Gibbs, setiap gas seolah-olah bertingkah laku dengan memenuhi seluruh ruangan pada suhu ruangan.
Apabila sedikit air disemprotkan ke dalam ruang yang berisi campuran gas, maka uap yang terbentuk juga
akan memenuhi tekanan sesuai dengan suhu ruang, dan tekanan ini disebut sebagai tekanan parsial uap di
dalam campuran. Perlu diperhatikan bahwa uap hanya akan menjadi jenuh jika kontak dengan fase
cairnya.
Apabila suatu campuran berisi uap jenuh, maka tekanan parsial dari uap bisa didapatkan dari tabel
suhu campuran. Asumsinya adalah uap jenuh selalu mengikuti hukum Gibbs-Dalton. Hal ini akan menjadi
pendekatan yang baik jika proses yang dianalisis terjadi pada tekanan total yang rendah.
Contoh 7.11
Suatu ruang 0,3 m3 berisi udara dengan tekanan 0,7 bar dan suhu 75C. Air disuntikkan ke dalam
ruang dengan suhu ruang dipertahankan konstan. Hitung massa air yang harus disuntikkan sehingga ruang
dipenuhi uap jenuh. Jika penyuntikan air dilanjutkan sampai total massa air 0,7 kg, dapatkan tekanan total
dalam ruang. Selanjutnya ruang dipanaskan sehingga seluruh air terevaporasi. Hitung tekanan total dan
panas yang disuplai.
Penyelesaian :
Dalam kasus ini disimbolkan s : uap (steam), w = air dalam fase cair dan a = udara. Dari tabel uap
pada suhu 75 0C, tekanan jenuh Pg = 0,3855 bar dan g = 4,133 m3/kg. Massa uap yang memenuhi ruang :

artinya massa air yang disuntikkan sebesar 0,0726 kg.


Dengan menggunakan hukum Dalton (Pers. 7.2.)
P = pa + ps
= 0,7 + 0,3855
= 1,0855 bar
maka tekanan total pada saat seluruh ruang terisi uap jenuh sebesar 1,0855 bar. Sebagai catatan bahwa
uap kering diasumsikan bertingkah laku sebagai gas ideal, sehingga uap dan udara diasumsikan memenuhi
volume yang sama karena masing-masing berusaha memenuhi tekanan parsialnya.
Apabila total massa 0,7 kg air telah disuntikkan ke dalam ruang, sebagian akan bereksistensi sebagai
fase uap kering ( misal ms kg) dan sebagian sebagai fase cair (misal mw kg, dimana mw = 0,7-ms), di
mana campuran menempati ruangan total 0,3 m3 , sehingga ms x 4,133 + (0,7-ms) x 0,001026 = 0,3
(dimana g = 0,001026 m3/kg)
ms(4 ,133 0,001026) = 0,3 (0,7)(0,001026) ms = 0,0724 kg
(catatan bahwa volume air diabaikan karena sangat kecil dibandingkan volume campuran udara
uap).
mw = 0,7 0,0724 = 0,6276 kg.
Volume yang ditempati uap kering adalah :
vs = 0,0724 kg x 4,133 m3/kg
= 0,2993 m3. Ruang diasumsikan berisi udara, uap kering jenuh dan air seperti pada Gambar 7.9.
Oleh karena T1 = T2, dapat, dapat ditulis :0.2993 Pa1.Va1 = Pa2.Va2.Pa2 = 0,7 x (0,3 / 0,2993) = 0,7017 bar.

Sehingga tekanan total menjadi :


PT = pa + ps = 0,7017 + 0,3855 = 1,0872 bar.
Air bisa dievaporasikan seluruhnya dengan peningkatan suhu sehingga suatu nilai dimana volume
total dipenuhi oleh uap jenuh dan udara. Kondisi ini tercapai bilamana uap memiliki volume spesifik vg,
sehingga : 0,7 vg = 0,3 vg = 0,3 / 0,7 = 0,4286 m3/kg
Dari tabel tekanan jenuh pada vg 0,4286 m3/kg dengan interpolasi p = 4,35 bar.
Sekarang udara menempati volume 0,3 m3 dengan kondisi tekanan parsial Pa3 pada suhu baru. Suhu
yang baru adalah suhu jenuh pada tekanan uap 4,35 bar. Dari tabel dengan interpolasi didapatkan t =
146,6oC atau sama dengan 419,6 K. Selanjutnya untuk udara,

Total tekanan di dalam ruang = 4,35 + 0,8439 = 5,194 bar. Dari persamaan energi tanpa aliran, Q = (U2
U1) + W, di mana pada kasus ini W = 0 sehingga Q = (U2 U1)
Di mana
U1 = mw1 + ma ua1 + ms1 us1
U1 = ma ua2 + ms2 u s2
Untuk gas ideal dari Pers. 3.15, U = mcvT, sehingga
Q = ms2 us2 - ms1 us1 - mw1 uw1 + ma cv (T2 - T1)
Dengan menggunakan us dan uw dari tabel dan mensubstitusikanannya, didapatkan

Contoh 7.12
Produk pembakaran batu bara dianalisis berdasarkan basis volume terdiri dari 8 % CO2, 15% H2O,
5,5 % O2, dan 71,5 % N2. Jika tekanan total adalah 1 bar, hitung suhu di mana gas harus didinginkan agar
seluruh H2O terkondensasi.
Penyelesaian :
Dari Persamaan. 7.14, tekanan parsial H2O adalah :

Suhu jenuh pada tekanan 0,21 bar adaklah 61,15 oC, artinya gas harus didinginkan hingga 61,15 oC
untuk mengkondensasikan H2O.

7.7 Kondensor Uap


Kondensor merupakan komponen penting pada pembangkit uap. Suhu kondensasi dibuat pada suhu
27-38C pada kisaran tekanan antara 0,03564 bar dan 0,6624 bar. Kondensor tipe sel dan saluran (shell
and tube) merupakan suatu kondensor dengan suatu ruangan di mana tekanan dipertahankan rendah dengan
menggunakan pompa, di mana uap dikondensasikan melalui saluran yang di dalamnya dialirkan air
pendingin. Bentuk ini disebut kondensor tipe permukaan. Pada bentuk ini akan terjadi kebocoran udara,
baik yang melalui kelenjar maupun udara yang terpisahkan pada air masuk dimana keluar larutan dan
terbawa serta ke dalam kondensor bersama uap. Udara ini melemahkan performan kondensor karena
mengurangi proses pindah panas dari uap ke air pendingin.
Kondensor berisi campuran uap, udara dan air. Udara harus dipompakan keluar kondensor secara
kontinyu agar kondisi vakum terjaga, dan udara yang dipompakan keluar membawa serta uap. Keadaan ini
menjadikan kehilangan air yang masuk ke dalam boiler. Kehilangan ini dikompensasi dengan
menambahkan air dingin. Efek lainnya adalah kondensat menjadi terlalu dingin (yaitu suhu lebih rendah
dari suhu jenuh), sehingga panas yang harus disuplai ke dalam boiler lebih tinggi daripada kondisi
normal.
Tekanan di dalam kondensor mendekati konstan serta kondisi udara dan air yang memasuki
kondensor pada perbandingan yang tetap bilamana kondisi mantap teratasi. Pada saat uap
dikondensasikan, tekanan parsial dari uap sisa menurun, sehingga tekanan parsial udara meningkat untuk
menjaga tekanan total tetap. Pada saat tekanan parsial menurun, uap berada pada suhu jenuh yang lebih
rendah dibandingkan suhu uap masuk. Dengan demikian proses kondensasi terjadi pada kondisi suhu
rendah.
Beberapa kondensor didesain untuk menyempurnakan kekurangan tipe kondensor sederhana. Dua di
antaranya ditunjukkan pada Gambar 7.10a dan Gambar 7.10b. Pada Gambar 7.10a kebanyakan kondensasi
terjadi di dalam bunker utama di dalam saluran dan udara didorong ke tempat lain yang lebih kecil,
dimana bunker kecil ini dilindungi dari bunker utama dan disebut sebagai pendingin udara. Di sini
kondensasi berlangsung pada suhu yang lebih rendah dengan suatu penghematan air masuk, dan pompa
yang lebih kecil dibutuhkan untuk kondensor. Pada Gambar 7.10b saluran udara pendingin berada pada
pusat kondensor dan udara dipompa keluar dari daerah ini. Uap yang datang melewati sekeliling saluran
bunker dan sebagian lain didorong ke pusat. Proses ini berlangsung sedemikian rupa sehingga terjadi
kondensat super dingin yang kemudian dipanaskan kembali, sehingga mengurangi jumlah kondensat super
dingin.
Contoh 7.13
Suatu kondensor permukaan dibutuhkan untuk menangani 20.000 kg uap tiap jam, dimana kebocoran
udara diestimasi sebesar 0,3 kg per 1000 kg uap. Uap memasuki kondensor pada kondisi kering jenuh
38oC. Kondensat diekstraksi pada titik terbawah kondensor dengan suhu 36oC. Kehilangan kondensat
disempurnakan dengan air pada suhu 7oC. Dibutuhkan untuk mendapatkan penghematan kondensat dan
suplai panas pada boiler, dengan cara menyesuaikan pompa pemisah udara dengan cara membawa udara
tersebut di atas udara pendingin. Asumsikan bahwa udara meninggalkan pendingin pada suhu 27oC.
Tekanan di dalam kondensor diasumsikan konstan.
Penyelesaian :
Massa udara tiap kg uap = 0,3/1000 kg
Pada suhu 38oC tekanan jenuh sebesar 0,06624 bar dan vg = 21,63 m3/kg. Untuk 1 kg uap volumenya
adalah 21,63 m3, dan volume yang dipenuhi sebesar 0,3/ 100 kg udara bilamana memenuhi tekanan
parsial, yaitu

Tekanan ini sangat kecil dibandingkan tekanan total dan bisa diabaikan.
Ekstraksi kondensat : tekanan jenuh pada 36oC adalah 0,0594 bar dan vg = 23,97 m3/kg. Tekanan total
di dalam kondensor adalah 0 ,06624 bar sehingga :
0,06624 = 0,0594 + pa , maka pa = 0,00684 bar. Massa udara yang dikeluarkan tiap jam
adalah :

Total massa uap sesuai dengan udara yang dikeluarkan sebesar

= = 32,45 kg / jam
Ekstraksi terpisah : tekanan jenuh pada 27oC adalah 0,03564 bar dan vg = 38,81 m3/kg. Tekanan udara
parsial = 0,06624 0,03564 = 0,0306 bar.
Sehingga volume udara yang dikeluarkan sebesar

Penghematan kondensat dengan menggunakan metoda ekstraksi terpisah sebesar 32.45 4,35 = 28,11
kg/jam. Penghematan panas yang disuplai ke dalam boiler sebesar 28,1 x 4,186 (36 - 7) = 3411 kJ/jam.
Contoh 7.14
Untuk data contoh 7.13. hitung prosentase reduksi dalam kapasitas pompa udara dengan menggunakan
metoda separasi terpisah. Jika peningkatan suhu pendinginan 5,5 K, hitung aliran massa air dingin yang
dibutuhkan. Diketahui kapasitas pompa tanpa pendingin udara 778 m3/jam sedangkan kapasitas pompa
dengan pendingin udara 168,9 m3/jam.
Penyelesaian :
Prosentase reduksi pada kapasitas

Sistem yang dianalisis ditunjukkan pada Gambar 7.11. Dengan menggunakan simbol subscrift s, a dan
c sebagai uap, udara, dan kondensat,serta menerapkannya pada persamaan energi aliran mantap dengan
mengabaikan perubahan energi kinetik, didapatkan

(di mana hc = hf pada 36oC = 150,7 kJ/kg)


Dengan pendekatan, massa air pendingin yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 5,5 K adalah
48,38 x 106 / (5,5 x 4,187 ) = 2,1 x 106 kg/jam.
Jika tidak tersedia suplai air pendingin alami dalam jumlah yang besar untuk pembangkit uap yang
besar, setidaknya harus tersedia pendingin air setelah digunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan
melewatkan air pendingin menembus menara pendingin.

Gambar 7.13. Skema sistem kondensor untuk contoh soal 7.14

SOAL LATIHAN
1. Campuran karbondioksida dan oksigen disiapkan dalam proporsi 7 kg dan 4 kg di dalam bejana dengan
kapasitas 0,3 m3. Jika suhu campuran 15oC, hitung tekanan pada bejana. Jika suhu dinaikkan hingga
40oC, hitung tekanan pada bejana.
( Jawaban : 29,9 bar; 32,5 bar ).
2. Untuk campuran pada soal 7.1 hitung analisis volumetrik, equivalensi berat molekul, dan tetapan gas
campuran. Hitung juga jumlah total molekul di dalam campuran.
(Jawaban : 33,3 % O2; 66,7% CO ; 29,3 ; 0,283 kJ/kg.K ; 0,375)
3. Gas buang dianalisis dengan komposisi berdasarkan basis volume sebagai berikut : 78% N2; 12% CO2
; dan 10 % O2. Konversikan komposisi tersebut dalam basis besat. Hitung massa campuran per mol
dan densitas campuran jika suhu 550oC dan total tekanan 1 bar.
(Jawaban : 72,2% N2 ; 17,3% CO2 ; 10,6 % O2 ; 30,28 kg/ mol; 0,442 kg/m3)
4. Suatu bejana kapasitas 3 m3 berisi campuran Nitrogen dan Karbon Dioksida, berdasarkan analisis
basius volumetrik memiliki kuantitas yang sama. Suhu ruang 15oC dan tekanan total 3,5 bar. Hitung
massa masing-masing komponen.
(Jawaban: 6,14 kg N2 ; 9,65 kg CO2)
5. Komposisi campuran pada soal 7.4 diubah sehingga berisi 70 % CO2 dan 30 % N2 basis volume.
Hitung CO2 yang harus ditambahkan dan massa campuran yang harus dikeluarkan sehingga tekanan dan
suhunya sesuai dengan keadaan semula.
(Jawaban : 6,32 kg; 7,72 kg CO2)
6. Di dalam campuran metana dan udara didapatkan tiga molekul oksigen pada setiap satu mol metana.
Hitung nilai cp , cv, Cp , Cv, R dan untuk campuran. Asumsikan udara hanya berisi oksigen dan
nitrogen. Untuk kondisi awal 1 bar dan 95oC, gas ditekan reversibel adiabatik sehingga nisbah volume
5 : 1. Hitung suhu dan tekanan akhir dan kerja yang dilakukan tiap kilogram campuran. Hitung juga
perubahan entropi dan energi dalam per kilogram campuran.
(Jawaban : 1,051; 0,754 kJ/kg.K; 29,52; 21,18 kJ/mol.K; 0,2954 kJ/kg.K; 1,39; 9,4 bar; 415 oC; 241,2
kJ/kg; 0; 241,2 kJ/kg).
7. Suatu campuran dibuat dengan komposisi 25 % N2; 35 % O2; 20 % CO2; dan 20 % CO berdasarkan
basis volume. Hitung
a. Berat molekul campuran
b. Cp dan Cv campuran
c. campuran
d. tekanan parsial setiap komponen bila tekanan total 1,5 bar.
e. Densitas campuran pada tekanan 1,5 bar dan suhu 15 oC.
(Jawaban : 32,6 ; 30,9 ; 22,53 kJ/mol.K; 1,37 ; 0,375 ; 0,525 ; 0,3 ; 0,3 bar ; 2,04 kg/m3)
8. Dua bejana dihubungkan dengan pipa yang dilengkapi dengan klep pada kondisi tertutup. Satu bejana
dengan volume 0,3 m3 berisi udara bertekanan 7 bar dan 32C, dan yang lain 0,03 m3 berisi oksigen
dengan tekanan 21 bar suhu 15C. Selanjutnya klep dibuka dan ke dua gas dibiarkan bercampur.
Asumsikan bahwa sistem terisolasi dengan baik. Hitung :
a. Suhu akhir campuran.
b. Tekanan akhir campuran
c. Tekanan parsial masing-masing gas
d. Analisis volumetrik campuran
e. Nilai-nilai cp, cv, R, M, dan campuran
f. Kenaikan entropi tiap kg campuran
g. Perubahan energi dalam dan perubahan entalpi per kg campuran bilamana bejana didinginkan
hingga suhunya 10 oC.
Asumsikan bahwa udara hanya terdiri dari oksigen dan nitrogen.
(Jawaban : 27,7 oC ; 8,26 bar ; 3,30 ; 4,96 bar ; 60 % N2 ; 40 % O2 ; 0,982 ; 0,703 kJ/kg.K ; 29,6; 1,4 ;
0,182 kJ/kg.K ; 12,4 ; 17,4 kJ/kg).
9. Udara dan karbon monooksida dicampur dengan proporsi 3 : 1 basis massa. CO disuplai pada 4 bar
dan 15oC, dan udara disuplai pada 7 bar dan 32oC. Kedua komponen campuran tersebut melalui suatu
klep dengan aliran mantap dan bercampur adiabatik pada tekanan 1 bar. Hitung :
a. Suhu akhir campuran
b. Tekanan parsial masing-masing gas pada campuran.
c. Peningkatan entropi tiap kg campuran.
d. Aliran volume campuran untuk masukkan CO sebesar 1 kg/menit.
e. Kecepatan aliran campuran bilamana luas penampang pipa pencampur 0,1 m2.
(Jawaban : 27,6 oC ; 0,255 ; 0,156 ; 0,589 bar ; 0,687 kJ/kg.K ; 3,48 m3/menit ; 0,581 m/dt)
10. Amoniak di dalam udara akan menjadi toksik bilamana kandungannya lebih besar sama dengan 0,55
% basis volume. Hitung massa amoniak yang diizinkan dalam kompresor bila besar ruang 1000 m3.
Tekanan 1 bar dan suhu 15 0C. Berat mol amoniak (NH3) adalah 17, dan bertingkah laku sebagai gas
ideal.
( Jawaban : 3,88 kg )
11. Suatu ruang dengan kapasitas 0,3 m3 berisi campuran udara dan uap dengan fraksi kekeringan 0,75.
Jika suhu 116,9 dan tekanan 7 bar, hitung massa : air, uap kering jenuh, dan udara.
( Jawaban : 0,102 kg ; 0,307 kg ; 1,39 kg )
12. Bilamana ruang pada 7.11. didinginkan hingga 100 0C, hitung:
a. massa uap yang dikondensasikan.
b. Tekanan akhir ruang
c. Panas yang dilepas
( Jawaban : 0,13 kg ; 5,99 bar ; 297 bar )
13. Suatu ruang dengan volume 3 m3 berisi udara jenuh dengan uap air pada suhu 38C dan tekanan vakum
660 mm Hg. Selanjutnya terjadi penurunan tekanan hingga 560 mm Hg dan suhu 26,7C. Hitung massa
udara akhir dan kuantitas uap yang terkondensasi. Tekanan barometrik tercatat 760 mm Hg.
( Jawaban : 0,58 kg ; 0,063 kg )
14. Udara di dalam silinder terkurung dengan piston dijenuhkan dengan uap. Volume 0,3 m3, tekanan 3,5
bar dan suhu 60,1C. Campuran ditekan hingga 5,5 bar dan suhu dipertahankan konstan. Hitung :
a. Massa udara dan uap awal.
b. Massa uap yang terkondensasi saat terjadi kompresi.
( Jawaban : 1,035 kg; 0,092 kg ; 0,0148 kg )
15. Suhu suatu bejana 36C berisi udara dan uap kering jenuh dengan komposisi 0,1 kg/kg. Hitung tekanan
dalam ruang dalam satuan bar dan mm Hg. Tekanan barometrik menunjukkan 760 mm Hg.
( Jawaban : 0,0631 bar ; 712,5 mm Hg )
16. Suatu kondensor permukaan terdiri dari outlet udara dan kondensat. Porsi dari permukaan pendingin
disaring dari uap masuk dan udara melewati pipa penyaring ini menuju ekstrasi udara dan menjadi
dingin di bawah suhu kondensat. Kondensor menerima 20 000 kg/jam uap kering jenuh pada 36,2C.
Pada outlet kondensat tercatat suhunya 34,6C, pada ekstraksi udara tercatat 29C. Volume udara plus
uap yang meninggalkan kondensor adalah 3,8 m3/menit. Asumsikan tekanan konstan pada seluruh
kondensor, hitung :
a. Massa udara yang dikeluarkan tiap 10 000 kg uap.
b. Massa uap yang dikondensasikan di dalam air pendingin per menit.
c. Panas yang dikeluarkan per menit pada air pendingin. Abaikan tekanan parsial udara pada inlet ke
kondensor.
( Jawaban : 2,63 kg ; 0,492 kg ; 807 050 kJ )
BAB VIII PSIKROMETRI
Campuran udara dengan uap air telah dibahas pada Bab 7. Dalam bab ini akan dibahas khusus
tentang udara atmosfer sebagai campuran, yang merupakan campuran udara kering dengan uap air.
Kondisi ini sering diperlukan untuk memperhitungkan keadaan atmosfer terkontrol di dalam suatu
bangunan di tempat proses industri berlangsung, atau pemasangan AC di dalam bangunan privat dan
publik. Sifat-sifat udara atmosfer harus dipertimbangkan dalam masalah ini. Hubungan antara kandungan
air di dalam udara dengan sifat-sifat termodinamika udara merupakan subjek yang banyak memerlukan
perhatian dan banyak pula aplikasinya. Topik lain yang akan dibicarakan dalam Bab ini adalah sistem
pendingin menara (cooling tower) yaitu suatu sistem dengan sejumlah besar air didinginkan di dalam
sistem tersirkulasi. Topik tersebut dibahas dalam judul Psikrometri atau kadang-kadang disebut sebagai
higrometri.

8.1 Campuran Psikrometri


Pada Sub Bab 7.6 evaporasi air ke dalam ruang yang dievakuasi atau ruang yang ditempati gas telah
ditelaah, dan kelihatan bahwa sebelum kondisi jenuh tercapai uap bereksistensi dalam campuran sebagai
uap kering. Pada kondisi jenuh tekanan parsial dari uap bisa didapatkan dari tabel uap di mana besarnya
tekanan berhubungan erat dengan suhu campuran. Bila suatu ruang atau gas tidak dijenuhkan pada suhu
tertentu, maka tekanan parsial uap akan lebih kecil daripada tekanan jenuhnya. Kondisi ini berkaitan erat
dengan suhunya.
Telaah tentang campuran psikrometrik dimulai dengan memperhatikan suatu kondisi udara atmosfer
pada tekanan 1,103 bar dan suhu 15C. Tekanan jenuh dari uap air pada suhu 15C adalah 0,01704 bar.
Tanpa adanya kontak uap air dengan cairannya maka keadaan ini tidak akan menjadi jenuh, dan tekanannya
akan berada di bawah nilai jenuhnya yaitu di bawah 0,01704 bar. Pada aplikasi umum, atmosfer dapat
dimodifikasi dari tingkat keadaan jenuhnya. Pada tekanan uap rendah tersebut (di bawah tekanan 1
atmosfer) uap dapat dianggap sebagai gas ideal dan sifat-sifat campuran didapatkan menggunakan hukum
Gibbs-Dalton. Sifatsifat campuran tergantung pada tekanan dan suhunya, dan tingkat keadaannya bisa
ditentukan dengan menggunakan referensi sifatsifat uap jenuh.
Asumsikan bahwa di dalam udara atmosfer tekanan uap sebesar 0,01001 bar pada 15C dan total
tekanan adalah 1,013 bar.
Dari Persamaan. 7.2 diketahui p = pa +ps
Di mana pa = tekanan parsial dari udara kering dan ps = tekanan parsial dari uap superpanas, maka
Pa = p ps = 1.013-0.01001 = 1.003 bar

Gambar 8.1. Hubungan volume spesifik dan suhu pada tekanan 0.01001 bar
Suhu jenuh air pada tekanan 0,01001 bar yaitu 7C, oleh karena itu uap di dalam udara atmosfer
memiliki tingkat super panas sebesar 15 7 = 8K. Tingkat keadaan ini ditunjukkan dengan titik 1 dalam
bentuk diagram T-s pada Gambar 8.1. Misalkan suatu gelas logam berisi air ditempatkan pada atmosfer
tersebut dan air secara progresif didinginkan dengan menambahkan es, pada suhu air tertentu maka akan
terjadi kondensasi pada permukaan luar gelas. Uap yang kontak dengan permukaan gelas mendingin pada
tekanan konstan hingga suhu mencapai 7C, seperti ditunjukkan pada titik 2 Gambar 8.1. Keadaan ini
merupakan kondisi jenuh dan pendinginan lanjut menyebabkan kondensasi dari uap air. Suhu ini disebut
titik embun dari campuran. Suhu ini merupakan suhu suatu campuran tidak jenuh yang didinginkan hingga
suhu tersebut mencapai titik jenuhnya. Titik embun disimbolkan dengan td.
Bilamana suatu ruang kondisinya hangat dan atmosfer luar dingin, dan jendela luar lebih dingin dari
dinding ruang maka dapat menghasilkan embun pada permukaan dalamnya. Seseorang yang memakai
kacamata memasuki ruang yang lebih panas setelah menghabiskan waktunya berada di udara luar yang
dingin maka didapatkan embun pada lensa kaca matanya sebagai uap yang telah melewati titik embunnya
pada saat dia masuk ruangan. Kondensasi dapat dilihat juga pada pipa air dingin yang permukaan luarnya
dibiarkan bersentuhan dengan udara atmosfer yang lebih tinggi suhunya dan cukup lembab.
8.2 Kelembaban Spesifik dan Kelembaban Relatif
Kelembaban spesifik atau disebut juga kelembaban absolut atau nisbah kelembaban adalah nisbah
massa uap air terhadap massa udara kering dari volume campuran, disimbolkan dengan .

dimana subskrip s menunjukkan uap air (superheated vapour) dan subskrip a menunjukkan udara
kering (air). Oleh karena kedua massa menempati volume V maka :

dimana a dan s adalah volume spesifik dari udara kering dan uap. Oleh karena uap dan udara kering
dianggap sebagai gas ideal maka :

Oleh karena itu, maka:

Selanjutnya substitusi ke Persamaan 8.1. didapatkan persamaan berikut:

Jika tekanan total adalah p, dimana p = pa + ps maka persamaan tersebut menjadi

(Untuk tekanan total p biasanya digunakan tekanan barometrik)


Kelembaban relatif (Relative Humidity = j = RH) dari atmosfer adalah nisbah dari massa aktual uap
air yang terkandung di dalam udara terhadap massa yang terkandung pada kondisi jenuh pada suhu yang
sama.
Prosentase kejenuhan didefinisikan sebagai nisbah kelembaban spesifik aktual campuran terhadap
kelembaban spesifik campuran pada keadaan jenuh pada suhu yang sama.

dengan substitusi Pers. 8.3 dan 8.4 ke persamaan tersebut di atas maka didapatkan persamaan sebagai
berikut :

Dalam praktik untuk AC perbedaan prosentase antara dan RH ada pada kisaran pendekatan 0,5%
sampai 2 %.
Contoh 8.1
Udara dialirkan ke dalam ruang bangunan pada musim dingin pada suhu 17C dan memiliki
kelembaban relatif (Relative Humidity) 60 %. Jika tekanan barometrik 1,01325 bar, hitung kelembaban
spesifiknya. Hitung titik embun pada kondisi tersebut.
Solusi :
Pada suhu 17C pg = 0,01936 bar, dan menggunakan Persamaan 8.5 didapatkan :

Jadi atmosfer berisi 0,007213 kg uap per kg udara kering. Jika udara didinginkan pada tekanan
konstan, uap akan mulai berkondensasi pada suhu jenuh pada tekanan 0,011616 bar. Dengan interpolasi
dari tabel, titik embun didapatkan:

Contoh 8.2
Jika udara pada contoh 8.2 dilewatkan pada koil pendingin dengan laju 0,5 m3/dt dan suhu 6C,
hitung jumlah uap yang bisa dikondensasikan. Asumsikan bahwa barometer sama seperti contoh 8.1 dan
udara menjadi.jenuh setelah melewati coil.

