TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut The American Collage of Gastroenterology, ulkus peptikum
berasal dari kata ulcer yang berarti luka berl dan kata peptic yang mengacu
pada masalah yang disebabkan oleh asam lambung (Schafer, 2008). Secara
anatomis, ulkus peptikum merupakan defek mukosa/ submukosa yang berbatas
tegas dan dapat menembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan serosa
sehingga dapat menyebabkan perforasi. Secara klinis, ulkus adalah hilangnya
epitel dengan diameter 5mm yang dapat diamati secara endoskopi atau radiologi
(Tarigan & Akil, 2009).
Dua jenis ulkus peptikum yang paling sering ditemukan adalah ulkus
gaster dan ulkus duodenum. Nama dari ulkus mengacu pada lokasi anatomis
atau lingkungan di mana ulkus terbentuk. Ulkus gaster di temukan di gaster,
dan ulkus duodenum ditemukan pada beberapa sentimeter pertama usus
halus, tepat di bawah lambung. Pada saat bersamaan seseorang bisa terkena
ulkus gaster dan ulkus duodenum (Prince, 2002; Del, 2005).
2.2 Anatomi, Histologi dan Fisiologi
Lambung merupakan organ yang berbentuk seperti huruf J yang membentuk
curvatura major dan curvatura minor, terletak di regio hipocondrium sinistra dari
permukaan abdomen. Lambung terdiri atas 5 bagian yaitu; Cardia yang
berhubungan langsung dengan esofagus; Fundus yang menjadi atap yang
merupakan perluasan dari cardia; Corpus atau badan lambung; Antrum; dan
Pylorus yang merupakan tempat terdapatnya sfingter pylorus yang memisahkan
lambung dari duodenum (Kasehav, 2004).
Struktur dari dinding lambung secara umum mirip dengan organ intestinal,
dengan tambahan lapisan otot oblique yang membantu secara mekanik dalam
fungsi mengocok dan membantu lambung untuk mengembang. Dinding lambung
dari luar ke dalam tersusun atas: Lapisan Serosa; Lapisan otot longitudinal;
Lapisan otot circular; Lapisan otot oblique; Lapisan submukosa; Muskularis
mukosa; Mukosa yang terdiri dari lamina propria dan epitel columna lambung
dengan kantung lambung (gastric pits) dan kelenjarnya (Kasehav, 2004).
3
4
Arteri coeliacus menyuplai darah arteri ke lambung dan darah vena mengalir
ke vena portal hepatis. Lambung mendapat persarafan parasimaptis melalui
nervus vagus (Nervus X) dan simpatis dari nervus Splanicus. Sebagian besar
mukosa lambung dibentuk oleh lipatan-lipatan yang dikenal sebagai rugae.
Lapisan mukus membantu melindungi lambung terhadap trauma mekanik, HCl
dan enzim proteolitik (Kasehav, 2004).
5
melalui stimulasi nervus vagus. Fase gastrik teraktivasi ketika makanan mencapai
lambung, dimana komponen nutrient menstimulasi Sel Arginafin untuk
mensekresikan gastrin yang mampu menstimulasi aktivasi dari sel parietal. Fase
intestinal diinisiasi ketika makanan mencapai duodenum. Fase penghasilan asam
ini dapat dihambat oleh hormone somatostatin yang dihasilkan oleh sel endokrin
pada mukosa gaster. Somatostatin dapat menghambat secara langsung
(menghambat kerja sel parietal) dan secara tidak langsung (menurunkan produksi
histamin dan pelepasan hormone gastrin dari sel argifinin) (Guyton & Hall. 2006).
Secara klinis ulkus duodeni lebih sering dijumpai daripada ulkus lambung.
Pada beberapa negara seperti Jepang dijumpai lebih banyak ulkus lambung
daripada ulkus duodeni (Tarigan & Akil, 2009).
2.4 Etiologi
Umumnya yang berperan besar pada terjadinya ulkus adalah H. Pylori yang
merupakan organisme penghasil urease dan berkoloni pada mukosa antral dari
lambung yang merupakan penyebab tersering ulkus duodenum dan ulkus
lambung. H. Pylori paling banyak terjadi pada orang dengan sosialekonomi
rendah dan bertambah seiring dengan usia. Penyebab lain dari ulkus peptikum
adalah penggunaan NSAIDs, kurang dari 1% akibat gastrinoma (Zollinger-Ellison
syndrome), luka bakar berat, dan faktor genetik. Selain itu, faktor resiko
terjadinya ulkus yakni herediter (berhubungaan dengan peningkatan jumlah sel
parietal), merokok, hipercalcemia, mastositosis, alkohol, dan stress (Townsend et
al., 2004).
2.5 Patofisiologi
1. Faktor Asam Lambung No Acid No Ulcer
Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/
zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah jadi pepsin
10
dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH <
4. Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi
balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam
lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan ulkus lambung
(Kasehav, 2004;Tarigan & Akil, 2009).
Produksi asam lambung (HCl) distimulasi oleh gastrin yang disekresi
oleh sel G pada antrum, asetilkolin dilepaskan oleh nervus vagus dan
histamin dilepaskan oleh sel entero-chromaffin-like (ECL), yang semuanya
menstimulasi reseptor pada sel parietal yang merupakan penghasil asam
(Kasehav, 2004;Tarigan & Akil, 2009).
2. Balance Theory 1974
Ulkus terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor
agresif/ asam dan pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah,
PG), bisa faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun (Tarigan &
Akil, 2009).
3. Infeksi Helicobater Pylori (HP)
Helicobater pylori pada gambar 2.5 merupakan bakteri gram negatif
berbentuk basil. Bakteri ini pertama kali dapat dikultur tahun 1982 di Perth
Australia. Bakteri ini mampu menghasilkan urease yang menyebabkan
bakteri ini mampu bertahan dalam pH asam gaster. Urease dihasilkan 6%
dari total protein bakteri. Bakteri ini juga menghasilkan VacA (Vacuolating
Cytotoxin) yang menyebabkan apoptosis pada sel eukariotik dengan cara
pembentukan vakuola sitoplasma multipel berukuran besar (Prescott, 2002;
Ryan, 2004).
11
abdomen menunjukkan adanya perforasi lambung (Schafer, 2008; Tarigan & Akil,
2009).
2.6.3 Diagnosa dan Diagnosa Banding
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan: 1) anamnesis (dispepsia/
rasa sakit pada ulu hati); 2) pemeriksaan penunjang (radiologi dengan barium
meal kontras/ colon in loop dan endoskopi); dan 3) hasil biopsi untuk pemeriksaan
kuman H. Pylori (Pierce, 2002; Tarigan & Akil, 2009).
Radiografi dengan barium paling umum digunakan untuk menegakkan
ulkus peptikum. Tingkat sensitivitas mencapai 90%. Gambaran radiologi pada
ulkus peptikum dapat dilihat pada Gambar 2.6. Endoskopi lebih sensitif dan
spesifik dalam menilai adanya gangguan gastrointestinal. Selain itu, endoskopi
memungkinkan untuk melihat visualisasi langsung dari mukosa gaster dan
duodenum, serta mampu mengambil sampel jaringan untuk mengesampingkan
kemungkinan keganasan. Pemeriksaan endoskopi mampu mengidentifikasi lesi
berukuran kecil yang tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi.
Gambaran endoskopi ulkus peptikumdapat dilihat pada Gambar 2.7 (Del,2005;
Schafer, 2008).
Gambar 2.6 Gambaran Radiologi Barium pada Ulkus Peptikum (Harrison's, 2008)
15
Gambar 2.7
Gambaran
Ulkus
Dueodenum dan Ulkus
Gaster pada Ulkus
Menggunakan Endoskopi (Harrison's, 2008)
pedas atau asam, soda dan bir yang memiliki keterikatan dengan kejadian ulkus
peptikum (Tarigan & Akil, 2009).
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi
dapat memperlambat pemyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, menambah refluks dudenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus
sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus serta meningkatkan angka kematian
karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit
jantung koroner (Tarigan & Akil, 2009).
2.7.2 Farmakologi
Ada beberapa obat-obatan yang menjadi modalitas dalam pengobatan ulkus
peptikum antaralain:
1. Penetralisir Asam (Antasida)
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan HCl
menghasilkan garam dan air. Ia juga memiliki sifat protektif terhadap
mukosa dengan menstimulasi produksi prostaglandin. Antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Pada saat ini
antasida sudah jarang digunakan, Efek samping penggunaan antasida bervariasi
sesuai dengan bentuk dan sediaan dari antasida. Preparat yang mengandung
magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek
samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc (Tarigan & Akil, 2009;
Laurence, 2011).
2. Antagonis Reseptor H2
Obat-obat ARH2 adalah cimetidine, ranitidine, famotidine (paling poten),
dan nizatidine. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal
sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Antagonis H2 sangat efektif
menginhibisi sekresi asam pada malam hari, sekitar 90%, yang mana
sekresinya sangat bergantung terhadap histamin. Namun pengaruhnya menurun
menjadi sekitar 60-80% pada siang hari karena sekresi asam di siang hari
utamanya dipengaruhi oleh gastrin dan asetilkolin akibat adanya makanan yang
masuk (Del,2005; Tarigan & Akil, 2009).
17
Terdapat tiga tindakan operasi yang dilakukan pada ulkus lambung, yaitu:
highly selective vagotomy (HSV), vagotomi dan drainage, vagotomi dan
gastrectomi distal.
2.8 Komplikasi
1. Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya (Tarigan & Akil, 2009):
- Perdarahan: hematemesis/ melena dengan tanda syok apabila
perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi
- Anemia: Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan darahn
berlebihan dan anemia kronik
- Perforasi: nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
- Penetrasi tukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba yang
terasa tembus kebelakang
- Stenosis Psilorik/ Gastric Outlet Obstruction : keluhan pasien akibat
komplikasi ini berupa cepat kenyang, mual, muntah berisi makanan tak
tercerna, perut terasa kembung, sakit perut setelah makan/ post prandial,
berat badan menurun. Obstruksi yang terjadi akibat peradangan daerah
peri pilorik timbul odema, spasme. Bisa obstruksi permanen akibat
fibrosis dari suatu tukak akan menyebabkan mekanisme pergerakan
antro duodenal terganggu.
2. Komplikasi Operasi (Tarigan & Akil, 2009):
- Komplikasi primer akibat perubahan anatomi gaster paska operasi
- Semakin radikal tindakan operasi maka semakin kurang kekambuhan
tukak, tapi semakin meningkatkan komplikasi paska operasi.
2.9 Prognosis
Prognosis dari ulkus peptikum tergantung dari perjalanan penyakit dan
komplikasi yang terjadi. Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan eradikasi
infeksi H pylori, menghindari NSAID, dan penggunaan terapi anti sekresi yang
tepat. Eradikasi infeksi H pylori menurunkan tingkat kekambuhan ulkus dari 60-
90% menjadi sekitar 10-20% (Anand, 2011).