Skripsi PDF
Skripsi PDF
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat. Salah satu danau tersebut adalah Danau Sidenreng yang terletak di
Kabupaten Sidenreng Rappang. Dua danau lainnya adalah Danau Tempe yang
terletak di sebelah tenggara dan Danau Buaya di sebelah timur laut dari Danau
potensial, hal ini disebabkan karena danau tersebut berfungsi sebagai penghasil
danau ini mempunyai luas 3000 ha dan di musim penghujan luasnya menjadi
35.000 ha serta bersatu dengan Danau Tempe dan Danau Buaya (Whitten et al.,
1987).
Salah satu jenis ikan yang terdapat di Danau Sidenreng adalah ikan
tawes disebut bale kandea. Ikan tawes dapat dimanfaatkan sebagai ikan
konsumsi. Ikan ini memiliki nilai protein yaitu 13 % dan kandungan asam Lemak
Omega-3 per 1.5/100 gram, serta disukai oleh masyarakat karena memiliki
daging yang kenyal dan sedikit lemak. Disamping itu harga ikan tawes dapat
Ikan ini memiliki kandungan gizi yang baik, khususnya pada protein.
Menurut Nugroho (2006) daging ikan ini dapat dikombinasikan dengan ubi jalar
perubahan pada data produksinya. Pada tahun 2003 besarnya data produksi
1
ikan tawes yaitu 129,9 ton, tahun 2004 yaitu 247,3 ton, tahun 2005 yaitu 247,3
ton, tahun 2006 yaitu 178,4 ton, tahun 2007 yaitu 182,6 ton, tahun 2008 yaitu
457,3 ton, dan pada tahun 2009 yaitu 325,5 ton. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa pada tahun 2003 sampai 2005 data produksi ikan tawes mengalami
kenaikan tiap tahunnya, tetapi pada tahun 2006 mengalami penurunan. Namun
pada tahun 2007 kembali lagi mengalami kenaikan sampai tahun 2008, dan pada
tahun 2009 data produksi ikan tawes di Danau Sidenreng kembali lagi
eksploitasi dan Yield per Recruitment, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.
populasi ikan tawes meliputi kelompok umur, laju pertumbuhan, mortalitas, laju
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama pulau
Jawa. Hal ini juga yang menyebabkan tawes memiliki nama ilmiah Puntius
Ikan tawes termasuk ke dalam famili Cyprinidae seperti ikan mas dan ikan
nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi,kepala
kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat
kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5 buah dan 3-3
buah di antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna
berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian
punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor
bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip
3
Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung,
sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil,
memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata.
Sirip dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang, 3-3 sisik antara gurat sisi dan
Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan tawes dalam
habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau dan rawa
rawa dengan lokasi yang disukai adalah perairan dengan air yang jernih dan
terdapat aliran air, mengingat ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan
banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22 28C, serta
pH 7. Ikan ini dapat ditemukan di dasar sungai mengalir pada kedalaman hingga
lebih dari 15 m, rawa banjiran dan waduk. Ikan tawes adalah termasuk ikan
4
C. Parameter Dinamika Populasi
adalah ukuran panjang atau berat dalam periode waktu tertentu. Pengetahuan
mengenai aspek umur dan pertumbuhan dari stok ikan yang sedang dieksploitasi
mutlak untuk diteliti agar dapat digunakan sebagai salah satu landasan
kelas umur stok ikan yang merupakan tujuan sasaran perikanan sepanjang tahun
(Biusing, 1987).
jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kualitas air,
umur dan ukuran oksigen serta kematangan gonad. Selanjutnya dikatakan pula
bahwa ikan-ikan yang berumur mudah lebih cepat pertumbuhan panjangnya dari
tropis bagian tubuhnya tidak memberikan hasil yang memuaskan atau sangat
sukar dipakai untuk indikasi penentuan umur ikan. Dalam kasus demikian
panjang dan penyebaran dalam kelompok umur (Sparre et. al., 1999).
frekuensi panjang atau bobot, dimana pertumbuhan ikan pada setiap umur
5
berbeda. Ikan muda memiliki pertumbuhan yang cepat, sedangkan akan terhenti
Diantaranya adalah metode Bhattachrya, dimana dasar dari metode ini yaitu
masing kelompok umur tersebut mempunyai kohor. Cara lain untuk mengetahui
frekuensi panjang ikan. Anggapan yang dipakai untuk menggunakan metode ini
adalah bahwa ikan satu umur mempunyai tendensi membentuk satu distribusi
dipakai sebagai tanda kelompok umur ikan tersebut. Cara ini baik dipakai
apabila ikannya mempunyai masa pemijahan yang pendek, terjadi satu kali
dalam satu tahun dan umur ikan tersebut relatif pendek. Untuk ikan lain yang
Ikan yang pertumbuhannya lambat dari satu kelas umur lebih tinggi, akan
pertumbuhannya lebih cepat pada umur yang lebih rendah (Sparre et al, 1999).
Pertambahan baik dalam bentuk panjang maupun berat biasanya diukur dalam
suatu sistem koordinat menghasilkan suatu diagram yang lebih dikenal dengan
umur ikan, mortalitas alami, pergantian stok, dan daya reproduksi (Nickolsky,
6
laju pertumbuhan (K) yang tertinggi berarti mempunyai kecepatan pertumbuhan
yang tinggi dan biasanya ikan-ikan tersebut memerlukan waktu yang singkat
2. Mortalitas
satu interval waktu (Ricker 1975). Dalam Perikanan umunya dibedakan atas dua
kelompok yaitu mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Mortalitas
alami adalah mortalitas yang disebabkan oleh faktor selain penangkapan seperti
kanibalisme, predasi, stress pada waktu pemijahan, kelaparan dan umur yang
Mortalitas alami yang tinggi didapatkan pada organisme yang memiliki nilai
koefisien laju pertumbuhan yang besar dan sebaliknya. Mortalitas alami yang
rendah akan didapatkan pada organisme yang memiliki nilai laju koefesien
terhadap populasi.
tahunan penyebab alamiah adalah peluang dimana seekor ikan mati oleh proses
alamiah selama periode waktu yang diamati (Aziz, 1989). Kematian alami
merupakan parameter yang tidak dapat dikontrol dan diamati secara langsung,
7
maka yang perlu dikontrol adalah dua (2) besaran yang berhubungan secara
mortalitas total ikan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan hubungan yakni
adalah ikan yang mempunyai siklus hidup pendek, pada populasinya hanya
terdapat sedikit variasi umur dan pergantian stok yang berjalan relatif cepat serta
3. Laju Eksploitasi
kompetisi, dan migrasi) dapat menyebabkan rekruitmen. Hal ini dapat dicirikan
dengan semakin kecilnya ukuran kepiting yang tertangkap dan semakin jauhnya
(Nybakken, 1992). Azis (1989) menyatakan bahwa pada stok yang tereksploitasi,
maka laju mortalitas total (Z) secara langsung adalah laju mortalitas alaminya
(M).
Gulland (1971) mengemukakan bahwa laju eksploitasi (E) suatu stok ikan
berada pada tingkat maksimum dan lestari (MSY) jika nilai F = M atau laju
eksploitasi (E) = 0,5. apabila nilai E lebih besar dari 0,5 dapat dikategorikan lebih
8
tangkap biologis yaitu lebih tangkap pertumbuhan terjadi bersama-sama dengan
ikan muda yang akan berpotensi sebagai stok sumberdaya perikanan sebelum
mereka mencapai ukuran yang pantas untuk ditangkap sedangkan lebih tangkap
rekruitmen yaitu bila jumlah ikan-ikan dewasa di dalam stok terlalu banyak
kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, dan bergesernya fishing ground ke daerah
pendugaan stok (Y/R) merupakan salah satu model yang biasa dipergunakan
stok rekruitmen dan surplus produksi. Analisa ini sangat diperlukan untuk
Model yield per rekruitmen relatif merupakan salah satu model non linear
yang disebut juga model analisis rekritmen, dan dikembangkan oleh Beverton
dan Holt (1957). Model yield ini lebih mudah dan praktis digunakan karena hanya
9
Secara sederhana yield diartikan sebagai porsi atau bagian dari populasi
baru diikuti oleh suatu kelompok yang dalam perikanan dapat diartikan sebagai
penambahan suplai baru yang sudah dapat dieksploitasi diikuti oleh stok lama
Pendugaan stok yield per recruitment (Y/R) merupakan salah satu model
model rekruitmen dan surplus produksi. Model (Y/R) menurut Beverton dan Holt
lebih mudah dan praktis digunakan karena model tersebut hanya memerlukan
input nilai parameter populasi lebih sedikit jika dibandingkan model (Y/R) lainnya
(Pauly 1983).
Karakteristik yang berhubungan dengan biologi seperti jumlah trophic levels dan
secara kasar dapat digunakan untuk menduga potensi produksi yang dapat
10
III. METODE PENELITIAN
B T
Maria Ulfa
L211 06 044
11
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tangkap jaring
insang dan bubu untuk menangkap ikan sampel, perahu sebagai alat bantu
menangkap ikan di danau, cool box sebagai tempat menyimpan ikan, mistar
bedah, pinset, scalpel digunakan untuk membedah ikan dan kamera digital untuk
Adapun bahan yang digunakan adalah ikan tawes yang diperoleh dari
hasil tangkapan nelayan di Danau Sidenreng serta es batu untuk menjaga mutu
kesegaran ikan.
cool box yang berisi es batu. Ikan sampel dibawa ke Laboratorium Biologi
Perikanan.
Pengukuran panjang tubuh ikan tawes dimulai dari ujung depan bagian
kepala sampai keujung sirip ekor paling belakang dengan menggunakan papan
ukur berketelitian 1 mm. Ikan di bedah dengan menggunakan alat bedah (gunting
bedah, scalpel, dan pinset), kemudian mengamati jenis kelamin dan TKG (gonad
ikan jantan berwarna putih dan ikan betina berwarna merah), maka digunakan
12
Tabel 1.Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan nilem (Osteochillus hasseltiiI)
jantan dan betina secara morfologi di Danau Sidenreng, Kabupaten
Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan (Effendi, 1997).
13
E. Analisis Data
1. Kelompok Umur
metode Bhattacharya (1976), yaitu ikan dibagi ke dalam beberapa kelas panjang.
terhadap selisih logaritma frekuensi kelas panjang (sumbu y). Titik-titik yang
diplotkan akan membentuk garis lurus. Perpotongan garis lurus dengan sumbu x
a
X =-
b
dimana : a = Intercept
1999) yaitu :
2
Fc =
n.dl
exp
( x x)
s 2 2 S 2
dimana : Fc = Frekuensi Calculated
n = Jumlah ikan
dl = Interval kelas
S = Standar deviasi
14
x = Panjang rata-rata
= 3,1415
2. Pendugaan Pertumbuhan
oleh Von Bertalanffy (Sparre dan Venema, 1999) dengan persamaan sebagai
berikut :
K ( t t0 )
Lt = L (1 exp )
to = Umur teoritis ikan pada saat panjangnya sama dengan nol (tahun)
pertumbuhan (K) digunakan metode Ford dan Walford dalam Sparre dan
Venema (1999) yaitu dengan memplotkan L(t + t) dan L(t) dengan persamaan
berikut :
L(t + t) = a + b. L(t)
Y = a + bX
dimana :
sehingga diperoleh :
a 1
L = K = Ln b
1 b t
15
Selanjutnya pendugaan umur teoritis pada saat panjang ikan sama
dengan nol (to) digunakan rumus empiris Pauly dalam Sparre et al. (1999)
sebagai berikut:
to = Umur teoritis ikan pada saat panjangnya sama dengan nol (tahun)
regresi berganda Pauly (1984) dan rumus empiris tentang hubungan M dan Tm50
dari Ricker dan Efanov (1976) dalam Sparre dan Venema (1999). Rumus Ricker
Tm (50%) = Umur dimana populasi tersebut 50% matang gonad (per tahun).
metode Beverton dan Holt (Sparre. et al, 1999), dimana formula yang
dipergunakan adalah :
L L
Z = K
L L'
16
L' = Batas terkecil dari panjang ikan yang tertangkap secara penuh
(cm).
E = F/Z,
et al., 1999).
3U 3U 2 U3
Y / R = E.U M / K 1 +
1 + m 1 + 2m 1 + 3m
L' 1 E
dimana : U = 1 ; m=
L M /K
L' = Batas terkecil dari panjang ikan yang tertangkap secara penuh
(cm).
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kelompok Umur
mm.
m. Frekuensi panjang terbesar pada kelas ukuran panjang 140 143 mm
sebanyak 106 ekor, sedangkan frekuensi panjang terkecil pada kelas ukuran
120
100
80
60
Frekuensi
40
20
tawes.
18
Hubungan antara kisaran panjang, panjang rata-rata dari setiap kelompok
kelompok umur kedua dengan kisaran panjang 128-167 mm sebanyak 612 ekor,
dengan kisaran panjang 167-203 mm sebanyak 228 ekor. Pada kisaran panjang
yaitu sebanyak 450 ekor. Apabila dilihat dari segi pengelolaannya maka pada
ukuran tersebut tidak boleh dilakukan penangkapan karena ikan tawes biasanya
terhadap nilai tengah kelas diperoleh 3 panjang rata rata dari setiap kelompok
umur ikan tawes dengan ukuran panjang masingmasing 110 mm, 147,5 mm,
19
1.00
0.80
0.60
0.40
L3 = 181,8684
0.20
DELTA Ln FC
0.00
-0.20 0 50 100 150 200 250
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00 L1 = 109,2267 L2 = 147,8676
-1.20
Tengah Kelas (TK)
Gambar 4. Estimasi Garis Regresi Kohor 1,2 dan 3 Ikan Tawes Barbonymus
gonionotus Bleeker, 1850 di Danau Sidenreng, Kabupaten
Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan
B.Pertumbuhan
koefisien laju pertumbuhan (K) sebesar 0,1 per tahun. Dari persamaan Pauly
dan laju koefisien pertumbuhan dari ikan tawes (K) sehingga diperoleh nilai to = -
0,6453 tahun.
Ikan tawes mempunyai laju pertumbuhan (K) yang rendah karena berada
di bawah 0,5 per tahun yaitu sebesar 0,1 per tahun dan nilai panjang maksimum
umur 118 tahun untuk mencapai panjang maksimumnya (Lampiran 6). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) bahwa ikan ikan yang
memiliki panjang total yang besar, cenderung berumur panjang dan memiliki
20
Lt = 431,007 (1 - e -0,1(t (- 0,6453)))
panjang ikan tawes dari berbagai umur relatif, sehingga dapat dihitung
500.0
450.0
400.0
350.0 L= 431,007
Panjang (mm)
300.0
250.0
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
-5.00 5.00 15.00 25.00 35.00 45.00 55.00
Umur (tahun)
awal dari hidupnya mengalami pertumbuhan cepat dan akan diikuti pertumbuhan
yang lambat pada umur tua hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997)
pertumbuhan yang relatif cepat sedang ikan-ikan dewasa akan semakin lambat
untuk mencapai panjang asimptotnya. Hal ini disebabkan karena energi yang
21
C. Mortalitas
dapat mengakibatkan penurunan jumlah stok ikan daam hal ini stok ikan tawes,
karena nilai mortalitas penangkapan lebih besar (72,69 per tahun) dari pada
mortalitas alami (0,38 per tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kematian ikan
banyak nelayan penangkap tawes dengan menggunakan alat tangkap yang tidak
eksploitasi terhadap ikan tawes disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan strom yang tidak hanya
merusak populasi terhadap ikan tawes itu saja tetapi populasi ikan ikan yang
lain.
22
Menurut Sparre dan Venema, 1999 besarnya kematian karena faktor
ikan tawes.
d) Tidak adanya peraturan yang mengatur tentang ukuran ikan yang boleh
Hal ini sesuai dengan pendapat Nessa (1986) bahwa jika penangkapan
adanya suatu usaha pengaturan, maka sumberdaya ikan dalam kurun waktu
faktor antara lain karena predasi, penyakit, stres pada waktu pemijahan,
D. Laju Eksploitasi
23
0.0100
Eopt = 0,65
0.0090
0.0080
0.0070 Eskr = 0,99
0.0060
0.0050
Y/R
0.0040
0.0030
0.0020
0.0010
0.0000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Laju Eksploitasi
Gambar 6. Kurva Hubungan Yield per Rekruitment Relatif (Y/R) Terhadap Nilai
Laju Eksploitasi (E) Ikan Tawes Barbonymus gonionotus Bleeker,
1850 di Danau Sidenreng, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi
Sulawesi Selatan
0,99 per tahun, ini berarti bahwa populasi ikan tawes di Danau Sidenreng dapat
penangkapan) karena nilai laju eksploitasi saat ini (E) lebih besar dari nilai
eksploitasi optimum yaitu sebesar 0,65 per tahun. Hal ini sesuai dengan
pendapat Guland (1983) bahwa laju eksploitasi suatu stok ikan berada pada
tingkat maksimum dan lestari jika nilai F=M atau laju eksploitasi sama dengan
0,65 per tahun yang berarti ikan tersebut berada pada tingkat eksploitasi
maksimum. Kondisi ini didukung oleh data mortalitas yang diperoleh bahwa
adanya over eksploitasi terhadap ikan tawes disebabkan karena nilai mortalitas
dalam persamaan Beverton dan Holt maka diperoleh besarnya nilai populasi
24
yang diambil oleh nelayan per nilai penambahan suplai baru ikan tawes (Tabel 4
dan Tabel 5)
Tabel 5. Yield Per Rekruitmen (Y/R) Optimal Pada Level EMSY Dari Stok Ikan
Tawes Barbonymus gonionotus Bleeker, 1850 di Danau Sidenreng,
Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan
Laju eksploitasi (E) ikan tawes yang diperoleh saat ini sebesar 0,99 per
tahun dengan nilai Yield per Recruitment sebesar 0,0087 gram per rekrut. Nilai
telah melewati nilai lestari, dan apabila dilakukan penangkapan secara terus
menerus maka stok ikan tersebut akan semakin berkurang bahkan akan
mengalami kepunahan.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
terdiri dari 3 kohor. Kohor 1, 2 dan 3 dengan kisaran panjang total berturut-turut
92-128 mm, 128-167 mm, dan 167-203 mm. Ikan tawes yang diteliti tergolong
ikan dengan laju pertumbuhan lambat sebesar 0,1 per tahun. Untuk mencapai
panjang asimptotik membutuhkan waktu yang lama yaitu pada umur 118 tahun
dari mortalitas alami (M = 0,38 per tahun). Laju eksploitasi saat ini (E = 0,9948
per tahun) jauh lebih tinggi dari laju eksploitasi optimal (EMSY = 0,65 per tahun),
sehingga dapat dinyatakan bahwa ikan tawes yang diteliti telah mengalami over
eksploitasi. Yield per Recruitment saat ini (Y/R = 0,0078 gram/rekrut) jauh lebih
rendah dari Yield per Recruitment pada level MSY (0,0087 gram/rekrut).
B. Saran
Mengacu pada hasil penelitian yang diperoleh bahwa stok ikan tawes
26
DAFTAR PUSTAKA
Amri dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agromedia.
Jakarta.
Biusing, E. R. 1987. Dinamika Populasi dan Aspek Biologi Reproduksi Stok Ikan
Kembung Ikan Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1987) DiSekitar
Perairan Laut Pantai Timur Selatan Negeri Salah Satu Kesatuan Negara
Malaysia. Karya Ilmiah Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gulland. 1971. The Fish Resources Of The Ocean. West Byfleet, Surrey, Fishing
News (Books), Ltd.,for FAO.
27
Ricker, W. E. 1975. Computation And Interpretation of Biological Statistic of Fish
Populations. Bull. Fish. Res. Board Can.
Whitten, A.J., M. Mustafa dan G.S Henderson. 1987. Ekologi Sulawesi. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta. 844 hal.
28