Anda di halaman 1dari 31

8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Lanjut usia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur

dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Ade Herman Surya Direja,

2011). Sedangkan menurut UU No. 13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.


Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat

sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengundur,

timbul keriput, rambut berubah, gigi mulai ompong, pendengaran dan

penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat dan kurang

lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.

Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif seperti suka lupa,

kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat kerja, serta tidak mudah

menerima hal/ide baru (Siti Maryam dkk, 2008)

2. Batasan Usia lanjut


Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia

adalah sebagai berikut :


9

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat


a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-49 tahun
b. Usia lanjut (elderly) usia 60- 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyononegoro, Sp.Kj (dalam

Kushariyadi, 2010) batasan usia dewasa sampai usia lanjut dikelompokan

menjadi :

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun


b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) usia 65/70 tahun, terbagi atas :
1) Young old (usia 60-75 tahun)
2) Old (usia 75-80 tahun)
3) Very old (usia >80 tahun)

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas baik

pria maupun wanita, terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2.

3. Proses Menua
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Siti Maryam dkk, 2008)
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat

sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengundur,

timbul keriput, rambut berubah, gigi mulai ompong, pendengaran dan

penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat dan kurang

lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.


10

Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kognitif seperti suka lupa,

kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat kerja, serta tidak mudah

menerima hal/ide baru (Siti Maryam dkk, 2008)


Pada Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai

berikut :
a. Perubahan Fisik
1) Perubahan-perubahan umum dalam penampilan lansia
a) Bagian kepala : bentuk mulut berubah akibat kehilangan gigi atau

karena harus memakai gigi palsu, penglihatan agak kabur, mata tak

bercahaya dan sering mengeluarkan cairan, dagu mengendur

tampak berlipat, pipi berkerut dan kering, bintik hitam pada kulit

tampak lebih banyak, serta rambut menipis dan berubah menjadi

putih atau abu-abu


b) Bagian tubuh : bahu membukuk dan tampak mengecil, perut

membesar dan tampak membuncit, pinggul tampak mengendur dan

lebih lebar dibandingkan dengan waktu sebelumnya, garis

pinggang melebar menjadikan badan tampak seperti terisap, serta

payudara bagi wanita menjadi kendur.


c) Bagian persendian : pangkal tangan menjadi kendur dan terasa

berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Kaki menjadi

kendur dan pembuluh darah balik menonjol, terutama ada disekitar

pergelangan kaki. Tangan menjadi kurus kering dan pembuluh

vena di sepanjang bagian belakang tangan menonjol. Kuku tangan

dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.


2) Perubahan umum fungsi pancaindra
11

a) Sistem penglihatan : ada penurunan yang konsisten dalam

kemampauan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang

rendah serta menurunnya sensitivitas terhadap warna.


b) Sistem pendengaran : orang berusia lanjut kehilangan kemampuan

mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi sebagai akibat

dari berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya pertumbuhan

organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput dalam

telinga.
c) Sistem perasa : perubahan penting dalam alat perasa pada usia

lanjut adalah sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan tunas

perasa yang terletak di lidah dan di permukaan bagian dalam pipi.

Saraf perasa yang berhenti tumbuh ini semakin bertambah dengan

bertambahnya usia. Selain itu, terjadi penurunan sensitivitas papil-

papil pengecap terutama terhadap rasa manis dan asin.


d) Sistem penciuman : daya penciuman menjadi kurang tajam sejalan

dengan bertambahnya usia, sebagian karena pertumbuhan sel di

dalam hidung berhenti dan sebagian lagi karena semakin lebatnya

bulu rambut di lubang hidung.


e) Sistem peraba : kulit menjadi semakin kering dan keras, maka

indra peraba di kulit semakin peka. Sensitivitas terhadap sakit

dapat terjadi akibat penurunan ketahanan terhadap rasa sakit. Rasa

sakit tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh. Bagian tubuh

yang ketahanannya sangat menurun antara lain adalah bagian dahi

dan tangan, sedangkan pada kaki tidak seburuk kedua organ

tersebut.
3) Perubahan umum kemampuan motorik pada lansia
12

a) Kekuatan motorik : penurunan kekuatan yang paling nyata adalah

pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang

menopang tegaknya tubuh. Orang barusia lanjut lebih cepat merasa

lelah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan

diri dari keletihan disbanding orang yang lebih muda.


b) Kecepatan motorik : penurunan kecepatan dalam bergerak bagi

lansia dapat dilihat dari tes waktu, reaksi dan keterampilan dalam

bergerak seperti dalam menulis. Kecepatan dalam bergerak tampak

sangat menurun setelah usia 60.


c) Kekakuan Motorik : lansia cenderung menjadi canggung dan kaku.

Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya

tertumpah dan jatuh. Lansia melakukan sesuatu dengan tidak hati-

hati dan dikerjakan secara tidak teratur.


b. Perubahan Psikologi

Perubahan psikologi pada lansia meliputi short term memory,

frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi

kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan (Siti Maryam dkk,

2008)

c. Perubahan Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara

fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan


13

dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat

bahwa lansia menjadi kurang cekatan (Kuntjoro, 2002).

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga

mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan

kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan

berdasarkan lima tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya

tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai

sangat tua.

2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada

masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan

otonomi pada dirinya.

3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini

biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan

keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak,

tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang

ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit

dari kedukaannya.

4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini

setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,

banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara


14

seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-

marit.

5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personalitiy), pada lansia tipe

ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu

orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

d. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak

fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan

kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran

sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering

menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu

mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih

sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.

Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul

perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan

barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila

ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro,

2002)

4. Masalah kesehatan jiwa pada lansia


15

Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka

mengalami berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian dan

mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah kesehatan jiwa

pada lansia. Masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami oleh golongan

lansia pada saat mereka mulai merasakan adanya tanda-tanda terjadinya proses

penuaan pada dirinya (R Siti Maryam dkk, 2012).


Menurut R Siti Maryam dkk (2012), beberapa faktor yang mendukung

terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia :


a. Kesehatan fisik yang buruk
b. Perpisahan dengan pasangan
c. Perumahan dan transportasi yang tidak memadai
d. Sumber finansial berkurang
e. Dukungan sosial berkurang
Kriteria optimal lansia sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) adalah sebagai berikut :


a. Dapat menerima kenyataan yang baik maupun buruk
b. Puas dengan hasil karyanya
c. Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima
d. Secara relatife bebas dari rasa tegang dan cemas
e. Berhubungan dengan orang lain untuk tolong menolong dan saling

memuaskan.
f. Mengambil hikmah dari kejadian buruk
g. Mengalihkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan

konstruktif
h. Mempunyai rasa kasing sayang yang besar.
Menurut R. Siti Maryam dkk (2012), masalah kesehatan jiwa yang

sering timbul pada lansia meliputi kecemasan, depresi, insomnia, paranoid dan

demensia

a. Kecemasan
Gejala-gejala kecemasan yang dialami oleh lansia sebagai berikut :
1) Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian yang

akan terjadi
2) Sulit tidur sepanjang malam
16

3) Rasa tegang dan cepat marah


4) Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap

penyakit yang berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang

sebenarnya tidak dideritanya.


5) Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
6) Rasa panik terhadap masalah yang ringan.
b. Depresi
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering terjadi pada

lansia dengan gejala sebagai berikut :


1) Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat pagi

yang bukan merupakan kebiasaanya sehari-hari.


2) Sering kelelahan, lemas dan kurang dapat menikmati kehidupan

sehari-hari.
3) Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan.
4) Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
5) Daya konsentrasi berkurang
6) Pada pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan dengan rasa

pesimis atau perasaan putus asa.


7) Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun

secara cepat.
Depresi dapat timbul secara spontan ataupun sebagai reaksi

terhadap perubahan-perubahan dalam kehidupan seperti (R. Siti Maryam

dkk, 2012) :
1) Cacat fisik atau mental seperti stroke ataupun demensia, sehingga

menjadi sangat tergantung pada orang lain.


2) Suasana duka cita
3) Meninggalnya pasangan hidup.
c. Insommia
Kebiasan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat

mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal

serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang

malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan
17

kegiatannya pada malam hari. Hal ini disebabkan antara lain sebagai

berikut :
1) Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga masih

semangat sepanjang malam


2) Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari.
3) Gangguan cemas dan depresi
4) Tempat tidur dan suasan kamar kurang nyaman
5) Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada

malam hari.
6) Infeksi saluran kemih
d. Paranoid
Lansia terkadang merasa ada orang yang mengancam,

membicarakan serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang-

barang miliknya. Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada

dasarnya, hal ini merupakan kondisi yang disebut paranoid dengan gejala-

gejala sebagai berikut :


1) Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman atau

orang-orang di sekelilingnya
2) Lupa akan barang-barang yang disimpan dan kemudian menuduh

orang-orang disekelilingnya mencuri dan menyembunyikan barang

miliknya
e. Demensia
Demensia senilis merupakan gangguan mental yang berlangsung

progresif, lambat dan serius yang disebabkan oleh kerusakan organik

jaringan otak. Berdasarkan penyebabnya, demensia dibagi menjadi tiga

jenis yaitu :
1) Demensia alzheimer yang penyebabnya adalah kerusakan otak yang

tidak diketahui.
2) Demensia vascular yang penyebabnya adalah kerusakan otak karena

stroke yang multiple.


18

3) Demensia lain yang penyebabnya adalah kekurangan vitamin B12 dan

tumor otak
Gejala-gejala demensia adalah sebagai berikut :
1) Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan seharihari.
2) Mengabaikan kebersihan diri.
3) Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang

semakin berat, nama orang atau keluarga dapat dilupakan.


4) Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang
5) Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan berpakaian

pada malam hari.


6) Tidak dapat mengenal demensia ruang atau tempat.
7) Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat marah
8) Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelas.

B. depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga

hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalamai gangguan dalam menilai

realitas, kepribadian masih utuh dan perilaku dapat terganggu tetapi masih

dalam batas-batas normal (Dadang Hawari, 2011).


Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini.Hal

ini amat penting karena orang dengan depresi produktivitasnya menurun dan

ini amat buruk akibatnya bagi masyarakat, bangsa dan Negara yang sedang

membangun.Orang yang mengalami depresi adalah orang yang amat

menderita dan depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan

tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika

Serikat (Dadang Hawari, 2011).


1. Faktor-faktor penyebab Depresi
19

Menurut R Siti Maryam (2012), depresi dapat timbul secara spontan

ataupun sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan dalam kehidupan

seperti :
a) Cacat fisik atau mental seperti stroke ataupun demensia, sehingga

menjadi sangat tergantung pada orang lain.


b) Suasana duka cita

c) Meninggalnya pasangan hidup.

Menurut Lumongga (2009), gangguan depresi pada umumnya

dicetuskan oleh peristiwa hidup tertentu. Kenyataannya peristiwa hidup

tersebut tidak selalu diikuti depresi, hal ini mungkin disebabkan karena

ada faktor-faktor lain yang ikut berperan mengubah atau mempengaruhi

hubungan tersebut.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab depresi dibagi menjadi

faktor fisik dan faktor psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci

faktor-faktor penyebab depresi tersebut :


a. Faktor Fisik

Faktor fisik penyebab depresi terdiri dari:

1) Faktor Genetik

Seorang yang dalam keluarga diketahui menderita depresi

berat memiliki risiko lebih besar menderita gangguan depresi

daripada masyarakat pada umumnya. Gen ( kode biologis yang

diwariskan dari orang tua) berpengaruh dalam terjadinya depresi,

tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorang

pun peneliti yang mengetahuinya secara bagaimana gen bekerja.

Seseorang tidak akan menderita depresi hanya karena ibu, ayah,


20

atau saudara menderita depresi, tetapi risiko terkena depresi

meningkat.

2) Susunan Kimia Otak dan Tubuh

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang

peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang

depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia

tersebut. Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama

dalam mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya

berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada wanita,

perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran anak dan

menopause juga data meningkatkan risiko terjadinya depresi.

3) Faktor Usia

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia

muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena

depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat

tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu

peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa,

masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas

hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita

depresi semakin menurunyang menunjukkan bahwa remaja dan

anak-anak semakin banyak yang terkena depresi.

4) Gender
21

Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi

daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi,

bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi

daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada

wanita. Bagaimanapun, tekanan sosialpada wanita yang

mengarahkan pada depresi . misalnya, seorang diri dirumah

dengan anak-anak kecil lebih jarang ditemui pada pria daripada

wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi

yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga

menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi

atau menjadi pemicu penyakit depresi

5) Gaya Hidup

Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak

pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu

kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stres dan kecemasan

digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur

serta olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor

beberapa orang mengalami depresi.

6) Penyakit fisik

Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut

karena mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat

mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan

diri, juga depresi. Alasan terjadinya depresi cukup kompleks.


22

Misalnya, depresi sering terjadi setelah serangan jantung,

mungkin karena seseorang merasa mereka baru saja mengalami

kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau karena mereka

tiba-tiba menjadi orang yang tidak berdaya . pada individu lanjut

usia penyakit fisik adalah penyebab yang paling umum terjadinya

depresi.

b. Faktor Psikologis

Ada beberapa faktor psikologis penyebab depresi yaitu:

1) Kepribadian

Menurut Gordon (dalam Lumongga, 2009), seseorang yang

menunjukan hal-hal berikut memiliki risiko terkena depresi:

a) Mengalami kecemasan tingkat tinggi, seorang pencemas atau

mudah terpengaruh

b) Seorang pemalu atau minder

c) Seseorang yang suka mengkritik diri sendiri atau memiliki

harga diri yang rendah

d) Seseorang yang hipersensitif

e) Seseorang yang perfeksionis

f) Seseorang dengan gaya memusatkan perhatian pada diri

sendiri (self-focused).

2) Harga Diri (self-esteem)

Harga diri merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan perilaku individu. Setiap orang menginginkan


23

penghargaan diri positif terhadap dirinya, sehingga seseorang akan

merasa dirinya berguna atau berarti bagi orang lain meskipun

dirinya memiliki kelemahan mental dan fisik. Terpenuhinya

keperluan penghargaan diri aan menghasikan sikap dan rasa

percaya diri, rasa kuat menghadapi sakit, rasa damai, namun

sebaiknya apabila keperluan penghargaan diri ini tidak terpenuhi,

maka akan membuat seseorang individu mempunyai mental lemah

dan berpikir negatif sehingga cenderung terkena depresi.

3) Stres

Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,

pindah rumah, atau stres berat yang lain dianggap dapat

menyebabkan depresi

a. Pengertian
Menurut National Safety Council (dalam Widyastuti,

2004) mendefenisikan stress sebagai ketidakmampuan

mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik,

emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat

mempengaruhi kesehatan fisik manuasia tersebut.


Menurut H. Handoko (dalam Lukaningsih, 2011), stres

adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,

proses berfikir dan kondisi seseorang


Menurut Hans Selye (dalam dadang Hawari, 2011), yang

dimaksud dengan stres adalah respons tubuh yang sifatnya non

spesifik terhadap setiap tuntutan bebas atasnya.


b. Gejala-gejala Stres
24

Menurut Lukaningsih (2011), stress memilik dua gejala yaitu

gejala fisik dan psikis :


1) Gejala Fisik
Gejala stres secara fisik dapat berupa jantung berdebar,

napas cepat dan memburu/terangah-engah, mulut kering,

lutut gemetar, suara menjadi serak, perut melilit, nyeri

kepala seperti di ikat, berkeringat banyak, tangan lembab,

letih yang tak beralasan, panas dan otot tegang.


2) Gejala Psikis
Keadaan stres dapat membuat orang-orang yang

mengalaminya merasa gejala-gejala psikoneurosa, seperti

cemas, resah, gelisah, sedih, depresi, curiga, fobia, bingung,

salah faham, agresi, labil, jengkel, marah, lekas panik dan

cermat yang berlebihan.

c. Faktor-faktor penyebab stres


Menurut Lukaningsih (2011), faktor-faktor penyebab stres

antara lain :
1) Kondisi biologic
Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik dengan kerusakan

organ biologic, kelelahan fisik, kekacauan fungsi bilogic

yang kontinyu
2) Kondisi psikologic
a) Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan

kehidupan modern
b) Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau

perasaan rendah diri (self devaluation) seperti

kegagalan mencapai sesuatu yang sangat di idam-

idamkan
25

c) Berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan,

kawan atau pasangan hidup yang sangat dicintai.


d) Berbagai kondisi kekurangan yang dihayati sebagai

cacat yang sangat menentukan seperti penampilan fisik,

jenis kelamin, usia, intelegensi dan lain-lain.


e) Berbagai kondisi perasaan bersalah terutama yang

menyangkut kode moral etika yang dijunjung tinggi

tetapi gagal dilaksanakan.

3) Kondisi sosio cultural


a) Berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya

(menciutnya anggaran rumah tangga, pengangguran dan

lain-lain)
b) Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik,

kekecewaan dan sebagainya.


c) Persaingan keras dan tidak sehat.
d) Diskriminasi dan segala macam keterkaitannya akan

membawa pengaruh yang menghambat perkembangan

individu dan kelompok


d. Tahapan stres
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak

disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara

lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut

dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik

dirumah, ditempat kerja ataupun dipergaulan lingkungan

sosialnya (Dadang Hawari, 2011).


Dr. Robert J. Van Amberg, 1979 (dalam dadang Hawari,

2011) dalam penelitiannya membagi tahapan stres sebagai

berikut :
26

1) Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan,

dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai

berikut :
a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
b) Penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya
c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari

biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi

dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan

pula.
d) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin

bertambah semangatnya, namun tanpa disadari

cadangan energi semakin menipis.


2) Stres tahap II
Dalam tahap ini dampak stres yang semula

menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di

atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang

disebabkan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari

karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara

lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi

atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit

(Dadang Hawari, 2011). Keluhan-keluhan yang sering

dikemukan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II

adalah sebagai berikut :


a) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya

merasa segar
27

b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang


c) Lekas merasa capai menjelang sore hari
d) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman

(bowel discomfort)
e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-

debar)
f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
g) Tidak bisa santai
3) Stres tahap III
Bilamana sesorang itu tetap memaksakan diri dalam

pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan

sebagaimana diuraikan pada stress tahap II tersebut di atas,

maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-

keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu :


a) Gangguan usus dan lambung semakin nyata, misalnya

keluhan maag (gastritis), buang air tidak teratur

(diare)

b) Ketegangan otot-otot semakin terasa


c) Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional

semakin meningkat.
d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk

memulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun

tengah malam dan sukar kembali tidur (middle

insomnia), atau terbangun terlalu pagi/dini hari dan

tidak dapat kembali tidur (late insomnia)


e) Koordinasi tubuh tertanggu (badan terasa oyong dan

serasa mau pingsan)


Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada

dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres


28

hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan

untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang

mengalami defisit (Dadang Hawari, 2011)


4) Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri

ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap

III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak

ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya

(Dadang Hawari, 2011)


Bilamana hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus

memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat,

maka gejala stress tahap IV akan muncul sebagai berikut :


a) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah teramat sulit
b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan

mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa

lebih sulit.
c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi

kehilangan kemampuan untuk merespons secara

memadai
d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin

sehari-hari
e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang

menegangkan
f) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada

semangat dan kegairahan


g) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
h) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak

dapat dijelaskan apa penyebabnya.


5) Stres tahap V
29

Bilamana keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan

jatuh dalam stress tahap V yang ditandai dengan hal-hal

sebagai berikut :
a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam

(physical and psychological exhaustion)


b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan

sehari-hari yang ringan dan sederhana


c) Gangguan system pencernaan semakin berat (gastro-

intestinal disorder)
d) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang

semakin meningkat, mudah bingung dan panik.


6) Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang

mengalami panik (panic attack) dan perasaan takut mati.

Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini

berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) bahkan

ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena

tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh (Dadang

hawari, 2011). Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai

berikut :
a) Debaran jantung teramat keras
b) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)
c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat

bercucuran
d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e) Pingsan atau kolaps (collapse)

Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana

digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan

fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional)


30

organ tubuh sebagai akibat stressor psikologi social yang

melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya

(Dadang Hawari, 2011).

7) Lingkungan Keluarga

Ada beberapa penyebabnya yaitu:

a. Kehilangan orang tua ketika masih anak-anak. Ada bukti

bahwa indivdu yang kehilangan ibu mereka ketika muda

memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Kehilangan yang

besar ini akan membekas secara psikologis dan membuat

seseorang lebih mudah terserang depresi tetapi, di satu sisi,

mungkn saja membuat orang lebih tabah. Akibat psikologis,

sosial, dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang

tua yang lebih penting daripada kehilangan itu sendiri

(Lumongga, 2009).
b. Jenis Pengasuhan. Psikolog menemukan bahwa orang tua

yang sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan

dan menolak semua kegagalan membuat anak-anak lebih

mudah terserang depresi di masa depan (Lumongga,2009).


c. Penyiksaan fisik dan seksual ketika kecil. Penyiksaan fisik

atau seksual dapat membuat seseorang berisiko terserang

depresi berat sewaktu dewasa (Lumongga, 2009).


2. Tanda dan Gejala
Menurut Nugroho (1999), gejala depresi dapat terlihat seperti lansia

menjadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus asa,

aktivitas menurun, kurang nafsu makan, cepat lelah dan susah tidur malam
31

Menurut Dadang hawari (2011) beberapa tanda dan gejala depresi

sebagai berikut :
1) Sukar tidur (insomnia) atau sebaliknya banyak tidur (hypersomnia)
2) Lesu atau keluhan yang menahun
3) Perasaan kurang mampu, rendah diri atau mencela diri sendiri
4) Berkurangnya efektivitas atau produktivitas di sekolah, pekerjaan atau

di rumah
5) Berkurangnya konsentrasi, perhatian atau kemampuan untuk berfikir

jernih
6) Menarik diri dari pergaulan sosial
7) Kehilangan minat atau kemampuan menikmati dalam aktivitas yang

menyenangkan
8) Iritabiltas (mudah tersinggung) atau marah yang berlebihan tidak pada

tempatnya.
9) Tidak mampu menanggapi pujian atau penghargaan dengan perasaan

senang
10) Kurang aktif atau kurang bicara dari biasanya, merasa lamban dan

gelisah
11) Bersikap pesimis terhadap masa depan, menyesali peristiwa masa lalu

atau mengasihi diri sendiri.


12) Mudah haru, mata berlinang atau menangis
13) Pikiran berulang tentang kematian atau keinginan bunuh diri

3. Tingkat Depresi

Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) III, tingkatan depresi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu

depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat.Dimana perbedaan antara

episode depresif ringan, sedang dan berat terletak pada penilaian klinis

yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang

ditemukan.

a. Depresi Ringan
32

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresif

seperti tersebut diatas.

2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.

3) Tidak boleh ada gejala beratnya diantaranya.

4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar

2 minggu.

5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukan.

b. Depresi Sedang

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

seperti pada episode depresi ringan.

2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala

lainnya.

3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Depresi berat dibagi menjadi 2 jenis yaitu

1) Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri cirinya :

a) Semua 3 gejala depresi harus ada.

b) Ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainya dan

beberapa diantaranya harus berintensitas berat.


33

c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi

psikomotor) yang mencolok, maka pasien nubgkin tidak mau

atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci.

d) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang

kurangnya 2 minggu,akan tetapi jika gejala amat berat dan

beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk

menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2

minggu.

e) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan

kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali

pada taraf yang sangat terbatas.

2) Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri cirinya:

a) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi

berat tanpa gejala psikotic.

b) Disertai paham, halusinasi atau stupor depresif, paham

biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung

jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau aolfatoric

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau

kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang

berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau

halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi

dengan efek (mood congruent).


34

C. Alat Ukur Depresi dan Stres

1. Alat ukur Depresi

a. Geriatric Depression Scale ( GDS )

Skala depresi geriatric disusun oleh Yassavege (1982) adalah

skala depresi untuk orang lanjut. GDS merupakan skala self rating

yang di gunakan khususnya untuk klinik, terdiri dari 15 item yang

telah di modifikasi setiap jawaban yang cocok diberi skor 1(satu)

untuk kemudian tiap skor yang terkumpul di jumlahkan untuk

mengetahui adanya depresi pada lanjut usia jawaban ya pada

pertanyaan nya nomor 2,3,4,6,8,9,10,12,14 dan 15 akan mendapat skor

1 ( satu ) jawaban tidak pada pertanyaan nomor 1,5,7,11, dan 13

juga akan mendapat skor 1(satu).

Dengan tingkatan depresi sebegai berikut :

1) Skor 0-4 : tidak depresi

2) Skor > 5-15 : depresi

b. Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD)

Skala ini di rancang oleh Max Hamilton (1960) digunakan

untuk mengidentifikasi keparahan depresi pada pasien yang

didiagonosa terdiri dari 21 item pernyataan, masing-masing item

dibuat berdasar literatur medis dan pengalaman klinik atas gejala-

gejala yang sering ditunjukan oleh pasien.

c. Beck Depression Inventory (BDI)


35

Dirancang oleh Beck (1960) yang dapat digunakan sebagai

digunakan sebagai instrument penyaring depresi di komunikasi dan

penelitian klinik. Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagaikan

gejala dan sikap yang berhubung dengan depresi alat ini dapat dengan

muda dinilai dirancang untuk digunakan dalam pertanyaan dengan

sejumlah jawaban yang telah ditemukan.

2) Alat ukur stress


a. Skala Holmes
Dalam skala ini terdapat 36 butir berbagai pengalaman dalam khidupan

seseorang, yang masing-masing diberi nilai (score). Kalau jumlah nilai

berbagai pengalaman seseorang itu melebihi angka 300 dalam kurun

waktu 1 tahun masa kehidupan, maka yang bersangkutan sudah

menunjukkan gejala-gejala stress. Alat ukur ini dapat dilakukan oleh

diri yang bersangkutan (self assessment) dan tentunya tidak semua ke

36 butir tersebut akan dialami oleh seseorang (Dadang Hawari,

2011)
b. Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42)

Depression Anxiety Stres Scale (DASS) adalah kuesioner 42-item yang

mencakup tiga laporan diri skala dirancang untuk mengukur keadaan

emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. Masing-masing tiga

skala berisi 14 item. Skala stres yaitu pertanyaan No. 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18,

22, 27, 29, 32, 33, 35 dan 37. Skor untuk masing-masing responden selama
36

masing-masing sub-skala, kemudian dievaluasi sesuai dengan keparahan-

rating indeks di bawah :

1) Normal / Ringan / Sedang : 0-25

2) Stres Berat / Sangat Berat : > 25

D. Kerangka Teori

Pada lansia terjadi proses penuaan, penuaan adalah proses alami yang

tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia

pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh

secara keseluruhan (Depkes RI, 2001)

Proses penuaan yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain cenderung

berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan

jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002). Masalah kesehatan jiwa

adalah masalah paling banyak dihadapi oleh kelompok lansia, terbesar adalah

depresi (lumongga, 2009).


37

1. Faktor fisik

Susunan kimia otak dan

tubuh

Usia

Gender

Gaya hidup

Penyakit fisik Depresi


2. Faktor psikologis

Kepribadian

Harga diri

Stress

Lingkungan keluarga

Penyakit jangka panjang


(lumongga, 2009).

Keterangan :
38

: Diteliti

: Tidak di teliti

Anda mungkin juga menyukai