Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN

TECH
WOW
HEALTH
MOTIVASI
OTO
TRAVEL
UNIK
BUAT ARTIKEL


JOIN WITH US

Petani Hebat
Menu

Home

Pertanian

Peternakan

Syarat Tumbuh

Budidaya

Hama Penyakit

Pertanian Indonesia
Home Hama Akar Gada Pada Kubis (Plasmodiophoro brassicae)
Akar Gada Pada Kubis (Plasmodiophoro
brassicae)
HAMA

Akar Gada Pada Kubis (Plasmodiophoro brassicae)

Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis-
kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini
menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia khususnya
di Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah dataran
rendah dan dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan misalnya
kubis, sawi putih, dan brussels sprout sangat rentan terkena akar gada.
Penyebab Penyakit

Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh
pada tanah yang terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah
ini tetap menjadi saprofit pada tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi
untuk dibudidayakan di tempat tersebut (Agrios, 2005).

Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini termasuk dalam kelas


plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium
tumbuh menjadi zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan,
patogen ini membentuk zoozpora yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora
tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi akar inang dan tumbuh
menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah menjadi
beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar
akan bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium.
Setiap zoosporangium terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera
dilepaskan melalui pori-pori pada dinding sel tanaman inang.

Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot diploid


yang dapat menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini terdiri
dari nucleus yang dikaryotik. Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi
(karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium menjadi spora rehat
yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya.
Siklus dari patogen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gejala Penyakit

Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah
pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada.
Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah
terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman
menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit.
Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan
penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga
terdapat pada rumput-rumputan.

Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari
tanaman yang sudah terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat
dengan menguningnya daun. Layu pada siang hari dan akan segar kembali pada
malam hari (gambar 2b). Tanaman akan kelihatan kerdil, tanaman muda yang
terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat bertahan
hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit

Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun
dengan drastis pada pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8.
Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,7-7,5 dan tidak akan berkecambah
pada pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin terjadinya infeksi untuk
semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi perkembangan P.
brassicae adalah 17,8-25 oC dengan temperature minium 12,2-27,2 oC.

Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan dan


penetrasi pathogen ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika
kelembaban tanah di atas 45 % dan kelembaban di atas 50 % akan
menyebabkan penyakit bertambah cepat. Kelembaban tanah di bawah 4 %
dapat menyebabkan terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat
disebakan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat
berpengaruh pula terhadap perkembangan penyakit.
Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan pathogen akan menurun,
sebaliknya intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya
patogen dengan cepat sehingga penyakit akibat serangan patogen juga
semakin besar.

Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang
mengandung paling sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk
mengadakan infeksi. Disamping itu, kondisi inang turut mempengaruhi
perkembangan P.brassicae, seperti kisaran inang,inang yang rentan, dan
morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba yang lain.

Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut.
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan
akar muda secara langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka
yang terletak di bawah tanah. Setelah itu, plasmodium menyebar ke sel kotikal
hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium terserang, plasmodium kemudian
menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini kemudian berkelompok
membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah
sel kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan
sel 5-12 kali lebih besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang
abnormal ini dapat menjadi stimulus bagi patogen untuk menyebar lebih cepat
dan bahkan dapat menyebabkan sel yang awalnya tidak terifeksi menjadi
terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh plasmodium
sebagai sumber makanannya.

Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan


abnormal pada tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi
dan translokasi air dan nutrisi dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan
tanaman kerdil san layu secara perlahan-lahan. Lebih lanjut lagi, pertumbuhan
yang cepat dan sel yag membesar dapat menyebabkan tidak terbentuknya
jaringan gabus dan dapat menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain
untuk menginfeksi tanaman.

Strategi Pengendalian

Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong


untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian
dilakukan dengan menggunakan bibit yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran
tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini karena sporanya dapat
bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini. Pengapuran
tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi
perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang
tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi
perkembangan penyakit. Tanaman yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi
karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap lokasi (Arismansyah,
2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan tanah
pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan
meningkatkan hasil panen (Cicu, 2002).

Sumber : planthospital.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai