Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karakter adalah ciri-ciri yang unik, baik dan sudah melekat dalam diri

seseorang yang terlihat dalam sikap, perilaku, dan tindakan yang nampak secara

konsisten dalam merespon berbagai situasi. Untuk menunjang keberhasilan

pembentukan karakter dalam diri seseorang maka yang menjadi acuan utama

adalah menerapkan pendidikan karakter sejak dini pada anak. Pendidikan karakter

mempercayai adanya keberadaan moral, yakni bahwa moral perlu diajarkan

kepada generasi muda agar paham betul mana yang benar dan mana yang salah.

Lebih dari itu pendidikan karakter mengajarkan untuk menanamkan kebiasaan

dalam membedakan perilaku yang benar dan yang salah.

Berkaitan dengan itu, Buchori (dalam aqib, 2012:90) pendidikan karakter

seharusnya membawa peserta didik pada pengenalan nilai secara kognitif,

penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya pada pengalaman nilai secara nyata.

Hal tersebut dapat terwujud dengan memahami tujuan dan fungsi pendidikan

karakter sebagaimana tujuan dan fungsi pendidikan karakter jika benar-benar

dipahami maka akan sangat mudah untuk membentuk karakter seseorang.

Berkaitan dengan itu pendidikan karakter dapat membangun etika dan

moral generasi penerus Bangsa. Agar tidak menjadi manusia yang bodoh dan

terbelakang dalam hal ini bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu, cerdas,

dan berakhlak mulia. terutama dalam menghadapi zaman yang terus berkembang
2

di era kecanggihan teknologi dan komunikasi. Maka, perbaikan sumber daya

manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus diupayakan

melalui proses, dan pendidikan karakter tidak hanya bertujuan mengantarkan

peserta didik ke arah kedewasaan, melainkan juga pencapaian perilaku yang lebih

luas dan lebih banyak kemungkinan-kemungkinanya Miller (dalam Thalib,

2013:11).
1
Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter dalam diri seseorang

sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi

dengan masyarakat. Pendidikan karakter merupakan perpaduan yang seimbang

diantara empat hal yaitu:

1. olah hati yang bermakna perkataan, bersikap, dan berperilaku jujur


2. olah pikir yang bermakna cerdas dan selalu merasa membutuhkan pengetahuan
3. olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur
4. olah raga artinya menjaga kesehatan untuk mencapai cita-cita

Berkaitan dengan itu, pendidikan karakter terus menghasilkan inovasi

pembelajaran yang relevan dengan perkembangan zaman, pendidikan tidak lagi

hanya diidentik dengan pembelajaran di sekolah namun pendidikan dapat

dilakukan melalui media edukatif yang dapat diakses secara luas, dan salah satu

dari media tersebut adalah sastra.

Sastra dapat menjelajahi ruang dan waktu hingga mengantarkan

pembacanya dari masa lalu dan masa depan. Pembaca sastra dapat terperangkap

dalam kisah, konflik, dan alur yang dibangun pengarangnya. Karya sastra juga

mampu menimbulkan rasa haru, membantu identifikasi diri, dan menimbulkan

kepuasan tersendiri bagi pembacanya. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa

sastra dapat mengombinasikan antara sisi pengajaran dan hiburan. Selain itu satra
3

juga merupakan karya yang menggambarkan kehidupan manusia serta

mempunyai banyak amanat, nilai atau pesan moral di dalamnya. Oleh karena itu

sastra memiliki hubungan yang sejalan dengan pendidikan karakter, serta dengan

pembelajaran sastra seseorang dapat membentuk karakter dari bacaan yang

dibaca.

Penanaman nilai pendidikan karakter tidak hanya dapat dilakukan melalui

pendidikan formal saja, tetapi juga dapat melalui dunia cetak dan elektronik,

seperti radio, televisi, internet, dan koran, majalah, karya sastra (Novel dan

Cerpen). Novel dapat dijadikan sebagai media penanaman nilai pendidikan

karakter. Melalui novel secara tidak langsung pembaca akan membentuk karakter

dalam dirinya melalui kisah yang dibaca dalam novel tersebut. Makna kata yang

terkandung di dalamnya dapat memberikan nilai positif yang dapat dijadikan

rujukan sebagai contoh yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap positif

seseorang. Sama seperti buku atau karya sastra lainnya, novel juga dapat dijadikan

sebagai media pembelajaran yang efektif.

Pendidikan karakter erat kaitannya dengan pendidikan nilai karena

karakter yang diajarkan adalah nilai-nilai yang dipraktekkan dan menjadi

kebiasaan. Maka penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat menjadi rujukan

peneliti antara lain :

Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar pelangi Karya Andrea Hirata

( Perspektif Pendidikan Agama Islam ) disusun oleh Hani Raihana Fakultas UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007, penedlitian ini membahas tentang Pemaknaan

simbol teks novel laska pelangi pada pendidikan karakter, Profill Andrea Hirata
4

selaku penulis Novel Laskar Pelangi, Proses pendidikan karakter dalam novel

Laskar Pelangi, serta keberhasilan pendidikan karakter dalam novel laskar

pelangi.

Nilai-nilai pendidikan islam dalam novel laskar pelangi karya Andrea

Hirata disusun oleh Yeni Oktarina Fakultas agama islam universitas

muhammadiyah Surakarta, 2009, Penelitian ini membahas Analisis terhadap

kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel laskar pelangi.

Mengacu pada uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan

judul Nilai Pendidikan Karakter yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata.

penulis mengkaji pesan-pesan dan nilai-nilai pendidikan berkarakter dalam

novel, karena novel memiliki muatan pesan yang sadar akan nilai yang akan

digunakan untuk mentransformasikan nilai pendidikan karakter. Salah satu novel

yang mengandung banyak amanat/nilai pendidikan karakter adalah novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata.

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan novel yang

segmentasi pembaca dari rentang 11 tahun sampai 60 tahun, artinya novel ini

dapat diterima dari usia anak-anak hingga orang dewasa dan Novel ini adalah

hasil karya sastra yang mengabstraksikan realitas kehidupan masyarakat,

mengangkat kondisi pendidikan dan perjuangan seorang anak untuk meraih cita-

cita. Anak itu adalah Lintang, dia adalah sosok anak yang penuh semangat

bertanggung jawab dan pantang menyerah. Selain sosok Lintang novel ini juga

diciptakan sosok seorang guru teladan, yang dengan segala keterbatasannya ia


5

tetap sabar, ikhlas dan tulus untuk mengajar anak-anak yang sangat bersemangat

dalam belajar.

Adanya dedikasi yang tinggi pada diri Pak Harfan dan Bu Muslimah

ternyata membawa sekolah SD Muhammadiyah Gantong menjadi lebih diakui

keberadaannya. Hingga menarik untuk diteliti dalam kajian sastra.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimanakah Nilai Pendidikan Karakter yang terdapat

dalam Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai pendidikan yang

terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat

secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis, dapat memberikan kontribusi bagi khazanah kesastraan

Indonesia khususnya pengkajian nilai pendidikan karakter dalam novel.


2. Manfaat Praktis, dapat memperluas pengetahuan penikmat sastra terhadap

nilai Pendidikan Karakter dalam sebuah novel dan menjadi bahan referensi

yang relevan bagi penelitian sastra selanjutnya.


6

1.5. Ruang lingkup penelitian

Untuk membatasi agar penelitian ini hanya berpusat pada bagian tertentu

maka yang menjadi cakupan dalam penelitian ini meliputi nilai Pendidikan

Karakter yang diterapkan oleh tokoh utama dalam novel Laskar Pelangi. Hal ini

dilakukan mengingat tokoh utama sebagai pusat pengisahan dan pembawa tema

cerita yang ingin disampaikan Andrea Hirata selaku penulis kepada para pembaca.

