Anda di halaman 1dari 6

Diklatpim Pola Baru:

Implementasi dan Tantangannya


Achmad Nidjam, Widyaiswara Madya
achmad.nidjam@gmail.com

ABSTRAK
Pola baru Diklatpim yang ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara merupakan Reformasi
Sistem Diklat dengan perubahan yang sangat mendasar dalam hal tujuan, syarat dan media
pembelajaran. Fokus diklat diarahkan pada pembentukan karakter birokrat profesional tidak
berhenti pada pembentukan kompetensi saja.
Tahap implementasi menjadi periode yang sangat penting dalam penerapan diklatpim pola baru
dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga Peraturan Kepala LAN tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan dapat dilaksanakan secara
maksimal dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Potensi kendala-kendala yang mungkin
timbul dalam implementasinya menyangkut aspek perencanaan, anggaran, infrastruktur dan
kesiapan peserta oleh masing-masing lembaga diklat.
Kata kunci: reformasi, sistem, diklat, karakter, birokrat

Pendahuluan
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim) yang
diperuntukkan bagi pejabat struktural eselon I, II, III dan IV telah mengalami berbagai
perubahan, baik perubahan nomenklatur maupun pola pembelajaran. Diawali dengan Sekolah
Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (Sepada); Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan
(Sepala); Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (Sepadya); dan Sekolah Staf dan
Pimpinan Administrasi Nasional (Sespanas). Selanjutnya, Diklat Administrasi Umum (Adum),
Sepala, Sepadya, dan Sespanas yang berlangsung sampai tahun 2001, dan kemudian secara
nomenklatur berubah menjadi Diklatpim I, II, III dan IV sampai dengan saat ini.
Perubahan selanjutnya adalah dengan dilahirkannya Pola Baru Diklatpim oleh Lembaga
Administrasi Negara (LAN) yang efektif diberlakukan mulai tahun anggaran 2014. Perubahan ini
ditetapkan melalui Peraturan Kepala LAN Nomor 10 tahun 2013, Peraturan Kepala LAN Nomor
11 tahun 2013, Peraturan Kepala LAN Nomor 12 tahun 2013dan Peraturan Kepala LAN Nomor
13 tahun 2013. Keempat Perkalan tersebut memuat Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I, Tingkat II, Tingkat III dan Tingkat IV.
Pola baru Diklatpim ini oleh LAN disebut sebagai Reformasi Sistem Diklat yang
sejatinya dimulai dari diklat prajabatan. Reformasi diklat dilakukan dengan perubahannya yang
sangat mendasar, meliputi tujuan, syarat dan media pembelajarannya yang sangat berbeda
dengan pola sebelumnya. Fokus pada pola baru ini adalah pembentukan karakter (character)
birokrat yang profesional yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai dasar aparatur sipil
negara dan tertatanamnya etika publik yang tinggi, sehingga diklat yang dilakukan tidak berhenti
pada pembentukan kompetensi saja. Dwiyanto (2013) mengatakan bahwa perubahan yang cukup
signifikan tersebut mencakup pada materi pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan
kemampuan kepemimpinan (leadership) birokrasi di sektor publik dalam memimpin proses
perubahan diinstansinya. Materi pembelajaran tidak sepenuhnya klasikal, tapi sifatnya on-off
kampus yang berbasis pada pengalaman.
Implementasi sebuah kebijakan tidak selalu berjalan mulus dan sesuai dengan harapan,
begitu pula dengan implementasi Diklatpim Pola Baru yang telah dicanangkan oleh LAN dan
wajib dilaksanakan oleh seluruh lembaga Diklat pada tahun 2014.

Menyoroti Kesiapan Implementasi Diklatpim Pola Baru


Implementasi Perkalan tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklatpim Pola Baru yang
ditetapkan pada bulan September 2013 dan diberlakukan mulai tahun 2014 memerlukan usaha
ekstra keras dari seluruh jajaran lembaga Diklat supaya Diklatpim Pola Baru dapat
diselenggarakan oleh lembaga Diklat sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Tahap
implementasi menjadi periode yang sangat penting dalam kebijakan publik karena Perkalan ini
akan menjadi sia-sia ika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga Perkalan
dapat dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
Oleh karena itu, karena tahapan implementasi kebijakan ini menerapkan top down
sebagaimana dikategorikan oleh Agustino (2006:155) dan dikutip oleh Nugroho, bahwa
implementasi kebijakan dengan pendekatan top down atau command and control (Lester Stewart,
2000:108) dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat dan keputusan-
keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan ini bertolak dari perspektif bahwa keputusan-
keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan
oleh administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level bureaucrat). LAN
menerapkan pola ini sebagai lembaga pembina diklat terhadap lembaga-lembaga diklat dibawah
binaannya.
Karena pelaksanaan Perkalan sudah menjadi satu keharusan yang tidak dapat ditunda lagi
untuk dilaksanakan maka perlu disusun sebuah action plan bagi lembaga-lembaga diklat dalam
mengantisipasi perubahan teknis yang cukup signifikan dibandingkan dengan pola lama sehingga
menuntut perubahan dalam aspek perencanaan, anggaran, infrastruktur dan kesiapan peserta oleh
masing-masing lembaga diklat.
Beberapa perubahan yang dapat dikatakan radikal adalah dalam hal persyaratan,
pembiayaan, proses pembelajaran dan aktualisasi dan pola pengajaran. Dari sisi persyaratan,
keharusan calon peserta untuk memiliki kemampuan bahasa Inggris yang dibuktikan dengan
sertifikat kemahiran berbahasa baik semisal TOEFL dan sejenisnya, mengharuskan calon peserta
mempersiapkan sejak dini untuk me"resmi"kan kemampuan bahasa Inggris-nya. Pola paru proses
pembelajaran mengalami kenaikan anggaran yang cukup besar terjadi pada implementasi on-off
campus, yaitu peserta harus melakukan perjalanan pergi-pulang dari tempat asal ke lokasi diklat
sebanyak tiga kali perjalanan vice versa, sementara dalam pola lama perjalanan ini cukup
dilakukan satu kali vice versa. Sementara itu proses aktualisasi yang mengharuskan peserta
untuk menyusun rancangan perubahan mensyaratkan agar para mentor para peserta juga
memiliki mindset perubahan, sehingga dapat menghidarkan terjadinya gap selama masa proses
pembelajaran.
Pola pengajaran yang mengharuskan narasumber menjadi pendamping peserta selama
proses diklat berlangsung memerlukan tambahan kompetensi karena selama ini yang berjalan
adalah narasumber baik widyaiswara maupun pejabat struktural atau profesi lainnya "selesai
mengajar langsung pulang" dan selesailah pembelajaran sebuah mata diklat. Dalam pola baru,
untuk beberapa mata diklat tertentu narasumber mempunyai kewajiban mendampingi,
memonitor, dan membimbing sejak mata diklat selesai diajarkan sampai dengan selesainya diklat
secara keseluruhan. Konsekwensinya adalah para widyaiswara yang ada saat ini perlu dididik
dan dilatih untuk memenuhi kompetensi yang dibutuhkan dalam pembelajaran diklatpim pola
baru. Demikian juga dengan narasumber lainnya diluar widyaiswara perlu dibentuk dan
diberikan pembekalan pemahaman mengenai pola pengajaran diklatpim sehingga dapat
bersinergi dengan peserta dan widyaiswara pada khususnya.
Implementasi Perkalan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya
manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya, kecukupan anggaran yang dapat menjamin
terlaksananya diklatpim pola baru sehingga dapat berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan
dan sasaran, fasilitas atau sarana dan prasarana, serta informasi yang relevan dan cukup terkait
bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan.
Potensi kendala-kendala yang mungkin timbul dalam implementasi Perkalan tentang
Diklatpim pola baru dapat diurakan antara lain:
satu, sosialisasi yang sangat pendek waktunya untuk sebuah kebijakan dengan perubahan radikal
yaitu hanya berkisar empat bulan dari sejak ditetapkannya Perkalan tersebut dengan mulai
berlakunya tahun anggaran 2014. Waktu dimana seluruh proses penyusunan anggaran di setiap
kementerian/lembaga telah selesai dilaksanakan, dan tentunya masih mengacu kepada
pembiayaan diklatpim pola lama. Sebenarnya sepanjang besaran pagu masih sama antara
diklatpim pola lama dengan pola biru, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun dalam
kenyataannya, dengan pola on off class memerlukan tambahan pembiayaan yang cukup besar
sehingga diperlukan adanya revisi penganggaran yang tentunya akan berakibat pada program
kegiatan lainnya di suatu instansi.
dua, kesiapan sarana dan prasarana serta pendukung proses pembelajaran yaitu modul-modul
diklat dan pengajar. Seyogyanya LAN dapat sesegara mungkin mendistribusikan seluruh modul
mata diklat sesuai dengan kurikulum baru, dan menyediakan/menyelenggarakan Training of
Facilitator (ToF) untuk mengembangkan kompetensi widyaiswara kementerian/lembaga,
khususnya dalam melakukan dikjartih Diklatpim
tiga, komunikasi dalam implementasi Perkalan tidak hanya disampaikan kepada lembaga diklat
saja tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait sebagai pemangku kepentingan
baik kementerian, instansi vertikal di daerah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota. Dengan kejelasan informasi dapat menghindari kesalahan interpretasi dari
stakeholders, untuk itu informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan
kebingungan lembaga diklat maupun stakeholder.
empat, adanya perbedaan pembiayaan dalam penyelenggaraan Diklatpim antara Standar Biaya
Umum yang ditetapkan melalui Perkalan Nomor 20 Tahun 2013 dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : F72/PHK.02/2014, dapat menimbulkan perbedaan persepsi dengan lembaga
pengawasan internal dan eksternal sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan dalam hal
pemeriksaan keuangan.

Penutup
Kendala-kendala yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan Diklatpim pola baru baik dari
aspek aspek perencanaan, anggaran, infrastruktur dan kesiapan peserta perlu diantisipasi secara
dini, sehingga Diklatpim pola baru dapat diselenggarakan secara maksimal dan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Dari unsur lembaga diklat dan stakeholders, perlu dilakukan langkah-
langkah yang mendukung bagi terlaksanya implementasi Diklatpim pola baru, yaitu :
satu, mendorong seluruh aparatur calon peserta Diklatpim untuk melakukan sertifikasi
kemahiran berbahasa Inggris sebagai salah satu syarat penting untuk mengikuti Diklatpim.
dua, melakukan revisi anggaran disesuaikan dengan kebutuhan Diklatpim pola baru yang
ditetapkan melalui Perkalan Nomor 20 Tahun 2013 tentang Standar Biaya Umum Diklatpim.
tiga, LAN perlu menyampaikan penetapan Perkalan Nomor 20 Tahun 2013 kepada Kementerian
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, sehingga dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan
perbedaan persepsi dengan lembaga pengawasan internal dan eksternal, karena dalam SBU
LAN, . ditemukan beberapa pembiayaan yang berbeda dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor : F72/PHK.02/2014.
empat, lembaga diklat menyusun plan of action meliputi perencanaan, sosialisasi, penyiapan
fasilitas dan sarana prasarana, penyiapan modul dan bahan ajar serta narasumber, penyesuaian
anggaran dan kegiatan, seleksi peserta lebih dini, koordinasi dengan stakeholders serta rencana
antisipasi terhadap kendala yang mungkin timbul.

Harapan kita, seluruh upaya maksimal yang telah dilakukan oleh LAN, lembaga diklat dan
stakeholders tentunya adalah penyelenggaraan Diklatpim pola baru dapat dilaksanakan dengan
sukses sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Namun demikian, perlu juga diberikan
ruang kemungkinan dilaksanakannya Diklatpim dengan pola lama atau melakukan moratorium
Diklatpim selama satu tahun, bagi lembaga diklat yang menemukan kendala baik dari aspek
anggaran, widyaiswara maupun peserta. Moratorium ini bertujuan agar lembaga diklat
menyiapkan diri secara maksimal dan menyesuaikan anggaran penyelenggaraan Diklatpim pada
tahun 2015.
Daftar Pustaka
Dwiyanto, Agus (2013), Reformasi Kelembagaan dan Revitalisasi Pengelolaan Pemerintah
Dalam Mndukung Percepatan Reformasi Birokrasi. Makalah Seminar tanggal 29 Agustus
2013. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
http://www.menpan.go.id/berita-terkini/1767-pola-diklatpim-dirombak-total, diakses tanggal 8
Pebruari 2014.
Nugroho, Didik (2012), Implementasi kebijakan Publik, makalah dalam blog,
http://nugrohodidik.blogspot.com/2012/12/implementasi-kebijakan-publik.html, diakses
tanggal 8 Pebruari 2014.
Peraturan Kepala LAN Nomor 10 tahun 2013, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I
Peraturan Kepala LAN Nomor 11 tahun 2013, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II
Peraturan Kepala LAN Nomor 12 tahun 2013 Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III
Peraturan Kepala LAN Nomor 13 tahun 2013. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV.
Peraturan Kepala LAN Nomor 20 Tahun 2013 tentang Standar Biaya Umum Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : F72/PHK.02/2014 tentang Standar Biaya Umum.
Winarno, Budi. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo
Mufiz, Ali. (1999). Pengantar Administrasi Negara. Jakarta: Universitas Terbuka
Nugroho, Rian D. (2003). Kebijakan Publik: Formulasi, Impementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai