Anda di halaman 1dari 3

CRITICAL REVIEW UU NO 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

UU Nomor 41 Tahun 1999 jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tidak meliputi tindak


pidana korporasi, tindak pidana penyertaan dan tindak pidana pembiaran
(omission) (ICEL, 12-5-2004b : 4). UU tersebut tidak mengatur tindak pidana
penebangan di luar wilayah konsensi (over cutting) atau yang melanggar
Rencana Kerja Tahunan (RKT). Sanksi pidana pasal 78 UU Nomor 41 Tahun 1999
jo UU Nomor 1 Tahun 2004 yang memiliki sanksi pidana denda yang paling berat
dibandingkan dengan ketentuan pidana lain, ternyata tidak memberi efek jera
kepada pelaku illegal logging. Hal ini karena UU Kehutanan yang lebih ditekankan
pada sanksi administrasi dan perdata, setelah itu baru sanksi pidana diterapkan.

belum mengatur perihal tindak pidana kehutanan yang melibatkan pegawai


negeri, sehingga aturan hukum yang dipakai untuk menindak pelaku-pelaku
khususnya pegawai negeri yang terlibat dalam kejahatan Kehutanan seperti
penebangan liar (illegal logging) terutama yang menyangkut unsur-unsur korupsi
masih terus mengacu pada undang-undang tentang pemberantasan korupsi ini.

Ternyata Undang-undang ini tidak mengatur tentang tindak pidana yang


dilakukan oleh perusahaan atau korporasi sehingga memberi ruang bagi elit
poliitik dan pengusaha untuk memanfaatkan keadaan ini untuk kelompoknya.

Adanya kesalahan koordinasi antara pihak hukum yang berwenang dalam


melakukan penegakkan hukum dalam permalahan kehutanan ini akibat tidak
diatur secara jelasnya pembatasan kewenangan masing-masing pihak. Serta
masih banyak kelemahan lainnya.

Beruntunglah, terhadap hak masyarakat adat atas sumber daya hutan,

istilah yang digunakan bukan lagi mempertimbangkan dan

memerhatikan, melainkan mengakui. UU Kehutanan Baru memang

mengakui hak bersama (hak ulayat) dan hak perseorangan masyarakat

adat atas sumber daya hutan1. Istilah hutan adat kemudian

digunakan untuk menyebut hutan yang penguasaannya dilakukan

oleh masyarakat hukum adat. Di dalam hutan adat tersebut,

masyarakat adat boleh melakukan kegiatan pengelolaan, pemanfaatan

dan pemungutan hasil hutan. Dalam bentuk detail, hak masyarakat

hukum adat dalam pengelolaan hutan meliputi hak untuk:

1 . Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari;

2. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat


yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan

3. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya.

Namun, tidak mudah untuk mendapatkan hak tersebut karena

berbagai tahapan dan syarat harus dilalui dan dipenuhi. Hanya

masyarakat adat yang telah diakui keberadaannya yang bisa

mendapatkan hak tersebut. Agar bisa diakui keberadaannya,

masyarakat adat bersangkutan terlebih dahulu diteliti oleh sebuah

Tim Peneliti yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Sebuah

masyarakat baru bisa dikategorikan sebagai masyarakat hukum adat

apabila memenuhi 5 unsur, yakni:

1 . Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban

(rechtsgemeenschap);

2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;

3. Ada wilayah hukum adat yang jelas;

4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat,

yang masih ditaati; dan

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan

sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun kelemahan di UU no 41/1999 tetap tidak Demokratis karena tidak


mencerminkan amanat reformasi dan tetap berjiwa paradigm pengelolaan hutan
yang lama. Kelemahan rancangan UU yang diajukan oleh DEPHUTBUN antara
lain:

1. Tidak menyesuaikan dengan perkembangan ilmu kehutanan yang telah


mencoba untuk memeperitungkan perubahan social ekonomi maupun
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2. Warna desentralisasi dan devolusi menjadi tuntutan reformasi telah


menjadi kecendrungan global tentang pengelolaan sumberdaya alam juga belum
kelihatan

3. Pengakuan terhadap adanya hutan adat masih sangat kuat, sehingga dapat
mnimbulkan konflik dengan masyarakat lokal tetapi dapat member manfaat
yang proposional.
4. Perencanaan yang komprehensif agar kelestarian ekosistem hutan dapat
terjamin.

Anda mungkin juga menyukai