Anda di halaman 1dari 35

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai tindakan bedah dapat diikuti oleh komplikasi GgGA. Menurut penelitian Chang (dkk)
di Taiwan (1999) angka kejadian GgGA peri-operatif tertinggi adalah pada operasi
kardiovaskular (68,6%),kemudian diikuti bedah umum(19,6%),hepatobiliar(7,8%) dan bedah
saraf (3,9%). Angka kematian pasca operasi jantung berkisar antara2-8%,tetapi jika disertai
GgGA mencapai 60-70%.

1.2 Sejarah
Pada tahun 1977 Peter Kramer menemukan tehnik baru yang disebut sebagai Continous Arterio
Venous Hemofiltration, yang terjadi secara tidak sengaja yaitu pada saat melakukan pungsi
V.Femoralis terkena A.Femoralis, kemudian dari akses arteri tersebut dihubungkan dengan
suatu filter yang permeabel dan dialirkan kembali melalui vena, dan karena perbedaan tekanan
arteri dan vena serta tekanan hidrostatik maka dihasilkan ultrafiltrat (Kramer P et al,1977)
Sejak itu kemudian dilakukan modifikasi dan perubahan-perubahan yang kemudian dikenal
sebagai Continous Renal Replacement Therapies (CRRT).
Kemudian pada tahun 1981 Bischoff mengembangkan tehnik dengan pompa yang disebut
sebagai Continous Venous Venous Hemofiltration.
Oleh karena efisiensi CAVH yang rendah maka pada tahun 1985 Geronemus
mengembangkannya dengan pemakaian counter currentdialisat yang low permeable dialyzer
(Continous Arteri Venous Hemo Dialysis) atau dengan highly permeable hemodiafilter
(CAVHDF) dan pada tahun 1987 Uldall memperkenalkan Continous Venous Venous Hemo
Dialysis.
Purifikasi darah terjadi oleh karena proses difusi dan konveksi yang menghasilkan ultrafiltrat ,
kemudian diberikan cairan pengganti serta diberikan antikoagulan secara kontinyu melalui aliran
arteri.
1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum


Perawat sebagai ujung tombak pelayanan mengetahui,memahami dan mampu melakukan
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien post op jantung yg menjalani terapi pengganti
ginjal (CRRT).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Perawat mengetahui tentang GgGA peri-operatif ,patofisiologi dan penatalaksanaannya.
2. Perawat mengetahui tentang Modalitas Terapi pengganti ginjal.
3. Perawat Mengetahui penatalaksanaan pasien yg menjalani CRRT.(Mengetahui
penatalaksanaan pasien dan penatalaksanaan mesin CRRT).
4. Perawat Mampu melakukan penatalaksanaan keperawatan pasien yang menjalani CRRT
pasca tindakan operasi jantung .
5. Perawat mampu melakukan penatalaksanan pasien sebelum tindakan CRRT.
6. Perawat mampu melakukan penatalaksanaan pasien intra CRRT
7. Perawat mampu melakukan penatalaksanaa pasien pasca CRRT.
8. Perawat mampu melakukan penatalaksanaan mesin CRRT mulai dari persiapan sampai
terminasi.

1.4 Manfaat studi kasus


1. Dapat dijadikan guiden bagi perawat dalam mengelola asuhan keperawat pasien pasca
operasi jantung yang menjalani tindakan CRRT.
2. Menambah hasanah ilmu pengetahuan pengelolaan asuhan keperawatan pasien dengan
CRRT secara holistik.
3. Hasil study kasus ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan di masa
yang akan datang.

2.2. Definisi Gagal Ginjal Akut (GGA) atau Acute Kidney Injury (AKI)
2.2.1. Definisi Konseptual.
Secara tradisional didefinisikan sebagai GGA adalah penurunan fungsi ginjal mendadak,
dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti dengan kegagalan ginjal untuk
mengekresikan sisa metabolisme Nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.2.2. Definisi Klinik


Menurut Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI),kriteria untuk melengkapi diagnosis
Acut Kidney Injury (AKI) disebut criteria RIFLE (Risk-Injury-Failure-Loss-End-stage renal
Failure) yang diperkenalkan pertamakali tahun 2003. Saat ini sudah luas digunakan .Pada
dasarnya criteria RIFLE terdiri dari (Bellomo dkk,2002:Bellomo dkk 2004,:Bell dkk,2005;van
Biesen dkk,2006) menetapkan ;
1. Tiga (3) criteria yg menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal berdasarkan kenaikan
kreatinin serum,penurunan LFG dan penurunan produksi urine dalam satuan waktu.
(R=Risk,I=Injury,F=Failure).
2. Dua (2) criteria yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal( L=Loss dan E=End Stage
Renal Failure).
Risk (risiko)=R
Jika kadar kreatinin serum meningkat 1,5 kali lebih tinggi atau laju filtrasi glomerulus turun 25%
disbanding keadaan sebelumnya. Produksi urine menurun <0,5 cc/kgBB/jam selama 6 jam.
Mehta dkk (2007) menambahkan criteria lain yaitu kreatinin serum naik 0,3 mg/dl tanpa melihat
kreatinin awal. Tahap ini belum ada gejala klinik yang menonjol.
Injury (gangguan) = I
Jika terjadi penuruna prouksi urine <0,5 cc/kgBB/jam selama 12 jam, atau kreatinin
serum meningkat 2 kali leih tinggi, atau laju filtrasi glomerulus menurun 50%. Biasanya sudah
mulai terlihat gejala klinik.
Failure (gagal) =F
Jika kreatinin serum meningkat 3 kali kadar sebelumnya,atau penurunan LFG
>75%,produksi urine menurun <0,3 cc/kgBB/jamselama 24 jam, atau anuri selama 12 jam.
Sudah ditemukan berbagai gejala kinik antaralain : overhidrasi,hiperkalemi,asidosis,atau
uremia..Pengelolaan pada tahp ini biasanya sudah menggnakan terapi pengganti ginjal.
Loss (L) dan End Stage Renal Failure (E)
Kedua criteria ini digunakan untuk menetapkan prognosis penurunan fungsi ginjal. Jika
penurunan fungsi ginjal menetap lebih dari 4 minggu disebut sebagai Loss(L) dan jika menetap
lebih dari 3 bulan disebat sebagai End-Stage Renal (E).
2.2.3 Gangguan Ginjal Akut Peri-Operatif
Berbagai tindakan bedah dapat diikuti oleh komplikasi GgGA.Menurut penelitian Chang
(dkk) di Taiwan 1999 angka kejadian GgGA pra-operatif tertinggi adalah pada operasi
kardiovaskuler(68,6%).Sebenarnya ,terjadinya GgGA pra operatif dapat dicegah asal kita
mengenal etiologi dan patofisiologi GgGA pra-operatif.Paham dan waspada terhadap factor reiko
sebagai predictor terjadinya GgGA pra-operatif.Kewaspadaan kita selain dapat menyelamatkan
nyawa penderita,paling tidak dapat mengurangi lama dan biaya perawatan.Perlu diperhatikan
sebagaimana dilaporkan pada berbagai penelitian bahwa pencegahan kejadian GgGA pasca-
operatif hanya akan bermakna jika dilakukan dalam waktu 24 jam pertama,paling lama 48 jam
setelah terjadinya jejas (injury) pada ginjal.
2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi Gangguan Ginjal Akut Peri-Operatif
Etiologi
Pre-Operatif Intra Operatif Pasca Operatif
Berkurangnya fungsi ginjal Berkurangnya perfusi ginjal Inflamasi sistemik
Gangguan reno-vaskular -hipotensi Menurunnya fungsi bilik kiri
Azotemia pre-renal -melemahnya denyut nadi Obat vasoaktif
-akibat diuretic -obat-obat vasoaktif Gangguan hemodinamik
-puasa -efek anastesi Nefrotoksin
-penuruna fungsi ventrikel kiri Terjadinya emboli Dehidrasi
Obat hipertensi;ACE-I/ARB CPB induse-Inflamasi Sepsis
Nefrotoksin Nefrotoksin
-kontras radiologi -hemoglobin bebas
-obat-obatan lain
Inflamasi
Rosner &Okusa;Acute Kidney Injury,Clin J Am Soc Nephrol 2006;1;19-32
1.2.5 Patofisiologi Terjadinya GgGA Peri-Operatif

Patofisiologi terjadinya GgGA Peri-Operatif


Penderita yang menghadapi operasi seringkali sudah mempunyai berbagai factor resiko, seperti
trauma,inflamasi,syok,dll. Keadaan ini diperburuk dengan pemberian obat-obatan seperti
diuretic,NSAID,ACE-inhibitor,zat kontras,dll. Semua kondisi ini dapat menimbulkan penurunan
fungsi ventrikel kiri jantung dan penurunan perfusi renal. Keadaan hipotensi akan menimbulkan
gangguan pada endotel,yang akan menimbulkan peransangan endotelin,nitric
oxide,cathecolamines,dan angiotensin II sehingga terjadi iskemi tubuler atau dikenal sebagai
nefropati vasomotor.Tindakan operasi,terutama operasi jantung terbuka seringkali menimbulkan
SIRS (Systemic Inflamattory Respon Syindrome) yang terjadi karena trauma bedah,kontak darah
dengan permukaan asing,iskemia,endotoksemia,dll.Ransangan ini akan mengaktifkan mediator
seperti cytokines,komplemen,TNf,radikal bebas,dll.Efeknya terhadap vascular ginjal adalah
ektravasasi leukosit,edema sel, dan aptosis. Adhesi molekul akibat peransangan
ICAM,VCAM,PECAM, juga akan menghasilkan injury yang sama pada endotel ginjal sehingga
timbul Nekrosis tubuler akut.Seperti yang terjadi pada pasca cardiac Surgery. Seperti terlihat
pada gambar diatas.Perjalanan klinik ATN dapat sangat bervariasi. Pada umumnya diawali
oleh fase oliguria yang biasanya terjadi pada 24 jam pertama setelah terjadinya gangguan
(injury) pada ginjal.keadaan ini bisa berlangsung dan berakhiur selam 1-2 minggu.Selanjutnya
diikuti oleh fase diuresis yang ditandai dengan bertambahnya volume urine secara progresif
yang menandakan akan terjadinya perbaikan fungsi ginjal.Sebagian pasien tidak mengalami fase
oliguria selama perjalanan klinik ATN.Kelainan sedimen urine pada ATN adalah terdapatnya sel2
epitel tubulus granular castyang kasar yang disebut :muddy brown cast.Perubahan
histopatologis yang terjadi pada ATN setelah terjadinya iskemik ditingkat sel adalah sebagai
berikut. Pada tahap pertama terjadinya peregangan dan hilangnya brush bordertubulus
proksimal disertai penurunan polaritas sel. Bila gangguan ginjal diperbaiki pada tahap ini akan
terjadi penyembuhan sempurna, bila tidak kerusakan akan berlangsung pada tahap berikutnya
yaitu tahap ekstensi.Pada tahap ini terjadi aptosis dan nekrosis sel,deskuamasi,yang
mengakibatkan sumbatan luminar dan respon inflamasi.Kehilangan sel2 tubulus secara tidak
merata tersebutdisertai dengan penggundulan membrana basalis, dilatasi dari tubulus proksimal
dan diikuti oleh pembentukancast dari serpihan-serpihan sel yang rusak dan akhirnya akan
diikuti oleh regenerasi dari sel-sel pada saat tahap perbaikan (recovery).Tahap kerusakan
histopatologis dikemukakan oleh Devarajan P. (2006).
Schrier dkk (2004) dan Liu K.D. (2008) menambahkan bahwa kerusakan pada tubulus disertai
pula oleh gangguan pada Na+/K+-ATP ase. Kalsium dan reactive oxygen species (ROS)juga
berperan dalam proses ini.Sel-sel yang mati dan rusak akan menyebabkan sumbatan di tubulus
dengan akibat penurunan LFG.
Mekanisme lain yang diduga menjadi penyebab LFG meurun antara lain : vasokonstriksi yang
dimediasi secara langsung oleh kerusakan endotel dan secara tidak langsung akibat
tubuloglomerular feedbackyang akan berakibat langsung kepada penurunan LFG.
2.2.6 Mengenal Faktor resiko sebagai terjadinya predictor GgGA Peri-Operatif
Mengenal factor resiko yang dapat menjadi predictor terjadinya komplikasi GgGA pasca-
operatif sangat penting. Dengan mengenal factor-faktor ini diharapkan komplikasi GgGA dapat
dicegah atau dikurangi angka kejadiannya. Penelitian factor resiko terjadinya GgGA pra
operatif kebanyakan dilakukan pada operasi Cardio-pulmonary by-pass (CPB). Seperti yang
dilaporkan oleh Chang dkk (1999),ternyata angka kejadian GgGA pasca-operatif memang paling
banyak terjadi pasca-operatif CPB (68%).Banyak factor yg dapat menjadi predictor terjadinya
GgGA pasca operasi.
1) Serum kreatinin
Berdasarkan penelitian Chertow dkk (1997) kenaikan sedikit saja dari kadar kreatinin serum
dapat menjadi
predictor
Kadar kreatinin serum pra-operatif Angka kejadianGgGA pasca-operatif
terjadinya
<1 mg/dl 0,5%
GgGA,seperti
1-4 mg/dl 0,8%
terlihat pada
1,5-1,9 mg/dl 1,8%
table berikut.
2,0-2,9 mg/dl 4,9%
Tabel 2. Hubungan antara Kadar Kreatinin Serum Pre-Operatif dengan angka kejadian

GgGA Pasca Operatif.

2) Cleveland Clinic Foundation Acute Renal Failure


Thakar dkk (2005) melakukan meta-analisisterhadap penderita yang mengalami GgGA pasca-
operasi jantung (tahun 1993-2002). Berdasarkan penelitian dibuat suatu score system untuk
prediksi terjadinya GgGA pasca operatif seperti tercantum dalam table

Tabel 4. Cleveland Clinic Foundation Acute Renal Failure Scoring System


2.2.7 Pengelolaan Konservatif (Suportif)
Walaupun telah menggunakan criteria RIFLE untuk menegakkan diagnosis AKI dan
ditemukannya tekhnik-tekhnik mutakhir Terapi Pengganti Ginjal (TPG) seperti CRRT dan
dialysis Hibrid ternyata dalam kurun waktu 40 th terakhir angka kematian pasien AKI tidak
menurun secara bermakna. Tetap tingginya angka kematian mungkin disebababkan oleh
berbagai factor, antara lain sbb:
a. terlambat menegakkan diagnosis AKI karena tidak mengenal kondisi klinik yg dihadapi.
b. Tidak mengenal tahapan AKI ( Injury,Risk dan Failure )
c. Tidak Tepatnya pilihan pengobatan (tidak sesuai dengan tahapan AKI ).
2.3.5.1 Algoritma Pengelolaan AKI
Langkah 1. Mengenal kondisi klinik yang dihadapi:
Menentukan diagnosis AKI
Menentukan etiologi AKI
Mengenal komplikasi AKI
Langkah 2. Pada tahap mana AKI dihadapi? Risk-Injury-Failure.
Pemilihan jenis pengobatan yang tepat waktu sangat tergantung pada tahap mana
AKI yang dihadapi.
Langkah 3. Memilih Pengobatan yang tepat.
Secara garis besar ada dua jenis pengobatan pada AKI yaitu terapi konservatif
(suportif) dan terapi pengganti Ginjal (TPG).
Terapi Konservatif (Suportif)
Tujuan: Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal Meringan keluhan-keluhan akiat
akumulasi toksin Azotemia mempertahankan dan memperbaiki metabolism secara optim
memelihara keseimbangan cairan,elektrolit dan asam basa.
Beberapa prinsip terapi konservatif : Hati-hati pemberian obat nefrotoksik
Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ektraseluler dan hipotensi.
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic.
Hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi medis yang kuat.
Kendalikan hipertensi sitemik dan tekanan intraglomerular.
Diet protein yang sesuai
Pengobatan yang sesuai terhadap etiologi.
Terapi Konservatif pada AKI
Kelebihan cairan Intravaskuler
-Batasi intake garam(1-2 gram /hari)
-Batasi intake cairan dengan menyesuaikan dengan
jumlah urine dan IWL yaitu : intake/jam = jumlah urine jam sebelumnya + 25 cc.
-Pemberian diuretik furosemid
Hiponatremia; batasi cairan (< 1 liter/hari ),hindari pemberian cairan hipotonis (termasuk
dextrose 5%)
Hiperkalemia sedang (5,4-6,5 mmol/liter) tanpa kelainan gambar EKG dapat dikelola scr
konservatif:
- -Batasi intake Kalium (<40 mmol/hari)
-Beri glukosa 50% sebanyak 50 cc+insulin 10 unit
- Menghindari obat-obat yang meningkatkan kadar Kalium (antagonis aldosteron )

2.3 Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)


2.3.3 Tujuan Renal Replacement Therapy
Dialisis bertujuan untuk menggantikan beberapa fungsi ginjal yang hilang/rusak dengan
menggunakan ginjal buatan. Secara mendasar fungsi dialisis adalah:
o Mengeluarkan produk akhir metabolisme protein. Seperti :Ureum, BUN, Creatinin, Asam urat
o Mengoreksi elektrolit yang abnormal
o Membuang kelebihan cairan
o Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
o Stabilisasi hemodinamik
o Support nutrisi
o Pembersihan mediator sepsis

2.3.4 Indikasi Dialisis atau Indikasi Renal Replacement Therapy


- Oliguri( produksi urin kurang dari 200 ml dalam 24 jam )
- Anuri atau oliguri extrim (jumlah urin kurang dari 50 ml dalam 24 jam )
- Hiper kalemi K lebih dari 6,5 mmol/L dan meningkat
- Asidosis berat ( PH< 7,1 )
- Azotamia ( urea > 30mmol/L atau kreatinin > 3 mmol/L)
- Edema paru
- Ensefalopati uremik
- Pericarditis uremik,neuropati miopati uremik
- Hipertermia
- Gagal jantung yang resisten diuretik
- Oedema Anasarka
- Overdosis obat yang difiltrasi ( litium,vancomicin ,procainamid )

2.3.5 Prinsip- Prinsip Dialisis


o Diffusion / difusi adalah pergerakan pasif zat-zat atau partikel-partikel melalui membran
semi permeable dari area yang konsentrasi tinggi ke area yang konsentrasi rendah.
o Ultrafiltrasi adalah pergerakan solvent dan zat terlarut melalui membran semi
permeable dengan tenaga pendorong, peningkatan tekanan hidrostatik pada satu sisi
membran mendorong cairan dan zat-zat terlarut melewati sisi yang berlawanan.
o Transport Konveksi adalah pergerakan solvent melewati membran dengan adanya
perbedaan tekanan. Transport konveksi terjadi karena kekuatan bergesek antara solute
dan air, sangat efektif untuk mengeluarkan molekul yang besar.
o Oncotic pressure adalah tekanan dalam plasma protein di dalam intra vaskuler dalam
pergerakan cairan dari extra vaskuler ke dalam intra vaskuler.
o Hidrostatik pressure adalah tekanan dari arteri blood pressure yang dapat mendorong
cairan dari intra vaskuler ke dalam extra vaskuler.
o Absorbsion adalah pergerakan molekul (obat-obatan) melewati membran

2.3.6 Bentuk bentuk Dialisis


1. Peritoneal Dialisis :
a. CAPD
b. APD
2. Hemodialisis :
a. IHD (Intermitten Hemodialysis)
b. Hybrid Dialysis :
- Extended Daily Dialysis (EDD)
- Slow Continous Dialysis (SCD)
- Sustained Low Efficiency Dialysis (SLED)
- Sustained Low Efficiency Daily Dialysis (SLED)
- Sustained Low Efficiency Daily Dia-Filtration (SLEDD-f)
c. CRRT (Continous Renal Replacement Therapy)
- Continous Arterio-Venous Hemofiltration ( CAVH)
- Continous Vena-Venous Hemofiltration (CVVH
- Continous Arteri-Venous Hemodialysis (CAVHD)
- Continous Arterio-Venous Hemodiafiltratian (CAVHDF)
- Continous Veno-Venous Hemodiafiltration (CVVHDF)
- SCUF (Slow Continous Ultrafiltration (SCUF)
2.3.6.1 Peritoneal Dialisis
Merupakan dialisis intermitten yang lambat dengan menggunakan membran peritoneal
sebagai membran semi permeable. Membran peritoneal dapat mendifusi molekul dengan
berat molekul dibawah 200 dalton ( elektolit, Ureum, dan creatinin).Dasar-dasar peritoneal
dialisis adalah difusi dan osmosis, yang terjadi diantara dua kompartemen yaitu rongga
peritoneal yang berisi cairan dialisi dan kapiler-kapile peritoneal.

2.3.6.2 Hemodialisis
Merupakan dialisis yang dilakukan secara intermitten dengan menggunakan mesin dan
ginjal buatan. Mesin terdiri dari pompa membran semi permiable dan cairan dialisa.
Membran semi permeable memungkinkan perpindahan molekul yang terkecil ( Elektrolit,
Ureum, creatinin) dari darah kedalaman cairan dialisa, tetapi dia tidak permeable
terhadap molekul yang lebih besar (sel darah merah, protein plasma). Dasar-dasar dari
hemodialisa adalah ultrafiltrasi dan difusi.
2.3.6.3 Dialisis Hibrid (Hybrid Dialysis )
Adalah penggabungan atau pencangkokan (hibrid) antara tekhnik IHD dengan CRRT.
Pada IHD terjadi proses hemodiafiltrasi dalam waktu 4-5 jam setiap hari atau selang
sehari.Keuntungan : efisiensi dan akurasi proses dialisis maupun ultrafiltrasi. Kerugian :
dari proses filtrasi dan dialisis yang berlangsung bersamaan dalam waktu singkat,
hemodinamik pasien menjadi tidak stabil.PadaCRRT ,hemofiltrasi terjadi secara lambat
tanpa henti (kontinu) selama 24 jam penuh sehingga hemodinamik pasien menjadi
stabil.Kerugiannya adalah proses dialisis baru efektif jika filtrasi dilakukan minimum 35
cc/menit. Hal ini menyebabkan sangat besar volume cairan pengganti (substitusi) yang
dibutuhkan (>40 liter/hari) akibatnya harganya menjadi mahal.
Dialisis hibrid menggabungkan kelebihan baik CRRT maupun dari IHD.Pada dialisis
hibrid dilakukan proses hemodialisis,tetapi efisiensinya dikurangi dengan cara
memperlambat aliran dialisat (Qd) dan aliran darah (Qb) sehingga gangguan
hemodinamik dikurangi. Namun untuk mencapai efisiensi yang cukup waktu dialisis (tD)
dibuat lebih lama (6-12 jam). Keuntungan lain adalah dialisis hibrid tidak dilakukan
selama 24 jam sehingga pasien mempunyai waktu untuk prosedur diagnostik yang lain
atau terapi lainnya. Dari segi biaya Hibrid dialisis jauh lebih murah dibanding dengan
CRRT.

2.3.6.4 Continuous Renal Replacement Therapy ( CRRT)


Merupakan dialisis yang dilakukan secara Continuous atau terus menerus selama 24 jam
dengan menggunakan alat extra corporal bagi seluruh sirkulasi darah dari arteri ke vena,
atau vena ke vena melalui penyerapan hemofilter sebagai terapi pengganti ginjal ini
sering digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil karena dapat
mentoleransi pengeluaran cairan dan elektrolit dalam jumlah sedikit dan terus menerus.

Teknik-Teknik CRRT

1. Tanpa menggunakan Mesin

o Slow Continuous Ultra Filtrasi (SCUF) proses pengeluaran cairan secara continuous
melalui membran semipermiable dengan system yang sama dengan CAVH atau CVVH.
Kecepatan filtrasi selalu ditetapkan < 8 ml/mnt, dan pada SCUF tidak memerlukan cairan
pengganti ( Fluid replacement)
o Continuous Arterio Venous Haemofitration (CAVH)
Proses continuous pengeluaran air dan zat-zat yang terlarut dari cairan intra vascular dan
memungkinkan komponen darah dan protein tetap tinggal dalam pembuluh darah.Filter
menerima darah dari pasien lewat kateter arteri dan kembali ke pasien melalui kateter
vena.Proses ini memerlukan cairan pengganti untuk mencegah terjadinya kekurangan
cairan yang berlebihan. Aliaran darah tergantung pada tekanan darah normal melalui A-V
Shunt pada arteri dan vena.
o Continuous Arterio Venous Haemodialysis (CAVHD)
Continuous Haemofiltration yang merupakan kombinasi dari difusi zat-zat yang digunakan
dalam hemodialisis dengan system transport zat-zat yang secara konvektif. Hal ini
didapat dengan menggunakan cairan dialisat pada filter yang berlawanan dengan cairan
darah
o Continuous Arterio Venous Haemodiafitration (CAVHDF)
Prinsip sama dengan CAVHD hanya diperlukan dua cairan sekaligus yaitu
Dialisat dan replace
2. Dengan menggunakan Mesin
o Continuous Vena Venous Haemofiltration (CVVH)
Kontinyu venovenous hemofiltration didefinisikan sebagai suatu teknik
venovenous dimana ultrafiltrasi yang dihasilkan selama transit membran diganti sebagian
atau seluruhnya dengan solusi pengganti yang tepat untuk mencapai pemurnian darah dan
kontrol volume. Dalam CVVH, konveksi dan ultrafiltrasi digunakan untuk mengeluarkan
produk sampah. Konveksi adalah perpindahan zat terlarut di bawah tekanan melalui
membran bersama dengan gerakan air. Terapi konvektif tampaknya memiliki keunggulan
dibandingkan terapi terus menerus lain karena kemampuan untuk menghapus lebih luas
zat terlarut dengan ultra filtrat, termasuk beberapa sitokin, karakteristik yang dapat
mempengaruhi hasil CVVH
Cairan replacement fisiologis disebut cairan pengganti yang digunakan
untuk menggantikan sebagian besar ultrafiltrasi yang di tarik per jam, untuk mencegah
ketidakstabilan dan untuk mengganti kehilangan elektrolit selama CVVH. Penggantian
cairan umumnya terdiri dari larutan elektrolit yang seimbang yang sangat mirip dengan
komposisi ultrafiltrasi . Penggantian cairan yang diinfus baik ke sisi arteri dari sirkuit
sebelum hemofilter, sebuah metode yang disebut "predilution / prefilter," atau ke dalam
vena sisi sirkuit setelah hemofilter, sebuah metode yang disebut "postdilution / postfilter."
Kedua metode penggantian cairan tersebut bertujuan menggantikan volume ultrafiltrasi
dan elektrolit yang keluar secara konveksi.
Cairan pengganti dengan cara predilution juga menyediakan flush secara terus
menerus untuk hemofilter yang dapat mencairkan darah yang mengalir melalui
filter, keadaan seperti ini dapat menurunkan pembekuan hemofilter dan meningkatkan
pembersihan zat terlarut. Postdilution infus larutan menggantikan cairan dan elektrolit
tetapi tidak mempengaruhi pembekuan dalam hemofilter tersebut. Meningkatkan volume
ultrafiltrasi diproduksi di CVVH dengan meningkatkan infus cairan pengganti
meningkatkan pembersihan zat baik kecil dan menengah dengan berat molekul dengan
drag zat terlarut.
Continuous Vena Venous Haemodialysis (CVVHD)
Pada hemodialisis venovenous kontinyu , proses Difusi dan ultrafiltrasi digunakan untuk
mengeluarkan produk sampah. Cairan yang digunakan dikenal sebagai cairan
dialisat. Dialisat diinfuskan berlawanan dengan aliran darah, ke kompartemen luar
hemofilter untuk memberikan difusi limbah dari darah. Cairan dialisat tidak di alirkan ke
dalam darah seperti dalam CVVH, melainkan diinfuskan ke dalam kompartemen luar
hemofilter atau dialyzer. Dalam terapi difusi, limbah molekul kecil dan elektrolit berdifusi
dari konsentrasi tinggi dalam darah ke dalam cairan dialisat steril di sisi lain membran .
Secara historis, cairan CRRT dijalankan pada laju yang lebih rendah, sekitar 1 L / jam,
karena tidak ada penelitian yang tersedia yang menunjukkan efisiensi pengobatan yang
lebih baik dengan tingkat laju lebih tinggi . Ketika dialisat dijalankan pada laju yang lebih
rendah, seperti 10 sampai 20 mL / menit, dialisat hampir sepenuhnya jenuh dengan
limbah. Namun, jika dialisat dijalankan pada tingkat lebih cepat, 30 sampai 60 mL /
menit, jumlah limbah molekul kecil yang di bersihkanmeningkat. Difusi dalam CVVHD
tidak bisa membersihkan zat dengan berat molekul yang lebih besar .
Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tingkat dialisat meningkatkan efektivitas
dialisis. Peralatan CRRT terbaru memungkinkan tingkat cairan yang ditentukan dengan
menggunakan kecepatan aliran lebih tinggi, hingga 150 sampai 200 mL / menit untuk
meningkatkan clearance.
Darah dialirkan ke filter dan cairan dialisat dialirkan kebagian yang lain dari filter ,hampir
sama dengan HD kompesonal dapat menarik molekul yang kecil sampai menengah,agak
sulit untuk memodifikasi balance cairan,karena tergantung dari jumlah cairan yang ditarik
dari pasen,efluen bag sama dengan cairan dialisat dan cairan yang ditarik dari pasien.
Continuous Vena Venous Haemodiafiltrasi (CVVHDF)
Prinsip sama dengan CVVHD hanya perlu dua cairan sekaligus yaitu cairan diallisat dan
cairan replace . Dalam kontinue venovenous hemodiafiltrasi prinsip difusi, konveksi,
dan ultrafiltrasi digunakan untuk menghilangkan limbah dan air. Dalam metode
ini, cairan penggantian dan cairan dialisat yang digunakan secara bersamaan dalam
berbagai kombinasi . Tujuannya adalah untuk menawarkan baik terapi konvektif, untuk
clearance zat dengan berat molekul menengah, dan terapi difusif, untuk menghilangkan
zat yang lebih kecil. Terapi ini telah banyak digunakan untuk memberikan dialisis lebih
efisien ketika mesin terbatas dalam kemampuan untuk memberikan sejumlah besar
cairan. Namun, teknologi saat ini CRRT menyediakan kemampuan untuk
memberikan cairan, baik cairan penggantian atau dialisat, dengan jumlah yang
lebih tinggi untuk menyediakan terapi yang lebih efisien. Kemampuan untuk
menggunakan hanya cairan tunggal efektif juga meningkatkan kesederhanaan melakukan
CRRT.darah dialirkan kefilter dengan cairan pengganti tetapi tidak menggunakan cairan
dialisat,indikasi pada uremia,gangguan asam basa yang berat ,imbalan elektrolit dengan
overload cairan ,teori yang lain bisa menarik mediator proinflamasi sehingga bisa
digunakan pada kasus seperti sistemik inflamontary respon sindrom
(SIR).padaa CVVH bisa memodifikasi balance cairan pasen bisa positip ataupun
negatif.cairan yang keluar di kantung efluen sama dengan cairan pengganti dan cairan
yang ditarik dari pasen.

Prinsip- Prinsip Dialisis


DIFUSI
Difusi adalah gerakan partikel (zat terlarut) melintasi membran semipermeabel. Difusi
adalah gerakan dari konsentrasi partikel tertinggi , ke sisi dengan konsentrasi terendah
untuk mencapai konsentrasi sama di ruang distribusi yang tersedia disetiap sisi.maka aliran
difusi solute ( Js) akan sebanding dengan permebilitas membran (Pm),dan perbedaan
konsentrasi (delta Cs ) . Js = Pm X D Cs
DIALISAT
Dialisat adalah cairan yang dipompa ke dalam tabung filter, sekitar serat berongga.
Konsentrasi zat terlarut dalam cairan dialisis menentukan gradien difusi. Pembersihan
zat terlarut surplus dari darah dicapai dengan memberikan cairan dialisat yang
mengandung konsentrasi zat terlarut lebih rendah daripada konsentrasi serum
(misalnya dialisat tidak mengandung urea atau kreatinin). Untuk mempertahankan
tingkat normal elektrolit serum, cairan dialisat mengandung kadar natrium, klorida dan
magnesium yang sama dengan konsentrasi serum (dengan demikian, pemindahan
elektrolit seharusnya hanya terjadi jika tingkat darah melebihi konsentrasi serum
normal). Pada gagal ginjal, kalium sering tinggi pada awal pengobatan, karena itu, kita
mungkin mulai dialisis dengan konsentrasi rendah kalium dalam dialisat.
Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah pergerakan air melalui membran semi-permeabel karena gradien tekanan
(hidrostatik, osmotik atau onkotik). Tekanan darah meningkat pada glomerulus menciptakan
tekanan yang dapat memaksa air melewati membran glomerulus.Tekanan darah dalam serat
berongga positif, sementara tekanan luar serat berongga yang lebih rendah. Peningkatan negatif
dapat dihasilkan di luar serat berongga oleh pompa limbah dengan baik meningkatkan tingkat
pemindahan cairan, atau dengan meningkatkan laju aliran pengganti. Perbedaan antara tekanan
darah dalam serat berongga dan tekanan sekitarnya adalah tekanan transmembran (TMP). TMP
menentukan produksi ultrafiltrasi. Sebuah filter yang lebih permeabel terhadap air akan
memungkinkan lebih banyak air untuk melakukan perjalanan melintasi membran .

8.

CLEARANCE
Kreatinin adalah produk sampingan dari metabolisme protein otot yang benar-benar disaring oleh
glomerulus dan 100% dihilangkan. Hal ini membuat indikator terbaik gagal ginjal. Karena benar-
benar dihilangkan selama fungsi ginjal normal, pengukuran klirens kreatinin adalah ukuran
terbaik dari filtrasi glomerulus.
Urea merupakan produk sampingan dari metabolisme protein, bagaimanapun, adalah produk
sampingan dari metabolisme protein semua (tidak hanya otot metabolisme protein). Hal ini
disaring ke dalam filtrat glomerular. Tidak seperti kreatinin, persentase urea disaring direabsorpsi
dari tubulus. Akibatnya, tingkat urea dapat menjadi meningkat dengan adanya tingkat kreatinin
normal. Misalnya, urea dapat meningkat karena produksi urea meningkat (misalnya, menyatakan
anabolik atau katabolik) atau reabsorpsi tubulus peningkatan urea (misalnya, akibat dehidrasi).
Kreatinin hanya meningkat ketika filtrasi ginjal berkurang, atau produksi kreatinin menjadi
begitu tinggi sehingga melebihi kemampuan filtrasi glomerulus. Produksi kreatinin yang
berlebihan bisa terjadi ketika kematian otot yang signifikan telah terjadi, misalnya di
rhabdomyolysis. Clearance tingkat di mana zat terlarut yang dibersihkan dari tubuh. Clearance
disingkat oleh K huruf. Jarak (atau K) suatu zat terlarut adalah volume darah dari substansi sudah
benar-benar dihapus per satuan waktu . Hal ini dihitung sebagai berikut:
K = tingkat ekskresi zat terlarut / darah konsentrasi zat terlarut
Untuk menerjemahkan ini untuk dialisis: jika dialyzer memiliki kemampuan untuk menghapus
170 ml / menit dari urea pada kecepatan aliran darah 200 ml / menit, itu berarti bahwa untuk
setiap 200 ml darah yang mengalir melalui filter, 170 ml akan kembali bebas urea. sisanya 30ml
akan memiliki konsentrasi urea yang sama sebagai darah sebelum masuk filter. 200ml darah
yang dikembalikan setiap menit ke sirkuit sistemik konsentrasi urea akan jauh lebih kecil
daripada tanpa cuci darah, tapi masih harus bercampur dengan volume sistemik. Dengan
demikian, darah harus terus beredar melalui filter sebelum tingkat sistemik total akan mulai
turun.
FILTER
Membran dialisis harus efisien dalam membersihkan limbah, tetapi juga harus biokompatibel
dengan darah manusia. Kompatibilitas berarti bahwa paparan darah ke membran dialisis
menghasilkan minimal efek samping. Permeabilitas Filter dipengaruhi oleh ukuran pori, jumlah
pori-pori dan ketebalan membran. Secara umum, membran fluks tinggi yang memiliki pori-pori
lebih besar memungkinkan zat terlarut dan ultrafitrate bergerak lebih mudah melintasi membran.
Membran tipis memberikan perlawanan lebih sedikit untuk gerakan zat terlarut dengan
mengurangi jarak perejalanan zat terlarut melintasi membran dan juga meningkatkan laju filtrasi
Zat terlarut yang melewati membran berdasarkan ukuran zat terlarut. Partikel akan
disaring menurut tingkat ukuran , partikel besar tidak akan dapat tersaring dan tersisa di atas
saringan. Membran dialisis bertindak dengan cara yang sama, yang memungkinkan molekul
berukuran kecil dan menengah untuk lulus pada membran, tanpa kehilangan protein yang lebih
besar. Luas permukaan membran menentukan area yang tersedia untuk difusi dan ultrafiltrasi.
Volume internal filter dialisis harus cukup kecil untuk membatasi jumlah darah yang berada di
luar kompartemen vaskular pada waktu tertentu. Volume ini penting jika gumpalan darah filter
sebelum dapat dikembalikan ke pasien.Akhirnya, adsorpsi adalah kemampuan zat terlarut lebih
besar untuk mematuhi permukaan membran dialisis.
Adsorpsi molekul berukuran pertengahan termasuk mediator inflamasi telah ditunjukkan oleh
penurunan konsentrasi serum setelah awal dari sebuah filter baru. Manfaat terbesar tampaknya
terjadi dalam beberapa jam pertama, satu kali filter menjadi jenuh dengan protein, sehingga
penghapusan lebih lanjut. dari serum terbatas. Sementara protein dengan ukuran partikel besar
untuk melewati filter dan dihapus dalam filtrat,seperti menghilangkan sitokin dari darah dengan
cara mengumpulkan (seperti spons) dalam saringan.
TMP adalah tekanan yang diberikan pada membran dialisis selama operasi dan mencerminkan
perbedaan antara darah dan kompartemen cairan. Sebuah TMP di atas 350 mmHg akan ada alarm
peringatan. Sebuah TMP> 450 akan menghasilkan "TMP yang tinggi" alarm. Jumlah kenaikan
dan tingkat kenaikan TMP akan menggambarkan tingkat pembekuan filter.
Penurunan tekanan Filter adalah indikator lain dari pembekuan. Ini merupakan indikasi tekanan
dalam serat berongga filter. Perlahan-lahan akan meningkat dengan penggunaan filter serat
berongga menjadi penuh dengan gumpalan mikroskopis. Jumlah dan tingkat kenaikan
menentukan aktivasi dari "filter alarm pembekuan".

DIFUSI
Berat kecilnya molekul zat terlarut menentukan tingkat laju difusi . Semakin tinggi gradien
konsentrasi, semakin tinggi tingkat difusi. Zat terlarut akan bergerak melintasi membran
semipermeabel sampai dikedua konsentrasi zat terlarut menjadi sama. Sebagai zat terlarut
bergerak ke dalam cairan dialisat sehingga konsentrasi zat terlarut dalam dialisat meningkat ,ini
akan mengurangi gradien difusi. Setelah konsentrasi dialisat suatu zat terlarut menjadi sama
dengan konsentrasi darah, difusi berhenti. Untuk mempertahankan gradien difusi tinggi,
perbedaan antara darah dan konsentrasi dialisat harus dijaga. Jarak dapat ditingkatkan dengan
dialisat lebih tinggi atau tingkat aliran darah meningkat. peningkatkan tingkat dialisat
mempertahankan konsentrasi rendah zat terlarut di sisi dialisat. Peningkatan kecepatan aliran
darah membawa zat terlarut lebih banyak untuk di filtras.dapat meningkatkat laju difusi seecara
kontinue.
Meskipun tingkat aliran darah yang lebih tinggi akan meningkatkan tingkat clearance, sirkuit
CRRT memiliki keterbatasan. Ukuran filter yang lebih kecil (dibandingkan dengan sirkuit
hemodialisis) membatasi tingkat alirandarah. Arus darah dapat meningkat secara substansial
dengan hemodialisis, namun, penyesuaian tingkat aliran darah dibatasi dengan CRRT.
Sementara tingkat peningkatan aliran dialisat meningkatkan pembersihan molekul kecil,
clearance molekul tengah berukuran lebih tergantung pada ukuran pori-pori filter. Satu-satunya
cara untuk meningkatkan pembersihan molekul berukuran menengah adalah menambahkan
konveksi (hemofiltration).

Pembersihan zat terlarut yang optimal dihasilkan ketika tingkat aliran dialisat sekitar dua kali
lipat dari tingkat aliran darah. Tingkat aliran darah CRRT biasanya 150 ml / menit. Tingkat aliran
dialisat dari 1 L per jam, menyediakan aliran dialisat dari 16 ml / menit. Meningkatkan aliran
dialisat akan memiliki efek lebih besar daripada peningkatan laju aliran darah dengan CRRT.
Dialisat mengalir arus balik, atau ke arah yang berlawanan dengan aliran darah. Hal ini
mendorong pembersihan terus-menerus dengan memastikan gradien difusi yang memadai
dipertahankan. Cairan dialisat diperkenalkan pada akhir kembali dari filter, dimana konsentrasi
serum zat terlarut telah mulai turun (karena penghapusan dari darah dalam filter). Cairan dialisat
mengalir menjelang akhir akses dari filter dimana pipa drainase cairan berada. Difusi zat terlarut
bersama filter membuat konsentrasi limbah tertinggi dalam dialisat pada akhir akses filter. Pada
akhir akses, konsentrasi darah dari zat terlarut adalah tertinggi, menyeimbangkan konsentrasi
dialisat meningkat.
Hemofiltration
Dialisis efektif menghilangkan zat terlarut berat badan kecil (misalnya elektrolit) dan kecil untuk
ukuran pertengahan molekul (misalnya glukosa, urea, kreatinin). Ukuran pori membatasi
kemampuan untuk menyebar molekul berukuran menengah. Salah satu cara untuk meningkatkan
pembersihan semuamolekul yang berukuran kecil dan berukuran pertengahan adalah dengan
menarik sejumlah besar air melintasi membran semipermeabel, "menyeret" zat terlarut tambahan
dengan konveksi.
Tingkat lebih tinggi dari konveksi adalah hemofiltration yang dapat menarik molekul yang
lebih besar lagi. Pemberian cairan pengganti pada pre filter yang lebih tinggi dapat meningkatka
pengenceran pada darah mungkin merupakan alternatif yang baik untuk terapi antikoagulan,
meskipun, penelitian diperlukan untuk menguji opsi ini.juga pada hemofiltrasi ini bisa menarik
molekul yang lebih lebih besar seperti mediator-mediator inflamasi.
Sementara untuk meningkatkan tingkat ultrafiltrasi selama proses hemofiltration untuk
menghapus molekul besar yang bersamaan dengan proses difusi, hemofiltration juga dapat
menyebabkan penghapusan berlebihan pada molekul kecil. Akibatnya terjadi penurunan kadar
elektrolit darah bukan berdasarkan gradien difusi saja (misalnya, meskipun konsentrasi dialisat
natrium yaitu sebesar tingkat serum normal, kadar natrium dapat jatuh dengan tingkat
hemofiltration tinggi).
Pemberian cairan pengganti yang mengandung 0,9 NaCl dapat menyebabkan hipernatremia.
Hal ini juga dapat meningkatkan kadar klorida menyebabkan asidosis hiperkloremik (klorida dan
bikarbonat keduanya bermuatan negatif, tingkat klorida meningkat dapat menyebabkan
penurunan bikarbonat untuk menjaga keseimbangan anionik).
Ketika suhu hemofiltration tinggi, pemantauan yang cermat diperlukan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit normal. Cairan pengganti mungkin perlu disesuaikan untuk menjaga
kadar serum dalam darah, bolus intermiten elektrolit mungkin
diperlukan.

Antikoagulasi untuk CRRT


Selama CRRT, darah pasien berada di luar tubuh dan kontak dengan pipa buatan dan filter.
Hasilnya adalah stimulasi dari kaskade koagulasi dan yang lebih penting, kaskade komplemen
jika membran biokompatibel tidak digunakan. Tujuan untuk antikoagulasi di CRRT adalah untuk
mengurangi pembekuan dalam hemofilter untuk memaksimalkan hidup sirkuit CRRT.
Menghindari gangguan dalam CRRT dengan mencegah pembekuan sehingga terapi berlanjut
lama untuk pasien. Meskipun CRRT dimaksudkan untuk dinjalankan selama 24 jam sehari,
waktu terapi rata-rata sebenarnya lebih dekat dengan 16 jam sehari karena
interupsi. Interupsi ini dapat mengurangi efek dan waktu kerja CRRT .
CRRT dapat dilakukan dengan atau tanpa antikoagulasi. Pemilihan antikoagulan tergantung
pada preferensi dokter, kondisi pasien, dan keakraban staf perawat dengan rejimen
antikoagulasi. Pada saat ini, pilihan adalah untuk tidak memberikan pasien antikoagulan atau
menggunakan antikoagulan dalam sistem CRRT. Antikoagulasi tidak dapat diindikasikan pada
pasien yang baru menjalani operasi, memiliki sepsis atau imunosupresi, atau memiliki gagal hati
atau trombositopenia. Alasan lain untuk menggunakan antikoagulan adalah untuk
memaksimalkan hidup sirkuit CRRT sehingga terapi ini terus menerus selama beberapa hari.
Maksimisasi ini dapat mengurangi biaya pipa sirkuit dan komponen, dengan demikian
mengurangi biaya pengobatan pasien.
Pasien yang menerima antikoagulan untuk CRRT harus dipantau secara rutin. Tes yang paling
umum digunakan untuk memantau koagulasi diaktifkan waktu pembekuan dan diaktifkan waktu
tromboplastin parsial (aPTT). kali pembekuan Activated dapat diukur di samping tempat tidur
tetapi mengharuskan staf perawatan kritis mempertahankan kompetensi untuk point-of-
perawatan pengujian. Kali pembekuan diaktifkan dapat dipertahankan pada 180-220 detik atau
sesuai dengan protokol unit. Tingkat antikoagulasi ini paling sering ditentukan dengan
menggunakan aPTT. APTT dipertahankan pada 1,5 sampai 2 kali normal untuk
mempertahankan patensi dari sirkuit. Perawat bertanggung jawab untuk memantau pengaruh
yang merugikan akibat antikoagulasi, termasuk perdarahan, pembentukan hematoma,
trombositopenia, dan reaksi alergi.
Heparin adalah antikoagulan paling banyak digunakan. Pilihan lain termasuk sitrat, inhibitor
trombin langsun. Idealnya, antikoagulasi dilakukan tanpa menghasilkan antikoagulasi sistemik
pada pasien. Jenis terapi, antikoagulan yang digunakan, dan aliran darah merupakan
komponen kunci dari menjaga sistem CRRT bebas dari gumpalan .
Heparin
Heparin adalah antikoagulan paling murah dan dapat digunakan baik secara sistemik maupun
regional. Ketika heparin digunakan, hemofilter dapat memerah dengan larutan heparin encer
terus menerus atau sebentar-sebentar. Heparinization sistemik termasuk memberikan heparin
ke dalam akses intravena yang terpisah atau ke sisi arteri dari sirkuit CRRT. Infus heparin ke sisi
arteri dari sirkuit CRRT memungkinkan pencampuran heparin dengan darah dari pasien
sebelum darah mencapai filter (prefilter). Heparin dapat ditanamkan melalui pompa infus atau
pompa jarum suntik, tergantung pada sistem CRRT digunakan. Heparinization sistemik
memberikan antikoagulasi untuk rangkaian serta untuk pasien.
Heparin-induced trombositopenia merupakan komplikasi dari terapi heparin. Komplikasi ini
didokumentasikan dengan baik dan karena itu telah membatasi popularitas heparin untuk
antikoagulan dalam beberapa tahun terakhir. Heparin-induced trombositopenia terjadi ketika
antibodi untuk mengikat heparin untuk koagulasi faktor IV pada trombosit, menyebabkan
aktivasi platelet dan agregasi. Perubahan ini pada gilirannya menyebabkan generasi vena dan
arteri trombus dan penurunan jumlah trombosit. Bahkan setelah heparin dihentikan, jumlah
platelet akan tetap rendah. Akibatnya, pada pasien dengan heparin-induced trombositopenia,
keprihatinan untuk trombi dan biaya yang terkait untuk mengubah sirkuit CRRT sering
menyebabkan penggunaan antikoagulan lain di CRRT.
Heparinization Daerah melibatkan penggunaan antikoagulan dalam rangkaian saja, tidak
heparinization sistemik pada pasien. Heparin diinfuskan langsung melalui jarum suntik atau
pompa infus ke dalam prefilter darah sirkuit. Protamine, antagonis heparin, disampaikan melalui
pompa infus ke dalam sirkuit dekat kateter pada saluran darah kembali untuk menonaktifkan
heparin tersebut.
Antikoagulasi pemantauan untuk heparinization daerah memerlukan menentukan aPTT darah
dari pasien (misalnya, darah yang diperoleh melalui situs perifer atau kateter arteri) dan aPTT
darah di sirkuit CRRT (biasanya dari sisi infus postfilter preprotamine dari sirkuit CRRT) secara
teratur. Tujuan di heparinization daerah adalah aPTT normal untuk pasien dan aPTT sekitar 100
detik untuk tingkat postfilter. Keuntungan dari pemantauan aPTT di kedua sirkuit dan pasien
termasuk "ketat" heparinization, yaitu, heparin tidak dikirim kepada pasien, dan karena itu
antikoagulan hanya terjadi di sirkuit. Kekurangan termasuk persyaratan untuk pemantauan teliti
hasil laboratorium dan penyesuaian sering dosis kedua heparin dan protamine tersebut. Dosis
heparin low 5 ui/kgbb/jam,medium 8-10 ui/kgbb/jam .pemberian low melokuler heparin
(LMWH)kurang efektip untuk filter.
.Garam sitrat
Sitrat juga digunakan dalam CRRT karena kemampuan antikoagulan yang sangat baik senyawa
dan potensi untuk memperpanjang hidup sirkuit. Kalsium merupakan komponen penting dari
kaskade pembekuan. Sitrat mengikat kalsium dalam darah pasien dalam sistem CRRT dan
mencegah pembekuan. Sitrat diinfuskan prefilter ke dalam sistem CRRT, dan kalsium biasanya
melalui infus intravena baris lain di luar sirkuit. Kadar kalsium terionisasi secara rutin dipantau
karena bentuk terionisasi kalsium adalah bentuk biologis aktif kalsium dan menyumbang sekitar
50% kalsium dalam darah dalam kondisi normal.
Sitrat tersedia sebagai sitrat trisodium sitrat atau sebagai antikoagulan dekstrosa sitrat rumus A.
Trisodium memiliki kandungan natrium yang lebih tinggi daripada antikoagulan dekstrosa sitrat
Rumus (420 mmol / L vs 112,9 mmol / L). Sitrat digunakan dalam CVVH, CVVHD, CVVHDF,
dan SCUF. Sitrat dapat digunakan sebagai cairan pengganti yang mengandung natrium kurang
dari normal. Dalam CVVHD, sebuah dialisat yang juga memiliki natrium kurang dari normal
dapat digunakan untuk mengelola natrium sitrat dalam larutan. Biasanya, kalsium bebas solusi
lebih disukai di CRRT untuk mencegah interaksi dengan sitrat diinfus..
Alkalosis merupakan komplikasi potensial dari CRRT dan, khususnya, antikoagulasi sitrat
karena tubuh memetabolisme sitrat menjadi bikarbonat. The alkalosis sehingga dapat diobati
dengan pemberian natrium klorida untuk memberikan ion hidrogen untuk menghasilkan asam
klorida, menanamkan asam klorida, atau mengurangi infus sitrat tingkat. Sitrat antikoagulasi
pada pasien dengan gagal hati atau dengan asidosis laktat mungkin kontraindikasi karena
pasien mungkin tidak mampu memetabolisme sitrat. Suatu persyaratan penting dari
antikoagulasi sitrat adalah rajin pemantauan dari semua nilai laboratorium, termasuk tingkat
kalsium terionisasi dan natrium dan asam-basa status.
Flushes Dengan Solusi NaCl isotonik
Ketika kondisi pasien menjamin bahwa antikoagulan tidak digunakan, sirkuit dapat memerah
pada interval dengan bolus kecil natrium klorida larutan isotonik untuk mengurangi stagnasi
darah di hemofilter atau dialyzer dan menjaga sirkuit bebas dari gumpalan. Beberapa protokol
mendikte bahwa ketika antikoagulan tidak digunakan, sirkuit harus memerah dengan 50 sampai
100 mL larutan natrium klorida isotonik setiap jam untuk mengurangi stagnasi darah di
membran itu sendiri. Larutan natrium klorida isotonik tidak antikoagulan, sehingga manuver ini
dapat mencegah pembekuan dalam hemofilter, tetapi juga meningkatkan volume asupan cairan
untuk pasien.
MANAJEMEN CAIRAN
Terlepas dari jenis sistem yang digunakan, keseimbangan cairan harus dihitung per jam atau
sesuai dengan standar kelembagaan untuk memonitor status pasien dan keseimbangan cairan.
Sebelum CRRT dimulai, pasien harus memiliki penilaian keperawatan lengkap . Penilaian
meliputi evaluasi status cairan dan volume cairan pasien menerima setiap jam,
awal tekanan darah pasien , dosis semua vasopressors diadministrasikan, berat ("kering" berat
sebelum masuk dan berat saat ini), adanya edema, pusat tekanan vena, tekanan oklusi arteri
paru, indeks jantung, dan curah jantung jika pasien terpasang kateter arteri paru-paru .
Pengukuran lainnya yang membantu termasuk gas darah arteri, saturasi oksigen arteri, dan
saturasi oksigen vena campuran. Setelah CRRT dimulai, pengukuran berkelanjutan parameter
ini menunjukkan toleransi pasien dari prosedur serta perbaikan dalam status cairan.
ManajemenKeperawatan selama terapi penggantian ginjal secara terus menerus
(CRRT) adanya penurunan tekanan darah, tekanan vena sentral, tekanan paru, dan berat badan
mungkin menunjukkan cairan yang hilang dari pasien akibat CRRT. Penurunan ditandai dengan
tekanan darah, saturasi oksigen vena campuran, atau saturasi oksigen arteri; peningkatan edema,
atau kenaikan berat badan dapat menunjukkan bahwa tujuan terapi tidak tercapai atau sirkuit
yang tidak berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, dokter harus diberitahu dan pemindahan cairan
harus dikurangi atau dihentikan sampai kondisi pasien menjadi lebih stabil. Karena salah satu
tujuan CRRT adalah untuk mengurangi overload cairan, perawat samping tempat tidur harus
mendiskusikan kemungkinan mengurangi asupan untuk volume minimal cairan jika mungkin
dan berkonsentrasi obat-obatan dan infus untuk meminimalkan asupan cairan.
Kegagalan mekanik dapat terjadi jika alarrm diabaikan atau dilewati tanpa menentukan
penyebab alarm. Jika timbangan tidak dikalibrasi dengan benar, volume cairan diberikan dan
dihapus mungkin bukan volume terprogram. Mematikan alarm tanpa mengoreksi penyebab
alarm sebagai tanda bahaya untuk keamanan pasen.

Hipotermia di CRRT

Hipotermia adalah suatu komplikasi dari CRRT. Rangkaian darah ektracorporeal dapat berisi
200 ml atau lebih darah di luar tubuh , situasi yang memberikan kontribusi untuk pendinginan
pasien. Solusi seperti pengganti cairan dialisat dan digunakan pada suhu kamar. Infus 2
sampai 5 L / jam , volume cairan besar dapat dengan cepat menurunkan suhu pasien jika
cairan tidak hangat. Pengaruh hipotermia termasuk disfungsi faktor pembekuan dan platelet,
aktivasi fibrinolisis, dan disritmia jantung. Beberapa produsen CRRT menawarkan darah lebih
hangat karena darah di sirkuit, tetapi kebanyakan sistem memiliki beberapa jenis piring atau
konvektif hangat untuk menghangatkan cairan terapi.
Sebelum CRRT dimulai dan setelah itu telah dimulai, suhu pasien harus secara rutin dipantau
dan suhu lebih hangat meningkat diperlukan untuk menjaga suhu pasien mendekati normal.
Jika peningkatan suhu lebih hangat tidak memperbaiki hipotermia secara memadai, atau cairan
pilihan pemanasan tidak tersedia, pemanasan selimut dan peningkatan suhu ruangan dapat
digunakan. Tugas keperawatan mencakup pemantauan suhu pasien, menerapkan intervensi
pemanasan jika diperlukan, dan pemantauan tanda-tanda dan gejala infeksi (misalnya,
peningkatan jumlah sel darah putih), karena suhu pasien tertutup oleh efek pendinginan dari
sirkuit.

Air embolus

Embolus udara dapat terjadi jika pasien menerima udara dalam darah kembali. Sistem CRRT
memiliki detektor udara dibangun untuk mendeteksi bahkan microbubbles udara. Jika
mekanisme keamanan sistem yang dilewati, pasien dapat menerima embolus udara. Alarm
dapat terjadi jika udara tidak benar dihapus dari sirkuit darah selama priming atau jika port di
sirkuit yang longgar atau terbuka. Air juga bisa terjadi pada rangkaian jika akses tidak dapat
menyediakan aliran darah diprogram pada mesin. Dalam situasi ini, pompa darah akan berjalan,
tapi vakum dibuat, menyebabkan udara bergerak melalui sirkuit. Dalam setiap situasi ini,
perawat merawat pasien bertanggung jawab untuk mengatasi masalah sistem untuk
menentukan sumber udara atau untuk memeriksa layar bantuan pada sistem untuk menentukan
apakah terapi dapat dilanjutkan.
Setelah sistem ini prima dan dibawa ke sisi tempat tidur dan sebelum hubungan dengan pasien
didirikan, sirkuit harus diperiksa untuk memastikan bahwa udara semua telah dihapus. Sangat
penting untuk memverifikasi bahwa sisi arteri atau akses pipa akses terhubung dengan kateter
dan, bahkan lebih penting, bahwa vena atau samping kembalinya pipa terpasang dengan
kencang ke kateter. Jika sisi vena dari tabung darah tidak terhubung dengan aman ke kateter,
emboli udara dapat terjadi karena darah akan bepergian melewati detektor udara mesin.
Perawat harus terus-menerus menilai tubing sirkuit untuk adanya udara.

Meminimalkan kehilangan darah dalam CRRT

Meminimalkan kehilangan darah pada pasien yang menerima CRRT selalu prioritas. Perhatian
yang cepat untuk alarm dan pengetahuan tentang pemecahan masalah dapat mencegah
kehilangan darah di sirkuit. Perawat yang merawat pasien dg CRRT harus tahu bagaimana
melakukan pengembalian otomatis atau manual dari darah pasien ketika CRRT dihentikan atau
sirkuit yang bergumpal. Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa sirkuit dapat menyimpan 200
ml atau lebih darah. Kehilangan darah yang sedang berlangsung karena kegagalan untuk
membilas darah kembali ke pasien atau ketidakmampuan untuk mendeteksi tanda-tanda
pembekuan dalam hemofilter yang merugikan pasien dan dapat mempengaruhi keselamatan
pasien.

Elektrolit inbalance
CRRT merupakan salah satu therapi pada kasus imbalance elektrolit,tetapi dapat juga over
corection pada CRRT sehingga dapat terjadi imbalance elektrolit ,hal ini terjadi karena
pemakaian cairan pengganti atau cairan dialisat yang tidak fisiologis .
E. Mempersiapkan Program CRRT
1. Persiapan Alat
Kanulasi
o Masker, topi penutup kepala
o Sarung tangan steril
o Alkohol 70%
o Betadine Solution
o Kasa Steril
o 10 ml syring
o Steril Nacl 0,9%
o Benang ethicon fiksasi kateter
o Instrumen steril (CVP set): Deper 3 buah, Nailfolder, kom 1 buah, 2 pinset (anatomis, cirugies
), Duk bolong, Jas steril.
o Kanul sesuai ukuran, 2 single kanul ukuran 19 G, double luman 14-16 G
o Lidocain 2%

Priming

o Nacl 0,9%, 1000 ml atau 500 ml


o Heparin
o Syring 20 ml & 50 ml
o Hemofilter system
o Infusion Pump
o Replacement fluid sesuai order
o Fluid warmer
o Cairan dialisat
o Alkohol 70 %
o Drainase bag
o Steril BOWL
o Transparant tipe

Terminasi

o Sarung tangan bersih, masker


o Heparin, heparin lock, syring
o Nacl 0,9% 500 ml
o Kantong plastik
2. Penjelasan kepada pasien dan keluarga akan dipasang alat pengganti ginjal kontinyu
Penjelasan meliputi :
o Fungsi ginjal secara umum
o Gejala dan tanda gangguan fungsi ginjal
o Rencana pengobatan dan harapan realistik tentang pemulihan fungsi ginjal
o Prosedur tindakan, teknik steril, monitoring ketat cairan & elektrolit, tanda gejala komplikasi
yang terjadi.
o Beri kesempatan kepada keluarga untuk bertanya dan mengutarakan pendapat tanda &
gejala yang terjadi.
o Tanda tangani inform consent
o Jelaskan kemungkinan mengganti sirkuit selama terapi.

3. Persiapan Pasien
o Pastikan pasien mengerti penjelasan
o Posisi pasien senyaman mungkin agar aliran darah akses vaskuler lancar.
o Data laboratorium
4. Prosedure menyiapkan dan mengahiri CRRT
Sistem Tanpa Pompa (SCUF, CAVH, CAVHD, CAVHDF)
Priming:
o Cuci tangan
o Buka paket hemofitrasi dan tubing, pertahankan tetap steril, yakinkan ujung arteri & venous
tubing tertutup.
o Letakkan filter di holder
o Sambungkan UF line pada hemofilter yang tidak bertutup & ujungnya sambung ke collecting
divice.
o Gantungkan collecting system 20 inch dibawah hemofilter.
o Pastikan secara teliti semua line tersambung dengan baik
o Gantungkan cairan priming (Nacl 0,9 %+ Heparin= 1 : 5) 48 inch diatas hemofilter,dan
beri tekanan sampai 300 mmHg.
o Buka klem setiap 3-5 menit untuk membuang udara.
o Setelah 1000 ml cairan priming melewati system, klem venous line.
o Putar hemofilter
o Siapkan heparin di syring 50 ml dengan manometer, tempatkan di syring pump.
o Gantungkan 1000 ml cairan priming lagi lanjutkan membilas 400 ml UF line, kemudian klem
o Putar lagi hemofilter, bilas venous line 500 ml Nacl, heparin, klem venous line
o Buang cairan di kantung UF (Collecting divice). Priming selesai.

Tujuan Priming
o Membuang udara
o Memberikan heparin pada seluruh sirkuit
o Membuang bahan sterilan ( glyserin ethylin oxide )
o Memastikan sistem tidak bocor

Penyambungan sirkuit ke Pasien

o Cuci tangan
o Pastikan akses vascular lancar
o Tempatkan hemofilter sejajar dengan pasien
o Jelaskan therapy heparin dosis sesuai order
o Sambungkan set up line ke akses vascular
o Pastikan system berjalan lancar

Pelepasan Sirkuit
o Cuci tangan
o Klem arterial line, stop darah mengalir ke tubing
o Flush darah kembali melalui tree way dengan cairan replacement, mengembalikan darah di
sirkuit ke pasien.
o Klem venous line , cairan replace ,juga ke arterial line
o Lepaskan tubing arterial dan venous dari akses vascular
o Buang tubing-tubing filter ke kantong
o Cuci tangan
Sistem dengan Pompa (SCUF,CVVH, CVVHD, CVVHDF,TPE)
Priming
o Cuci tangan
o Memastikan order tipe dialisa, antikoagulan, cairan pengganti/replace, balance cairan perjam,
dialisat dan jumlahnya, kecepatan pompa, data laboratorium sebelum pemasangan.
o Set up system sesuai petunjuk mesin, siapkan Heparin infus.
o Nyalakan mesin dan pastikan detector udara sudah aktif
o Buka paket hemofiltrasi dan tubing pertahankan tetap steril.
o Letakkan hemofiltrasi dalam posisi vertikal dan letakkan UF drain dibawah level jantung
pasien.
o Letakkan priming solution di ujung tubing vena dan empty bag di ujung arteri, jalankan
program priming, ikuti petunjuk di mesin.
o Bila priming sudah selesai, mesin akan memberikan keterangan priming OK.
Penyambungan Sirkuit ke Pasien
o Gunakan masker dan sarung tangan steril
o Lepaskan arterial tubing dengan cairan priming dan hubungkan ke akses arterial .
o Klem arterial dan venous sirkuit dan buka klem akses arteri vascular
o Nyalakan mesin, jalankan infus heparin dan berikan bulus heparin prefilter sebelum dialirkan
darah, pompa mesin jalan darah akan mengalir sepanjang tubing arteri melewati filter.
o Matikan pompa mesin, lepaskan venous tubing dari drainase bag dan sambungkan ke akses
vena vasculer.
o Buka klem akses venous dan venous line
o Nyalakan pompa mesin dengan kecepatan lebih rendah dari order, mencegah terjadi
hypotensia.
o Jalankan infus order
o Catat pump flow rate, arteri dan venous pressure monitor, warna UF dan tanda-tanda vital
sesuai standar.
Pelepasan Sirkuit
o Tutup infus ke sirkuit
o Buka Nacl 0,9% sambungkan ke arteri infus purt dan klem UF line
o Selama Pompa mesin berjalan, buka klem flush solution (klem arteri line dekat pasien)
kembalikan semua darah ke pasien.
o Jika hemofilter sudah terflush stop pompa mesin, klem kedua arteri dan venous akses.
o Jika sudah semua line sudah terlepas,masukkan ke kantong yang sudah disiapkan dan
buang segera
o Pertahankan patenci catheter dengan membilas heparin.
o Cuci tangan
F. KOMPLIKASI
o Hipotensi
o Low teperatur
o Akses problem
o Filter cloting
o Coagulation problem
o Fluid balance eror
o Infeksi/sepsis
o Air embolism
o Dysconection
o Arytmia
o Berkurangnya pembersihan darah
G. Monitoring Pasien dan Perawatannya
Monitoring Pasien
1) Jalankan pencatatan berat badan (BB) sebelum dialisa, dan BB tiap hari sebagai petunjuk
treatment selanjutnya.
2) Kaji pasien seperti ; tanda vital, distensi vena jugular,edema, intake output, neurologi
status. Semua ini sebagai data awal sebelum memulai terapi dan memonitor komplikasi.
3) Monitor sirkulasi extemitas dimana terpasang catheter atau graft untuk memastikan perfusi
distal
4) Monitor elektrolit dan glukosa, untuk memberikan infus sesuai kebutuhan juga therapy
untuk mengkoreksi abnomal elektrolit.
5) Monitor CRRT sirkuit. (Contoh : Oklusi, UF line terjepit, arteri dan vena line terjepit, juga
posisi hemofilter).
Perhatikan kemungkinan :
o Diskonek sambungan-sambungan sehingga darah bocor dan udara dapat masuk ke dalam
sirkuit.
o Level collection divice 20 inch dibawah filter ,posisi yang terbaik untuk drainase
o Clotting di dalam sirkuit
o Darah bocor ke dialisat
o Vena dan arteri presure
6) Monitor UltraFiltrat (UF), kecepatannya, warna, udara, bila produksi UF berkurang.
7) Berikan heparin sesuai kebutuhan pasien dan data laboratorium cegah clotting di sirkuit
8) Monitor akses vascular, apakah terjadi komplikasi darah merembes, atau clott
9) Monitor luka tusukan apa terjadi komplikasi perdarahan, infeksi
10) Monitor kecepatan cairan replace, cegah hypotensi
11) Monitor pasien terhadap komplikasi yang terjadi selama CRRT (Muscle cramps, Dialysis
Disquilibrium , air embolism, Dialyzer reaction, hipoxemia)
12) Monitor Blood Pump apa berjalan baik, beberapa alat CRRT sering bermasalah sehingga
perawat harus mahir menjalankan mesin, terutama mengatasi trouble shooting selama terapi
Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan CRRT sama dengan proses
keperawatan lain, yang dimulai dengan pengkajian, mengidentifikasi masalah actual dan
potensial (Penyusunan Diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan),merencanakan tindakan
keperawatan dan evaluasi.
1. Pengkajian
o Status Respirasi
o Status Kardiovaskuler
o Status Neurologi
o Status Renal

Pengkajian terhadap renal adalah pengkajiaan terhadap fungsi ginjal yang meliputi produksi
urine (Penurunan frekuensi urine, oliguri dan anuria). Selain itu juga bisa dilihat dari hasil
pemeriksaan laboratorium( Ureum, Creatinin, BUN, BJ Urine dan Elektrolit
o Status Gastrointestinal
o Status Imunologi
o Keseimbangan cairan dan elektrolit
Jika pasien sudah terpasang CRRT perlu diperhatikan kepatenan kanulasi dan balance
cairan. Balance cairan CVVH, catat jumlah intake cairan (cairan pengganti) dan output cairan
(cairan filtrat) setiap 1 jam. Total balance, melihat total balance cairan minimal 4 jam sekali.
Intake:
o Jumlah cairan pengganti dan sejenisnya
o Jumlah heparin yang masuk dan dosisnya
o Jumlah obat-obat intravenous lainya
o Antibiotik dan jumlah pengencerannya
o Jumlah darah yang masuk
o Jumlah enteral feeding
Output:
o Jumlah urine yang keluar
o Jumlah ultrafiltrat
o Jumlah darah dari drain bila terpasang
o Lainnya seperti : Muntah, Cairan lambung, dll.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Pemeriksaan koagulasi
o ACT dicek setiap 2 4 jam pada 12 jam pertama dan 8 jam setelah stabil
o PT, APTT
o Trombosit
o Elektrolit: Na, K, P, Ca, Mg,
o Ureum, Creatin setiap hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkianan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan continuous
veno venous hemofiltrasi adalah :
o Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan perubahan mekanisme pengaturan
( gagal ginjal ) retensi cairan dan sodium.
o Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan efek ultrafiltrasi selama
dialisis.
o Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,mual
muntah dan pembatasan diet.
o Resiko tinggi untuk cedera, berhubungan dengan: akses vascular dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vaskuler.
o Resiko tinggi untuk cedera yang berhubungan dengan ketidak tepatan konsentrasi atau suhu
dialisat.
o Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan, bahaya terhadap
terlepasnya kanulasi.
o Kecemasan yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri,
perubahan pada status kesehatan/ fungsi peran dan status sosioekonomis.
o Optimalisasikan pengetahuaan ( kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
dan kebutuhan untuk dialisis.
3. Intervensi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan diagnosa diatas; beberapa
masalah yang sering muncul selama pasien menggunakan CRRT
Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d efek ultrafiltrasi selama dialisis.
Tujuan : Mencegah kekurangan volume cairan
Kriteria : Pasien tetap stabil selama haemofiltrasi dan setelah dialisis

Intervensi :
o Kaji tanda vital
o Auskultasi bunyi pernafasan, bunyi jantung,
o Timbang BB
o Catat masukan dan keluaran dialisis
o Kaji derajat penimbunan cairan dalam jaringan
o Tentukan ketepatan derajat dan kecepatan ultrafiltrasi
o Pantau respon terhadap ultrafiltrasi (TD tiap jam atau lebih sering, frekuensi nadi dan CVP)
o Atur derajat kecepatan ultrafiltrasi sesuai dengan respon pasien
o Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vasoaktif bila ada indikasi
o Periksa kadar ion K, Na, Ca, Mg, dan CO2 pra dan selama dialisa.
o Observasi pasien terhadap tanda tanda hipokalemia ( perubahan EKG dan kelemahan otot)

Perubahan status nutrisi kurangan dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual muntah
dengan pembatasan diet.
Tujuan : Nutrisi pasien adekuat
Kriteria : Nafsu makan pasien meningkat, BB normal
Invertensi :
o Kaji atau catat intake makanan
o Beri makanan pasien sedikit tetapi sering
o Berikan pada pasien/keluarga daftar makanan yang boleh dikonsumsi
o Lakukan oral hygienis
o Timbang BB setiap hari
o Kaloborasi dengan dokter dalam pemberian therapy parenteral dan enteral feding
o Monitor hasil laboratorum BUM, Albumin
o Konsultasi dengan tim Gizi
o Berikan diet tinggi kalori,rendah/sedang protein
o Atur intake Na, K, Fosfor, sesuai indikasi
Resiko tinggi cidera dan infeksi b/d komplikasi sekunder terhadap penusukan akses
vaskuler
Tujuan : Pasien bebas dari komplikasi
Kriteria : Tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
o Pertahankan lingkungan steril selama penusukan,
o Ganti balutan kateter kanulasi secara rutin
o Pertahankan teknik steril dalam penanganan akses vaskuler
o Kaji tempat kanulasi terhadap tanda inflamasi, drainage purulen dan kateter terlipat
o Kaji kepatenan kateter sedikitnya setiap dua jam
o Beri heparin kateter selama tindakan diadakan dialisa
o Jangan gunakan akses kateter dialisis untuk pemberiaan obat
o Pastikan pengkleman yang cukup pada semua jalan masuk udara selama dialisis
o Lakukan teknik yang tepat saat memulai dan mengaakhiri dialisis dan ketika memberikan
cairan selama prosedur
o Pastikan detector udara terpasang dan berfungsi dengan baik
o Lakukan intervensi kedaruratan yang sesuai bila diduga ada emboli
Optimalisasikan pengetahuaan b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
kebutuhan untuk dialisa.
Tujuan : Pasien mengerti dan bisa menceritakan tentang kondisi penyakit dan kebutuhan akan
dialisis.
Kriteria : Perubahan tingkah laku dan pasien berpartisipasi dalam pengobatan
Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuaan pasien tentang fungsi ginjal, penyakit dan alasan untuk dialisa
o Kaji kemampuan untuk kesiapan belajar
o Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar diantaranya : fungsi
ginjal dan penyebab kehilangan fungsi ginjal
o Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kehilangan fungsi ginjal
o Tujuan dan alasan dilakukan CRRT
o Harapan yang realistis tentang pemulihan fungsi ginjal
o Berikan dorongan untuk mengungkapkan pertanyaan, rasa takut dan cemas
1. Dokumentasi
Dokumentasi meliputi:
o Pendidikan pasien dan keluarga
o Tanggal dan jam terapi dimulai
o Kondisi kateter
o Tanggal dan jam ganti balutan
o Kondisi luka tusukan apa ada tanda tanda infeksi
o Tanda vital
o Keseimbangan cairan tiap jam
o Respon pasien terhadap CRRT, kemajuan pasien tiap hari
o Kejadian yang tidak diinginkan
o Intervensi keperawatan
o Timbang berat badan tiap hari serta monitor hasil laboratorium.

Pengkajian terhadap renal adalah pengkajiaan terhadap fungsi ginjal yang meliputi produksi
urine (Penurunan frekuensi urine, oliguri dan anuria). Selain itu juga bisa dilihat dari hasil
pemeriksaan laboratorium( Ureum, Creatinin, BUN, BJ Urine dan Elektrolit
o Status Gastrointestinal
o Status Imunologi
o Keseimbangan cairan dan elektrolit
Jika pasien sudah terpasang CRRT perlu diperhatikan kepatenan kanulasi dan balance
cairan. Balance cairan CVVH, catat jumlah intake cairan (cairan pengganti) dan output cairan
(cairan filtrat) setiap 1 jam. Total balance, melihat total balance cairan minimal 4 jam sekali.
Intake:
o Jumlah cairan pengganti dan sejenisnya
o Jumlah heparin yang masuk dan dosisnya
o Jumlah obat-obat intravenous lainya
o Antibiotik dan jumlah pengencerannya
o Jumlah darah yang masuk
o Jumlah enteral feeding
Output:
o Jumlah urine yang keluar
o Jumlah ultrafiltrat
o Jumlah darah dari drain bila terpasang
o Lainnya seperti : Muntah, Cairan lambung, dll.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Pemeriksaan koagulasi
o ACT dicek setiap 2 4 jam pada 12 jam pertama dan 8 jam setelah stabil
o PT, APTT
o Trombosit
o Elektrolit: Na, K, P, Ca, Mg,
o Ureum, Creatin setiap hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkianan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan continuous
veno venous hemofiltrasi adalah :
o Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan perubahan mekanisme pengaturan
( gagal ginjal ) retensi cairan dan sodium.
o Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan efek ultrafiltrasi selama
dialisis.
o Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,mual
muntah dan pembatasan diet.
o Resiko tinggi untuk cedera, berhubungan dengan: akses vascular dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vaskuler.
o Resiko tinggi untuk cedera yang berhubungan dengan ketidak tepatan konsentrasi atau suhu
dialisat.
o Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan, bahaya terhadap
terlepasnya kanulasi.
o Kecemasan yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri,
perubahan pada status kesehatan/ fungsi peran dan status sosioekonomis.
o Optimalisasikan pengetahuaan ( kebutuhan belajar ) tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
dan kebutuhan untuk dialisis.
3. Intervensi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan diagnosa diatas; beberapa
masalah yang sering muncul selama pasien menggunakan CRRT
Kekurangan volume cairan dan elektrolit b/d efek ultrafiltrasi selama dialisis.
Tujuan : Mencegah kekurangan volume cairan
Kriteria : Pasien tetap stabil selama haemofiltrasi dan setelah dialisis
Intervensi :
o Kaji tanda vital
o Auskultasi bunyi pernafasan, bunyi jantung,
o Timbang BB
o Catat masukan dan keluaran dialisis
o Kaji derajat penimbunan cairan dalam jaringan
o Tentukan ketepatan derajat dan kecepatan ultrafiltrasi
o Pantau respon terhadap ultrafiltrasi (TD tiap jam atau lebih sering, frekuensi nadi dan CVP)
o Atur derajat kecepatan ultrafiltrasi sesuai dengan respon pasien
o Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi
o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vasoaktif bila ada indikasi
o Periksa kadar ion K, Na, Ca, Mg, dan CO2 pra dan selama dialisa.
o Observasi pasien terhadap tanda tanda hipokalemia ( perubahan EKG dan kelemahan otot)

Perubahan status nutrisi kurangan dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual muntah
dengan pembatasan diet.
Tujuan : Nutrisi pasien adekuat
Kriteria : Nafsu makan pasien meningkat, BB normal
Invertensi :
o Kaji atau catat intake makanan
o Beri makanan pasien sedikit tetapi sering
o Berikan pada pasien/keluarga daftar makanan yang boleh dikonsumsi
o Lakukan oral hygienis
o Timbang BB setiap hari
o Kaloborasi dengan dokter dalam pemberian therapy parenteral dan enteral feding
o Monitor hasil laboratorum BUM, Albumin
o Konsultasi dengan tim Gizi
o Berikan diet tinggi kalori,rendah/sedang protein
o Atur intake Na, K, Fosfor, sesuai indikasi
Resiko tinggi cidera dan infeksi b/d komplikasi sekunder terhadap penusukan akses
vaskuler
Tujuan : Pasien bebas dari komplikasi
Kriteria : Tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
o Pertahankan lingkungan steril selama penusukan,
o Ganti balutan kateter kanulasi secara rutin
o Pertahankan teknik steril dalam penanganan akses vaskuler
o Kaji tempat kanulasi terhadap tanda inflamasi, drainage purulen dan kateter terlipat
o Kaji kepatenan kateter sedikitnya setiap dua jam
o Beri heparin kateter selama tindakan diadakan dialisa
o Jangan gunakan akses kateter dialisis untuk pemberiaan obat
o Pastikan pengkleman yang cukup pada semua jalan masuk udara selama dialisis
o Lakukan teknik yang tepat saat memulai dan mengaakhiri dialisis dan ketika memberikan
cairan selama prosedur
o Pastikan detector udara terpasang dan berfungsi dengan baik
o Lakukan intervensi kedaruratan yang sesuai bila diduga ada emboli
Optimalisasikan pengetahuaan b/d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
kebutuhan untuk dialisa.
Tujuan : Pasien mengerti dan bisa menceritakan tentang kondisi penyakit dan kebutuhan akan
dialisis.
Kriteria : Perubahan tingkah laku dan pasien berpartisipasi dalam pengobatan
Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuaan pasien tentang fungsi ginjal, penyakit dan alasan untuk dialisa
o Kaji kemampuan untuk kesiapan belajar
o Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar diantaranya : fungsi
ginjal dan penyebab kehilangan fungsi ginjal
o Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kehilangan fungsi ginjal
o Tujuan dan alasan dilakukan CRRT
o Harapan yang realistis tentang pemulihan fungsi ginjal
o Berikan dorongan untuk mengungkapkan pertanyaan, rasa takut dan cemas
1. Dokumentasi
Dokumentasi meliputi:
o Pendidikan pasien dan keluarga
o Tanggal dan jam terapi dimulai
o Kondisi kateter
o Tanggal dan jam ganti balutan
o Kondisi luka tusukan apa ada tanda tanda infeksi
o Tanda vital
o Keseimbangan cairan tiap jam
o Respon pasien terhadap CRRT, kemajuan pasien tiap hari
o Kejadian yang tidak diinginkan
o Intervensi keperawatan
o Timbang berat badan tiap hari serta monitor hasil laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai