Anda di halaman 1dari 5

A.

Pendahuluan
Definisi Lanjut Usia Lanjut
Usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang
memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh akibat
perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh (Arisman, 2004). Berdasarkan
WHO (Setianto,2007), lansia dibagi menjadi tiga golongan:
a. Umur lanjut (elderly) : usia 60-75 tahun
b. Umur tua (old) : usia 76-90 tahun
c. Umur sangat tua (very old) : usia > 90 tahun

Proses Fisiologis Penuaan Pada Lansia


Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi akibat proses penuaan antara lain:
Sistem Panca-Indera
`Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat
kesenggangan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris
yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensoris.
a. Pengelihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara
iris dan sclera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada
lansia. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan
akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta
kekeruhan lensa mata, yaitu katarak (Suhartin, 2010).
Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual dari
indera penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke susunan saraf
pusat tentang posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan di sekitar dan antar
bagian tubuh sehingga tubuh dapat mempertahankan posisinya agar tetap
tegak dan tidak jatuh.
b. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kehalangan pendengaran pada lansia
disebut dengan presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan yang terjadi
pada pendengaran akibat proses penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat
penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan
konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan pendengaran secara
bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi
(Chaccione, 2005).
Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timfani, pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot dan
ligamen. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi pada suara (Miller,
2009).
Pada telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan rambut,
kulit menjadi lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan keratin. Implikasi
dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada
gangguan konduksi suara (Miller, 2009). Penuruan kemampuan telinga seperti
diatas dapat berdampak pula terhadap komponen vestibular yang terletak di
telinga bagian dalam. Komponen vestibular ini berperan sangat penting
terhadap keseimbangan tubuh. Saat posisi kepala berubah maka komponen
vestibular akan merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi tubuh
agar tetap tegak.
c. Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mempersepsikan rasa
pada kulit, ini terjadi karena penurunan korpus free nerve ending pada kulit.
Rasa tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh sehingga terjadi penurunan
dalam merasakan tekanan, raba panas dan dingin. Gangguan pada indera
peraba tentunya berpengaruh pada sistem somatosensoris.
Somatosensoris adalah reseptor pada kulit, subkutan telapak kaki dan
propioceptor pada otot, tendon dan sendi yang memberikan informasi tentang
kekuatan otot, ketegangan otot, kontraksi otot dan juga nyeri, suhu, tekanan
dan posisi sendi. Pada lansia dengan semakin menurunnya kemampuan akibat
faktor degenerasi maka informasi yang digunakan dalam menjaga posisi tubuh
yang didapat dari tungkai, panggul, punggung dan leher akan menurun
(Chaitow, 2005). Hal ini berdampak pada keseimbangan yang akan terganggu
akibat dari penurunan implus somatosensoris ke susunan saraf pusat.
Sistem Muskuloskeletal
Otot
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada
menurunnya kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas akan
menyebabkan kelemahan serta atrofi dan mengakibatkan kesuliatan untuk
mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas rutin pada individu
tersebut. Perubahan pada otot inilah yang menjadi fokus dalam penurunan
keseimbangan berkaitan dengan kondisi lansia. Menurut Lumbantobing
(2005) perubahan yang jelas pada sistem otot lansia adalah berkurangnya
massa otot.
Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atrofi. Otot mengalami
atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik atau
denervasi saraf (Martono, 2004). Perubahan ini akan menyebabkan laju
metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang (Taslim,
2001). Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan
melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai
berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak. Akibatnya otot akan
berkurang kemampuannya sehingga dapat mempengaruhi postur.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih disebabkan
oleh disuse. Lansia yang aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat
mempertahankan massa otot, kekuatan otot dan koordinasi dibanding
mereka yang hidupnya santai (Rubenstein, 2006). Tetapi harus diingat
bahwa olahraga yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara
sempurna proses penurunan massa otot (Lumbatobing, 2005).
Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat pada
menurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang tubuh (trunk)
akan berkurang kemampuannya dalam menjaga tubuh agar tetap tegak.
Respon dari otot-otot postural dalam mempertahankan postur tubuh juga
menurun. Respon otot postural menjadi kurang sinergis saat bekerja
mempertahankan posisi akibat adanya perubahan posisi, gravitasi, titik
tumpu, serta aligmen tubuh. Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada
tungkai seperti grup otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis
mengalami penurunan kemampuan berupa cepat lelah, turunnya
kemampuan, dan adanya atrofi yang berakibat daya topang tubuh akan
menurun dan keseimbangan mudah goyah.
Tulang
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan
kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang. Massa tulang
akan mencapai puncak pada pertengahan usia dua puluhan (di bawah usia
30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca
menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa
tulang ini sebagai disebabkan oleh faktor usia dan disuse (Wilk, 2009).
Dengan bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan tulang
melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita,
vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekular menjadi
lebih berongga, mikroarsitekur berubah dan sering patah baik akibat
benturan ringan maupun spotan (Martono, 2004). Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan terjadinya resiko osteoporosis dan fraktur (Suhartin,
2010).
Perubahan Postur
Perubahan postur meningkatkan sejalan dengan pertambahan usia. Hal
itu dapat dihubungkan dengan keseimbangan dan resiko jatuh. Gangguan
keseimbangan lansia disebakan oleh degenerasi progresif mekanoreseptor
sendi intervertebra. Degenerasi karena peradangan atau trauma pada
vertebra dapat menggangu afferent feedback ke saraf pusat yang berguna
untuk stabilitas postural. Banyak perubahan yang terjadi pada vertebra
lansia, seperti spondilosis servikal yang dimana 80% ditemukan pada
orang berusia 55 tahun keatas. Hal itu berpengaruh terhadap penurunan
stabilitas dan fleksibilitas pada postur (Pudjiastuti, 2003).
Perubahan yang paling banyak terjadi pada vertebra lansia meliputi
kepala condong ke depan (kifosis servikal), peningkatan kurva kifosis
torakalis, kurva lumbal mendatar (kifosis lumbalis), penurunan ketebalan
diskus intervertebralis sehingga tinggi badan menjadi berkurang. Kepala
yang condong ke depan seringkali diartikan tidak normal, tetapi dapat
dikatakan normal apabila hal itu merupakan kompensasi dari perubahan
postur yang lain. Kurva skoliosis dapat timbul pada lansia karena
perubahan vertebra, ketidakseimbangan otot erctor spine dan kebiasaan
atau aktivitas yang salah (Pudjiastuti, 2003).
Pada anggota gerak, variasi perubahan postur yang paling banyak
adalah protraksi bahu dan sedikit fleksi sendi siku, sendi panggul dan lutut.
Adanya perubahan permukaan dan kapsul sendi, akan mengakibatkan
kecacatan varus atau valgus dapat sendi panggul, lutut atau pergelangan
kaki.
Gigi dan Mulut
Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat kesehatan dan gizi
yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai
perubahan pada gingiva anak-anak. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah
karena pemakaian atau aberasi dan kemudian tanggal digantikan gigi permanen.
Pada usia lanjut gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih gelap,
dan bahkan sebagian gigi telah tanggal (Arisman,2004).
Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan
bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun yang semula maksimal
dapat mencapai 300 poinds per square inch dapat mencapai 50 pound per square
inch. Selain itu, terjadinya atropi gingiva dan procesus alveolaris yang
menyebabkan akar gigi terbuka dan sering menimbulkan rasa sakit semakin
memperparah penurunan daya kunyah. Pada lansia saluran pencernaan tidak dapat
mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi
kesehatan umum (Darmojo,2010).
Gastrointestinal
Gastrointestinal Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun
seiring dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis. Di atas usia
60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya penyerapan vitamin dan
zat besi berkurang sehingga berpengaruh pada kejadian osteoporosis dan
osteomalasia pada lansia. Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makan
dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut
(Guyton&Hall,2004). Pada manusia lanjut usia, reseptor pada esofagus kurang
sensitif dengan adanya makanan. Hal ini menyebabkan kemampuan peristaltik
esofagus mendorong makanan ke lambung menurun sehingga pengosongan
esofagus terlambat (Darmojo,2010).
Berat total usus halus (di atas usia 40 tahun) berkurang, namun penyerapan zat
gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium dan zat besi (di
atas usia 60 tahun). Di usus halus juga ditemukan adanya kolonisasi bakteri pada
lansia dengan gastritis atrofi yang dapat menghambat penyerapan vitamin B.
Selain itu, motilititas usus halus dan usus besar terganggu sehingga menyebabkan
konstipasi sering terjadi pada lansia (Setiati,2000).

Anda mungkin juga menyukai