Gambar 8.2. skema untuk contoh soal 8.2


Sistem ditunjukkan pada Gambar 8.2. Laju aliran massa dari udara kering, m dihitung dengan
a

persamaan:
Setelah menembus koil pendingin, RH = 1, di mana udara sudah mulai jenuh. Dari Pers. 8.5, ps = pg
untuk kondisi tersebut, dan pada suhu 6C, pg = 0,009346 bar, oleh karena itu dari Pers. 8.3 didapatkan :

ms2 u 0,00579 ma dengan demikian maka, laju aliran massa kondensat sebesar :

= 0,001423 x 0,6017 x 3600


= 3,082 kg/jam

8.3 Pengukuran Kelembaban Relatif


Suatu piranti yang digunakan untuk mengukur kelembaban relatif disebut psikrometer atau higrometer.
Psikrometer sederhana dipaparkan dalam bentuk diagram pada Sub Bab 8.1. Cara perhitungan adalah
dengan menentukan titik embun menggunakan gelas logam yang didinginkan.

Gambar 8.3. Termometer bola basah


Metoda lain yang digunakan untuk pengukuran kelembaban adalah dengan penentuan suhu bola basah
dan bola dan bola kering kering. Prinsip tersebut diilustrasikan pada Gambar 8.3. Dua termometer
disituasikan pada sebuah aliran udara tidak jenuh yang dipisahkan dengan kisi radiasi. Satu di antaranya
menunjukkan suhu udara dan disebut termometer bola kering. Bola yang lain dilingkupi dengan sebuah
sumbu yang dicelupkan ke dalam reservoir air dan suhu terukur disebut suhu bola basah. Pada saat aliran
udara menembus sumbu basah, sebagian air terevaporasi dan menyebabkan terjadinya efek pendinginan
pada bola basah. Panas ditransfer dari udara ke sumbu pada kondisi keseimbangan tercapai di mana suhu
bola basah menunjukkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu bola kering. Perbedaan suhu bola
basah dengan suhu bola kering tergantung pada kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif udara
rendah maka laju evaporasi pada sumbu tinggi dan perbedaan antara suhu bola basah dengan suhu bola
kering menjadi besar.
Instrumen dapat digunakan pada kondisi udara stasioner, akan tetapi secara empiris hasil yang
memuaskan didapatkan jika kecepatan udara yang melewati bola basah antara 1,85 m/ dt s.d. 40 m/dt. Di
atas kisaran ini hasilnya relatif konstan dan kelembaban relatif dihitung dari nilai temperatur yang
didapatkan. Aliran udara dapat dihasilkan dengan menggunakan kipas kecil yang mengendalikan udara di
atas termometer bola basah atau dengan menggandengkan termometer pada rangka yang diputar dengan
tangan. Instrumen terakhir ini disebut sebagai selang psikrometer. Piranti portabel yang lain memiliki
sebuah kipas yang memiliki pengendali baterai atau mesin jam. Temperatur bola basah dan temperatur
bola kering diukur dengan sensor termocouple dan bisa dibaca melalui indikator. Keuntungannya adalah
kekompakan piranti dan kecepatan respon yang tinggi. Pengukuran kelembaban menggunakan referensi Sub
Bab 8.1.
Rasio kelemban dapat dihitung atau didapatkan melalui tabel referensi 8.1, akan tetapi kelembaban
spesifik dan kelembaban relatif umumnya didapatkan dari diagram psychrometrik. Sketsa dari diagram
tersebut ditunjukkan pada Gambar 8.4. Absis yang rentang menunjukkan suhu bola kering dan garis
diagonal mewakili suhu bola basah yang diketahui. Kelembaban relatif didapatkan dari kurva kelembaban
relatif yang konstan yang menembus titik tersebut. Kelembaban absolut atau kelembaban spesifik dibaca
pada skala ordinat dalam satuan gram uap per kg udara kering. Entalpi dari campuran dalam KJ per Kg
udara kering dapat dibaca pada skala diagonal entalpi. Sebagai catatan bahwa entalpi nol dari uap selalu
diambil pada suhu 0 oC. Untuk udara kering entalpi nol selalu diambil pada suhu 0 oC. Gambar 8.4 hanya
untuk tujuan penjelasan kuantitatif, sedangkan untuk perhitungan yang tepat digunakan diagram khusus
dengan skala yang tepat.
Tabel 8.1. Rasio Kelembaban Udara Jenuh pada tekanan 1 Atm.
Suhu x 1000 Suhu W x 10 3 (
(oC) (kg/kg) (oF) lb/lb )
0 3,789 32 3.789
5 5,424 41 5.424
10 7,661 50 7.658
15 10,692 59 10.692
20 14,758 68 14.758
25 20,170 77 20.170
30 27,379 86 27.329
35 36,756 95 36.756
40 49,141 104 49.141
45 65,411 113 65.411
50 86,858 122 86.858
55 115,321 131 115.321
60 153,54 140 153.54
65 205.79 149 205.79
70 279.16 158 279.16
75 386.14 167 386.41
80 552.95 176 552.95
85 838.12 185 828.12

Gambar 8.4. Diagram psikrometric


Dari Persamaan 8.3

dikombinasikan dengan Persamaan 8.5, didapatkan


Untuk tekanan barometrik p yang ada, kelembaban relatif merupakan fungsi dari ps, , dan pg. Juga pg
berhubungan dengan suhu bola basah, t, sedangkan ps merupakan fungsi dari , didapatkan dari Persamaan
8.3. Diagram diperagakan untuk tekanan atmosfer tertentu dan dan t adalah variabel bebas. Diagram
khusus dapat digunakan untuk kisaran yang kecil dari tekanan (mendekati 0,1 bar dari nilai pada tingkat
keadaan). Kadang-kadang tabel disertakan pada diagram dengan menampilkan variasi yang diizinkan
dalam tekanan barometrik untuk kalkulasi perhitungan.
Suatu persamaan dikembangkan oleh W.H.Carrier, disebut persamaan Carrier, dimana tekanan
parsial uap air dapat dihitung. Persamaan tersebut biasanya ditulis sebagai berikut :

(di mana t = suhu bola kering dalam C, dan tw = suhu bola basah dalam C). Tiga tingkat kelembaban
digunakan dalam literatur proses pengeringan biji-bijian untuk menggambarkan jumlah uap air yang
ditahan dalam udara pengering : tekanan uap, kelembaban relatif, rasio kelembaban. Temperatur dari
udara lembab mereferensikan temperatur pada bola kering, titik embun, dan atau bola basah. Dua variabel
tingkat keadaan dari udara lembab yang sering digunakan dalam perhitungan pengeringan adalah entalpi
dan volume spesifik. Sifat-sifat termodinamika lain yang perlu dipahami berkaitan dengan diagram
psikrometrik adalah.
(1) Tekanan uap
(2) Kelembaban relatif
(3) Nisbah kelembaban
(4) Suhu bola kering
(5) Suhu titik embun
(6) Suhu bola basah
(7) Entalpi
(8) Volume spesifik

8.4 Diagram Psikrometrik


Untuk menghindari tersitanya waktu dalam perhitungan, para peneliti telah membuat diagram khusus
yang berisi nilai-nilai sifatsifat termodinamika dari udara basah yang banyak digunakan. Diagram ini
disebut sebagai diagram psikrometrik.
Bermacam diagram psikrometrik dengan kisaran variabel yang berbeda sudah banyak digunakan.
Perbedaan tersebut terletak pada kisaran tekanan barometrik, kisaran suhu, sifat-sifat termodinamika yang
dimasukkan, dan pemilihan koordinat. Di USA diagram Grosvenor sering digunakan dimana dalam
diagram tersebut diplotkan kelembaban relatif terhadap suhu bola kering. Di Eropa banyak digunakan
diagram Mollier dengan kelembaban absolut diplotkan terhadap entalpi sebagai koordinat. American
Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers
(ASHRAE 1984) telah mengembangkan bermacam-macam diagram psikrometrik bentuk Mollier
pada range suhu antara 40 s.d. 121C (-40 - 250F). Diagram telah dikembangkan oleh Goff dan Gratch
(1945) berdasarkan data termodinamika untuk tekanan atmosfer standar dan menggunakan koordinat sudut
oblik antara entalpi dan nisbah kelembaban. Dua dari diagram ASHRAE mencakup diagram psikrometrik
untuk range suhu 0-50C dan 10 - 120C direproduksi berurutan seperti diperlihatkan pada Gambar 8.3
dan 8.4. Diagram yang sama dalam satuan Inggris (suhu 32-120F dan 60-250F) diperlihatkan pada
Lampiran 3.
Sumbu vertikal dari diagram ASHRAE mewakili nisbah kelembaban. Garis-garis dengan nisbah
kelembaban konstan bergerak arah horisontal menembus diagram.
Sumbu horisontal menunjukkan nilai suhu bola kering. Garis suhu bola basah konstan terlihat lurus ke
arah atas akan tetapi tidak paralel maupun tidak tegak lurus sumbu horisontal. Garis suhu bola kering (juga
disebut garis pendinginan adiabatis) membentuk sudut yang tajam dengan arah mendekati sumbu vertikal.
Garis enthalpi adalah garis yang melenceng tajam, dimana garis-garis tersebut sejajar hampir searah
lebih landai dari garis bola basah. Nilai dari entalpi ditunjukkan pada skala pada bagian kiri dari diagram
dan juga pada sumbu vertikal sebelah kanan.
Sumbu horisontal menunjukkan garis RH 0 % (kondisi udara kering). Garis-garis untuk RH konstan
yang lebih tinggi ditunjukkan pada garis melengkung ke atas, mulai dari sudut kiri bawah dari diagram.
RH 100% merupakan kurva jenuh. Nilai-nilai titik embun , suhu bola basah, dan suhu bola kering
ditunjukkan pada kurva jenuh. Ketiga suhu tersebut nilainya sama pada kondisi jenuh.
Garis volume spesifik adalah lurus, tidak persis sejajar dan digambar miring menembus diagram
pada gradien yang lebih curam daripada garis entalpi dan garis suhu bola basah. Garis volume spesifik
juga mewakili nilai densitas konstan, karena densitas merupakan kebalikan dari volume spesifik.
Diagram psikrometrik ASHRAE digambarkan dari data termodinamika udara basah dihitung dengan
menggunakan metoda mekanika statistik. Oleh karena itu, nilai-nilai diagram psychrometyrik sedikit lebih
tepat dari pada perhitungan menggunakan persamaan-persamaan gas ideal. Seperti diterangkan pada
bagian sebelumnya, perbedaan antara dua domain nilai tersebut kurang dari 1 %. Diragukan bahwa
macam akurasi ini dapat diabaikan karena kesalahan dalam pembacaan diagram atau juga dalam
perhitungan-perhitungan pengeringan biji-bijian.
Diagram psikometrikdigambarkan dan oleh karena itu aplikatif hanya untuk satu tekanan atmosfer.
Diagram ASHRAE adalah untuk standar tekanan barometrik permukaan air laut. Evaluasi yang signifikan
seperti pada ketinggian 1500 m, diagram standard tidak bisa digunakan, dan persamaan-persamaan
termodinamika atau diagram psikrometri khusus harus digunakan.
Penggunaan Diagram Psikrometrik
Diagram psikrometrik memberikan sifat-sifat termodinamika udara basah pada tekanan atmosfer
berikut : (1) suhu bola basah, (2) Temperatur bola kering, (3) titik embun (4) Rasio kelembaban, (5)
kelembaban relatif, (6) volume spesifik, dan (7) entalpi. Jika dua dari tingkat keadaan tersebut diketahui
maka maka variabel tingkat keadaan lain secara umum bisa ditentukan dari diagram. Sifat-sifat lain
didapatkan dengan membaca nilai-nilai dari garis yang tepat menembus titik tersebut.
Temperatur titik embun dan rasio kelembaban bukanlah variabel tak bebas dan suatu tingkat keadaan
tidak bisa didapatkan jika hanya satu variabel tingkat keadaan diketahui. Banyak proses berkaitan dengan
pengeringan dapat diperhitungkan dengan menggunakan diagram psikrometrik.
Panas Sensibel dan Pendinginan
Selama panas sensibel dan pendinginan udara pada rasio kelembaban yang konstan, panas
ditambahkan atau digambarkan dari udara kering di dalam heat exchanger seperti halnya pada indirect
heater untuk proses pengeringan atau di dalam evaporator untuk pendingin (chilling) biji-bijian. Proses
perubahan panas sensibel untuk pemanasan dan pendinginan direpresentasikan oleh garis sejajar absis
pada diagram psikrometrik.
Gambar 8.3. Perubahan panas sensible untuk pemanasan dan pendinginan
Perubahan panas sensibel tersebut diikuti dengan perubahan suhu bola basah dan suhu bola kering,
entalpi, volume spesifik, dan kelembaban relatif udara basah. Dalam proses ini tidak terjadi perubahan
rasio kelembaban, temperatur titik embun, dan tekanan uap dari udara basah.
Pemanasan dengan Humidifying
Pada kebanyakan sistem udara panas pada sistem pengeringan biji-bijian, energi ditambahkan pada
udara dengan pembakaran gas langsung ke dalam udara. Selama proses tidak hanya panas tetapi juga
sejumlah kecil uap air ditambahkan dalam udara. Hasilnya adalah pemanasan sekaligus penambahan
kelembaban, di mana dalam proses ini berakibat meningkatnya entalpi, rasio kelembaban, tekanan uap,
suhu bola basah, suhu bola kering, dan suhu pengembunan. Perubahan kelembaban relatif dihitung dengan
jumlah relatif dari energi dan uap air yang ditambahkan ke dalam udara. Di dalam instalasi pengering biji-
bijian, kelembaban relatif udara menurun selama proses pembakaran bahan bakar fosil di dalam heater.
Gambar 8.4 menunjukkan proses pemanasan sekaligus peningkatan kelembaban.

Gambar 8.4. Proses pemanasan dan peningkatan kelembaban


Pendinginan dengan Dehumidifying
Pada proses pendinginan biji-bijian, udara sering didinginkan hingga di bawah suhu titik embunnya
dengan melewatkannya pada evaporator. Oleh karena udara dijenuhkan dengan uap air pada suhu titik
embun, air terkondensasi keluar dari campuran udara segera setelah suhu udara menurun hingga di bawah
titik embun. Rasio kelembaban dari udara kemudian akan menurun, demikian pula halnya titik embun, suhu
bola basah, suhu bola kering, entalpi dan volume spesifik. Gambaran proses tersebut diilustrasikan pada
Gambar berikut.

Gambar 8.5. Proses pendinginan


Pengeringan
Pengeringan setumpuk biji-bijian bisa diasumsikan sebagai proses adiabatis. Hal ini menunjukkan
bahwa panas yang dibutuhkan untuk evaporasi dari kelembaban biji-bijian disuplai seharusnya oleh udara
pengering, tanpa transfer panas dengan konduksi atau radiasi dari lingkungan. Ketika udara melewati
massa biji-bijian basah, sejumlah besar panas sensibel dari udara ditransformasikan menjadi panas laten
sebagai hasil dari peningkatan jumlah yang terperangkap di udara dalam bentuk uap. Selama proses
pengeringan adiabatis, terjadi penurunan suhu bola kering, bersamaan dengan peningkatan nisbah
kelembaban dan kelembaban relatif, penurunan tekanan uap, serta penurunan titik embun. Entalpi dan suhu
bola basah dipertahankan konstan selama proses pengeringan adiabatis. Gambar berikut mengilustrasikan
proses pengeringan adiabatik.

Gambar 8.6. Proses pengeringan adiabatik


Pencampuran dua aliran udara
Pada sejumlah pengeringan biji-bijan dengan sistem kontinyu, dua aliran udara dengan perbedaan
laju aliran massa, suhu, dan rasio kelembaban tercampur. Kondisi akhir dari dua campuran udara tersebut
dapat ditentukan langsung dengan menggunakan diagram psikrometrik.
Anggap dua aliran udara dengan aliran massa m1 dan m2, temperatur T1 dan T2, dan kelembaban
relatif W1 dan W2. Aliran massa campuran adalah m3, suhu T3, dan rasio kelembaban W3.
Keseimbangan massa dan energi dari proses ini adalah

Kondisi campuran dari kedua aliran massa tersebut dengan demikian berada pada titik temu dua garis
lurus (h1,W1) dan (h2,W2) pada diagram psikrometrik h-W. Titik (h3,W3) bisa didapatkan secara aljabar
atau dengan menerapkan hukum hukum segitiga pada diagram psikrometrik. Proses pencampuran
dilustrasikan pada Gambar 8.7.
Pada kondisi khusus di mana udara dengan suhu tinggi, kelembaban udara tinggi bercampur dengan
udara dengan suhu rendah dan kelembaban rendah, akan terjadi proses kondensasi. Fenomena ini kadang-
kadang diobservasi pada udara pada pengering dengan sistem resirkulasi selama kondisi lingkungannya
bersuhu rendah.

Gambar 8.7. Pencampuran dua aliran massa udara

8.5 Air Conditioning


AC biasa digunakan terutama untuk tujuan industri dan untuk mensuplai atmosfer terkontrol pada
bangunan-bangunan publik misalnya perkantoran, gedung bioskop, balai pertemuan dan sebagainya. Pada
negara tropis dan subtropis AC ditempatkan pada bangunan-bangunan modern. Udara dibutuhkan untuk
disirkulasikan ke ruang pada suhu tertentu dengan RH tertentu. Metoda yang ditentukan di sini adalah
dengan cara mendinginkan udara masuk pada temperatur di bawah titik embunnya, membiarkannya
terkondensasi sehingga udara campuran memiliki kelembaban spesifik yang tepat, dan pemanasan udara
sampai sirkulasi temperatur yang diinginkan pada RH yang diinginkan. Hal ini digunakan pada musim
panas atau pada bangunan di daerah tropis, sedangkan untuk kasus pada musim dingin, udara yang masuk
mungkin harus melalui pemanasan dan bisa jadi perlu ditambahkan air untuk mendapatkan kondisi
kelembaban yang tepat.
Proses untuk uap ditunjukkan pada diagram T - s pada Gambar 8.8 dan sketsa diagram psikometrik
pada Gambar 8.9. Uap pada udara masuk secara termodinamika di klasifikasikan sebagai tingkat keadaan
1 dan dibutuhkan tingkat keadaan 3 di dalam ruangan. Temperatur td2 disebut aparatus titik embun dan
merupakan temperatur refigerant dalam kasus suatu koil baterai pendingin atau suhu dari semprotan air
dingin untuk kasus sebuah spray de-humidifier. Tingkat keadaan udara lembab menurut tingkat keadaan
alur yang ditunjukkan dengan garis 1 d2 pada Gambar 8.9. Di dalam praktik udara lembab tidak akan
meninggalkan pendingin pada tingkat keadaan d2 akan tetapi pada tingkat keadaan peralihan semacam titik
X.

Gambar 8.8. Diagaram T - s

Gambar 8.9.Diagram suhu bola basah dan kelembaban spesifik


Rasio X-d2 ke 1-d2 disebut sebagai faktor by-pass koil (lihat referensi 8.4.). Pemanasan campuran
yang meninggalkan koil pada suhu konstan membawa suhu menjadi t3 dan kondisi tersebut didefinisikan
dengan titik 3. Air digambarkan dari pendingin pada kondisi 4.
Pada hampir semua mesin AC udara tidak secara konstan diambil dari luar. Bagian terbesar dari
campuran adalah udara sirkulasi, udara segar dari luar ruangan diambil sekitar 1/3 dari total yang
dibutuhkan. Jumlah total udara yang disusun adalah sesuai kebutuhan dan bervariasi antara 17 m3/jam dan
28 m3/ jam per orang.
Suatu diagram garis dari bentuk siklus yang umum ditunjukkan pada Gambar 8.10. Sistem tersebut
terdiri dari bagian penting : koil pendingin, di mana dapat berupa evaporator dari unit refrigerasi, atau
koil air dingin. Pembersih udara menyemprotkan air ke atmosfer sebagai kabut halus untuk mengendalikan
kandungan air, dan membantu membersihkan udara sekaligus sebagai eliminator yang menangkap
kelembaban bebas di udara. Pemanas membawa udara pada temperatur yang dibutuhkan dan
mengirimkannya ke dalam ruang dengan menggunakan kipas. Pada saat udara meninggalkan ruangan,
sebagian besar udara diresirkulasikan dan dicampur dengan udara segar dari luar serta dilewatkan
melalui pendingin, sebagian dilepaskan ke udara bebas. Untuk menjaga kualitas udara tetap konsisten,
maka diperlukan pemanas, pendingin, dan unit penyemprot dengan kontrol otomatis. Bentuk pembangkit
yang digunakan tergantung pada aplikasi, dan contoh tersebut merupakan kasus yang cocok untuk kapasitas
kerja yang besar. Untuk kebutuhan pendinginan yang kecil dan penggunaan yang portabel, disediakan
pengkondisian udara yang kecil cocok, di mana mesin ini dilengkapi dengan rumah untuk unit referigerasi
dan kipas untuk mensirkulasikan udara. Pemanas dan nozel pelembab cocok untuk beberapa unit portabel.
Untuk tujuan - tujuan analitik sistem dapat diubah menjadi suatu proses dengan aliran mantap di mana
udara didinginkan pada satu titik dengan dipanaskan pada titik lainnya, kemudian analisis dapat dibuat
diantara batas-batas yang spesifik. Kesatuan unit ini ditunjukkan pada Gambar 8.11 dengan batas referensi
pada 1, 2, 3, 4, dan 5. Hal ini merupakan sistem yang disederhanakan dan akan diasumsikan bahwa
kondisi udara pada keadaan 1 dan 5 diketahui, dan juga laju volume yang dibutuhkan pada keadaan 5
diketahui.
Gambar 8.10. Skema proses pendinginan ruangan

Gambar 8.11. Batas-batas spesifik suatu sistem aliran mantap


Kerja yang dilakukan dari kondisi pengeluaran dan aplikasi persamaan energi dalam keadaan mantap
antara bidang 3 dan 5, dengan mengabaikan perubahan energi kinetik, didapatkan persamaan :

Persamaan ditulis dalam kasus ini dimana aliran massa m adalah konstan, demikian juga massa uap
a

antara bidang 3 dan bidang 5 juga konstan yaitu

,sehingga :

Telah dinyatakan bahwa di bawah kondisi tersebut ditentukan melalui diagram psikrometri dan uap
dapat dianggap sebagai gas ideal dan biasanya digunakan cp untuk uap superpanas sebesar 1,86 kJ/kg K.

Tenaga kipas dipilih untuk memenuhi debit yang dibutuhkan, dan Persamaan 8.9 dapat digunakan
untuk menghitung kondisi udara pada saat meninggalkan pemanas.
Contoh 8.3.
Udara yang dibutuhkan untuk dialirkan ke dalam ruang pada suhu bola kering 17C dengan
kelembaban relatif 60%. Skema proses seperti diperlihatkan pada Gambar 8.11. Perhitungan didasarkan
pada aliran udara 0,5 m3/dt ke dalam ruang, dengan asumsi input kipas 1,125 kW. Hitung kondisi di mana
udara harus meninggalkan pemanas. Asumsikan bahwa tekanan didalam proses konstan 1,013 bar.
Solusi:

Laju aliran massa udara dan uap air, m dan ms3 berurut-urut dihitung dengan :
a

(di mana Rs = Ro/M = 8,3143/18 = 0,4618 kJ/kg.K) substitusi ke dalam Pers. 8.9 di dapatkan :
1,125 = (0,0602 x 1,005 + 1,86 x 0,00433)(17 t3) t3 = 15,17C.
Diasumsikan bahwa tekanan sebelum ke kipas sama dengan setelah dari kipas, dan massa uap
sebelum dan sesudah dari kipas adalah sama, sehingga tekanan parsial ps3 sama dengan tekanan parsialps5,
artinya kelembaban relatif (RH) pada saat meninggalkan pemanas sebesar 67,45 %.
Contoh 8.4
Lanjutan dari data soal 8.3. hitung temperatur yang dibutuhkan pada pendingin dan input panas pada
pemanas.
Solusi :
Dengan melihat Gambar 8.8 dan 8.11 uap meninggalkan pendingin pada tingkat keadaan 2 dan
dipanaskan pada tekanan konstan hingga keadaan 3. Diasumsikan bahwa udara dijenuhkan pada tingkat
keadaan 2. Temperatur pada pendingin akan berada di bawah titik embun berdasarkan pada tekanan
parsial uap. Untuk ps =0,011616 bar maka td2 = 9,18C.
Untuk menghitung persamaan energi aliran mantap Q2-3 dengan mengabaikan perubahan energi kinetik,
ditetapkan batasan sistem pada pipa antara bidang 2 dan bidang 3, yaitu:

oleh karena m dan msdipertahankan konstan antara 2 dan 3 maka akan didapatkan :
a

sehingga input panas ke dalam Heater sebesar 3,68 kW.


Contoh 8.5
Untuk pembangkit pada contoh 8.3. suplai ke pendingin dibuat dengan resirkulasi udara dengan
proporsi volumetrik 2 : 1 terhadap udara segar. Temperatur udara sirkulasi 25C, RH 50%, dan
temperatur udara segar 29C dan kelembaban relatif 40%. Tekanan udara keduanya 1,013 bar. Asumsikan
pencampuran terjadi adiabatis, hitung kondisi akhir dan panas yang akan dilepas di dalam pendingin untuk
menghasilkan temperatur pada bagian 2 seperti yang telah dihitung pada soal no. 8.4.
Solusi :
Perhitungan dengan dasar volume udara segar 1 m3.
Untuk resirkulasi udara, pg pada 25C = 0,03166 bar.
Dengan menggunakan Persamaan 8.5, ps = 0,5 x 0,03166 bar = 0 ,01583 bar.
Selanjutnya dari Persamaan 7.2., pa = 1,013 0,01583 = 0,9972 bar.
Untuk 2 m3 udara sirkulasi, menggunakan akhiran r untuk resirkulasi,

untuk udara segar, pg pada 29C = 0,04004 bar.


Dan dengan menggunakan Persamaan 8.5, ps = 0,4 x 0,04004 bar = 0,997 bar.
Kemudian dengan Pers. 7.2, pa = 1,013 0,016 = 0,997 bar.
Untuk 1 m3 udara segar, menggunakan akhiran f untuk fresh (segar),
Campuran udara segar dan udara resirkulasi menempati ruang 3 m3 untuk 1 m3 udara sirkulasi. Total
massa udara dan uap pada volume ini adalah :
ma1 = 2,331 + 1,15 = 3,481 kg
ms1 = 0,023 + 0,01148 = 0,0345 kg
Selanjutnya dengan temperatur akhir t untuk kasus pencampuran adiabatik dan menerapkan persamaan
energi aliran mantap pada proses pencampuran, dengan referensi Gambar 8.12 dimana Q dan W keduanya
nol, didapatkan

Gambar 8.12. Aliran massa udara dan uap pada contoh 8.5
Perhitungan tekanan campuran setelah pencampuran bisa dilakukan dengan mengetahui nilai
kelembaban spesifiknya, dengan menggunakan Persamaan 8.3.

dengan interpolasi pada tekanan ini, didapatkan

Selanjutnya menggunakan nilai entalpi dari 0C, dan substitusi pada persamaan (a),
{2,331 x 1,005 (25 - 0) + 0,023 (2526,4 + 1,86 (25 - 13,86)} + 1,15 x 1,005 (29 - 0) + 0,01148
{2526,6 + 1,86 (29 - 14)} = 3,481 x 0,005 {2526,5 + 1,86 (t - 13,92)}
(uap pada setiap aliran udara selalu merupakan uap super panas dan entalpi pada setiap kasus
dihitung dengan menambahkan kenaikan entalpi pada tingkat super panas sampai mencapai kondisi uap
kering jenuh pada tekanan parsial tertentu).
Dari sini didapatkan suhu t = 25,81C.
Oleh karena itu udara yang menembus pendingin pada suhu 25,81C dengan kelembaban spesifik
0,00991. Tekanan uap telah dihitung sebesar 0,01589 bar.
Dari contoh 8.3, m = 0,602 kg/dt dan m = 0,00433 kg/dt. ms1 = 0,602 x 0,00991 kg/dt = 0,005967 kg/dt.
a s2

0,005967 = 0,00433 + m dan m = 0,001637 kg/dt. Dengan referensi Persamaan 8.8 dan menerapkannya
w4 w4
pada persamaan energi aliran mantap didapatkan persamaan :

di mana

Q12 = 0,602 x 1,005 (25,81 - 9,18) + 0,00433 {2526,3 + 1,86 (25,81 - 13,92) - 2517, 7} +
0,001637 {2526,5 + 1,86 (25,81 - 13,92) 38,6} (di mana hw = hf4 pada 9,18C = 38,6 kJ/kg dan hs2 = hg
pada 9,18C = 2517,7 kJ/kg)
Q12 = 10,06 + 0,13 + 4,11 = 14,3 kW.
Contoh pada kasus ini akan lebih cepat diselesaikan bila menggunakan diagram psikrometri.
Contoh 8.6
Proses pendinginan dan pemanasan pada contoh 8.3 sampai 8.5 hitung Q1- 2 dan Q2 - 3 dengan
menggunakan diagram psikrometri.
Solusi :
Kondisi pada tingkat keadaan 1 adalah suhu 25,81C dan RH3 = 47,7% dan keadaan 3 adalah
15,17C dan RH3 = 67,5%. Kedua titik tersebut di dalam diagram ditunjukkan pada Gambar 8.13 nilai
entalpi campuran (kJ/kg), udara kering kelembaban absolut ( g air per kg udara kering) bisa terbaca pada
sumbu yang relevan. Hal ini bisa diasumsikan bahwa RH .

Dari contoh sebelumnya, m = 0,602 kg/dt


a

Untuk proses pemanasan, hhmQ32a)(23 = 0,602 (33,5 27,4) = 3,7 kW


Untuk proses pendinginan, dengan menggunakan referensi Gambar 8.14,

Q1-2 = 0,602 (51,3 27,4) 0,00163 x 38,6 = 14,3 kW Untuk pembahasan kerja pada pengkondisi udara
dan ventilasi yang lebih mendalam bisa digunakan referensi 8.3 dan 8.4.
8.6 . Menara Pendingin
Beberapa proses industri memerlukan sejumlah besar air dingin. Posisi pembangkit terletak dimana
sumber air yang besar (misal laut atau sungai) tidak tersedia dan diperlukan resirkulasi air. Bagian yang
penting dari sistem ini adalah pendingin yang menurunkan kembali air pendingin. Media pendingin yang
tepat dalam proses ini sangat diperlukan dan dalam hal ini atmosfer tidak dapat dihindarkan. Sistem yang
mungkin untuk dikembangkan adalah suatu mesin pendingin dengan konstruksi teknis mirip dengan Mesin
Penukar Panas (Heat Exchanger), di mana air dingin menembusnya dan udara melewatinya. Metoda yang
lebih memuaskan adalah suatu sistem pendingin di mana air bisa terevaporasi. Hal ini bisa dilakukan
dengan cara menyemprotkan air ke udara melintas diatas kolam, atau melewatkan udara menembus menara
pendingin. Aliran udara ditingkatkan dengan sistem konveksi paksa menembus menara pendingin, dan
bersamaan dengan itu air panas dilewatkan dan disemprotkan ke udara. Efek pendinginan akan semakin
besar bila aliran udara bertambah besar.
Gambar 8.15. Skema proses menara pendingin
Pada saat air jatuh, sebagian air terevaporasi dan untuk menjaga kondisi ini menara dibuat dengan
komponen packing yang memecah aliran. Air hangat akan didinginkan dan suhu udara didinginkan sampai
keadaan jenuh oleh uap air. Air pendingin secara teoritis dapat didinginkan hingga sama dengan suhu bola
basah udara yang masuk, akan tetapi dalam kenyataannya hanya mencapai suhu sebanyak pendinginan yang
didapatkan dan ukuran menara yang digunakan, dan gambaran tersebut digunakan untuk desain pendinginan
air yang meninggalkan menara sebesar 8 K diatas suhu bola basah, dimana bisa terjadi dengan konveksi
alami maupun konveksi paksa. Proses aliran pada menara pendingin ditunjukkan pada Gambar 8.15 dan
Gambar 8.16. Packing dari menara biasanya dibuat dari kayu. Desain modern dari menara pendingin
dilengkapi dengan plastik dari selulosa penyerap yang berfungsi untuk absorpsi air dan memiliki umur
teknis yang lama. Untuk ukuran menara yang telah ditentukan, digunakan packing jenis tersebut kurang
lebih seperlima dari kebutuhan packing kayu dengan konstruksi yang jauh lebih ringan. Desain yang kecil
(compact) dimaksudkan agar memungkinkan untuk dipasang pada puncak bangunan tanpa konstruksi
khusus. Desain ini digunakan dengan sistem konveksi paksa, dengan mengirimkan air hangat melewati
packing dalam suatu sistem yang tersirkulasi.
Semua menara pendingin membebaskan air dingin ke atmosfer pada proses evaporasi, sehingga
dibutuhkan tambahan air pada proses sirkulasinya

Gambar 8.16. Menara pendingin aliran biasa


Contoh 8.7
Suatu menara pendingin ukuran kecil dirancang untuk mendinginkan 5,5 liter air per detik, di mana
suhu masuk 44C. Kipas penggerak 4,75 kW menghasilkan aliran udara sebesar 9 m3/ dt. Suhu udara
masuk 18C dengan RH 60 %. Udara meninggalkan menara diasumsikan jenuh dan suhunya 26C. Hitung
suhu air akhir dan jumlah air yang harus ditambahkan tiap detik. Asumsikan tekanan di dalam menara bisa
dipertahankan konstan 1,013 bar.
Solusi :
Menara pendingin ditunjukkan secara diagramatis pada Gambar 8.14 . Pada pemasukan digunakan
Persamaan 8.5. RH = ps/pg = dan pada 18C sebesar 0,02063 bar. ps1 = 0,6 x 0,02063 = 0,01238 bar.

Gambar 8.17. Skema proses pada menara pendingin untuk contoh soal 8.7.
Dari Persamaan 13.2.
Pada bagian outlet dengan suhu 26C dari tabel didapatkan : pg = 0,03360 dan RH = 100 % sehingga
ps2 = 0,0336 bar. Dengan menggunakan Pers. 8.3. didapatkan

kemudian dengan Pers. 8.1,

Sehingga kebutuhan air yang harus ditambahkan = 0,23 0,0829 = 0,1471 kg/dt.
Juga mw1 5,5 x 1 = 5,5 kg/dt.
Dan mw2mw1 - (air yang ditambahkan) = 5,5 0,1471 = 5,353 kg/dt.
Dengan menerapkan persamaan energi aliran mantap dan dengan mengabaikan perubahan energi
kinetik dan energi potensial,

W = 4,75 kW = 4,75 kJ/dt


Evaluasi entalpi pada datum 0C didapatkan :
hw1 = hf pada 44C = 184,2 kJ/kg
ha1 = 1,005(18-0) = 18,09 kJ/kg
hs1 = 2519,4 + 1,86 (18-10,13) = 2534 kJ/kg
hs2 = hg pada 26C = 2548,4 kJ/kg
ha2 = 1,005(26-0) = 26,13 kJ/kg
uap adalah super panas pada kondisi 1 tingkat keadaan pada temperatur 10,13C, temperatur
jenuhnya (dari Tabel) 0,01238 bar.
Selanjutnya disubstitusikan menghasilkan :
4,75 + 5,5x184,2 + 10,78x18,09 + 0,0829x2534 = 10,78x26,13 + 0,23x2548,4 + 5,353 hw2 hw = 104
kJ/kg
kemudian dengan interpolasi didapatkan :
hf = 104 kJ/kg pada 24,8C.

8.7 Campuran Gas dan Uap selain dari Uap Air


Metoda pada Bab sebelumnya dapat diterapkan untuk campuran uap selain uap air, pada udara atau
gas yang lain. Salah satunya adalah campuran dari gas bahan bakar minyak di dalam piston yang terdiri
dari udara atmosfer dan uap minyak. Antara karburator dengan klep/katup pemasukan, campuran
menerima panas dari pipa bermulut banyak (manifold) yang panas, dan selanjutnya kondisi ini menjadi
bervariasi selama proses induksi. Dengan data yang tersedia maka masalah tersebut bisa diselesaikan
seperti halnya campuran udara kering - uap air dengan istilah yang sama. Hal ini akan dibahas mendalam
pada ilmu tentang pembakaran.
SOAL LATIHAN
1. Udara pada 32C dijenuhkan dengan uap air pada tekanan 1,013 bar. Hitung tekanan parsial uap dan
udara kering. Berapa volume campuran yang berisi 1 kg uap. Hitung juga massa udara yang
diasosiaikan dengan jumlah uap tersebut. Hitung juga besarnya kelembaban spesifik dan kelembaban
relatif campuran.
(Jawaban : 0,04754 bar, 0,9655 bar; 29,6 m3; 32,6 kg; 0,031; 100 % )
2. Tekanan uap air di dalam atmosfer pada tekanan 1,013 bar dan suhu 32C tercatat 0,02063 bar. Berapa
jumlah air yang dibutuhkan agar menjadi jenuh? Hitung besarnya kelembaban spesifik dan kelembaban
relatif. Hitung hingga suhu berapa udara harus didinginkan agar menjadi jenuh. Jika udara didinginkan
hingga 10C dari kondisi awalnya, hitung jumlah kondensat yang dihasilkan tiap kg udara kering.
(Jawaban : 14 K; 0,01293; 43,4%; 18C; 0,0053 kg)
3. Campuran udara dan uap air pada tekanan 1 bar dan suhu 26,7C memiliki kelembaban spesifik 0,0085.
Hitung besarnya prosentase kejenuhan.
( Jawaban : 37,7 % )
4. Campuran udara dan uap air pada 1,013 bar dan suhu 16C titik embun 5C. Hitung besarnya
kelembaban relatif dan kelembaban spesifik.
( Jawaban : 48 %; 0,0054 kg/kg udara kering )
5. Udara Atmosfer pada tekanan 760 mm Hg memiliki suhu 32C dan prosentase kejenuhan yang dihitung
dari diagram psikrometrik 52 %. Hitung : (a) tekanan parsial uap air dan udara kering (b) kelembaban
spesifik (c) titik embun (d) densitas campuran.
(Jawaban : 0,02472 bar; 0,98853 bar ; 0,01556; 20,9C; 1,147 kg/m3)
6. Bandingkan tetapan gas campuran dari udara kering (R=0,287 kJ/kg.K) dengan uap air dengan tekanan
1,013 bar suhu 16C.
( Jawaban : 0,2889 kJ/kg.K )
7. Suhu di dalam ruang dengan volume 38 m3 adalah 25C dan tekanan 1,013 bar. Titik embun dari udara
di dalam ruang tersebut adalah 14C. Jika wadah berisi air tersebut ditempatkan pada ruang tersebut,
estimasi besarnya air yang bisa dievaporasikan. Asumsikan bahwa tekanan di dalam ruang bisa
dipertahankan konstan.
( Jawaban : 0,447 kg )
8. Suatu pengkondisi udara (AC) mempertahankan suhu ruang 21C dan RH 55 % pada saat tekanan
barometrik 740 cm Hg. Hitung kelembaban spesifik dari campuran udara-uap air. Hitung juga suhu
dalam jendela di dalam ruang pada saat mana kejenuhan mulai. Berapa massa uap air per kg udara
kering di dalam ruang yang harus dikeluarkan dari campuran untuk mencegah kondensasi di dalam
jendela jika suhunya menurun menjadi 4C. Hitung kelembaban relatif untuk memenuhi kondisi ini jika
suhu dipertahankan 21C. Tekanan barometrik dipertahankan konstan.
(Jawaban : 0,00876; 11,620 C; 0,0036 kg; 32,7 %)
9. Campuran udara dan uap pada 50C tekanan 1,013 bar terdiri dari 4% uap dan 96% udara kering
berdasarkan basis massa. Hitung : (a) analisis berdasarkan volume (b) tekanan parsial uap dan udara
kering (c) Kelembaban relatif campuran.
( Jawaban : 6,27%; 93,73%; 0,0636 bar; 0,949 bar; 51,5 % )
10. Campuran pada soal 8.8. hitung volume spesifik uap dan pans yang dikeluarkan per kg campuran jika
didinginkan pada volume konstan ke dalam suatu kondisi di mana kondensasi dimulai. Hitung titik
embun dan tekanan ruang pada kondisi ini
(Jawaban : 98,7 m3/kg; 7,1 kJ/kg; 11,2C; 0,953 bar)
11. Campuran pada soal 8.9. hitung entalpi per kg campuran dengan acuan 0C. Hitung juga panas yang
dikeluarkan pada tekanan konstan 1,013 bar untuk memulai kondensasi.
( Jawaban : 151,8 kJ/kg; 13,3 kJ/kg )
12. Suhu bola kering dan bola basah dari ruangan tercatat 25C dan 19,7C. Menggunakan diagram
psikrometrik hitung: (a) kelembaban spesifik dalam gram per kg udara kering, (b) prosentase
kejenuhan, (c) titik embun, (d) volume spesifik campuran, (e) entalpi tiap kg udara kering. Gunakan
perhitungan berdasarkan tekanan atmosfer 1 bar.
(Jawaban : 12,4 g/kg; 62%; 17,2C; 0,86 m3/kg; 57 kJ/kg)
13. Jika atmosfer pada soal 8.12 didinginkan hingga 5C kemudian dipanaskan sampai suhu bola basah
tercatat 17,5C, dengan proses berlangsung isobarik. Asumsikan udara meninggalkan pendingin dalam
keadaan jenuh. Hitung dengan menggunakan diagram : (a) prosentase kejenuhan akhir, (b) kelembaban
spesifik akhir, (c) suhu bola basah akhir, (d) Jumlah kondensat yang terkumpul pada pendingin per kg
udara kering, (e) Panas yang dilepas di dalam proses pendingin per kg udara kering.
(Jawaban : 43,6%; 0,0055; 10,9C; 38,2 kJ/kg; 12,7 kg)
14. Pada sistem pengkondisi udara (AC) udara dengan suhu 32C dan tekanan 1,013 bar ditiupkan ke
dalam ruang dengan prosentase kejenuhan 66,5 %. Mesin AC dibutuhkan untuk mempertahankan suhu
25C dan prosentase kejenuhan 36 %. Hitung suhu di mana udara inlet harus didinginkan di dalam coil
pendingin (asumsikan faktor by-pass coil nol), beban pendinginan, dan panas masuk pada heater.
Sistem mambutuhkan 5 m3/dt udara bebas.
(Jawaban : 8,9C; 315,6 kW; 91,8 kW)
15. Pada musim dingin, udara dengan suhu 5 oC dan prosentase kejenuhan 50 % diumpankan pada
pembangkit AC pada soal 8.14. Jika udara dengan kuantitas yang sama dibutuhkan pada kondisi yang
sama, hitung berapa banyak air yang ditambahkan dan input panas yang dibutuhkan. Suhu air yang
tersedia 25C.
( Jawaban : 1,49 kg/min; 174,4 kW )
16. Udara memasuki menara pendingin konveksi alami pada tekanan 1,013 bar, suhu 13C, dan
kelembaban relatif 50 %. Air pada 60C dari kondensor turbin disemprotkan ke dalam menara dengan
laju 22,5 kg/dt dan meninggalkan menara dengan suhu 27C. Udara meninggalkan menara dengan suhu
38C, tekanan 1,013 bar dalam kondisi jenuh. Hitung: (a) laju aliran udara yang dibutuhkan, (b)
penambahan air yang diperlukan.
( Jawaban : 21 m3/dt; 1 kg/dt )
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, A. 1983. Applied Physics. McGraw-Hill Book Company. Singapore.
Cengel, Y.A. dan M.A.Boles. 1998. Thermodynamics. An Engineering Aproach. McGraw-Hill, Boston.
Eastop, T.D dan A.McConcey. 1982. Applied Thermodynamics for Engineering Technologists SI Unit.
Longman, London and New York.
Ferdiansyah, S.W. 2001. Simulasi Pengeringan Padi Tipe Kontinyu Aliran Silang. Skripsi. Universitas
Brawijaya. Malang
Lestanti, D.E. 2003. Studi Redistilasi Minyak Nilam (Patchouli Oil) dengan Menggunakan Tekanan
Vakum (Kajian dari Suhu dan Penambahan Air). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram psikrometrik ASHRAE no. 1 pada tekanan 1 atm sebagai acuan untuk Bab 7 dan
Bab 8

Lampiran 2. Diagram psikrometrik ASHRAE Satuan Internasional pada tekanan 1 atm. Digunakan
untuk acuan Bab 7 dan Bab 8

Lampiran 3. Tabel uap jenuh berbasis temperatur Lampiran 3 (lanjutan)


Lampiran 4. Tabel uap jenuh berbasis tekanan

Lampiran 4 (lanjutan)

Lampiran 5. Tabel uap superpanas Lampiran 5 (lanjutan)

Keterangan : suhu didalam kurung merupakan suhu jenuh


Lampiran 5 (lanjutan)

Lampiran 5 (lanjutan)

Lampiran 5 (lanjutan)

Lampiran 6. Sifat termodinamika air tertekan Lampiran 7. Es jenuh uap air


Lampiran 7. Es jenuh uap air
[1] Panas telah dianggap sebagai suatu fluida (dikenal sebagai kalori) oleh para ilmuawan dalam abab ke 18, dan panas tidak
ditunjukan sebagai bentuk energi hingga Joule, kirakira 1840, telah membuktikan dengan sederetan percobaan bahwa panas dan
kerja saling menguntungkan dari satu dengan yang lain dapat ditransformasikan. Konsep panas sebagai suatu fluida terlihat asing
sekarang, tetapi teori ini telah digunakan untuk menerangkan banyak fenomena, dan teori tersebut telah dipercaya secara luas
sebelum adanya eksperimen yang dilakukan Joule

Anda mungkin juga menyukai