Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang
disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian
langsung berupa korban jiwa, harta benda maupun material cukup besar.
Bencana alam dapat dipicu oleh adanya penggundulan hutan, pembukaan
lahan usaha di lereng-lereng pegunungan, dan pembuatan sawah-sawah
basah pada daerah-daerah lereng lembah yang curam. Indonesia
merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam karena terletak
pada daerah yang aktif tektonik dan vulkanik sebagai akibat pertemuan
tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng India-Australia, Pasifik, dan
Eurasia. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah
bencana banjir.
Banjir adalah bagian dari permasalahan lingkungan fisik di permukaan
bumi yang mengakibatkan kerugian dan dapat diartikan suatu keadaan di
mana air sungai melimpah, menggenangi daerah sekitarnya sampai
kedalaman tertentu hingga menimbulkan kerugian (Sigit, 1994). Banjir
bisa terjadi karena curah hujan tinggi, karena es mencair, karena tsunami,
badai laut dan lain-lain.

Fenomena banjir yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia masih


didominasi oleh adanya curah hujan yang tinggi dan luapan air sungai.
Seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung.
Secara geografis, Kecamatan Majalaya terletak pada 107 o 45 107o 52
BT dan 6o 59 7o 50 LS, sedangkan berdasarkan topografinya sebagian
wilayah di Kecamatan Majalaya merupakan daerah dataran dengan
2

ketinggian diatas permukaan laut bervariasi dari 681 796 mdpl (meter di
atas permukaan air laut). Kecamatan Majalaya dialiri oleh salah satu
sungai yaitu Sungai Ci Tarum, keberadaan sungai ini menguntungkan dari
segi pertanian. Namun jika curah hujan cukup tinggi maka di daerah-
daerah tertentu akan terjadi banjir (BPS Kecamatan Majalaya 2014).

Di wilayah ini ketika curah hujan tinggi dan Sub DAS Ci Tarum tidak
dapat menampung air yang berasal dari air hujan, maka terjadi luapan dan
mengakibatkan banjir. Luapan air dari Sub DAS Ci Tarum menggenangi
daerah-daerah pinggir sungai, terutama yang dilalui oleh Sub DAS Ci
Tarum. Hal ini telah menjadi fenomena rutin ketika musim penghujan,
namun penanganan akibat banjir di daerah-daerah yang tergenang banjir
masih kurang maksimal dikarenakan bantuan yang datang terlambat di
lokasi yang tergenang banjir.

Keterlambatan penanganan akibat banjir merupakan akibat dari


informasi yang diterima bersifat simpang siur, baik dalam hal jumlah
korban maupun kerugian material yang diderita. Salah satu sebabnya
adalah kurangnya informasi tentang bagaimana topografi daerah yang
terkena banjir, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan kurang cekatan
dalam menanggulangi masalah banjir yang terjadi. Hal ini merupakan
sumber permasalahan yang utama, meskipun bantuan seringkali cukup
cepat datang, selalu ada.

Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak


dapat dipanen dan menenggelamkan permukiman, tetapi juga merusak
fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasaranapublik,
bahkan menelan korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan
ekonomi dan pemerintahan terganggu, bahkan terhenti. Terjadinya
serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun,
3

menuntut upaya lebih besar untuk mengantisipasinya, sehingga kerugian


dapat diminimalkan.

Menurut Sudirman (2012) Peta kerawanan banjir merupakan bagian


dari sistem peringatan dini (early warning system) dari bahaya dan resiko
banjir sehingga akibat dari bencana banjir dapat diperkirakan dan pada
akhirnya dapat diminimalkan. Peta tingkat kerawanan banjir yang baik
adalah peta yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Peta tersebut
diperoleh dengan menggunakan Teknik SIG (Sistem Informasi Geografis)
berdasarkan metode penilaian, pembobotan dan proses tumpangsusun
(overlay) berdasarkan meteorologi dan karakteristik Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang berpengaruh terhadap terjadinya banjir. Teknik SIG ini
mempunyai kelebihan dalam hal kecepatan pemrosesan, kemudahan
dalam penyajian, lebih efektif dan efisien serta akurat bila dibandingkan
dengan pengerjaan secara manual. Maka dianggap perlu untuk melakukan
penelitian yang berjudul Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) di Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan zonasi tingkat kerawanan banjir di
Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung?
2. Bagaimana memetakan zonasi tingkat kerawanan banjir di
Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung?

C. Tujuan Penelitian
1. Menentukan zonasi tingkat kerawanan banjir di Kecamatan
Majalaya, Kabupaten Bandung.
4

2. Memetakan dalam bentuk zonasi tingkat kerawanan banjir di


Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk menambah pengetahuan mengenai hasil
penelitian yang telah dilakukan, terutama mengenai Sistem
Informasi Geografi (SIG).
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan informasi
tentang titik titik rawan banjir di daerah penelitian, agar
menimbulkan kesadaran serta acuan untuk kesiapsiagaan jika
ancaman banjir muncul.
3. Bagi Stakeholder
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran kepada pemerintah tentang kondisi hidrologis di daerah
penelitian, sehingga menjadi acuan untuk evakuasi saat bencana
terjadi, maupun untuk upaya pencegahan bencana.
4. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, sumber
data, masukan terhadap penelitian lainnya yang berkaitan dengan
zonasi rawan banjir lainnya.
5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A Pengertian Bencana

1. Definisi Bencana
Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Alam
Bencana

Nonalam
Sosial
Gambar 2.1. Konsep Bencana
(sumber: UU RI Nomor 24 Tahun 2007)

Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman


bencana, kerentanan, dan kemampuan yang di picu oleh suatu kejadian.

Menurut BNPB jenis-jenis bencana terbagi menjadi tiga macam,


yaitu :

a. Bencana Alam
6

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa


atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
c. Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antarkomunitas
masyarakat, dan teror.

Menurut Ristya (2012) Definisi bencana pada Gambar 2.1.


mengandung tiga aspek dasar, yaitu :

a. Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat


b. Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan
fungsi dari masyarakat
c. Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat
untuk mengatasi sumber daya mereka

Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Becana


dan Panganan Pengungsi (2002) dalam Arahan Kebijakan Mitigasi
Bencana Perkotaan di Indonesia bahwa tingkat kerentanan adalah
suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor
berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan
terjadi bila bahaya terjadi pada kondisi rentan. Di samping itu bahaya
(Hazard) adalah suatu fenomena alam atau buatan dan mempunyai
7

potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda hingga


kerusakan lingkungan.

2. Bencana Banjir
Hujan yang jatuh ke bumi akan mengalami proses intersepsi, infiltras
dan perkolasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman
menguap, sebagian mencapai tanah dengan melalui batang sebagai aliran
batang (steamfall) dan sebagian lagi mencapai tanah secara langsung
yang disebut sebagai air tembus (throughfall). Sebagian air hujan yang
mencapai permukaan tanah terinfiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah.
Menurut Suherlan (2001) definisi banjir adalah intensitas curah hujan
netto (setelah diintersepsi oleh vegetasi) melebihi laju infiltrasi
mengakibatkan air hujan akan disimpan sebagai cadangan permukaan di
dalam tanah, apabila kapasitas cadangan permukaan terlampaui maka
akan terjadi limpasan permukaan (surface runoff) yang pada akhirya
terkumpul dalam aliran sungai sebagai debit sungai. Limpasan
permukaan yang melebihi kapasitas sungai itu yang dikenal dengan
istilah banjir.
Sedangkan menurut Arsyad (2000) Air hujan adalah sumber air untuk
terjadinya banjir, tetapi banjir tidak akan terjadi bila permukaan yang
terkena hujan ini mampu meresapkan air dengan baik, sehingga
menurunkan jumlah air hujan yang langsung mengalir melalui permukaan
(limpasan langsung). Dalam usaha pengendalian banjir telah ditempuh
bermacam cara antara lain membuat bangunan-bangunan pengendali
banjir, seperti bendungan, waduk, tanggul, saluran pengelak banjir dll.
Bangunan-bangunan tersebut merupakan elemen yang penting dalam
pengendalian banjir, sehingga untuk pembuatannya diperlukan
perencanaan yang matang.
8

Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2008 :


29) menyatakan bahwa banjir adalah meluapnya air dari saluran dan
menggenangi kawasan sekitarnya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa sumber dapat disimpulkan
bahwa bencana banjir adalah tergenangnya suatu daratan oleh air yang
asalnya merupakan daerah kering dan mengakibatkan timbulnya sebuah
dampak, dampak tersebut berupa korban jiwa ataupun berupa kerugian.

3. Faktor Penyebab Banjir


Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), secara umum penyebab
banjir dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu banjir yang
disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir disebabkan oleh tindakan
manusia.
Banjir disebabkan oleh faktor alam, seperti:
a. Curah hujan: Pada musim hujan, curah hujan tinggi dapat
mengakibatkan banjir di sungai dan jika melebihi tebing sungai
maka akan timbul banjir.
b. Pengaruh fisiografi: Fisiografi atau geofisik fisik sungai seperti
bentuk, fungsi dan kemiringan DAS, geometrik hidrolik (bentuk
penampang seperti lebar, kedalaman, material dasar sungai),
lokasi sungai merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
banjir.
c. Erosi dan sedimentasi: Erosi di daerah pengaliran sungai
berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang
sungai.Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapastas saluran
sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
d. Kapasitas sungai: Pengurangan kapasitas aliran pada sungai dapat
disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi DAS dan
9

erosi tanggul sungai yang berlebihan serta sedimentasi di sungai


karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan
tanah tidak tepat.
e. Kapasitas drainase yang tidak memadai: kapasitas drainase tidak
memadai di suatu daerah dapat menyebabkan terjadinya banjir.
f. Pengaruh air pasang: Air pasang laut memperlambat aliran sungai
ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang
tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena
terjadinya aliran balik (black water). Fenomena genangan air
pasang juga rentan terjadi di daerah pesisir sepanjang tahun baik
musim hujan maupun di musim kemarau.
Selain itu, menurut Isnugroho (dalam Pratomo, 2008) wilayah rawan
banjir merupakan wilayah yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, wilayah tersebut
dapat dikategorikan menjadi empat tipologi, yaitu sebagai berikut:

a. Daerah Pantai
Daerah pantai merupakan daerah banjir karena daerah tersebut
merupakan dataran rendah dengan elevasi permukaan tanahnya
lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata
(mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang basanya
mempunyai permasalahan penyumbatan muara.
b. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanan
kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif dasar,
sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat sehingga
mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh
luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini
umumnya terbentuk dari endapan lumpur sangat subur sehingga
10

merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti


perkotaan, pertanian, permukinan, dan pusat kegiatan
perekonomian, perdagangan, dan industri. Daerah ini bila dilalui
sungai besar yang mempunyai daerah pengaliran sungai cukup
besar maka akan menimbulkan bencana banjir di daerah tersebut.
Kondisi ini akan lebih parah apabila terjadi hujan cukup besar di
daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut.
c. Daerah Sempadan Sungai
Daerah ini merupakan wilayah banjir. Di daerah perkotaan yang
padat penduduknya daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan
oleh manusia sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga
apabila terjadi banjir akan menimbulkan damoak bencana dan
dapat membahayakan jiwa dan harta benda.
d. Daerah Cekungan
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik
di dataran rendah maupun di dataran tinggi.

E. Kerentanan Bencana Banjir

1. Definisi Kerentanan Bencana Banjir


Menurut Wignyosukarto (2007) kerentanan adalah suatu keadaan
penurunan ketahanan akibat pengaruh eksternal yang mengancam
kehidupan, mata pencaharian, sumber daya alam, infrastruktur,
produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara bencana dan
kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko, apabila kondisi tersebut
tidak dikelola dengan baik.

Kerentanan dalam Peraturan kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang


Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana adalah suatu kondisi dari
11

suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan


ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

2. Parameter Tingkat Kerentanan Bencana Banjir


Penanggulangan bencana dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 menjadi
Tanggung jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah.
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam UU RI No. 24 Tahun 2007
adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana. BNPB memiliki tugas
dan fungsi dalam penanggulangan bencana diantaranya:
a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara
adil dan setara.
b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan.
c. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta
efektif dan efisien.

Berdasarkan UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana sudah jelas bahwa pedoman dan standarisasi penyelenggaraan
penangulangan bencana berdasarkan pada ketetapan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Termasuk mengenai indikator
kerentanan bencana banjir yang sudah dirumuskan dalam peraturan
kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian
Risiko Bencana.
12

Kajian kerentanan bencana dapat dibagi ke dalam dua @egat kajian


yaitu:
a. Indeks penduduk terpapar
Penentuain indeks penduduk terpapar dihitung dari komponen
sosial budaya di kawasan yang diperkirakan terlanda bencana.
Komponen ini diperoleh dari indikator kepadatan penduduk dan
indikator kelompok rentan pada suatu daerah bila terkena bencana.
Indeks ini baru bisa diperoleh setelah peta ancaman untuk setiap
bencana selesai disusun. Data yang diperoleh untuk komponen
sosial budaya kemudian dibagi dalam tiga kelas ancaman, yaitu
rendah sedang dan tinggi. Selain dari nilai indeks dalam bentuk
kelas (rendah, sedang, tinggi), komponen ini juga menghasilkan
jiwa penduduk yang terpapar ancaman bencana pada suatu daerah.
b. Indeks Kerugian
Indeks Kerugian diperoleh dari komponen ekonomi, fisik dan
lingkungan. Komponen-komponen ini dihitung berdasarkan
indikator-indikator berbeda, tergantung pada jenis ancaman
bencana. Data yang diperoleh untuk seluruh komponen kemudian
dibagi dalam tiga kelas ancaman, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Selain dari ditentukannya kelas indeks, penghitungan komponen-
komponen ini juga akan menghasilkan potensi kerugian daerah
dalam satuan rupiah.

F. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis merupakan sitem komputer yang mampu


menangani masalah basisdata spasial maupun basisdata non-spasial.
Sistem ini merelasikan lokasi geografis (data spasial) dengan informasi-
informasi deskripsinya (non-spasial) sehingga para penggunanya dapat
13

membuat peta (analog dan digital) dan menganalisa informasinya dengan


berbagai cara.
Sistem Informasi Geografis yang terdiri dari perangkat lunak,
perangkat keras, maupun aplikasi-aplikasinya, telah dikenal secara luas
sebagai alat bantu (proses) pengambilan keputusan. Sebagian besar
institusi pemerintah, swasta, akademis maupun non akademis juga
individu yang memerlukan informasi yang berbasiskan data spasial telah
mengenal dan menggunakan sistem ini.
Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972
dengan nama Data Banks for Development (Rais, 2005 dalam Aini).
Munculnya istilah Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah
dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union
di Ottawa Kanada pada tahun 1967. Dikembangkan oleh Roger
Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG Kanada),
digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang
dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land
Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di
wilayah pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada
tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, @egati dan penggunaan tanah
pada skala 1:250.000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis
berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika, Benua Eropa,
Benua Australia, dan Benua Asia.
Secara umum pengertian Sistem Informasi Geografis adalah suatu
komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya
manusia dan data yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu
informasi berbasis geografis.
14

G. Subsistem dalam SIG


Subsistem dalam Sistem Informasi Geografis adalah:
1. Data Input : subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan,
mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber, dan
bertanggung jawab dalam mengkonversi format data-data aslinya
ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
2. Data Output : subsistem ini menampilkan atau menghasilkan
keluaran seluruh atau sebagian basisdata baik dalam bentuk
softcopy maupun hardcopy seperti: tabel, grafik, peta dan lain-lain.
3. Data Management : subsistem ini mengorganisasikan baik data
spasial maupun atribut ke dalam sebuah basidata sedemikian rupa
sehingga mudah dipanggil, diupdate, dan diedit.
4. Data Manipulasi dan Analisis : subsistem ini menentukan
informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu,
subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data
untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

H. Komponen SIG
Secara umum Sistem Informasi Geografis bekerja berdasarkan
integrasi empat komponen, yaitu:
1. Hardware atau Perangkat Keras
Sistem Informasi Geografis membutuhkan hardware perangkat
komputer yang memiliki spesifikasi lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan software
software SIG, seperti kapasitas memory (RAM), Harddisk,
Processor serta VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data
data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data
15

raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan dalam


proses analisanya membutuhkan memory yang besar dan prosesor
yang cepat.
2. Software atau Perangkat Lunak
Software Sistem Informasi Geografis merupakan program
aplikasi yang dapat memudahkan kita dalam melakukan berbagai
macam pengolahan data, penyimpanan, editing hingga layout,
ataupun analisis keruangan.
3. Sumberdaya Manusia
Teknologi Sistem Informasi Geografis tidaklah bermanfaat
tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun
perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi dunia nyata.
Sama seperti Sistem Informasi yang lain pemakai SIG pun
memiliki tingkatan tertentu, dari tingkat spesialis teknis yang
mendesain dan memelihara sistem sampai pada pengguna yang
menggunakan SIG untuk menolong pekerjaan mereka sehari
hari.
4. Data
Data dan informasi spasial merupakan bahan dasar dalam
Sistem Informasi Geografis. Data ataupun realitas di dunia atau
alam akan diolah menjadi suatu informasi yang terangkum dalam
suatu sistem berbasis keruangan dengan tujuan tujuan tertentu.

I. Tugas Utama SIG


Berdasarkan desain awalnya tugas utama SIG adalah untuk melakukan
analisis data spasial. Dilihat dari sudut pemrosesan data geografik, SIG
bukanlah penemuan baru. Pemrosesan data geografik sudah lama
dilakukan oleh berbagai macam bidang ilmu, yang membedakannya
16

dengan pemrosesan lama hanyalah digunakannya data digital. Adapun


tugas utama dalam SIG adalah sebagai berikut:
1. Input Data, sebelum data geografis digunakan dalam SIG, data
tersebut harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam bentuk digital.
Proses konversi data dari peta kertas atau foto ke dalam bentuk
digital disebut dengan digitizing. SIG modern bisa melakukan
proses ini secara otomatis menggunakan teknologi scanning.
2. Pembuatan peta, proses pembuatan peta dalam SIG lebih fleksibel
dibandingkan dengan cara manual atau pendekatan kartografi
otomatis. Prosesnya diawali dengan pembuatan database. Peta
kertas dapat didigitalkan dan informasi digital tersebut dapat
diterjemahkan ke dalam SIG. Peta yang dihasilkan dapat dibuat
dengan berbagai skala dan dapat menunjukkan informasi yang
dipilih sesuai dengan karakteristik tertentu.
3. Manipulasi data, data dalam SIG akan membutuhkan transformasi
atau manipulasi untuk membuat data-data tersebut kompatibel
dengan sistem. Teknologi SIG menyediakan berbagai macam alat
bantu untuk memanipulasi data yang ada dan menghilangkan data-
data yang tidak dibutuhkan.
4. Manajemen file, ketika volume data yang ada semakin besar dan
jumlah data user semakin banyak, maka hal terbaik yang harus
dilakukan adalah menggunakan database management system
(DBMS) untuk membantu menyimpan, mengatur, dan mengelola
data.
5. Analisis query, SIG menyediakan kapabilitas untuk menampilkan
query dan alat bantu untuk menganalisis informasi yang ada.
Teknologi SIG digunakan untuk menganalisis data geografis untuk
melihat pola dan tren.
17

6. Memvisualisasikan hasil, untuk berbagai macam tipe operasi


geografis, hasil akhirnya divisualisasikan dalam bentuk peta atau
graf. Peta sangat efisien untuk menyimpan dan
mengkomunikasikan informasi geografis. Namun saat ini SIG juga
sudah mengintegrasikan tampilan peta dengan menambahkan
laporan, tampilan tiga dimensi, dan multimedia.

J. Penerapan SIG untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir


Dalam penerapan SIG, data-data yang diperlukan untuk pemetaan
kawasan rawan banjir diperoleh dari foto udara dan data sekunder,
berupa peta-peta tematik. Peta-peta tematik yang berbeda, baik yang
diperoleh dari analisis penginderaan jauh maupun cara lain dapat
dipadukan untuk menghasilkan peta turunan. Data-data yang
terkumpul diolah untuk mendapatkan informasi baru dengan
menggunakan SIG melalui metode pengharkatan. Pada tahap
pemasukan data, yang diperlukan untuk penyusunan peta tingkat
kerawanan banjir dapat dilakukan melalui digitasi peta. Sesudah
semua data spasial dimasukkan dalam komputer, kemudian dilakukan
pemasukan data atribut dan pemberian harkat.

K. Penelitian Terdahulu
Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti
melakukan kajian pustaka mengenai penelitian terdahulu (penelitian
serupa yang telah dilakukan sebelum peneliti memutuskan
penelitian). Berdasarkan judul dan tema penelitian yang diusung oleh
peneliti, berikut ini adalah penelitian terdahulu (lihat tabel 2.1) :
18

No Nama Penulis Judul Masalah Tujuan Tinjauan Pustaka


1 1. Andriyani Aplikasi SIG ketika curah hujan Untuk Banjir adalah bagian dari Model
2. M. Yusuf
Kerawanan tinggi dan mengembangkan permasalahan lingkungan (Deme
3. Al Hidayah
4. Amin Sri L. Bahaya Banjir Bengawan Solo SIG berbasis web fisik di permukaan bumi antara
5. Dita Zuhrah
DAS Bengawan tidak dapat yang yang mengakibatkan 1)
Solo Hulu menampung diimplementasika kerugian dan dapat require
Berbasis WEB air yang berasal n untuk diartikan suatu keadaan di 2)
(2010) dari air hujan, mengetahui mana air sungai require
maka terjadi kerentanan melimpah, 3) ana
luapan dan bahaya banjir menggenangi daerah 4) pro
mengakibat-kan dalam hal sekitarnya sampai 5) cod
banjir. Luapan air memberi kedalaman tertentu 6) test
Bengawan Solo, informasi tentang hingga menimbulkan 7) ope
menggenangi luas, kemiringan kerugian (Sigit, 1994). Model
daerah-daerah lereng, Teknologi informasi, waterf
pinggir sungai, penggunaan terutama Geographic tahapa
terutama yang lahan, jenis tanah, Information System (GIS) dilaksa
dilalui oleh dan jumlah berbasis tahapa
Bengawan Solo. rumah yang harus web, dapat membantu selesai
Hal ini telah dievakuasi apabila permasalahan penanganan harus
menjadi fenomena terjadi banjir di banjir dengan cara secara
rutin ketika Wilayah DAS memberi informasi Metod
musim penghujan Bengawan Solo mengenai kondisi fisik dengan
@egati, hulu, sehingga suatu daerah meliputi teknik
namun diharapkan dapat kemiringan lereng, jenis overla
penanganan memberikan tanah, penggunan lahan, param
akibat banjir di wawasan teoritis tingkat kerentanan banjir masing
daerah-daerah dan aplikatif dan jumlah rumah yang param
yang tergenang mengenai harus dievakuasi apabila diberi
19

wilayah tersebut terjadi


banjir.
Geographic Information
System (GIS) dibangun
untuk meningkatkan
menda
banjir masih kreativitas dan inovasi
kerent
kurang maksimal juga memacu
sesuai
dikarenakan peranan SIG pengembangan perangkat
dalam
bantuan yang dalam mitigasi lunak nasional melalui
analisi
@egati terlambat bencana banjir. pengembangan Sistem
untuk
di lokasi yang Informasi Geografis
karakt
tergenang banjir. berbasis web, sehingga
daerah
dapat membantu program
pemerintah terutama
untuk penanganan
bencana.

2 Suhardiman Zonasi Tingkat Sub Walanae Hilir untuk menentukan Banjir Menurut Richards, Metod
Suhardi Kerawanan banyak dan memetakan 1955 dalam Suherlan, diringk
Abdul Waris
Banjir Dengan mengalami daerah rawan 2001, Flood Estimation delapa
Sistem kehilangan banjir pada daerah and Control bahwa banjir pokok
Informasi penutupan lahan Sub DAS memiliki dua arti yaitu (1) mengu
Geografis (SIG) dengan berbagai Walanae Hilir. meluapnya air sungai inform
Pada Sub Das pola penggunaan disebabkan oleh debit Analis
Walanae Hilir lahan yang sungai yang melebihi Hujan
berubah fungsi daya @egativ sungai pada Lands
berdampak keadaan curah hujan yang Testur
terjadinya banjir tinggi dan (2) banjir memb
pada musim merupakan genangan data, m
hujan. Sehingga pada daerah rendah yang data, A
di butuhkan datar yang biasanya tidak Keraw
sebuah peta yang tergenang menya
dapat membantu Faktor-Faktor yang analisi
dalam memetakan Mempengaruhi Banjir peta.
zonasi kerawanan 1. Curah Hujan
2. Kelerengan
banjir di sub DAS
(Kemiringan Lahan)
Walanae Hilir 3. Ketinggian (Elevasi)
Lahan
20

4. Tekstur Tanah
5. Penggunaan Lahan

3 Rahmah Penentuan Bagaimana melakukan Retensi berarti 1.


Bangun Muljo Retensi Banjir memperoleh pengolahan dan penyimpanan atau daya
Sukojo
Kustiyo Mengguna-kan informasi dari analisis data dari @egativ. Daerah retensi
Teknologi Citra SPOT 4 dan citra satelit SPOT banjir merupakan daerah
Penginde-raan data-data 4 dan data-data yang digunakan untuk
Jauh dan SIG pendukung pendukung menyerap air dari sungai
(Studi Kasus lainnya yang lainnya yang maupun hujan sebagai 2.
Kab. diintegrasikan digunakan untuk salah satu @egative@@t
Mojokerto) dengan SIG menentukan pencegah banjir. Oleh
sehingga dapat lokasi daerah karena itu diperlukan
dimanfaatkan retensi banjir. pemetaan untuk
untuk mengetahui penentuan daerah retensi
tutupan lahan, banjir, khususnya di
luasan serta Kabupaten Mojokerto. 3.

menentukan Teknologi penginderaan 4.


daerah yang dapat jauh dan @egati informasi
dioptimalkan geografis dapat digunakan
menjadi daerah untuk memetakan daerah
retensi banjir di retensi banjir di
Kab. Mojokerto Kabupaten Mojokerto.
Penentuan daerah retensi
banjir dibuat berdasarkan
beberapa parameter yaitu
jenis tanah, daerah
genangan, curah hujan
dan kelerengan. Peta
daerah retensi banjir
21

Kabupaten Mojokerto
bersumber dari data citra
SPOT 4 tahun 2008 dan
diolah menggunakan
software ER Mapper dan
Arc View 3.3.

3 Puguh Dwi Aplikasi SIG daerah yang Untuk mengetahui Ketika sungai tidak Pende
Raharjo Dalam teridentifikasi wilayah rawan mampu menam-pung lokasi
Arief Mustofa
Nur Mengidenti- mempunyai bencana di aliran air karena distribusi longso
Edi Hidayat fikasi kerawanan tinggi Kawasan Cagar dan kecepatan limpasan banjir
(BIKK
Kerentanan terha-dap gerakan Alam Geologi maka akan menyebabkan analisi
Karangsambung
Bencana Alam massa umum-nya Karangsambung terjadinya luapan sungai.
LIPI)
Di Kawasan tersusun oleh lokasi kejadian Menurut Seyhan (1990), 1.
Cagar Alam litologi batuan longsor dan lokasi mempengaruhi limpasan
Geologi vulkanik (breksi banjir serta antara lain :
Karangsambung dan batupasir dengan analisis a. Ukuran dan tinggi
Formasi data sekunder tempat rata-rata DAS ;
Waturanda) dan menggunakan b. Topografi (bentuk,
batuan di Sistem Informasi kemiringan, dan gatra 2.
Kompleks Geografis (SIG). DAS) ;
Melange. Hasil penelitian c. Geologi (permeabilitas
22

mengenai lokasi dan kapasitas aquifer) ; 3.


yang d. Tipe tanah ;
diidentifikasi e. Vegetasi ; dan
rawan bencana f. Kerapatan drainase
dapat digunakan Keragaman dalam banjir 4.
sebagai acuan sebagai fungsi peubah-
dalam memitigasi peubah daerah aliran
bencana alam sungai berdasarkan
serta untuk kondisi fisik lahan yang
rekomendasi menyebabkan banjir
dalam antara lain : DAS
perencanaan tata berukuran kecil, bentuk
ruang wilayah. DAS bulat, lereng DAS
terjal, vegetasi penutup
gundul, wilayah
perkotaan, tidak ada
kolam/danau, kerapatan
drainase tinggi, dan
permeabilitas tinggi.
Dam, 1973 (dalam
Seyhan, 1990).

No Nama Penulis Judul Masalah Tujuan Tinjauan Pustaka M


23

Aditya Penyusunan bagaimana cara membuat Sistem Informasi Geografis 1. Men


(SIG) adalah salah satu sistem data
Romadhona dan Basis Data membuat suatu sebuah @egati
informasi yang dibahas dalam (Pet
Teguh Haryanto Infrastruk-tur sistem informasi ilmu komputer, yang dalam Bum
pengintegrasiannya SIG bekerja Kot
Penang- informasi database
sama dan merepresentasikan dan
gulangan database infrastruktur sistem informasi lainnya. SIG gena
menggunakan teknologi Kot
Banjir di infrastruktur penanggulangan
komputer untuk dan
Surabaya penanggulangan banjir dan mengintegrasikan, spas
memanipulasi dan infra
Menggunakan banjir secara perbandingan
menampilkan informasi yang pena
SIG (2006) lengkap dan genangan air ada di suatu area geografi, n ba
lingkungan, dan karakteristik rum
mudah untuk Kota Surabaya
yang mengikuti suatu daerah pint
digunakan tahun 2001 dan geografi. boez
dam
dengan studi tahun 2008
2. Mel
Letak geografis kota Surabaya
kasus di Kota yang ada di data
yang hampir sejajar dengan
data
4 Surabaya Surabaya MSL (mean sea level) membuat
seda
kota ini semakin rawan dilanda
dengan spas
banjir, maka dibutuhkan
dila
visualisasi infrastruktur penanggulangan
digi
banjir yang memadai untuk
menarik, men
mencakup seluruh daerah rawan
Arc
sehingga dapat banjir di Surabaya, misal
3. Pen
penempatan pintu air, rumah
diketahui data
pompa, dam, dan boozem yang
visu
informasi tepat sasaran serta seefektif
4. Ana
mungkin.
mengenai 5. Has
info
infrastruktur
data
penanggulangan infra
pena
banjir yang ada
n ba
secara cepat,
mudah dan
lengkap.
5 Adeline Perancangan daerah-daerah Untuk SIG merupakan suatu kesatuan tahapan
Narwastu SIG Daerah yang dilanda mengantisi-pasi formal yang terdiri dari pembuat
Eri Prasetyo W
Banjir di DKI banjir pada ancaman banjir berbagai sumber daya fisik dan aplikasi
Jakarta awal tahun 2007 dan menekan logika yang berkenaan dengan Perancan
dengan ini di DKI akibatnya, objek-objek yang terdapat di Daerah
Menggunakan Jakarta. diperlukan permukaan bumi. Dan, SIG DKI Jak
Arc View Bencana banjir pemahaman merupakan sejenis perangkat 1. Stud
tent
(2007) yang melanda masyarakat atas lunak yang dapat digunakan
Info
Provinsi DKI kejadian banjir untuk pemasukkan, Geo
Arc
Jakarta pada yang lalu serta penyimpanan, manipulasi,
2. Men
awal tahun 2007 pengelolaan menampilkan, dan keluaran data
24

merupakan yang diperlukan informasi geografis berikut banj


Jaka
bencana banjir untuk atribut-atributnya. Berikut
terja
terbesar menghadapinya. subsistem dalam SIG : awa
200
dibandingkan Data Input
inte
dengan Data Output DPU
Pek
beberapa tahun Data manajemen
Um
terakhir. Jaka
3. Men
Kemampuan-kemampuan
data
perangkat SIG Arc View : mer
apli
1. Pertukaran data : membaca
4. Men
dan menuliskan data dari
data
dan ke dalam format
spas
perangkat lunak SIG
dida
lainnya.
mem
2. Melakukan analisis statistik
data
dan operasi-operasi
spas
matematis.
dala
3. Menampilkan Informasi
tabe
(basisdata) spasial maupun
5. Mem
atribut.
tam
4. Menjawab query spasial
muk
maupun atribut.
men
5. Melakukan fungsi-fungsi
scrip
dasar SIG.
6. Membuat peta tematik.
7. Mengcustomize aplikasi
dengan menggunakan
bahasa skrip.
8. Melakukan fungsi-fungsi
SIG khusus lainnya

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


27

BAB III

METODE PENELITIAN

A Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Majalaya
Kabupaten Bandung. Lokasi ini dipilih karena Kecamatan Majalaya
merupakan wilayah yang memiliki kerawanan banjir yang cukup
tinggi di wilayah Kabupaten Bandung.
Secara geografis, Kecamatan Majalaya terletak pada 107 o 45
107o 52 BT dan 6o 59 7o 50 LS, sedangkan berdasarkan
topografinya sebagian wilayah di Kecamatan Majalaya merupakan
daerah dataran dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi
dari 68 796 mdpl (meter di atas permukaan air laut). Kecamatan
Majalaya dialiri oleh salah satu sungai yaitu Sungai Ci Tarum,
keberadaan sungai ini menguntungkan dari segi pertanian. Namun jika
curah hujan cukup tinggi maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi
banjir (BPS Kecamatan Majalaya 2014).
Kecamatan Majalaya merupakan sebuah wilayah administrasi
yang luas, yaitu 23,22 Km2 atau 2.322,10 Ha. Saat ini Kecamatan
Majalaya memiliki 11 desa, 617 RT dan 165 RW. Batas Kecamatan
Majalaya adalah (Lihat Gambar 4.1) :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Solokan Jeruk,
Kabupaten Bandung.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pacet,
Kabupaten Bandung.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciparay,
Kabupaten Bandung.
28

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Paseh,


Kabupaten Bandung.

B Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Alat
1) Komputer dengan spesifikasi RAM 2 GB dan Intel Core
i-3 dan Memori HDD 300 GB
2) Aplikasi ArcGIS 10.2
3) Alat tulis
b. Bahan
1) Peta Rupa Bumi Indonesia
- Lembar Peta RBI 1209 312 Ujungberung skala
1:25.000
- Lembar Peta RBI 1209 321 Cicalengka skala
1:25.000
- Lembar Peta RBI 1209 634 Pakutandang skala
1:25.000
- Lembar Peta RBI 1209 643 Majalaya skala
1:25.000
2) Data Curah Hujan Kecamatan Majalaya

C Populasi dan Sampel


a. Populasi
Untuk populasi, dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu populasi wilayah dan populasi manusia, yaitu
sebagai berikut:
29

1. Populasi wilayah, yaitu seluruh wilayah di kelurahan


yang berada di Kecamatan Majalaya. Terdiri atas 11
kelurahan seperti ditunjukkan oleh tabel 3.1.
2. Populasi manusia, yaitu seluruh penduduk di
Kecamatan Majalaya. Populasi manusia ini diambil dari
jumlah penduduk per desa di Kecamatan Majalaya dan
dihitung kepadatan penduduk per desa.
b. Sampel
Untuk sampel yang diambil dari populasi wilayah yaitu
menggunakan teknik sampel non acak dengan jenis sampling
jenuh (saturation sampling). Menurut Yunus (2010) pengertian
jenuh dalam teknik sampling ini mempunyai dua pengertian
yaitu:

1. Mengandung makna bahwa seluruh anggota sub-


populasi diambil seluruhnya sebagai anggota sampel da
hal ini juga sering disebut sebagai metode sensus
2. Mengandung pengertian bahwa anggota sampel yang
dipilih meliputi sebagian besar dari anggota
populasi/lebih dari 50% anggota populasi/sub-populasi.
Sehingga, peneliti memutuskan untuk menjadikan populasi
wilayah berupa Kecamatan Majalaya sebagai sampel secara
keseluruhan untuk diteliti.
Sedangkan untuk sampel manusia, peneliti menggunakan
teknik sampel non acak dengan jenis sampling purposif
(purposive sampling). Menurut Ulwan (2014) Purposive
Sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai
dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa
sederhana Purposive Sampling itu dapat dikatakan sebagai
secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang, maka
30

orang orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat sifat,


karakteristik, ciri, kriteria) sampel yang mencerminkan
populasinya.
Berarti, peneliti dapat menentukan sendiri sampel yang
akan diambil dalam penelitian ini, yang sesuai dengan kriteria
yang diinginkan oleh peneliti. Disini peneliti menekankan
untuk mengambil sampel yaitu berupa kepadatan penduduk
yang datanya diambil dari data sekunder dan difokuskan
kepada penduduk yang bermukim di sepanjang Ci Tarum di
Kecamatan Majalaya, yang menurut peneliti merupakan daerah
yang rawan terkena banjir dibandingkan dengan penduduk
yang tidak bermukim disepanjang Ci Tarum di Kecamatan
Majalaya.
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Majalaya
31

D Desain Penelitian
Tahapan penelitian ini dibagi menjadi tiga, seperti diuraikan di
bawah ini:
1. Pra-Penelitian
a. Menemukan Masalah atau permasalahan
b. Merumuskan Judul
c. Membuat latar belakang penelitian
d. Pencarian data sekunder melalui studi dokumentasi dan
studi literatur
e. Memperkuat permasalahan yang akan diteliti
f. Membuat instrumen penelitian
g. Memvalidasi instrumen penelitian
h. Membuat surat izin penelitian
2. Penelitian
a. Observasi di lapangan
b. Wawancara
c. Pengisian angket oleh responden
d. Pengambilan data dan gambar dari lapangan
3. Pasca Penelitian
a. Pengelompokkan data
b. Meninjau kembali dan mengecek apabila ada data yang
tidak atau kurang lengkap
c. Melengkapi data dengan data sekunder
d. Mengolah data
e. Menganalisis data
f. Membuat peta zonasi banjir
g. Membuat laporan penelitian
h. Menginformasikan kembali hasil penelitian

L. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa teknik pengumpulan data
yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Data
No. Peta Parameter
Primer Sekunder
1 Penggunaan lahan
32

2 Jumlah penduduk
3 Curah Hujan
4 Kemiringan Lereng

M. Analisis data
1. Teknik Pengolahan Data
Hasan (2004, hlm. 24) mengungkapkan bahwa pengolahan data
adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan dengan
menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.
a. Seleksi data, penyeleksian data yang telah terkumpul bertujuan
untuk mengetahui data-data mana yang lengkap dan tidak, dan
data-data mana yang dapat diolah dan tidak.
b. Klasifikasi data, setelah data-data tersebut diseleksi,
selanjutnya data-data tersebut diklasifikasikan dengan cara
mengelompokkannya berdasarkan kategori tertentu.
c. Tabulasi data, pada langkah ini data yang sudah
diklasifikasikan kemudian ditabulasi ke dalam bentuk tabel
agar dapat diketahui frekuensi tiap-tiap alternatif jawaban dari
masing-masing pertanyaan, sehingga mempermudah dalam
menganalisis dan menafsirkannya.
2. Teknik Analisis Data
Patton (dalam Hasan, 2004 hlm. 29) menjelaskan bahwa analisis
data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Salah satu tujuan
analisis data adalah memecahkan masalah-masalah penelitian untuk
menyusun data agar mudah dipahami. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini harus disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Bentuk analisis data pada penelitian ini adalah:
a. Analisis Kuantitatif
33

Hasan (2004, hlm. 30) menjelaskan bahwa analisis kuantitatif


adalah analisis yang menggunakan model-model, seperti model
matematika, model statistik, dan ekonometrik. Hasil analisis data
disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan
dan diinterpretasikan dalam suatu uraian.
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini berupa pengukuran
untuk menentukan skor terhadap masing-masing wilayah pada
beberapa parameter yang telah ditetapkan menjadi indokator
penelitian.
b. Analisis Tingkat Kerawanan Banjir
Analisis ini ditujukan untuk penentuan nilai
kerawanan dan resiko sutu daerah terhadap banjir.
Nilai kerawanan suatu daerah tehadap banjir
ditentukan dari total penjumlahan skor seluruh
parameter yang berpengaruh tehadap banjir. Nilai
kerawanan ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

Keterangan:
X = Nilai kerawanan
Wi = Bobot untuk parameter ke-i
Xi = Skor kelas pada parameter ke-i
Menurut Kingma (dalam Purnama, 2008) untuk
menentukan lebar interval masing-masing kelas
dilakukan dengan membagi sama banyak nilai-nilai
yang didapat dengan jumlah interval kelas yang
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
34

I = R/n
Keterangan :
i = Lebar interval
R = Selisih skor maksimum dan skor minimum
n = Jumlah kelas kerawanan banjir
Daerah yang sangat rawan terhadap banjir akan
mempunyai total nilai yang tinggi dan sebaliknya
daerah yang tidak rawan terhadap banjir akan
mempunyai total nilai yang rendah. Dari tabel
menunjukkan tingkat kerawanan banjir berdasarkan
nilai kerawanan penjumlahan skor masing-masing
parameter banjir.
Tabel 3.2 Tingkat Kerawanan Banjir
No. Tingkat Kerawanan Total Nilai
Banjir
1 Sangat Rawan 6,75 9
2 Rawan 4,5 6,75
3 Tidak Rawan 2,25 4,5
4 Aman < 2,25
(sumber: Purnama, 2008)

Masing masing kelas kerawanan banjir tersebut


mempunyai kharakteristik banjir yang dapat dilihat
berdasarkan frekuensi, durasi, dan kedalaman
kejadian banjir. (lihat tabel 3.3)
Tabel 3.3 Nilai Karakteristik Kerawanan Banjir
Karakteristik Banjir
No
Kelas Kerawanan Kedalaman
. Frekuensi Durasi
(m)
1 Aman Tidak - -
pernah
35

banjir
2 Tidak rawan/rendah 1 2 tahun - -
3 Rawan/sedang 1 2 tahun 1 2 hari 0,5 1
Sangat Setiap
4 2 15 hari 0,5 3
rawan/tinggi tahun
(sumber: Nurjanah (dalam Purnama, 2008))

c. Unit Analisis
Unit analisis pada penelitian ini adalah menggunakan batas
administrasi kelurahan dan polygon dengan peta parameter yakni :
1) Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada
suatu daerah dalam waktu tertentu. Dalam perhitungan
debit banjir memerlukan data intensitas curah hujan.
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang
terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut
terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan I
dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu
kejadian hujan, intensitas hujan yang tinggi umumnya
terjadi dalam durasi yang pendek dan meliputi daerah yang
tidak luas. Penyebab utama banjir adalah hujan deras yang
turun di DAS. Tebal hujan yang tinggi yang turun pada
DAS lebih memungkinkan menjadi penyebab timbulnya
banjir daripada curah hujan yang turun pada DAS dengan
tebal yang rendah. Hal ini disebabkan curah hujan dengan
tebal yang tinggi akan lebih besar memberikan sumbangan
debit air ke DAS dan apabila daya negatif dari sungai
terlampaui maka akan mengakibatkan banjir.
Curah hujan yang diperlukan untuk perancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh
36

daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu


titik yang tertentu biasa disebut curah hujan
wilayah/daerah. Penggunaan data curah hujan sesaat pada
keadaan hujan yang deras tidak dapat dibuat peta
sebarannya (peta Polygon Theissen) sebab kejadian hujan
tidak merata, tidak pada setiap tempat pengamatan terjadi
hujan. Begitu pula halnya tebal hujan pada puncak hujan
selama satu bulan tidak dapat digunakan menjadi data
masukan, sebab puncak hujan pada setiap tempat
pengamatan waktunya tidak bersamaan.
Daerah yang mempunyai tebal hujan yang tinggi maka
daerah tersebut akan lebih berpengaruh terhadap kejadian
banjir. Berdasarkan hal tersebut maka untuk pemberian
skor ditentukan aturan sebagai berikut yaitu : semakin
tinggi tebal curah hujan maka skor untuk tingkat kerawanan
semakin tinggi. Berikut parameter curah hujan dapat dilihat
pada Tabel 3.4 tentang Parameter Curah Hujan.
Tabel 3.4 Parameter Curah Hujan

Parameter Karakteristik Tingkat Bahaya Skor


> 2.500 mm/thn Tinggi 3
2.000 2.500
Curah Hujan Sedang 2
mm/thn
< 2.000 mm/thn Rendah 1
(sumber : Suhardiman, 2012)
2) Peta Kemiringan Lereng
Menurut Suhardiman (2014) Ketinggian mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya banjir. Berdasarkan sifat air
yang mengalir mengikuti gaya gravitasi yaitu mengalir dari
daerah tinggi ke daerah rendah. Dimana daerah yang
37

mempunyai ketinggian yang lebih tinggi lebih berpotensi


kecil untuk terjadi banjir. Sedangkan daerah dengan
ketinggian rendah lebih berpotensi besar untuk terjadinya
banjir. Pemberian skor pada kelas ketinggian yang lebih
tinggi lebih kecil daripada skor untuk kelas ketinggian
yang rendah. Parameter kemiringan lereng dapat dilihat
pada Tabel 3.5 tentang Parameter Kemiringan Lereng.
Tabel 3.5 Parameter Kemiringan Lereng

Parameter Karakteristik Tingkat Bahaya Skor


Datar (0-3%) Tinggi 3
Kemiringan
Landai (8-15%) Sedang 2
Lereng
Curam (30-45%) Rendah 1
Sumber: Utomo (Dalam Suhadirman, 2012)

3) Peta Penggunaan Lahan


Menurut Seyhan (dalam Suhardiman, 2014)
Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh
aktivitas manusia terhadap sebagian fisik permukaan bumi.
Penggunaan lahan akan mempengaruhi kerawanan banjir
suatu daerah, penggunaan lahan akan berperan pada
besarnya air limpasan hasil dari hujan yang telah melebihi
laju infiltrasi. Daerah yang banyak ditumbuhi oleh
pepohonan akan sulit sekali mengalirkan air limpasan, hal
ini disebabkan besarnya kapasitas serapan air oleh
pepohonan dan lambatnya air limpasan mengalir
disebabkan tertahan oleh akar dan batang pohon. Lahan
yang banyak ditanami oleh vegetasi maka air hujan akan
banyak diinfiltrasi dan lebih banyak waktu yang ditempuh
38

oleh limpasan untuk sampai ke sungai sehingga


kemungkinan banjir lebih kecil daripada daerah yang tidak
ditanami oleh vegetasi.
Lahan yang banyak ditanami oleh vegetasi maka air
hujan akan banyak diinfiltrasi dan lebih banyak waktu yang
ditempuh oleh limpasan untuk sampai ke sungai sehingga
kemungkinan banjir lebih kecil daripada daerah yang tidak
ditanami oleh vegetasi. Parameter penggunaan lahan dapat
dilihat pada Tabel 3.6 tentang Parameter Penggunaan
Lahan
Tabel 3.6 Parameter Penggunaan Lahan
Parameter Jenis Penggunaan Tingkat Skor
Lahan bahaya
Pemukiman Tinggi 3
Industri Sedang 2
Penggunaan Lahan Sawah
Ladang Rendah 1
Perkebunan

4) Kepadatan Penduduk (Administrasi)


Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal (2014)
menyatakan bahwa kepadatan penduduk menjadi salah satu
penyebab bencana banjir. Hal ini diakibatkan tingginya
jumlah penduduk yang berdekatan satu sama lain sehingga
lahan untuk resapan air menjadi terbatas. Selain itu,
kepadatan penduduk cenderung berdampak pada
pemukiman yang tidak ramah lingkungan.
39

Menurut Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN,


Wendy Hartanto (2014), kepadatan penduduk berbanding
lurus dengan semakin tingginya kebutuhan akan lahan. Jika
penduduk semakin banyak, sementara lahan yang tersedia
semakin terbatas, maka pembangunan perumahan akan
semakin berhimpitan, bahkan terkadang lokasinya di
bantaran sungai. Kondisi ini yang menjadi salahs atu
penyebab banjir. Lahan yang seharusnya menjadi daerah
resapan air, diubah menjadi bangunan bangunan. Terlebih
lagi apabila banyak penduduk yang kerap membuang
sampah sembarangan, sehingga menghambat aliran air
sehingga meluap, dan menimbulkan genangan sekaligus
membuat pendangkalan sungai menjadi semakin cepat.
Sehingga peneliti mencantumkan kepadatan penduduk
sebagai salah satu parameter karena merupakan faktor dari
segi manusia. Perhitungan kepadatan penduduk ini dengan
cara menggunakan rumus kepadatan penduduk aritmatik =
jumlah penduduk (jiwa) : luas wilayah (km2). Berikut ini
disajikan tabel kepadatan penduduk Kecamatan Majalaya
tahun 2013 (Lihat 3.7).
Tabel 3.7 Kepadatan Penduduk Kecamatan Majalaya Tahun 2013
Kepadatan
Jumlah Luas Wilayah
no Desa/Kelurahan Penduduk
Penduduk (Ha)
(jiwa/Ha)
1 Majakerta 12.704 110 115,49
2 Sukamukti 12.340 121,6 101,48
3 Majalaya 11.118 116,7 95,27
4 Bojong 14.561 170,9 85,20
5 Wangisagara 16.258 195 83,37
6 Majasetra 9.495 114,1 83,22
7 Padamulya 13.848 197,3 70,19
40

8 Sukamaju 18.923 274 69,06


9 Neglasari 9.959 200,7 49,62
10 Padaulun 17.414 389,3 44,73
11 Biru 15.064 432,5 34,83
Jumlah 151.684 2322,1 65,32
Sumber: Hasil Analisis dan Rekapitulasi Profil Desa di Kecamatan Majalaya Tahun 2013

Parameter kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel


3.8 tentang Parameter Kepadatan Penduduk.

Tabel 3.8 Parameter Kepadatan Penduduk


Parameter Jumlah (Ha) Tingkat Bahaya Skor
Banyak
Tinggi 3
(115,49 jiwa/Ha)
Kepadatan Sedang
Rendah 2
Penduduk (83,37 jiwa/Ha)
Sedikit
Sedang 1
(34,83 jiwa/Ha)
Sumber: Hasil Analisis dan Rekapitulasi Profil Desa di Kecamatan Majalaya
Tahun 2013

5) DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah
daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air
hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui
sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah
tangkapan air (catchment area) yang merupakan suatu
ekosistem dengan komponen utama terdiri dari sumber daya
alam (tanah, air dan vegetasi) dari sumber daya manusianya
(Asdak, dalam Suhardiman, 2012).
Menurut Soemarto (dalam Suhardiman, 2012) Daerah
Aliran Sungai adalah suatu sistem yang mengubah curah
hujan (input) ke dalam debit (output) di pelepasannya
41

(outlet). DAS merupakan sistem yang kompleks dan


heterogen yang terdiri atas beberapa sub sistem, dimana sub
sistem tersebut dianggap homogen.
Seyhan (dalam Suhardiman, 2012) memberi batasan
bahwa DAS merupakan keseluruhan lahan dan perairan yang
dibatasi oleh pemisah topografi yang dengan sesuatu atau
berbagai cara memberi sumbangan debit kepada sungai yang
ada.
Menurut Suripin (dalam Suhardiman, 2014) Konsep
DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi.
Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari
DAS DAS yang kecil, dan DAS yang kecil ini juga
tersusun dari DAS DAS yang lebih kecil lagi. Secara
umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah, yang
dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit-bukit atau
gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul,
dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut member
kontribusi aliran ke titik control (outlet). Parameter DAS
dapat dilihat pada Tabel 3.9 tentang Parameter DAS.

Tabel 3.9 Parameter DAS


Parameter Jenis Tingkat Bahaya Skor
N. Banyak 3
Jumlah
DAS Sedang 2
sungai
Sedikit 1
Skoring dan Bobot

Tabel 3.10 Skoring dan Bobot


Parameter Karakteristik Tk. Bahaya Skor Bobot
Kemiringan Datar (0-3%) Tinggi 3
Landai (8-15%) Sedang 2 3 12
Lereng Curam (30-45%) Rendah 1
42

Banyak 3
DAS Jumlah Sungai Sedang 2 3 12
Sedikit 1
> 2.500 mm/thn Tinggi 3
Curah 2.000 2.500 Sedang 2
2 8
Hujan mm/thn
< 2.000 mm/thn Rendah 1
Sawah Tinggi 3
Penggunaa Pemukiman
Sedang 2
Industri 2 8
n Lahan Ladang
Rendah 1
Perkebunan
Banyak
Tinggi 3
Kepadatan (115,49 jiwa/Ha)
Sedang
Penduduk Sedang 2 1 4
(83,37 jiwa/Ha)
(Jiwa/Ha) Sedikit
Rendah 1
(34,83 jiwa/Ha)

O. Isu etik
Penelitian ini juga melibatkan manusia sebagai subjek penelitiannya,
sehingga pertimbangan potensi dampak negatif secara fisik dan psikologis
perlu mendapat perhatian khusus. Namun peneliti akan selalu memantau
agar penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif baik secara fisik
maupun non fisik kepada warga maupun ekosistem di wilayah Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung.
43

P. Alur Penelitian

mulai

Analisis data curah Pengumpulan


hujan Data

Pembuatan Peta - Peta Kelas Lereng


Curah Hujan - Peta Administratif
- Peta Rupa Bumi
- Peta DAS
- Peta Kepadatan
Penduduk

Pengumpulan Data dan Analisis


Faktor Daerah Rawan Banjir
Digitasi Peta

Pembangunan Basis Data

Analisis atribut :
Penskoran dan
pembobotan

Analisis keruangan
(overlay)

Analisis tingkat
kerawanan banjir

Analisis Data

Peta Kerawanan Banjir

Penyajian Hasil Analisis

Gambar 2.1. Alur Penelitian


44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Majalaya


Kabupaten Bandung. Lokasi ini dipilih karena Kecamatan Majalaya
merupakan wilayah yang memiliki kerawanan banjir yang cukup
tinggi di wilayah Kabupaten Bandung.

Gambar 4.1. Peta Administrasi Kecamatan Majalaya

Secara geografis, Kecamatan Majalaya terletak pada 107 o 45


107o 52 BT dan 6o 59 7o 50 LS, sedangkan berdasarkan
topografinya sebagian wilayah di Kecamatan Majalaya merupakan
daerah dataran dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi
45

dari 68 796 mdpl (meter di atas permukaan air laut). Kecamatan


Majalaya dialiri oleh salah satu sungai yaitu Sungai Ci Tarum,
keberadaan sungai ini menguntungkan dari @lluvi pertanian. Namun
jika curah hujan cukup tinggi maka di daerah-daerah tertentu akan
terjadi banjir (BPS Kecamatan Majalaya 2014).
Kecamatan Majalaya merupakan sebuah wilayah @lluvial@ative
yang luas, yaitu 23,22 Km2 atau 2.322,10 Ha. Saat ini Kecamatan
Majalaya memiliki 11 desa, 617 RT dan 165 RW. Batas Kecamatan
Majalaya adalah (Lihat Gambar 4.1) :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Solokan Jeruk,
Kabupaten Bandung.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pacet,
Kabupaten Bandung.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciparay,
Kabupaten Bandung.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Paseh,
Kabupaten Bandung.
Kondisi geologi di lokasi penelitian terdiri dari 2 formasi, yaitu
Alluvial dan endapan kuarter, dan batuan gunungapi plio plistosen.
Dimana jenis batuannya terdiri dari batulempung, tufaan, batulanau
tufaan, dan batupasir tufaan. Ketebalan formasi ini berkisar antara 0
125 meter.
Untuk kondisi hidrologi terutama airtanah, di lokasi penelitian
termasuk dalam zona kritis, dan merupakan daerah konservasi karena
adanya pendangkalan airtanah di Kecamatan Majalaya.
46

Gambar 4.2. Peta Formasi Batuan Kecamatan Majalaya

Gambar 4.3. Peta Cekungan Air Bawah Tanah Bandung (sumber:


https://rajasimarmata.files.wordpress.com)
47

Gambar 4.4. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah Tanah Bandung (sumber:
https://rajasimarmata.files.wordpress.com)

Untuk kondisi secara sosial, kesehatan, ekonomi, dan pendidikan,


menurut Badan Pusat Statistik (2013) Kecamatan Majalaya secara
keseluruhan memiliki Indikator Pembangunan Manusia (IPM) sebesar
76,35 %. Hal ini dilihat dari indeks kesehatan sebesar 76,71%, melek
huruf sebesar 98,54%, lamanya bersekolah 58,35%, pendidikan
sebesar 85,14% dan daya beli sebesar 65,20%.
48

Tabel 4.1 Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bandung (sumber: Badan


Pusat Statistik, 2014)

Menurut Badan Pusat Statistik (2014), kegiatan perekonomian


penduduk Kecamatan Majalaya yaitu perdagangan, industri
(kain/tenun, kayu, kulit, logam, makanan dan minuman), beternak
(sapi potong, kerbau dan kambing), pertanian (tanaman padi, sayuran
dan palawija) dan perkebunan (kopi).

B. Hasil dan Pembahasan Penelitian


1. Parameter Parameter Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir
a. Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu
daerah dalam waktu tertentu. Dalam perhitungan debit banjir
memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah
hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Salah satu
penduga penyebab terjadinya banjir yaitu curah hujan.
49

Di Kecamatan Majalaya diketahui bahwa tingkat curah


hujan yang terjadi yaitu dalam kategori sedang (2000 2500
mm/thn). Hujan akan dapat menimbulkan banjir walaupun
intensitasnya sedang, terlebih jika hujan jatuh dalam waktu
yang relatif lama.
Jika dipersentasekan, 100% atau seluruh wilayah
Kecamatan Majalaya memiliki curah hujan 2000 2500
mm/thn.

Gambar 4.5. Peta Curah Hujan Kecamatan Majalaya

Parameter Karakteristik Tingkat Bahaya Skor Bobot


> 2.500 mm/thn Tinggi 3
2.000 2.500
Curah Hujan Sedang 2 2
mm/thn
< 2.000 mm/thn Rendah 1
Tabel 4.2 Parameter Curah Hujan
50

Dari tabel 4.2 parameter curah hujan dapat dilihat bahwa


dengan curah hujan sebesar 2.000 2.500 mm/thn tingkat
bahaya berada di tingkat sedang, dengan skor 2 sehingga
bobot untuk curah hujan adalah 2.
b. Kemiringan Lereng
Pembagian kelas kemiringan lereng untuk Kecamatan
Majalaya terbagi menjadi 3 kelas kemiringan lereng, dimana
kelas yang mendominasi adalah kelas kemiringan lahan datar
(0 3 %) dengan luas 2.258,8 Ha. Jika dipersentasekan kelas
datar ini mewakili sebesar 97,27% dari seluruh luas wilayah
Kecamatan Majalaya. Sedangkan untuk kelas kemiringan
lahan landai sebesar 2,523% atau 58,6 Ha. Kelas kemiringan
lahan agak curam sebesar 0,236% atau 5,5 Ha dan kelas
kemiringan lahan curam sebesar 0,0086% atau 0,2 Ha.
(Gambar 4.3)
Berdasarkan parameter kemiringan lereng, lahan datar
mendapatkan skor sebesar 3 dan bobotnya adalah 3 (Tabel
4.3). Hal ini dikarenakan lahan datar menjadi rawan banjir,
dengan kemungkinan akan semakin besar terjadi
penggenangan atau banjir pada daerah yang derajat
kemiringannya rendah dan akan semakin kecil apabila
derajat kemiringan lahannya tinggi.
51

Gambar 4.6. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kecamatan Majalaya

Tabel 4.3 Parameter Kemiringan Lereng

Parameter Karakteristik Tingkat Bahaya Skor


Datar (0-3%) Tinggi 3
Kemiringan
Landai (8-15%) Sedang 2
Lereng
Curam (30-45%) Rendah 1
Sumber: Utomo (Dalam Suhadirman, 2012)

c. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Untuk Daerah Aliran Sungai (DAS), Kecamatan
Majalaya merupakan salah satu wilayah dari sub DAS Ci
Tarum. Ci Tarum ini adalah sungai yang membelah
Kecamatan Majalaya dan bersinggungan langsung dengan
empat desa yang ada di Kecamatan Majalaya yaitu Desa
Majalaya, Desa Sukamaju, Desa Majakerta dan Desa
52

Majasetra. Keempat Desa ini merupakan desa yang memiliki


tingkat kerawanan yang sangat tinggi karena dilewati oleh Ci
Tarum, hal ini dibuktikan dengan terjadinya banjir di
keempat desa ini sepanjang tahun dari mulai kurun waktu
2008. Selain itu, Kecamatan Majalaya memiliki banyak
sungai permanen dan periodik yang dapat mendukung
terjadinya banjir di kecamatan ini.

Gambar 4.7. Peta Daerah Aliran Sungai di Kecamatan Majalaya

d. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Majalaya
diklasifikasikan menjadi lima jenis penggunaan lahan, yakni
pemukiman, industri, sawah, ladang dan perkebunan.
Dimana luas areal persawahan paling mendominasi diantara
empat penggunaan lahan lainnya sebesar 61,82% atau
53

1435,63 Ha dari luas Kecamatan Majalaya. Lalu disusul


dengan pemukiman sebesar 36,72% atau luas 852,68 Ha,
perkebunan sebesar 2,22% atau 51,59 Ha, bangunan industri
sebesar 2,086% atau 48,43 Ha dan ladang sebesar 0,357%
atau 8,29 Ha.
Dengan tabel parameter (lihat tabel 3.6), pemukiman
mendapatkan tingkat bahaya tinggi dibandingkan dengan
sawah dengan tingkat bahaya rendah. Hal ini dikarenakan
yang paling disoroti dari bencana banjir ini adalah faktor
manusia karena dapat menyebabkan korban jiwa.

Gambar 4.8. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Majalaya


54

Tabel 4.4 Parameter Penggunaan Lahan


Parameter Jenis Penggunaan Tingkat Skor
Lahan bahaya
Pemukiman Tinggi 3
Industri Sedang 2
Penggunaan Lahan Sawah
Ladang Rendah 1
Perkebunan

e. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk menjadi parameter yang rawan
terhadap banjir dikarenakan ini merupakan faktor manusia.
Dari hasil analisis data, didapatkan bahwa terdapat desa yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di
Kecamatan Majalaya, yaitu Desa Majakerta, Sukamukti,
Majalaya, Bojong dan Wangisagara dan diberikan tingkat
bahaya yang tinggi dengan skor 3 dan bobot 3 karena
semakin padatnya penduduk yang bermukim, maka daerah
resapan air pun semakin minim, dan daya serap air menjadi
buruk. Sehingga, desa yang memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi ini menjadi rawan banjir pada saat hujan deras.

Tabel 4.5 Kepadatan Penduduk Kecamatan Majalaya Tahun 2013


Luas Kepadatan
Jumlah
no Desa/Kelurahan Wilayah Penduduk %
Penduduk
(Ha) (jiwa/Ha)
1 Majakerta 12.704 110 115,49 13,873
2 Sukamukti 12.340 121,6 101,48 12,190
3 Majalaya 11.118 116,7 95,27 11,444
4 Bojong 14.561 170,9 85,2 10,235
5 Wangisagara 16.258 195 83,37 10,015
6 Majasetra 9.495 114,1 83,22 9,997
55

7 Padamulya 13.848 197,3 70,19 8,432


8 Sukamaju 18.923 274 69,06 8,296
9 Neglasari 9.959 200,7 49,62 5,961
10 Padaulun 17.414 389,3 44,73 5,373
11 Biru 15.064 432,5 34,83 4,184
Jumlah 151.684 2322,1 832,46 100
Sumber: Hasil Analisis dan Rekapitulasi Profil Desa di Kecamatan Majalaya Tahun 2013

Tabel 4.6 Parameter Kepadatan Penduduk


Parameter Jumlah (Ha) Tingkat Bahaya Skor
Banyak
Tinggi 3
(115,49 jiwa/Ha)
Kepadatan Sedang
Sedang 2
Penduduk (83,37 jiwa/Ha)
Sedikit
Rendah 1
(34,83 jiwa/Ha)
Sumber: Hasil Analisis dan Rekapitulasi Profil Desa di Kecamatan Majalaya Tahun 2013

Gambar 4.9. Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Majalaya


56

f. Analisis Zonasi Kerawanan Banjir


Tingkat kerawanan banjir merupakan peristiwa terbenamnya
daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang
meningkat pada setiap unit lahan yang diperoleh berdasarkan
nilai kerawanan banjir. Di banyak daerah yang tanahnya
mempunyai daya serapan air yang buruk (Tekstur Tanah), atau
jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap
air. Ketika hujan lebat turun, yang kadang terjadi adalah banjir
secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering
dengan air.
Daerah rawan banjir adalah daerah yang dari segi fisik dan
klimatologis memiliki kemungkinan terjadi banjir dalam jangka
waktu tertentu dan berpotensi terhadap rusaknya alam.
Peta zonasi kerawanan banjir Kecamatan Majalaya ini dibuat
berdasarkan peta peta parameter yang telah disebutkan
sebelumnya. Hasilnya didapat bahwa terdapat tiga kelas zonasi
kerawanan banjir yaitu kelas tidak rawan, rawan dan sangat
rawan. Dimana kelas tidak rawan sebesar 1,214% atau 28,18 Ha,
kelas rawan sebesar 89,32% atau 2074,18 Ha dan kelas sangat
rawan sebesar 12,802% atau 297,27 Ha.
Kelas tidak rawan dengan persentase sebesar 1,214% atau
28,18 Ha terletak pada bagian barat laut Desa Padamulya dan
Desa Sukamaju. Selain itu terletak di bagian selatan Desa
Neglasari dan Wangisagara.
Kelas rawan dengan persentase sebesar 89,32% atau 2074,18
Ha merupakan hampir mencakup keseluruhan dari wilayah
Kecamatan Majalaya.
57

Kelas sangat rawan dengan persentase sebesar 12,802% atau


297,27 Ha ini mencakup hampir seluruh Desa Majalaya,
Wangisagara, Sukamukti dan Bojong. Hal ini dikarenakan Desa
Majalaya dan Wangisagara dilewati oleh DAS Ci Tarum dan
sungai sungai permanen lainnya. Begitu juga Desa Bojong
yang merupakan daerah hulu sungai Ci Sungalah. Sedangkan
Desa Sukamukti merupakan daerah pertemuan anak sungai dari
Ci Tarum. (lihat gambar 4.7)

Gambar 4.10. Peta Zonasi Kerawanan Banjir Kecamatan Majalaya

Pemetaan daerah kerawanan banjir ini bertujuan untuk


mengidentifikasi daerah mana saja yang rawan untuk terjadinya
banjir, sehingga daerah tersebut dapat dianalisis untuk melakukan
pencegahan dan penanganan banjir. Untuk melakukan pencegahan
dan penanganan banjir, faktor yang dapat dilakukan
58

perbaikan/perubahan adalah penutupan lahan yang merupakan faktor


manusia. Dimana penutupan lahan berupa pemukiman, sawah, dan
tanah terbuka memberikan pengaruh yang besar untuk terjadinya
banjir. Sedangkan faktor faktor yang lain merupakan faktor alam
yang umumnya sulit untuk dilakukan perbaikan/perubahan.
59

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, simpulan yang ditarik dari
praktikum ini adalah :
1. Untuk menentukan kelas zonasi rawan bencana banjir di
Kecamatan Majalaya, terlebih dahulu semua parameter (DAS,
Kemiringan lereng, Kepadatan Penduduk, Penggunaan Lahan, dan
Curah Hujan) di peta kan. Setelah di buat peta, lalu peta di
tumpangsusun (overlay) kan, untuk overlay ini semua atribut data
di koding dan di kelompokan sesuai dengan penskoran dan
pembobotan yang telah ditentukan.
2. Untuk memetakan zonasi rawan banjir di Kecamatan Majalaya
menggunakan tiga kelas zonasi, yaitu tidak rawan, rawan, dan
sangat rawan.
3. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, terdapat kelas tidak
rawan sebesar 1,214% atau 28,18 Ha, kelas rawan sebesar 89,32%
atau 2074,18 Ha dan kelas sangat rawan sebesar 12,802% atau
297,27 Ha. Kelas tidak rawan dengan persentase sebesar 1,214%
atau 28,18 Ha terletak pada bagian barat laut Desa Padamulya dan
Desa Sukamaju. Selain itu terletak di bagian selatan Desa
Neglasari dan Wangisagara. Kelas rawan dengan persentase
sebesar 89,32% atau 2074,18 Ha merupakan hampir mencakup
keseluruhan dari wilayah Kecamatan Majalaya. Kelas sangat
rawan dengan persentase sebesar 12,802% atau 297,27 Ha ini
mencakup hampir seluruh Desa Majalaya, Wangisagara,
Sukamukti dan Bojong. Hal ini dikarenakan Desa Majalaya dan
60

Wangisagara dilewati oleh DAS Ci Tarum dan sungai sungai


permanen lainnya. Begitu juga Desa Bojong yang merupakan
daerah hulu sungai Ci Sungalah. Sedangkan Desa Sukamukti
merupakan daerah pertemuan anak sungai dari Ci Tarum.

B. Saran
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, adapun
saran berupa :
1. Pemerintah seharusnya dapat memanfaatkan aliran sungai Ci
Tarum tersebut, dan pemerintah setempat sebaiknya melakukan
rekayasa agar banjir tidak terus menerus terjadi.
2. Untuk penduduk yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Ci
Tarum sebaiknya menghindari untuk bermukim di sepanjang
bantaran sungai. Jika sudah terlanjur, maka faktor yang dapat
dilakukan perbaikan/perubahan adalah penutupan lahan yang
merupakan faktor manusia. Seperti dengan cara lebih
memperbanyak ruang terbuka hijau atau daerah resapan air.
3. Dilakukan validasi atau pengujian daerah rawan
banjir pada Kecamatan Majalaya sehingga peta
kerawanan banjir dapat digunakan dalam rencana
pencegahan atau penanganan banjir.
4. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya untuk melakukan cross
check ke lapangan untuk mendapatkan data primer dan hasil
penelitian yang lebih baik.
61

DAFTAR PUSTAKA

Aini, A. (t.t). Sistem Informasi Geografis: Pengertian dan Aplikasinya.


Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Arsyad, W.A. M. (2000). Pendugaan Limpasan Langsung dalam


Penelusuran Banjir di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. (skripsi).
Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Bafdal, N., dkk. (2011). Buku Ajar Sistem Informasi Geografis. (skripsi).
Teknik Manajemen Industri Pertanian FTIP UNPAD, Bandung.

Bakornas PB. (2002). Arahan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di


Indonesia. Jakarta: Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana.

BPS Kabupaten Bandung. (2014). Kecamatan Majalaya dalam Angka


2014. Kab. Bandung: BPS.

Hasan, I. (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Kodoatie, R. J, dan Sugiyanto. (2002). Banjir, Beberapa Penyebab dan


Metode Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pandhito Panji Foundation. Peta Geologi Cekungan Bandung. [online]


tersedia : http://www.pandhitopanji-
f.org/rsrc/alos/documents/files/Fig02.jpg
http://www.pandhitopanji-f.org/rsrc/alos/index.html [05 Juni 2015]

Peraturan BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian


Risiko Bencana

Pratomo, A.J. (2008). Analisa Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai


Sengkarak Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Dengan
Bantuan Sistem Informasi Geografis. Skripsi Fakultas Geografi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
62

Purnama, A. (2008). Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di DAS Cisadane


Menggunakan Sistem Informasi Geografis. (skripsi). Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, Bogor.

Ristya, W. (2012). Kerentanan Wilayah Terhadap Banjir di Sebagian


Cekungan Bandung. (Skripsi) Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Sudirman. (2012). Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem


Informasi Geografis (SIG) Pada Sub DAS Walanae Hilir. (skripsi).
Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

Suherlan, E. (2001). Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten


Bandung Menggunakan Sistim Informasi Geografis. (Skripsi)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.

Ulwan, M. N. (2014). Teknik Pengambilan Sampel dengan Metode


Purposive Sampling. [online] tersedia: http://www.portal-
statistik.com/2014/02/teknik-pengambilan-sampel-dengan-
metode.html [05 Juni 2015]

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana.

Wignyosukarto, B. (2007). Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu dalam


Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenum 2015. Pidato
Pengukuhan Guru Besar FT UGM.

Yunus, H.S. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yusri, dkk. (2009). Aplikasi GIS dan Simulasi Banjir Sungai Siak
Pekanbaru Menggunakan XP-SWMM. Jurnal Ilmiah Semesta
Teknika. 12. (2), 157 166.

__________. (2014). Kepadatan Penduduk Bisa Sebabkan Banjir


Jakarta. [online] tersedia :
http://metro.tempo.co/read/news/2014/01/20/083546390/Kepadata
n-Penduduk-Bisa-Sebabkan-Banjir-Jakarta
63

http://www.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?
List=9c6767ad-abfe-48e3-9120-af89b76d56f4&View=174a5cf7-
357b-4b83-a7ac-be983c5ddb0e&ID=980 [05 Juni 2015]

Anda mungkin juga menyukai