Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita
pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena
semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi
penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup
penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara
klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit
tanda-tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini
memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan
pengobatan yang memperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan
angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan
kelangsungan hidup (Anil, 2012; Santoso at al, 2007)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Congestive Heart Failure
1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Gagal jantung kongestif adalah
keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal yang terjadi sejak lama (Santoso et al,
2007; Anil, 2012).
2. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh (Panggabean,2010):
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:
demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal
jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total
dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen
perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan
risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia
baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung (Panggabean,2010).
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel;
beban akhir (afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomiopati (Sugeng, 2004; Wilson et al,
2006).
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan
jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu
pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat
menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis
konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun
mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang
bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung
sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.
Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan
gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung
mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak (Sugeng,
2004; Wilson et al, 2006).
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang
diketahui berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung.
Kelainan yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga
tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran
kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein
kontraktil (Sugeng, 2004; Wilson et al, 2006).
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi
sistemik dan infeksi paru-paru, serta emboli paru. Disritmia akan
mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan
listrik yang memulai respons mekanis, respons mekanis yang sinkron dan
efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.
Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara
mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan,
memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang
efektif membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap
faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung (Sugeng, 2004;
Wilson et al, 2006).
3. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah
dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi
menurut New York Heart Association ( NYHA ), gagal jantung di
klasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari
(Greenberg & Kahn, 2012).
Kapasitas Klinis
fungsional
Kelas I Pasien dengan penyakit jantung tanpa keterbatasan.
aktivitas biasa, tidak menyebabkan fatigue, dyspneu atau
nyeri angina
Kelas II Pasien dengan penyakit jantung dengan keterbatasan
ringan pada aktivitas fisik. Aktivitas biasa menyebabkan
fatigue, dyspneu atau nyeri angina yang akan hilang
dengan istirahat
Kelas III Pasien dengan penyakit jantung dengan keterbatasan
aktivitas fisik. Sedikit aktivitas dapat menyebabkan
fatigue, dyspneu, palpitasi atau nyeri angina yang akan
hilang dengan istirahat
Kelas IV Pasien dengan penyakit jantung dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas fisik. Keluhan gagal jantung atau
sindrom angina mungkin masih dirasakan meskipun saat
istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik rasa tidak nyaman
akan bertambah

American College of Cardiology/American Heart Association


(ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA
untuk menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4
stage, yaitu (Kumar, 2007):
a. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak
memiliki penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal
jantung
b. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak
memiliki gejala-gejala dari gagal jantung
c. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki
gejala-gejala dari gagal jantung
d. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut
intervensi khusus.
4. Komplikasi
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis
vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin (Ghanie, 2010).
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bias
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau blocker dan
pemberian warfarin) (Ghanie, 2010).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic
dengan dosis ditinggikan (Ghanie, 2010).
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan (Ghanie, 2010).
5. Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung tealh
sangat berkembang, tetapi prognosisny masih tetap jelek. Prognosis lebih
buruk jika disertaidengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi<20%), gejala menonjol dan kapasitas latihan sangat terbatas
(konsumsi okasigen maksimal <10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal
sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang
tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal
jantung stadium lanjut dapat menderita dyspneu dan memerlukan
bantuan terapi paliatif yang sangat cermat (Nieminen, 2005).
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak
diketahui. Sedangkan prognosis pada penderita gagal jantung yang
mendapat terapi yaitu (Wilson et al, 2006):
a. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
b. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
c. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
d. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
DAFTAR PUSTAKA
Anil, C.A. Heart Failure. In: Harrisons Principle of Internal Medicine 18 th Ed.
United State of America: The McGraw-Hill Companies. 2012. Chapter 234.

Ghanie A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010. Chapter
1596-1606

Greenberg B., & Kahn AM. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Braunwalds
Heart Disease. A Textbook of Cardiovaskuler Medicine 9th Ed. United
Statesof America: Elsevier. 2012. Chapter 517-542.

Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol.
Volume 2.

Nieminen MS et al. Executive Summary of The Guidelines on The Diagnosis and


Treatment of Acute Heart Failure: The Task Force on Acute Heart Failure of
The European Society of Cardiology. European Heart Journal. 2005.
Volume 26. Chapter 384-416.

Panggabean MM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Intrna
Publishing. 2010. Chapter 1583-1885.

Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta : balai


penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 17,115
126.

Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.

Anda mungkin juga menyukai