1.6. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu adanya definisi

operasional untuk memperjelas maksud dari penulis.

1. Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan

norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat dan estetika.


2. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta

didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai luhur pada peserta

didik.
7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Karakter

Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani, yaitu to mark yang artinya

menandai. Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua

pengertian tentang karakter. Pertama Karakter menunjukkan bagaimana seseorang

bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, ataupun rakus,

tentulah orang tersebut dianggap memiliki perilaku buruk. Sebaliknya, apabila

seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut dianggap

memiliki karakter mulia. Kedua Istilah karakter erat kaitannya dengan personality.

Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya

sesuai kaidah moral (Suyanto, 2011:910)

Ghozali (dalam Suyanto, 20011:10) menganggap bahwa karakter lebih dekat

dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan

perbuatan yang telah menyatu dalam dirinya. Pusat Bahasa Kementrian

Pendidikan Nasional (dalam Suyanto 20011:10) Karakter adalah bawaan hati,

jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,

dan watak.

Musfiroh (dalam Suyanto, 2001:10) karakter mengacu kepada serangkaian

sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan. Dalam merumuskan pengertian

Karakter, Philips (dalam Suyanto, 2011:11) berpendapat bahwa karakter adalah


8

kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran,

sikap, dan prilaku yang ditampilkan.

Berkaitan dengan itu Koesoema A (dalam Suyanto, 2011:11) memahami

bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri,

karakteristik, gaya, dan sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-

bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya lingkungan keluarga, pada


7
masa kecil dan juga bawaan, seseorang sejak lahir. Hal yang selaras disampaikan

dalam buku refleksi karakter bangsa (dalam Suyanto, 2011:11) yang mengartikan

karakter bangsa sebagai kondisi watak yang merupakan identitas bangsa.

Berkaitan dengan beberapa pendapat mengenai karakter, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa karakter berarti individu dimana individu itu memiliki

pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti

percaya diri, rasional, logis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, dan

bertanggung jawab. Selain itu, individu itu juga mampu bertindak sesuai potensi

dan kesadarannya tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli maka

penulis dapat menyimpulkan bahwa karakter adalah watak dimana, seseorang

yang berkarakter baik ataupun unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan

hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan yang Maha Esa, dirinya, sesamanya,

bangsanya, dan negaranya. Perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi

oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga

disebut faktor bawaan.dan lingkungan. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di

luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan


9

faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan

individu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat

dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui

rekayasa faktor lingkungan.

2.2. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri

seorang untuk lebih maju dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Nilai-nilai pendidikan karakter adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan

akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri dalam proses

internalisasi perubahan ke dalam diri seseorang sehingga membuat seseorang jadi

beradab. Pendidikan karakter bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan

saja, tetapi pendidikan karakter merupakan sarana membudaya untuk

menyalurkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut. Anak harus mendapatkan

pendidikan karakter yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi

kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yakni:


1. efektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia

termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul,


2. kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk

menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi,
3. psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan

teknis, dan kecakapan praktis.


Ki Hajar Dewantara, pada kongres Taman Siswa Pertama Tahun 1930

menyatakan dengan jelas bahwa pendidikan karakter adalah daya upaya


10

menyalurkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) pikiran

(intellect) dan tubuh anak. Bagian itu tidak dipisah-pisahkan, agar supaya kita

dapat memajukan kesempurnaan hidup mereka.


Berkaitan dengan itu, Wuryadi (dalam Suyanto, 2011:13) manusia pada

dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu

watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat sebagai apa yang

disebut moral biologis atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki, Sedangkan ajar

adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan

yang direncanakan atau di program.


Elkind dan Sweet (dalam Suyanto, 2011:15) mengemukakan bahwa

pendidikan karakter dimaknai sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru, yang

mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak

peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru

berbicara atau menyampaikan materi, dan bagaimana guru bertoleransi.


