PENDAHULUAN
Kekeruhan kornea terbagi dalam dua bentuk yaitu bentuk tenang yang
tidak disertai tanda radang dan bentuk yang disertai tanda radang. Bentuk
kekeruhan kornea tanpa tanda radang adalah nebula, makula, leukoma, dan
stafiloma. Kekeruhan kornea dengan tanda- tanda radang aktif didapatkan pada
keratitis atau infiltrat kornea, yang diklasifikasikan sebagai keratitis superfisial
dan keratitis profunda, tukak atau ulkus kornea.(1)
Stafiloma kornea terbagi atas dua, yaitu total, yang mengenai seluruh
kornea dan partial yang mengenai sebagaian kornea. Stafiloma kornea dapat
berbentuk: globus, konus, dan lobolus yang menyerupai anggur. Warna stafiloma
kornea berupa putih atau kebiru-biruan dengan beberapa pembuluh darah kecil
maupun besar sehingga palpebra tidak dapat menutupi mata dengan sempurna.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
2
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas komea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial
antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dan koroid yang
2.1.1 Kornea
3
Gambar 4: Lapisan-lapisan kornea
1. Epitel
a. Tebalnya 50 um, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barier.
2. Membran Bowman
4
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
3. Stroma
a. Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen sejajar satu dengan
yang lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea, yang merupakan fibroblas teletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
5. Endotel
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran Bowman melepaskan selubung schwannnya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
5
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1
b. Media refrakta.
2.2 Definisi
Stafiloma kornea merupakan bentuk penonjolan kornea tipe inflamatoir
berupa sikatrik kornea yang menonjol disertai dengan prolaps iris atau dapat
diartikan sebagai penonjolan setempat kornea akibat tukak kornea perforasi atau
kornea yang menipis dengan terdapat jaringan uvea dibelakang atau
didalamnya.2,5
2.3 Epidemiologi
Menurut Witcher pada tahun 2001 trauma merupakan penyebab utama
penurunan visus pada negara berkembang. 55 juta jiwa mengalami cedera
pertahunnya dengan 19 juta mengalami penurunan visus unilateral. Insiden
staphiloma kornea sekitar 25.000 orang per tahun yang pada umumnya diawali
dengan keratitis. Angka kejadian staphiloma kornea pada penderita yang
menggunakan trauma tajam sekitar 4 kejadian per 10.000 . staphiloma kornea
6
dapat mengenai semua umur, kelompok dengan prevalensi penyakit yang lebih
tinggi adalah mereka dengan faktor risiko.(6)
2.4 Etiologi
a. Infeksi
- Infeksi Bakteri
P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru
menyebutkan bahwa telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah
satu penyebab ulkus kornea. Sebanyak 38,85% ulkus kornea
disebabkan oleh bakteri.
- Infeksi Jamur
disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65%
disebabkan oleh jamur.
- Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
- Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh Acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa
kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air yang tercemar.(7)
b. Non infeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH
- Radiasi atau suhu
- Sindrom sjorgen
- Defisiensi Vitamin A
- Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal,
immunosupresif)
- Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma
- Pajanan (exposure)
- Neurotropik
7
- Trauma mata
c. Sistem imun (reaksi hipersensitivitas)5
2.5 Patofisiologi
Stafiloma kornea dapat timbul karena respon dari adanya kondisi
inflamasi atau degeneratif pada mata akibat dari lemahnya bola mata. Stafiloma
kornea adalah tipe stafiloma yang sering terjadi, paling sering disebabkan oleh
luka dari trauma mekanik atau operasi mata.2,5,6
Pada stadium awal stafiloma hanya terdiri dari prolaps iris yang
langsung ditutupi oleh epitel kemudian epitel yang berproliferasi memenuhi celah-
celah kecil yang ada di situ dan menebal lalu menekan pertumbuhan jaringan di
bawahnya. Pada waktu yang sama, jaringan dipenuhi oleh leukosit, jaringan
granulasi membentuk massa besar di permukaannya dan ini perlahan-lahan
menjadi jaringan parut yang bersatu dengan jaringan normal di kornea, mengikat
keseluruh massa dengan sisa-sisa lensa atau kapsulnya yang nantinya bisa
terkurung dalam lensa (kapsul) menjadi pseudokornea fibrosa.7
Dengan berlalunya waktu, stroma pada iris perlahan-lahan atropi dan diganti
dengan jaringan fibrosa, sedangkan epitel pigmen pecah dan granul pigmen
diambil oleh leukosit dan pergi ke epitel atau tertanam di jaringan parut, dimana ia
tetap di situ untuk beberapa tahun atau secara permanen ketebalan stafiloma
berbeda tergantung jumlah jaringan parut yang terbentuk. Pseudokornea bisa saja
sangat tebal atau setipis kertas dimana epitel tumbuh tepat diantara iris yang
prolaps dengan interposisi (gangguan) jaringan granulasi yang minimal. Pada
keadaan ini jaringan parut mungkin tidak cukup kuat untuk menahan tekanan
intraokuler, jadi penonjolan (bulging) bertambah. Apabila tipis, pigmen uveal
menjadi sangat jelas (tergantung ketebalannya), warnanya bisa bervariasi dari
keabu-abuan hingga biru gelap. Bagian yang menonjol bisa terpisah dengan
benang fibrosa elastis (rectracted : yang bisa ditarik kembali) memberikan
gambaran seperti gugusan anggur.7
8
Perubahan degeneratif mudah terjadi pada waktu tertentu pada stafiloma
kornea, vaskularisasi untuk membentuk degeneratif pannus, penebalan dan
pembentukan tanduk (cornification) pada epitel yang bisa menunjukkan
penurunan pertumbuhan papiler yang diperkirakan terbentuknya gambaran
epidermoid dan perubahan seperti degenerasi hialin atau calcareous degeneration
pada komposisi pseudokornea. Terdapat kecenderungan pada terjadinya
pembentukan torpid atheromatous ulcers, seringkali dikaitkan dengan serangan
inflamasi berulang yang nantinya bisa melibatkan nekosis dan pelepasan sel
(sloughing) yang nyata, yaitu proses progresif yang merupakan stadium akhir
pada panoftalmitis.7
9
mata yang dirasakan nyeri terus menerus atau dirasakan hilang
timbul.
2. Pemeriksaan oftalmologi
USG B-Scan
10
2.8 Diagnosis Banding
2.8.1 Keratektasia
Keratektasia atau corneal ectasia adalah istilah yang menggambarkan
sekelompok penyakit dimana terdapat peregangan dan penipisan pada stroma
kornea yang memicu kepada perubahan bentuk. Keratektasia dapat menjadi
primer seperti pada keratoconus atau sekunder seperti pada respon non spesifik
terhadap penyakit inflamasi sebelumnya, trauma, glaukoma (sebagai contoh,
keratigenous pada glaukoma kongenital). Keratektasia harus dibedakan dengan
stafiloma kornea dimana kornea yang terbentuk menipis disamping jaringan iris.
Keratoconus merupakan bentuk spesifik dari keratektesia bilateral dimana
penipisannya pada aksial atau paraaksial dan etiologinya tidak diketahui. Penyakit
ini merupakan salah satu indikasi paling sering dari keratoplasti dan hasil
postoperatif yang memuaskan.(6)
2.9 Penatalaksaan
2.9.1 Medikamentosa
Anti glaukoma dapat digunakan untuk mengurangi progresifitas dari
stafiloma.
2.9.2 Operatif
1. Eksisi lokal dapat dilakukan pada stafiloma (staphylektomy) dengan
kornea atau sklera patch graft untuk repair.
2. Keratoplasti (Transplantasi kornea) diindikasikan bagi banyak kondisi
kornea yang serius misalnya, adanya jaringan parut, edema, penipisan, dan
distorsi.
3. Iridektomi.
Pada Stafiloma Kornea; Iridektomi basalis, pada tempat kornea
yang paling jernih, dengan demikian maka tensi intraokuler menurun,
protrusion kornea berkurang, visus diperbaiki. Hal ini dilakukan setelah
TIO normal dan visus dengan midriatika ada kemajuan. Stafiloma totalis:
enukleasi bulbi.
Pada Stafiloma sklera ; Iridektomi, bila mata yang membesar
sangat mengganggu dan tak ada visusnya lagi dapat dilakukan enukleasi.
11
4. Eviserasi.
Merupakan prosedur pembedahan yang mana adalah suatu
tindakan operasi dimana isi bola mata dikeluarkan dan skleral cup
disingkirkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kasus supurati intraokular
(panoftalmitis), perdarahan anterior stafiloma dan trauma tembus pada
bola mata dengan keluarnya isi bola mata.
5. Enukleasi.
Enukleasi dilakukan dengan menghilangkan organ dalam dari bola
mata sementara jaringan lain pada orbital diupayakan tetap ada. Ini setelah
pemeriksaan histologi atas bola mata dan keadaan dari nervus optik
menunjukan adanya kelainan juga mengurangi resiko terjadinya simpatetik
oftalmia yaitu keadaan dimana terjadinya reaksi imunologi pada jaringan
uvea setelah terjadinya trauma biasanya timbul pada hari kesembilan
sampai 50 tahun setelah trauma tembus.
Prosedur ini selalu dipilih jika patologi intraokuler yang terjadi
tidak diketahui selain itu indikasi apabila keganasan primer intraokuler
seperti retinoblastoma atau melanoma koroid. Pada kasus trauma berat,
enukleasi dilakukan pada 10 14 hari pertama setelah trauma, juga pada
mata yang nyeri dgn visus buruk seperti pada glaukoma absolut, uveitis
kronik atau post trauma. Enukleasi pada anak-anak tidak dianjurkan karena
akan mempengaruhi pertumbuhan tulang orbita, jika memang harus
dienukleasi maka harus dipasang implan yang besar untuk merangsang
pertumbuhan tulang orbita, dewasa ini penggunaan dermis fat graft pada
anak-anak angka keberhasilan meningkat (diikut tumbuhnya dan mengisi
orbita).
6. Pemakaian implant
12
enukleasi, baru-baru ini telah dilaporkan beberapa keberhasilan dalam
2.10 Komplikasi
anterior staphyloma yang direseksi, semakin besar pula lukanya membuka, dan
semakin tinggi resiko kehilangan vitreous. Resiko yang berbahaya ini akan
meningkat oleh kenyataan bahwa humor vitreous dalam staphylomata yang besar
dan yang sudah lama biasanya sangat cair, dan mengalir keluar seperti air dari
bola mata yang bulat. Tentu saja kehilangan dalam jumlah kecil dari vitreous
sehingga operasi untuk staphyloma tersebut harus diikuti dengan pengeluaran isi
(eviserasi) dari bola mata, yaitu dengan operasi yang mana pasien sangat tidak
menyetujuinya.4
2.11 Prognosis
Diagnosa yang lebih awal dan penanganan dini dapat memberikan hasil
yang memuaskan, serta bergantung dari letak lesi dan luasnya lesi.(8)
13
BAB III
LAPORAN KASUS
1 IdentitasPasien
Nama : Ny.J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Ulee Kareng
Agama : Islam
No CM : 1-11-05-79
Tanggal Pemeriksaan : 28 November 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pandangan kabur pada mata kiri
Keluhan Tambahan :
Nyeri dibelakang bola mata
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUDZA dengan keluhan pandangan pada
mata kiri yang kabur tanpa disertai mata merah dan berair. Keluhan
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, memberat dalam 1 bulan terakhir setalah
operasi katarak pada mata kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri dibelakang
bola mata dan sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan silau saat melihat
cahaya namun hanya dirasakan sesekali. Pasien sebelumnya sudah menjalani
operasi katarak di rumah sakit daerah dua bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah menjalani operasi katarak 2 bulan yang lalu
Riwayat hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien.
14
Pasien sebelumnya pernah berobat kerumah sakit daerah namun pasien tidak
mengetahui nama obatnya dan tidak mngalami perubahan.
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien seorang petani
15
Jelas Iris sulit dinilai
Bulat(+), 3 mm
Pupil Sulit dinilai
RCL (+), RCTL (+)
Keruh (-) Lensa Keruh (+)
4 Pemeriksaan Penunjang
- Refraksi
- Slit lamp
5 Diagnosis
- stafiloma kornea
3.6 Penatalaksanaan
Cendo lytters ED 4x2 tetes ODS
Cendo timolol ED 2x2 tetes OD
Neurodex tab 1x1
3.7 Prognosis
- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
di akibatkan oleh penggelembungan kornea dengan iris menempel dibelakangnya.
Tatalaksana pasien diberikan Cendo lyteers ED 4x2 tetes ODS, Cendo timolol ED
2x2 tetes OD, Neurodex tab 1x1. Cendo lyteers diindikasikan untuk melumasi
mata yang kering atau teriritasi dapat juga diberikan pada gangguan penglihatan
karena kelebihan lendir pada mata. Obat topical timolol sebagai tetes mata
berfungsi untuk produksi aquos humor.
18
BAB V
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
2. Ilyas SH. Glaukoma. In: Buku lmu penyakit mata. edisi ketiga. Balai
penerbit FKUI: Jakarta. 2016; p.212-7
20