Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN


IAS NO. 2
Pengendalian dan Pengungkapan Inventory

TOHOM BONIFASIA H TAMBA

1511060120

S1 AKUNTANSI KARYAWAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE OF PERBANAS
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Penilaian Persediaan


Persediaan adalah salah satu aset lancar signifikan bagi perusahaan pada umumnya,
terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor
bangunan, dan penjual jasa tertentu. Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan
menjadi suatu masalah penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut.

Menurut IAS No.2 inventory dan PSAK No.14 persediaan, Persediaan adalah :

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal


b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.

Terdapat beberapa poin penting terkait dengan definisi tersebut diatas :

1. Persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. Ini
berarti aset yang dikelompokkan sebagai persediaan adalah aset yang memang selalu
dimaksudkan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

2. Perlengkapan yang dimaksudkan sebagai persediaan adalah perlengkapan yang


digunakan dalam proses produksi, sehingga perlengkpan kantor (seperti alat tulis kantor)
dengan tujuan untuk digunakan administrasi kantor dan bukan untuk dijual, bukanlah bagian
dari persediaan.

3. Perlengkapan tersebut juga harus merupakan perlengkapan yang digunakan secara


regular dalam proses produksi dan bukan perlengkapan yang hanya bisa digunakan
bersamaan dengan aset tetap.

PSAK 14 tidak ditetapkan untuk pengukuran persediaan yang dimiliki oleh produsen
produk agrikultur dan kehutanan, hasil agrikultur setelah panen, dan mineral dan produk
mineral (sepanjang produk tersebut diukur pada nilai realisasi bersih sesuai dengan praktik
yang berlaku diindustri tersebut) dan juga tidak berlaku untuk pialang dagang komoditas
yang mengukur persediaannnya pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
Klasifikasi persediaan tergantung dari jenis usaha entitas. Perusahaan dagang lazimnya
hanya mempunyai persediaan barang dagang. Sedangkan perusahaan manufaktur
mengelompokkan persediaan sebagai berikut :

1. Persediaan barang jadi, yaitu barang yang setelah selesai diproduksi dan siap untuk
dijual.

2. Persediaan barang dalam proses, yaitu barang yang sedang dalam proses produksi.

3. Persediaan barang mentah atau bahan baku, yaitu barang yang akan menjadi input dalam
proses produksi.

1.2 Pengukuran Persediaan

Persediaan diukur berdasarkan biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih
rendah.

1. Biaya Persediaan
Meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan dalam kondisi dan lokasi saat ini.

2. Biaya Pembelian
Meliputi harga bel, bea impor, pajak lainnya, biaya pengangkutan, biaya penanganan,
dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi,
bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa sikurangkan dalam
menentukan biaya pembelian.

3. Biaya Konversi
Meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya
tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan
variable. Overhead produksi tetap adalah biaya produksi tidak langsung yang relatif konstan
tanpa memperhatikan volume produksi yang dihasilkan. Overhead produksi variable adalah
biaya produksi tidak langsung yang berubah secara langsung mengikuti perubahan volume
produksi. Pengalokasian overhead produksi tetap ke biaya konversi didasarkan pada kapasitas
fasilitas produksi normal.
Overhead produksi variable dialokasikan pada unit produksi atas dasar penggunaan
aktual fasilitas produksi.

4. Biaya Lain
Hanya dimasukkan agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Contoh
biaya-biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam
periode terjadinya adalah:
a) Jumlah pemborosan bahan, tenaga kerja, atau biaya produksi lainnya yang tidak normal
b) Biaya penyimpanan, kecuali biaya tersebut diperlukan dalam proses produksi sebelum
dilanjutkan pada tahap produksi berikutnya
c) Biaya administrasi dan umum yang tidak memberikan kontribusi untuk membuat
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini
d) Biaya penjualan

5. Biaya Persediaan Pemberi Jasa


Pemberi jasa mengukur persediaannya tersebut pada biaya produksinya, yang meliputi
biaya tenaga kerja dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberian
jasa. Biaya yang terkait dengan penjualan dan administrasi tidak termasuk sebagai biaya
persediaan tetapi diakui sebagai beban pada periode terjadinya.

6. Teknik Pengukuran Biaya


Metode biaya standar atau metode eceran, demi kemudahan dapat digunakan jika
hasilnya mendekati biaya. Biaya standar memperhitungkat tingkat normal penggunaan bahan
dan perlengkapan, tenaga kerja, efisiensi dan utilitas kapasitas. Metode eceran seringkali
digunakan dalam industri eceran untuk mengukur persediaan yang variasinya demikian
banyak dan cepat berubah, serta memiliki marjin yang sehingga tidak praktis menggunakan
metode penetapan biaya lainnya.

7. Rumus Biaya
Biaya persediaan yang secara umum tidak dapat ditukar dengan persediaan lain dan
barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu diperhitungkan
berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing. Biaya persediaan, kecuali
yang ditulis dalam paragraf sebelumnya, harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya
masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang. Entitas menggunakan
rumus biaya yang sama terhadap semua persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang
sama. Untuk persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda, rumus biaya yang
berbeda diperkenankan. Formula MPKP mengasumsikan unit persediaan yang pertama dibeli
akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang tertinggal dalam persediaan
akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Dalam rumus biaya rata-rata tertimbang,
biaya setiap unit ditentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada
awal periode dan biaya unit yang serupa yang dibeli atau diproduksi selama suatu periode.

8. Nilai Realisasi Neto


Praktik penurunan nilai persediaan dibawah biaya perolehan menjadi nilai realisasi
neto konsisten dengan pandangan bahwa aset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan
jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan atau penggunaanya. Nilai persediaan biasanya
diturunkan ke nilai realisasi neto secara terpisah untuk setiap unit dalam persediaan, namun
ada yang dalam kelompok unit yang serupa atau berkaitan. Estimasi nilai realisasi neto
mempertimbangkan fluktuasi haega atau biaya yang langsung terkait dengan peristiwa yang
terjadi setelah akhir periode sepanjang peristiwa tersebut menegaskan kondisi yang ada pada
akhir periode, dan juga mempertimbangkan tujuan pengadaan persediaan yang dimiliki.
Suatu penilaian baru dilakukan atas nilai realisasi neto pada setiap periode berikutnya.
Ketika terdapat bukti yang jelas terhadap peningkatan nilai realisasi neto karena perubahan
keadaan ekonomi, maka jumlah penurunan nilai harus dibalik sehingga jumlah tercatan yang
baru dari persediaan adalah yang terendah dari persediaan yang dicatat sebesar nilai realisasi
neto yang telah direvisi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Nilai Realisasi Neto

Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi
estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Sumber: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 14 Persediaan, paragraf 6 (PSAK 14.6).
Nilai realisasi neto mengacu pada jumlah neto yang diharapkan entitas untuk direalisasi
dari penjualan persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai realisasi neto berbeda dengan
nilai wajar. Nilai wajar mencerminkan suatu harga dimana transaksi teratur untuk menjual
persediaan yang sama di pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) untuk
persediaan tersebut akan terjadi antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Nilai realisasi
neto adalah nilai spesifik entitas sedangkan nilai wajar tidak bergantung pada nilai spesifik
entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan dapat tidak sama dengan nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual. PSAK 14 mengharuskan persediaan diukur pada mana yang lebih
rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto.

Pengukuran nilai realisasi neto

Nilai realisasi neto (NRV) dari bahan baku dan perlengkapan lainnya yang dimiliki
untuk digunakan dalam produksi barang jadi diestimasi dengan cara ini :
Apabila produk jadi dimana bahan baku dan perlengkapan yang digunakan dijual pada
harga perolehan atau diatas harga perolehan, kemudian estimasi nilai realisasi bahan baku dan
perlengkapan dianggap menjadi lebih besar dibandingkan harga perolehannya.
Apabila bahan baku dan perlengkapan yang digunakan dijual dibawah harga perolehan,
kemudian harga pengganti (replacement price) bahan baku atau perlengkapan mungkin
menjadi ukuran terbaik yang ada mengenai nilai realisasi neto.

PSAK No.14 (revisi 2008)


Persediaan diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah.

Kos persediaan mungkin akan mengalami penurunan apabila :

1. Persediaan mengalami kerusakan

2. Persediaan mengalami keusangan

3. Harga jual mengalami penurunan

4. Estimasi biaya penyelesaian atau biaya penjualan mengalami kenaikan

Penurunan nilai perusahaan dilakukan :

1. Untuk setiap unit persediaan


2. Untuk kelompok unit serupa atau berkaitan
Pengakuan :

Penurunan nilai persediaan diakui sebagai biaya pada periode saat kerugian terjadi.

Kenaikan nilai persediaan yang disebabkan kenaikan nilai NRV (Net Realizable Value) akan
diperlakukan sebagai pengurang kerugian penurunan nilai persediaan (pemulihan) pada
periode terjadinya.

Contoh :

Estimasi Harga Estimasi Biaya


Produk Unit Biaya/Unit
Jual Penjualan
A 1.000 100 120 10
B 500 110 110 5
C 800 120 100 6
D 1.000 120 125 10
E 300 130 150 20

Hitunglah penurunan Nilai Persediaan semua produk!

Produk Unit Biaya/Unit Total Biaya Estimasi NRV LCNRV Rugi


A 1.000 100 100.000 110.000 100.000 0
B 500 110 55.000 52.500 52.500 2.500
C 800 120 96.000 75.200 75.200 20.800
D 1.000 120 120.000 115.000 115.000 5.000
E 300 130 39.000 39.000 39.000 0
410.000 391.700 28.300

Jurnal yang dicatat :

Metode HPP
HPP 28.300
Persediaan 28.300

Metode Kerugian
Rugi Penurunan 28.300
Persediaan 28.300

Metode Cadangan
Laba-Rugi PN
28.300
Persediaan
Cadangan PN
28.300
Persediaan
2.2 Cadangan Penurunan Nilai Persediaan, Persediaan yang kebakaran dan Usang

Penurunan Nilai yang maksud di sini adalah penurunan harga pokok persediaan. Harga
pokok persediaan bisa turun karena beberapa hal yaitu :

1. Rusak / Ketinggalan Zaman

Persediaan bahan baku atau barang dagangan yang datang dari suplier belum tentu
langsung digunakan atau dijual habis. Bahan / barang belum terpakai / terjual tersebut
disimpan dalam gudang. Selama masa menunggu untuk digunakan atau dujual bisa saja
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, rusak misalnya atau penurunan harga jual untuk barang
dagangan. Hal ini menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Kerugian yang diakibatkan persediaan barang dagangan diukur dengan selisih antara harga
perolehan dengan taksiran nilai bersih yang bisa direalisasi. Taksiran nilai bersih yang bisa
direalisasi adalah teksiran harga jual dikurangi biaya utnuk menjual barang dagangan tersebut
termasuk biaya reparasi untuk menjual barang tersebut.

Contoh :

Sebuah toko baju, ada beberapa baju yang kancing bajunya lepas atau ada baju yang
rusak. Pada kondisi normal harga perolehan baju tersebut adalah Rp. 30.000,- tapi karena
cacat, baju tersebut di jual dengan harga Rp. 20.000,- setelah diperbaiki, biaya untuk
memperbaiki adalah Rp. 5.000,- Nilai bersih yang bisa direalisasi adalah harga jual (20.000)
dikurangi biaya perbaikan (5.000), hasilnya sama dengan Rp. 15.000,-. Dengan demikian
perusahaan akan menderita kerugian sebesar Rp. 15.000,- (30.000 15.000).

Jurnal untuk mencatat kerugian ini adalah :

Kerugian Penurunan nilai Persediaan 15.000

Persediaan 15.000

2. Penurunan Harga

Penurunan harga bisa terjadi karena stock di pasaran melimpah, daya beli masyarakat
turun dan karena adanya model baru yang lebih canggih. Contoh konkrit penurunan harga
adalah pada produk elektronik dan alat komunikasi handphone. Jika ada model baru maka
model lama ditinggalkan / tidak lagi diminati, hal ini menimbulkan penurunan harga.

Contoh :

Harga perolehan televisi pada kondisi normal adalah Rp. 400.000,- tapin karena ada
produk baru yang lebih canggih maka produk lama tersebut kurang diminati, hal ini
menyebabkan penurunan harga perolehannya menjadi Rp. 350.000,- agar produk tersebut
tetap laku di jual. Penurunan harga perolehan ini menyebabkan kerugian sebesar Rp. 50.000
per satu televisi.

Jurnal untuk mencatat kerugian pada akhir bulan / tahun adalah

Kerugian penurunan nilai persediaan 50.000

Persediaan 50.000

3. Hilang / Rusak Parah

Apabila ada satu atau beberapa produk yang rusak parah dan tidak bisa diperbaiki
lagi, atau ada produk yang hilang maka jurnal untuk mencatat hilang atau produk rusak
adalah :

Kerugian penurunan nilai persediaan 50.000

Persediaan 50.000

Produk yang hilang atau rusak tersebut dicatat sebesar harga perolehannya

Contoh :

15 Desember 2001 terjadi kebakaran gudang PT.Manggola,setelah diperiksa sisa barang


terdapat sebesar Rp50.000;

Data yang diperoleh dari perusahaan :

Persediaan barang dagangan 30 November 2001 Rp250.000

Transaksi tanggal 1-15 Desember 2001 :

Hasil penjualan Rp3.600.000

Pembelian (bersih) Rp2.800.000


Jika taksiran laba kotor 25%,tentukan HPP yang terbakar ???

Penyelesaian :

Hasil penjualan Rp3.600.000

Laba kotor = 25% x Rp3.600.000 (Rp 900.000)

HPP Rp2.700.000

Persediaan awal Rp 250.000

Pembelian Rp2.800.000

HPP yang tersedia untuk dijual Rp3.050.000

Persediaan saat kebakaran = Rp3.050.000 Rp2.700.000 = Rp350.000

Harga pokok yang terbakar = Rp350.000 Rp50.000 = Rp300.000

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu:

a. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen,
dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi:

1. Cadangan piutang tak tertagih untuk:


a) bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;
b) bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
c) bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan
d) bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

2. cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu
badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada
masyarakat, yang meliputi:
a) koperasi simpan pinjam;
b) PT Permodalan Nasional Madani (Persero);
c) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
d) perusahaan pembiayaan infrastruktur yang melakukan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana pada proyek infrastruktur; dan
e) PT Perusahaan Pengelola Aset.

3. cadangan piutang tak tertagih untuk sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu cadangan
piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk
digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);

4. cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan
piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;

5. cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang yaitu cadangan piutang tak
tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut;

b. cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi:


1.Cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian;

2.Cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa;

c. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan


penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut
aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;

d. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk
kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya;

e. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya
penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas
hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu; dan

f. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri


untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan
hasil pengolahan limbah industri. Sementara Sebab, saat persediaan tersebut terjual semua,
harga pokoknya akan sama antara fiskal dan akuntansi.

Situasi Penilaian Khusus


Penilaian khusus terjadi karena adanya saat-saat tertentu ketika nilai persediaan sulit
ditentukan dan sulit dipertukarkan. Sebagai contoh adalah pada aset pertanian dan
peternakan. Aset pada komodutas ini sangat sulit untuk dinilai dan bahkan dapat berubah
setiap hari.

Contoh:
Peternakan Padat Karya memulai usaha pad 1 Januari 2015 dengan membeli ayam petelur
senilai Rp20.000.000. Selama bulan Januari 2015 diperkirakan indukan tersebut mengalami
pertumbuhan alami sehingga dapat dinilai turun Rp1.000.000, penurunan nilai wajar saat
panen senilai Rp500.000. Telur yang dihasilkan selama bulan Januari adalah senilai
Rp5.000.000.
Pencatatan saat pembelian indukan:

Aseet Peternakan Ayam Petelur Rp20.000.00


0
Kas/Utang Dagang Rp20.000.000
Pencatatan penurunan nilai aset indukan

Aset Peternakan Ayam Petelur Rp500.000


Laba/Rugi Belum Direalisasi Rp500.000
Pencatatan hasil produksi telur

Persediaan Telur Ayam Rp5.000.000


Laba/Rugi Belum Direalisasi Rp5.000.000
Pencatatan penjualan telur ayam jika dijual secara tunai Rp9.000.000.

Kas Rp9.000.000
Biaya Telur Ayam Terjual/HPP Rp5.000.000
Persediaan Telur Ayam Rp5.000.000
Penjualan Rp9.000.000

2.3 Pengakuan Beban

Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban (expense) didalam suatu periode
dimana persediaan dijual dan pendapatan yang terkait diakui.
Bilamana biaya perolehan persediaan pada tanggal perolehan lebih rendah daripada nilai
realisasi, atau suatu kerugian persediaan terjadi, jumlah penurunan atau kerugian persediaan
harus diakui sebagai suatu beban (expense) di dalam periode yang sama sebaimana
penurunan penurunan atau kerugian yang terjadi. Demikian pula, bilamana nilai realisasi neto
persediaan yang diturunkan lebih awal,meningkatkan atau melibihi nilai yang dinyatakan,
jumlah pemulihan dari penurunan harus diakui sebagai suatu pengurangan didalam jumlah
persediaan yang dianggap beban didalam periode dimaa pemulihan tersebut terjadi.
Jika persediaan dijual, maka jumlah tercatat prsediaan tersebut diakui sebagai beban
pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan
dibawah biaya perolehan menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian persediaan diakui
sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan
kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto. Diakui
sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan
tersebut. Beberapa persediaan dapat dialokasikan ke pos aset lainnya.

2.4 Pengendalian Inventory

Pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh suatu


perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan
untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil
mungkin. Persediaan yang terlalu besar (over stock) merupakan pemborosan karena
menyebabkan terlalu tingginya beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan
selama penyimpanan di gudang. Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar berarti
terlalu besar juga barang modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu juga sebaliknya
kekurangan persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran proses produksi sehingga
ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi
yang ada sehingga pelanggan lari ke perusahaan lain. Singkatnya pengendalian persediaan
merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi
sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya
persediaan yang sekecil-kecilnya.

Maksud Dan Tujuan Pegendalian Persediaan

Pada dasarnya pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu kelancaran proses


produksi, melayani kebutuhan perusahaan akan bahan-bahan atau barang jadi dari waktu ke
waktu. Sedangkan tujuan dari pengendalian persediaan adalah sebagai berikut:

1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan bahan-bahan sehingga


menyebabkan terhenti atau terganggunya proses produksi.
2. Menjaga agar keadaan persediaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya-
biaya yang timbul dari persediaan tidak besar pula.
3. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila
biaya untuk mencari barang/bahan penggantian atau biaya kehabisan bahan atau barang
(stock out) relatif besar.

Fungsi Pengendalian Persediaan

Fungsi utama pengendalian persediaan adalah menyimpan untuk melayani kebutuhan


perusahaan akan bahan mentah atau barang jadi dari waktu ke waktu. Fungsi tersebut diatas
ditentukan oleh berbagai kondisi seperti :

1. Apabila jangka waktu pengiriman bahan mentah relatif lama maka perusahaan perlu
persediaan bahan mentah yang cukup untuk memenuh kebutuhan perusahan selama jangka
waktu pengiriman

2. Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar dari yang dibutuhkan.

3. Apabila pemintaan barang hanya sifatnya musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat
adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan membuat
tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan.

4. Selain untuk memenuhi permintaan langganan, persediaan juga diperlukan apabila biaya
untuk mencari barang atau bahan pengganti atau biaya kehabisan barang atau bahan relatif
besar.

Metode dan model pengendalian persediaan


1. Metode pengendalian persediaan Dalam mencari jawaban atas permasalahan umum dalam
pengendalian persediaan seperti yang telah diuraikan diatas, secara kronologis metode
pengendalian persediaan yang ada dapat diidentifikasikan sebagai berikut : Metode
pengendalian persediaan, Metode ini menggunakan matematika dan statistika sebagai alat
bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. Pada dasarnya
metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :

1. Jumlah pemesanan optimal (EOQ)

2. Titik pemesanan kembali (Reorder point)

3. Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan. Metode ini sering disebut
metode pengendalian tradisional karena memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih
modern seperti MRP di Amerika dan Metode Kamban di Jepang. Metode pengendalian
persediaan secara statistik ini hanya digunakan untuk mengendalikan barang yang
permintaannya bersifat bebas dan dikelola saling tidak bergantung.

Yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme
pasar sehingga bebas dari operasi produksi.

Model pengendalian persediaan Dalam pengelolaan persediaan terdapat dua keputusan


penting yang harus dilakukan oleh manajemen, yaitu berapa banyak jumlah barang atau
bahan yang harus dipesan setiap kali pengadaan persediaan dan kapan pemesanan barang
harus dilakukan. Setiap keputusan yang diambil mempunyai pengaruh terhadap besar biaya
penyimpanan barang yang begitu juga sebaliknya.

1. Model persediaan Economi Order Quantity (EOQ) Economic Order Quantity atau EOQ
adalah jumlah pemesanan paling ekonomis, yaitu jumlah pembelian barang yang dapat
meminimalkan jumlah biaya pemeliharaan barang dari gudang dan biaya pemesanan setiap
tahun. Asumsi dasar dalam menerapkan metode EOQ untuk dipenuhi yaitu :

Permintaan dapat ditentukan secara pasti dan konstan, item yang dipesan indenpenden
dengan item yang lain, pesanan yang diterima dengan segera dan pasti, tidak terjadi stock out
serta harga item konstan. Tujuan dari model ini adalah untuk menentukan nilai Q sehingga
meminimalkan total biaya persediaan. Dalam penentuan nilai Q maka Purchasing cost dapat
diabaikan karena dianggap konstan. Dimana biaya total persediaan adalah sebagai berikut :
Biaya total persediaan = Ordering Cost + Holding Cost+ Purchasing Cost Cara lain untuk
memperoleh EOQ dengan pendekatan matematis dikenal dengan istilah cara formula. Dengan
metode ini digunakan beberapa notasi atau parameter antara lain: TAC = total biaya
persediaan tahunan (total annual inventory cost) TOC = total biaya pesan (total annual
inventory cost) TCC = total biaya pesan (total carrying cost) R = jumlah pembelian
(permintan ) satu periode C = biaya simpan tahunan (rupiah/unit_ S = biaya setiap kali
pemesanan Q = jumlah pemesanan (unit/order) Q* = jumlah pemesanan optimum (EOQ) T =
waktu antara satu pesanan dengan lainnya TC = total biaya persediana (rupiah per tahun)
Biaya pemesanan per tahun S = frekuensi pesanan x biaya pesanan S = (R/Q) x s ........

Biaya penyimpanan per tahun C = persediaan rata-rata x biaya penyimpanan C = (Q/2)x c ....

Biaya total per tahun TC = (R/Q*)x S+ (Q*/2) x C .

Keterangan : EOQ terjadi jika biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan atau TOC
= TCC, maka : (R/Q*)S = (Q*/2)C 2RS = CQ*2 Q*2 = (2RS/C) Maka : EOQ = Q* =
2RS/C

Persediaan pengaman (safety stock) Persediaan pengaman atau safety stock adalah persediaan
minimum yang harus tersedia dan hanya dapat digunakan dalam keadaan yang betul-betul
darurat. Dengan adanya safety stock maka perusahaan dapat mengalami resiko seminimal
yang dapat ditimbulkan karena adanya ketidakpastian kedatangan bahan Besarnya safety
stock (B) dapat dicari dengan rumus : B = a x Sdt .

Dimana : B = safety stock

a = frequency level of service

Sdt = standar deviasi lead time

2. Reorder Point (ROP) Yang dimaksud dengan reorder point adalah saat atau titik dimana
pemesanan kembali harus diadakan sehingga kedatangan atau penerimaan bahan tepat pada
waktunya dimana jumlah persediaan sama dengan safety stock Penentuan titik pemesanan
kembali ini menunjukkan kepada bagian pembelian terhadap barang yang akan dibutuhkan.
Hal ini ditunjukkan untuk menjaga keseimbangan persediaan serta perusahaan tidak
kehabisan bahan jika sewaktu-waktu terdapat jumlah pesanan atau produk yang lebih besar
jumlahnya. Pada kenyataannya ,bahan yang lebih besar jumlahnya pada kenyataan bahan
yang dipesan tidak dapat dipenuhi atau tersedia karena dibutuhkan jangka waktu untuk
pengiriman. Agar datangnya bahan tersebut tepat pada safety stock maa perusahaan harus
melakukan pemesanan terlebih dahulu.

Untuk dapat menerapkan kapan pemesanan kembali dapat dilakukan maka harus
diperhatikan tiga unsur yang mempengaruhi, yaitu :

* Waktu antar saat melakukan pemesanan dengan saat bahan sampai di gudang Jumlah safety
stock.

* Jumlah kebutuhan tiap kali proses Reorder point (ROP) atau R adalah menunjukkan suatu
tingkat persediaan dimana saat itu harus dilakukan pesanan. Dengan rumus sebagai berikut :
ROP = (U x L ) + Safety Stock Dimana : ROP = Reorder point U = tingkat kebutuhan per
periode L = lead time Persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu
(lead time). Jumlah yang harus dipesan harus sesuai atau berdasarkan EOQ.

1. Maximum stock Maximum stock adalah keadaan dimana persediaan mencapai posisi yang
maksimal. Maximum stock = safety stock +EOQ

Lead time Dalam pengisian kembali persediaan terdapat perbedaan waktu yang cukup lama
antara saat pengadaan pemesanan (order) untuk pergantian kembali persediaan dengan saat
penerimaan barang-barang yang dipesan tersebut diterma dan dimasukkan kedalam
persediaan (stock). Perbedaan waktu ini disebut lead time. Lead time ini merupakan lamanya
waktu antara mulai dibutuhkan pemesanan bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan
yang dipesan tersebut diterima di gudang persediaan. Lamanya waktu tersebut tidak sama
antara satu pesanan dengan pesanan yang lain. Oleh karena itu suatu pesanan yang dilakukan
lamanya waktu yang harus diperkirakan walaupun resiko kesalahan mesin tetap ada. Lead
time merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu rencana persediaan karena lead time
harus dipatuhi oleh para pelaku pembelian. Tanpa lead time yang konstan pengendalian
persediaan akan kacau.
2.5 Pengungkapan Inventory

Laporang keuangan harus mengungkapkan hal-hal berikut :

Kebijakan akuntansi yang diadopsi untuk mengukur persediaan, termasuk formula


pengukuran biaya yang digunakan (masuk pertama, keluar pertama = FIFO, metode
identifikasi khusus atau metode biaya perolehan rata-rata tertimbang);

Total jumlah yang dicatat dri persediaan sepanjang dengan klarifikasi yang baik
(misal barang jadi, barang dalam proses, bahan baku, suku cadang dan lain-lain);

Jumlah tercatat persediaan yang dibukukan atas dasar nilai wajar dikurang biaya
untuk menjual (misal persediaan broker-pedagang komoditas);

Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode (misal harga pokok
penjualan);

Jumlah persediaan yang diturunkan jika ada , diakui sebagai beban di dalam periode;
Jumlah pemulihan atas penurunan sebelumnya yang diakui sebagai seuatu
pengurangan di dalam jumlah persediaan yang dibebankan dalam periode tersebut
dimana pemulihan terjadi dan kondisi atau peristiwa yang menyebabkan pemulihan
itu terjadi; dan

Jumlah tercatat persediaan yang dijaminkan sebagai jaminan hutang.

IAS 2 mengakui bahwa beberapa perusahaan mengklasifikasikan biaya laporan laba rugi oleh
alam( bahan, tenaga kerja, dan sebagainya) bukan oleh fungsi (harga pokok penjualan, beban
penjualan, dan sebagainya.) Dengan demikian, sebagai alternatif untuk mengungkapkan
beban pokok penjualan, IAS 2 memungkinkan entitas utuk mengungkapkan biaya operasi
diakui selama periode oleh alam dari biaya (bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga
kerja, biaya operasi lainnya) dan jumlah bersih mengubah persediaan untuk periode.

Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai klasifikasi persediaan dan
tingkat perubahannya masing masing berguna bagi pemakai laporan keuangan. Klasifikasi
persediaan yang biasa digunakan adalah barang dagangan, perlengkapan produksi, bahan,
barang dalam penyelesaian, dan barang jadi. Persediaan dalam pemberi jasa biasanya disebut
pekerjaan dalam penyelesaian.

Kutipan dari laporan keuangan yang diterbitkan


Suatu penurunan nilai (write down) persediaan dibukukan apabila nilai realisasi neto
(NRV) lebih kecil daripada nilai buku. Penurunan nilai persediaan dari suku cadang barang
yang dapat dikonsumsi dihitung dengan membandingkan nilai buku dan probabilitas nilai
realisasi neto setelah analisis tertentu mengenai rotasi dan keusangan barang persediaan,
dengan mempertimbangkan manfaat barang untuk aktivitas pemeliharaan dan jasa purna
jual, dan perubahan dalam berbagai produk yang dipasarkan.

Lap keuangan antam 2013 hal 6, 42-43, 70, 100,

Lebih kepada penilaian


1. Cadangan penurunan nilai persediaan (laporan keuangan sama contoh soal)
2. Prosuk usang dan kebakaran
3. Pengendalian
4. Pengungkapan
5. Nilai realisasi neto penilaian
6. Pengakuan beban

Anda mungkin juga menyukai