Ramli (dalam Suyanto, 2011:15) menyatakan bahwa pendidikan karakter

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan

akhlak. Tujuannnya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia

yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik. Adapun kriteria

manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik,

bagi suatu masyarakat dan bangsa, secara umum adalah memiliki nilai-nilai sosial

yang diterapkan dalam kehidupannya. Oleh karena itu hakikat dari pendidikan

karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,

dalam rangka membina kepribadian generasi muda.


11

Berkaitan dengan beberapa pengertian pendidikan karakter menurut

beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan

upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan

menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari

sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. (manusia yang sehat dan

terbina rohaninya)

2.3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada umumnya bertujuan membentuk bangsa yang

tangguh, berakhlak mulia, bermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik,

berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan

pancasila.

Aqib, (2010:26) Berkaitan dengan itu tujuan pendidikan karakter secara

umum dapat diuraikan yaitu: (1) mengurangi perilaku destruktif pada anak,

remaja dan orang dewasa, (2) mendorong kebiasaan dan perilaku peserta didik

yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religius, (3) meningkatkan kemampuan untuk menghindari sifat-sifat tercela

yang dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, (4) memupuk

ketegaran dan kepekaan peserta didik terhadap situasi kehidupannya sehingga

tidak terjerumus ke dalam perilaku yang tidak baik secara individual maupun

sosial, (5) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik

sebagai penerus bangsa.


12

Dari penjelasan tujuan pendidikan karakter di atas maka sangat jelas bahwa

pendidikan karakter itu sampai kapanpun diperlukan dalam rangka menopang

pembangunan bangsa. Jika karakter semua warga itu rusak maka pembangunan

bangsa akan berjalan sempoyongan. Karakter yang telah tumbuh pada pribadi

laki-laki dan perempuan adalah sama penting untuk membangun perkembangan

suatu bangsa.

2.4. Fungsi Pendidikan Karakter

Suyanto, (2011:26) Berkaitan dengan tujuan Pendidikan Karakter maka

pada dasarnya Pendidikan karakter berfungsi: (1) mengembangkan potensi dasar

agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik, (2) memperkuat dan

membangun prilaku bangsa yang multikultur, (3) meningkatkan peradaban bangsa

yang kompotitif dalam media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan,

masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Berdasarkan beberapa fungsi pendidikan karakter yang telah diuraikan

maka dapat disimpulkan bahwa secara umum fungsi pendidikan karakter adalah

membangun sikap dan prilaku positif seseorang menjadi lebih baik, bertanggung

jawab, dan berakhlak mulia, serta menjadi individu dengan pribadi yang baik.

2.5. Nilain-Nilai Pendidikan Karakter


13

Suyanto, (2011:2630) Dalam rangka memperkuat pelaksanaan

pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai pendidikan karakter yang

bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu

sebagai berikut.

1. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan

hidup rukun dengan pemeluk agama lain.


2. Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.
3. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari

dirinya.
4. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.


5. Kerja Keras adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.


6. Kreatif adalah tindakan berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.


7. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.


8. Demokratis adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama

hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.


9. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,

dilihat dan didengar.


14

10. Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.
11. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.
12. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,

serta menghormati keberhasilan orang lain.


13. Bersahabat/komunikatif adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,

serta menghormati keberhasilan orang lain.


14. Cinta damai adalah sikap dan tindakan yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap perdamaian.


15. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.


16. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi.
17. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.


18. Tanggung Jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa.
15

2.6. Konsep Sastra

Istilah sastra berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu sastra yang berarti

tulisan atau karangan yang indah bahasanya dan baik isinya sehingga dapat

menimbulkan rasa keharuan dan rasa kekaguman. Bahasa yang indah artinya bisa

menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya berguna

dan mengandung nilai pendidikan. Bentuk fisik dari sastra disebut karya sastra.

Penulis karya sastra disebut sastrawan.

Secara etimologi, kata sastra yang ada dan berkembang pada masyarakat

Indonesia berasal dari bahasa sanskerta sastra. Kata sastra dibentuk dari akar kata

sas- dan tra. Akar kata sas- menunjukkan arti mengerahkan, mengajar, memberi

petunjuk atau intruksi. Sedangkan akar kata tra menunjukkan arti alat untuk

mengajar, buku petunjuk, buku intruksi, atau buku pengajaran. Pengertian ini bisa

dihubungkan dengan pengertian kata kamasastra dan silpasastra dalam bahasa

sanskerta. Kamasastra adalah buku petunjuk mengenai seni bercinta, dan

silpasastra merupakan buku petunjuk arsitektur. Sehadi (dalam Samsuddin,

2015:12)

Ratna (dalam Samsuddin, 2015:2) sastra memiliki dua pengertian yakni:

(1) sastra sebagai hasil karya seni, (2) sastra sebagai keseluruhan hasil karya, baik

sebagai hasil karya seni maupun ilmu. Secara leksikal, sastra diartikan sebagai

kata-kata dan gaya bahasa. Menurut KBBI (dalam Samsuddin, 2015:2) Sastra

dibagi menjadi dua yaitu. (1) Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat (2)

Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Karya

sastra juga merupakan karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang


16

ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan wawasan yang umum

tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya yang

khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterprestasikan teks sastra sesuai

dengan wawasannya sendiri. Sastra memiliki beberapa cirri yaitu: (1) kreasi, (2)

otonom, (3) koheren. Sebagai kreasi, sastra tidak ada dengan sendirinya.

Sastrawan menciptakan dunia baru, meneruskan penciptaan itu, dan

menyempurnakannya. sebagai otonom, sastra tidak mengacu pada sesuatu yang

lain sastra dipahami dari sastra itu sendiri. Sebagai koheren sastra mengandung

arti keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi sastra serta menyuguhkan

sintesis dari hal-hal yang bertentangan didalamnya.

Berkaitan dengan pengertian sastra secara umum maupun pengertian sastra

menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa Sastra adalah sebuah produk

budaya, Kreasi pengarang yang hidup dan terkait dengan tata kehidupan

masyarakat. Sastra berada dalam tarik-menarik antara kebebasan kreasi

pengarangnya dan hubungan sosial yang di dalamnya hidup etika, norma, aturan,

kepentingan ideologis, dan agama. Sastra menjadi produk individual yang pada

saat ia berada di tengah masyarakat seketika itu pula ia dipandang menjadi bagian

dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, ketika sastrawan menyusun beberapa

kreasinya dan kemudian menjelma dalam bentuk karya sastra seketika itu pula ia

berhadapan dengan segala aturan yang bersangkutan. Sastra sebagai salah satu

cerminan nilai-nilai budaya dan tidak terlepas dari sosial budaya serta kehidupan

masyarakat yang digambarkannya dan menyajikan gambaran realita kehidupan,

dan realita kehidupan itu sendiri dari kenyataan sosial.


17

Dalam hal ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat dengan

orang-orang, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Maka dengan memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan

kehidupan manusia, hal utama yang diprioritaskan sastrawan pada karya sastra

adalah kebenaran penggambaran atau yang hendak digambarkan, sastra sebagai

cermin masyarakat di dalam menafsirkan sampai sejauh mana sastra dianggap

sebagai cerrminan realita kehidupan masyarakat.

2.7. Fungsi Sastra

Karya sastra jika dilihat dari kehidupan sosial maka karya sastra tersebut

dapat ditelusuri sampai seberapa jauh karya sastra berkaitan dengan nilai sosial,

dan sampai seberapa jauh sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan

sekaligus sebagai pendidikan masyarakat bagi pembaca. Jika sastra digunakan

sebagai media untuk menyampaikan kritik terhadap realitas sosial yang tidak

berpihak kepada kepentingan masyarakat, maka karya sastra itu sesungguhnya

memiliki fungsi sosial. fungsi sosial karya sastra diwujudkan dengan cara

memberikan respon terhadap fungsi-fungsi kekuasaan yang dilakukan oleh para

pemimpin. Respon yang diberikan karya sastra dalam bentuk kritik sosial yang

diarahkan kepada pemimpin yang tidak bersungguh-sungguh dalam membela

kepentingan rakyat. Pesan-pesan yang disampaikan melalui karya sastra

memberikan peringatan kepada orang-orang yang telah melakukan

pendayagunaan kekuasaan.
18

Hastuti (2009:187188) mengemukakan bahwa fungsi sosial karya sastra

saat ini diharapkan dapat memberikan penyadaran kepada manusia untuk

melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi kepentingan orang banyak, dalam

kehidupan masyarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu. (1) Fungsi

rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi

penikmat atau pembacanya. (2) Fungsi dedikatif, yaitu sastra mampu

mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan

kebaikan yang terkandung didalamnya. (3) Fungsi estetis, yaitu sastra mampu

memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya. (4)

Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengeetahuan kepada

pembaca/peminatnya sehingga mengetahui mengenai moral yang baik dan buruk,

karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi. (5) Fungsi religius,

yaitu sastra mampu menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran yang

dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.

2.8. Hubungan Sastra dengan Pendidikan Karakter

Sastra memiliki peran sangat penting dalam pendidikan karakter. Ibarat api

dengan panasnya, ibarat air dengan basahnya, dan ibarat kapas dengan kainnya.

Hal ini disebabkan karya sastra pada dasarnya membicarakan berbagai nilai hidup

dan kehidupan yang berkaitan langsung dengan pembentukkan karakter manusia.

Sastra dalam pendidikan anak berperan mengembangkan bahasa, kognitif, efektif,

psikomotor, kepribadian, dan pribadi sosial. Sastra sebagai media pembelajaran

yang dapat dimanfaatkan secara reseptif (bersifat menerima) dan ekspresif


19

(kemampuan mengungkapkan) dalam pendidikan karakter. Pemanfaatan secara

reseptif karya sastra sebagai media pendidikan karakter dilakukan dengan: (1)

pemilihan bahan ajar, dan (2) pengelolaan proses pembelajaran. Sebagai bahan

ajar, siswa harus dicarikan karya sastra yang berkualitas dan mengandung ajaran-

ajaran yang baik. Sebagai pengelolaan proses pembelajaran, maksudnya karya

sastra yang baik konstruksi sturkturnya dan mengandung nilai-nilai yang

membimbing peserta didik menjadi orang yang baik, mengenai pengelolahan

karya sastra dalam proses pembelajaran, guru harus mengarahkan siswa dalam

proses membaca karya sastra. Yakni guru mengarahkan siswa agar dapat

menemukan nilai-nilai positif dari karya sastra yang dibaca, kemudian

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan itu pemanfaatan secara ekspresif karya sastra sebagai

media pendidikan karakter dapat ditempuh dengan cara mengelola emosi,

perasaan, semangat, pemikiran, ide, gagasan, dan pandangan siswa ke dalam

bentuk kreativitas menulis karya sastra dan bermain drama, teater atau film. Siswa

dibimbing untuk mengaktualisasi diri dalam dunia karya sastra dalam rangka

membentuk karakter diri yang kuat melalui tema, tokoh, setting, dan alur.

Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan berperilaku

yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga,

masyarakat, dan bernegara, serta membantu mereka untuk membuat keputusan

yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter

mengajarkan anak didik berfikir cerdas, berkarakter sehat, dan mengaktivasi otak

tengah secara alami Khan (dalam Zainal Aqib:1)


20

Taum (dalam Samsuddin, 2015:3) sastra merupakan pengetahuan

eksitensial mengenai bentuk hidup manusia, sehingga mudah dideskripsikan,

tetapi tidak mudah untuk didefinisikan.

Berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan Khan mengenai

pendidikan karakter, dan pendapat yang dikemukakan Taum mengenai sastra

maka sudah jelas bahwa sastra dan pendidikan karakter memiliki hubungan yang

saling berkaitan antara satu sama lain dimana dengan pembelajaran sastra

seseorang dapat membentuk karakter dari bacaan yang dibacanya, sastra memiliki

peran penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang berkaitan dengan

pembentukan karakter manusia. Salah satu bagian terpenting di dalam

pembelajaran sastra yang memadai adalah pendidikan karakter. Karena

pendidikan karakter dan sastra memiliki beberapa kaitan antara lain:

1. secara hakiki sastra merupakan media pencerahan mental dan intelektual yang

menjadi bagian terpenting di dalam pendidikan karakter,


2. terdapat beragam karya sastra yang harus diapresiasi yang secara hakiki sangat

penting bagi pengembangan karakter,


3. pembelajaran bersastra yang relevan untuk pengembangan karakter adalah

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menumbuhkan kesadaran

untuk membaca dan menulis sebagai bagian terpenting dari prasyarat

pembentukan karakter,
4. buku-buku sastra yang dipandang relevan untuk pembentukan karakter adalah

bahasanya indah, mengharukan pembacanya, membawakan nilai-nilai luhur

kemanusiaan, serta mendorong pembacanya untuk berbuat baik kepada

sesama manusia dan makhluk lainnya.


21

2.9. Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Sastra

Generasi muda adalah generasi yang akan datang, yang akan melanjutkan

tongkat perjuangan di masa depan, untuk mewujudkan generasi mudah yang

berkualitas, berakhlak mulia, dan cerdas (Suyanto, 2011: 15).

Berkaitan dengan itu, maka hal utama yang harus dibina adalah karakter

dari manusia itu sendiri dengan menanamkan pendidikan karakter sejak dini

kepada generasi mudah. Pendidikan karakter dapat diterapkan dalam

pembelajaran pada setiap mata pelajaran, materi pembelajaran yang berkaitan

dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran dikembangkan, dan

dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya untuk

menanamkan pendidikan karakter pada manusia adalah dengan pembelajaran

sastra, dimana pembelajaran sastra dapat menjadi media strategis untuk

mewujudkan tujuan mulia itu. Melalui karya sastra, anak-anak sejak dini bisa

melakukan olah rasa, dan olah batin, secara rutin sehingga secara tidak langsung

anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan

berkreasi melalui sastra.

Sejatinya sastra bisa digunakan sebagai media penyampaian pendidikan

karakter kepada peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter

tidak hanya pada tataran kognitif saja, tetapi menyentuh pada pengamalan nyata

dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Tentu saja, langkah

semacam ini tak akan banyak maknanya jika tidak diimbangi dengan dukungan

penuh dari berbagai kalangan secara intensif, menginternalisasi pendidikan

berbasis karakter dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.


22

Dengan pendidikan karakter berbasis sastra, dapat membawa manusia ke

arah perubahan yang lebih baik dan mampu menanamkan karakter yang baik

dalam dirinya. Karena sastra selain mengandung keindahan, sastra juga memiliki

nilai manfaat bagi pembaca. Dari Segi pemanfaatan muncul karena penciptaan

sastra berangkat dari kenyataan sehingga lahirlah suatu pandangan bahwa sastra

yang baik menciptakan kembali rasa kehidupan. Penciptaannya yang dilakukan

bersama-sama dan saling berjalinan seperti terjadi dalam kehidupan kita sendiri.

Kenyataan tersebut di dalam sastra dihadirkan melalui berbagai tahap proses

kreatif. Artinya bahan-bahan tentang kenyataan tersebut dipahami melalui proses

penafsiran baru oleh pengarang. Adapun manfaat sastra bagi pembaca, adalah

berkenaan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar pembaca lebih

mampu menerjemahkan persoalan-persoalan dalam hidup melalui kebaikan

jasmani dan kebaikan rohani.

Melalui pembelajaran sastra yang diajarkan kepada anak, maka secara

tidak langsung anak tersebut sudah mendapatkan pendidikan karakter dari

pembelajaran sastra tersebut. Karena dengan membaca karya sastra seperti Novel,

anak akan membangun karakter dari alur cerita yang dibacanya. Sastra sebagai

media pembentuk watak dan moral peserta didik dapat menyampaikan pesan-

pesan moral kehidupan yang baik. Dengan mengapresiasi cerpen, novel, cerita

rakyat, dan puisi. Maka kita dapat membentuk karakter anak. Nilai-nilai

kejujuran, kebaikan, persahabatan, persaudaraan, kekeluargaan, keikhlasan,

ketulusan, kebersaman, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pendidikan

karakter, bisa diterapkan kepada peserta didik melalui pembelajaran sastra.


23

2.10. Konsep Novel

Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella dan dalam bahasa

Jerman disebut novelle. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang

kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Abrams,

(dalam Nurgiyantoro, 2007:9). Dewasa ini istilah novella dan novelle (Inggris:

novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjang cakupan, tidak

terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.

Liddel (dalam Tarigan, 1984:164) mengemukakan bahwa secara etimologi,

kata novel berasal dari bahasa Latin, novellus yang diturunkan dari kata novies

yang berarti baru, artinya novel ini baru muncul setelah jenis-jenis sastra lainnya

seperti puisi drama, dan lain-lain.

Pengertian novel juga dikemukakan Sadikin (2011:42) bahwa novel adalah

sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam cerita, penulis

novel disebut novelis

Di dalam sebuah novel, biasanya si pengarang berusaha semaksimal

mungkin untuk mengarahkan si pembaca kepada berbagai macam gambaran

realita kehidupan melalui cerita yang terkandung di dalam novel tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel

adalah jenis prosa rekaan atau karya sastra berbentuk fiksi yang menceritakan

kehidupan manusia dalam interaksi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya

serta hubungan penulis dan Tuhannya, yang pada dasarnya novel memberikan

hiburan bagi pembacanya.


24
25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara

individual maupun kelompok, penelitian kualitatif dilakukan untuk menyajikan

data secara rinci mengenai nilai pendidikan karakter dalam novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata sebagai objek penelitian.

Berdasarkan objek yang dikaji, penelitian ini termasuk dalam Rancangan

penelitian kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan sejumlah bahan/referensi

yang relevan untuk mendukung penelitian ini.

3.2. Instrumen Penelitian

pada penelitian Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri

3.3. Data dan Sumber Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah teks atau kutipan kata-kata, frasa, kalimat,

dan paragraf yang mengandung unsur Pendidikan Karakter dalam Novel laskar

Pelangi karya Andrea Hirata. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian

ini adalah sumber data tertulis yakni novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata,
26

terbitan Bentang, Yogyakarta tahun 2006, memuat 34 bab dengan tebal 526

halaman.

3.4.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik baca dan catat, peneliti membaca novel dengan teliti, kemudian mencatat

setiap nilai pendidikan karakter yang ditemukan.

3.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan objektif, yaitu analisis Nilai Pendidikan Karakter dalam

Novel Laskar Pelangi. Hal ini dikaitkan dengan alur cerita sebagai salah satu

unsur intrinsik karya rekaan. Teknik analisis data yang dimaksudkan dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi data, maksudnya memberi kode pada data yang sesuai dengan

permasalahan penelitian, yaitu yang berkaitan nilai pendidikan karakter


2. Klasifikasi data, yang mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahan

penelitian.
3. Deskripsi data, yaitu pemaparan data yang telah diklasifikasikan ke dalam

bentuk kebahasaan.
4. Interpretasi data, yaitu penafsiran terhadap data yang telah dikelompokkan.
5. Analisis data, yaitu penelaan dan penguraian atas data dengan menggunakan

teori-teori yang relevan.


6. Menarik kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai