Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH KINETIKA KIMIA

SAPONIFIKASI LANOLIN UNTUK PEMBUATAN KOSMETIK


Tema : Kinetika Umum

Kelompok 2
Yunita Sari G44140070
Indria Nur Fitriani G44140083
Samuel Pieter G44140092
Aniva Rizkia Dewi G44154003

Dosen :
Prof. Dr. Dyah Iswantini Pradono, MSc. Agr
M Khotib, SSi, MSi

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ABSTRAK

Percobaan ini menjelaskan mengenai kinetika saponifikasi pada lanolin dengan


larutan kaustik (NaOH). Reaksi secara kuantitas yaitu stoikiometri, kelebihan larutan
kaustik menghasilkan reaksi yang tidak dapat balik (irreversible). Pengaruh proses ini
dapat dilihat dari beberapa parameter yang telah dipelajari, yaitu dengan variasi larutan
kaustik yang berlebih sebesar 10%-100%, temperatur pada 80C-150C, dan kecepatan
pengadukan 400-1100 rpm. Hal ini diamati bahwa meningkatanya kelebihan larutan
NaOH akan meningkatkan laju reaksi, sedangkan kenaikan suhu menurunkan laju
reaksi yang biasanya terjadi pada reaksi eksotermik, energi aktivasi (Ea).
Meningkatnya kecepatan pengadukan juga meningkatkan laju reaksi yang
menunjukkan peran transfer massa untuk rentang suhu yang dipilih. Energi aktivasi,
faktor frekuensi ditentukan. Laju reaksi telah diperkirakan sebelumnya dan untuk
memeperkirakan konstanta laju reaksi dan orde reaksi n terhadap kedua reaktan
digunakan metode diferensial.
Bab I
Pendahuluan

Penggunaan sabun dan kosmetik merupakan indikasi kebersihan. Frost dan


Schwemer mempelajari metode diferensial (persamaan laju) untuk evaluasi kompetitif
reaksi orde kedua. Vincent meneliti kinetika metanolisis minyak Brassica Carinata.
Menurut laporan, reaksi metanolisis dapat digambarkan sebagai reaksi katalisator pseudo-
homogen yang mengikuti mekanisme orde kedua untuk reaksi maju dan reaksi balik dengan
meningkatnya suhu dan konsentrasi katalis sehingga meningkatkan laju reaksi. Appleton
meninjau saponifikasi minyak, prosedur pembuatan sabun, pewangi dan pencetakan. Orde
reaksi, konstanta laju, energi aktivasi dan faktor pra-eksponensial ditentukan untuk reaksi
etil asetat dengan basa menggunakan pengukuran konduktansi. Kemudian kinetika
saponifikasi untuk reaksi fasa cair homogen antara isopropil asetat dengan natrium
hidroksida telah dipublikasikan.
Lanolin dan turunnya memiliki aroma dan wangi pada kosmetik. Lanolin yang
memiliki sedikit bau akan digunakan sebagai produk akhir. Lanolin yang diekstraksi dan
disuling dari minyak wol adalah (senyawa cincin aromatik) lemak non-gliserida yang
memiliki hubungan antara asam lanolin dan alkohol lanolin yang sangat berbeda dengan
minyak nabati atau lemak-lemak lainnya. Turunan senyawa tersebut digunakan untuk
kosmetik, perawatan kulit, sabun bayi, losion, sampo, obat salep, balsem, minyak semir,
minyak pencegahan karat, lipstik, cat kuku dan formulasi farmasi. Saponifikasi lanolin
adalah studi untuk menentukan kinetika, orde reaksi, konstanta laju, energi aktivasi, reaksi
terhadap panas, faktor frekuensi pra-eksponensial, laju reaksi.

Teori

Reaksi saponifikasi mempertimbangkan campuran lemak olein (berasal dari minyak


biji zaitun dan kapas) dan stearin (dari lemak lemak) dengan rasio 3: 1 yang digunakan
pada pembuatan sabun untuk memastikan sabun lunak dengan menggunakan olein dan
cukup padat dengan menggunakan stearin untuk keperluan toilet.

C3H5(C18H33O2)3 + 3 NaOH ------- > 3 NaO2C18H33 + C3H5(OH)3


Olein Kaustik Natrium oleat Gliserol

C3H5(C18H35O2)3 + 3 NaOH ------- > 3 NaO2C18H35 + C3H5(OH)3


Stearin Kaustik Natrium stearin Gliserol

Kinetika reaksi saponifikasi meliputi, (a) Penentuan orde reaksi; (b) Penentuan
konstanta laju; (c) Penentuan energi aktivasi; (d) Penentuan faktor frekuensi atau faktor
(pra eksponensial) dengan memvariasikan parameter (factor) proses yang sesuai, yaitu
kelebihan presentase larutan kaustik, suhu, dan kecepatan pengadukan. Penelitian ini
bertujuan menghasilkan presisi data konsentrasi - waktu dari operasi reaktor yang diaduk
terus menerus dan titrasi volumetrik pada spesies reaksi.
Pemodelan dan persamaan laju

Saponifikasi disederhanakan dengan larutan dalam persamaan diferensial baik


dengan pendekatan atau dengan penyelesain menggunakan metode iterasi. Persamaan
diferensial digunakan untuk menyelesaikan integrasi yang sulit, seperti sebagai berikut.

rA = - dCA/dt = k CA CB (1)
Konversi fraksional sebagai berikut xA = (CAo CA)/CAo
Diferensiasi yang didapatkan -dCA/dt = CAo dxA /dt (2)
Menghubungkan CA dan CB dengan XA , didapatkan CA = CAo(1-xA) (3)
dan CB = CBo 3(CAo CA) (4)

Membagi persamaan dengan CAo, didapatkan CB/CAo = CBo/CAo 3 (CAo CA) / CAo
dan CB = CBo 3 xA CAo (5)
Substitusi persamaan (2), (3) dan (5) pada persamaan (1), hasil :
CAo dxA /dt = k CAo (1 xA) ( CBo 3 xA CAo)

Membagi dengan CAo yang mengarah ke dxA /dt = k (1-xA)(CBo 3 xA CAo) (6)
Memisahkan variabel, hasil: dxA / (1-xA)(CBo 3 xA CAo) = k dt (7)
Mengintegrasikan dengan kondisi batas xA = 0, at t = 0 to xA = xA at t = t results in

0 d xA/(1-xA)(CBo -3 xACAo) = 0 t k dt (8)


xA

Menggunakan integrasi fraksi :


1 / [(1-xA)(CBo 3 x A CAo)] = [ E/(1 xA) ] + F /(CBo 3 xA CAo) (9)

Mengalikan dengan (1-xA)(CBo - 3 xA CAo),

1 = E (CBo 3 xA CAo) + F (1 xA) (10)


1 = E CBo 3E xA CAo + F FxA

Menyetarakan koefisien pada XA, didapatkan 1 = E CBo + F (11)


E = 1 / (CBo 3CAo) (12)
dan F = - 3 CAo - / (CBo 3 CAo) (13)

Substitusi persamaan (12) dan (13) pada persamaan (9) dan didaptakan
1 / (CBo-3CAo) [ ln{(CBo-3xA CAo)/(1-xA)} ] = kt (14)
Bab II
Metode

Labu reaktor tiga leher memiliki pengadukan dan pengatur pemanas serta
pengambilan sampel dari suntikan kaca dengan ujung jarum yang dipanjangkan dengan
tabung karet neoprene untuk menarik sampel dari fase yang berbeda.

Berat dari lanolin dan larutan kaustik memiliki kekuatan ketika direaksikan pada pengaduk
dan dipanaskan pada kaca rakitan reaktor yang digunakan untuk mengoperasikan reaktor
pada suhu konstan. Sebelum memulai reaksi konsentrasi CAo dan CBo diperkirakan.
Penambahan kaustik harus lambat sebab reaksi yang cenderung berbuih. Sampel diambil
pada interval yang telah ditentukan sebelumnya untuk analisis menggunakan titrasi
volumetrik sesuai metode AOCS.
Bab III
Hasil dan Pembahasan

Percobaan mempertimbangkan variasi dalam tiga parameter, yaitu kelebihan larutan


NaOH (10% - 100%), suhu 85C-150C, dan kecepatan pengadukan 400-1100 rpm.
Metode diferensial dilakukan untuk memperkirakan konstanta laju reaksi dan orde reaksi
yang diambil dari kemiringan berbeda pada konsentrasi yang berbeda pula dengan titik
tangen pada plot konsentrasi terhadap waktu. Nilai kemiringan mewakili dCA/dt (laju
reaksi dengan pereaksi A yang membatasi) dan intersep sama dengan ln k.

Gambar 2 Menentukan konstanta laju dari data CA-t

Gambar 2 menunjukkan data konsentrasi terhadap waktu dengan kemiringan pada kurva
didapatkan konstanta laju reaksi k = 0.0164 mol/L menit pada suhu 100C. Data
menggambarkan penurunan pada luas kemiringan untuk titik-titik yang artinya saat reaksi
berlangsung terjadi penurunan laju reaksi dengan penurunan konsentrasi.
Tabel 1 Data kinetik pada saponifikasi
Time,tmin CA(mol/lit) XA CB(mol/lit) ln(CA) ln(CB) -dCA/dt -dCB/dt -ln -ln
dCA/dt dCB/dt
0.0 0.312 0.000 2.844 -1.165 1.045 0 0
10 0.148 0.525 2.153 -1.911 0.767 0.01639 0.0691 -4.1111 -2.6722
20 0.079 0.747 2.145 -2.538 0.763 0.01165 0.0350 -4.4524 -3.3524
30 0.058 0.815 2.081 -2.847 0.733 0.00846 0.0254 -4.7724 -3.6730
35 0.047 0.849 2.050 -3.058 0.718 0.00757 0.0227 -4.8836 -3.7854
40 0.026 0.917 1.986 -3.650 0.686 0.00715 0.0215 -4.9406 -3.8397

Pengaruh suhu pada konstanta laju reaksi dapat dilihat pada Gambar 3. Logaritma natural
pada k berbanding terbalik terhadap suhu absolut. Gambar tersebut menunjukkan linieritas,
hubungan antara ln k dan 1 / T untuk plot Arrhenius.
ln k = - (Ea/Rg)(1/T) + ln A

dengan kemiringan yaitu -(Ea / Rg) mewakili nilai negatif energi aktivasi dibagi dengan
tetapann tetapan hukum gas ideal. Nilai intersep (ln A) untuk faktor frekuensi. Nilai nilai
energi aktivasi dan faktor frekuensi didapatkan dari,

Ea expt = - 23.4 J/mol dan Aexp = 9.84(10)-5 lit/(mol.min)

Gambar 3 Plot Arrhenius menunjukkan ketergantungan suhu terhadap k

Nilai energi aktivasi terendah menunjukkan bahwa reaksi saponifikasi terjadi secara cepat
pada suhu kisaran 85C-150C, dan pembatas energi yang dibutuhkan oleh molekul untuk
bercampur dan saling bertumbukkan sehingga reaksi terjadi dan menghasilkan produk.
Tabel 2 Ketergantungan suhu terhadap konstanta laju reaksi spesifik
Temp, C Temp, K 1/T (K) Reaksi spesifik konstanta laju k, ln( k)
mol/(lit.min)
80 353 0.00281 0.00396 -5.5315
90 363 0.00277 0.0080 -4.8271
100 373 0.00270 0.0164 -4.1105
110 383 0.00268 0.0429 -3.1489
120 393 0.00260 0.1004 -2.2986
150 423 0.00236 -

Gambar 4 menjelaskan pengaruh peningkatan persentase larutan NaOH berlebih pada


konstanta laju reaksi Kexp. Nilai konstanta laju reaksi k bervariasi secara linear dengan
peningkatan persentase kaustik yang ditambahkan pada reaksi saponifikasi sehingga
peningkatan larutan NaOH dapat meningkatkan laju reaksi.

Gambar 4 Kelebihan NaOH terhadap konstanta laju reaksi k

Gambar 5 menggambarkan ln (-dCB / dt) terhadap ln (CB). Kemiringan memberi nilai nB =


1 sehingga hasil eksperimen menunjukkan orde reaksi untuk kedua reaktan nA = 1,42 dan
nB = 1.04 sehingga orde reaksi total adalah 2.46. Hasil ini sesuai dengan reaksi ester yang
identik dengan reaksi saponifikasi. Nilai indeks refraktif menurun dengan konversi sampai
konversi 50% dan terjadi peningkatan setelahnya. Indeks refraktif berhubungan terbalik
dengan densitas yang menjelaskan perilaku ini secara jelas. Selain larutan NaOH terhadap
lemak, kepadatan lemak meningkat dan indeks refraktif mengalami penurunan. Saat sabun
terbentuk, kepadatannya kembali menurun dan indeks refraktif meningkat.

Gambar 5 Plot ln (-dCA/dt), dan ln(-dCB/dt) versus CA, dan CB

Pentingnya menambahkan kelebihan larutan kaustik dapat dilihat pada Gambar 5 dengan
memplotkan ln (-dCA / dt), dan ln (-dCB / dt) terhadap CA, dan CB. Plot ini menghasilkan
orde reaksi saponifikasi pada lanolin nA = 1,42 dan untuk soda kaustik nB = 1,04 sehingga
orde reaksi total saponifikasi N = nA + nB = 1,42 + 1,04 = 2,46.
SIMPULAN

Penambahan persentase kelebihan larutan NaOH berperan penting dalam reaksi


saponifikasi. Nilai konstanta laju ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai konstanta laju reaksi k
bervariasi secara linear dengan peningkatan persentase kaustik yang ditambahkan pada
reaksi saponifikasi sehingga peningkatan larutan NaOH dapat meningkatkan laju reaksi.
Saponifikasi lanolin menunjukkan orde reaksi untuk lanolin nA= 1,42 dan untuk kaustik
soda nB = 1,04. Jadi urutan keseluruhan n = nA + nB = 2,46. Saponifikasi lanolin
menunjukkan energi aktivasi ringan dengan Ea=-23,4J/mol dan Aexp=9,84(10)-
5
L/(mol.min).
DAFTAR PUSTAKA

Appleton HA. 2007. The Handbook of Soap Manufacture. London (USA): Scott
Greenwood & Son.
Frost A A, Schwemer WC. 1952. The kinetics of competitive consecutive second order
reactions - the saponification of ethyl adipate and of ethyl succinate. Journal of
American Chemical Society. 74:1268-1273
Garu MG, Nougues JM, Puigjaner L. 2002. Comparative study of two chemical reactions
with different behavior in laboratory 2 liters batch and semi-batch reactors. Chemical
Engineering Journal. 88: 225-232.
Ma JJ, Ma LY, Zhang ZQ, Wang YQ, Zhang H, Duan QF.2014. Study and modeling on
saponification dynamics of the mixture of insect wax and oil tea camellia seed oil.
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. 6(4): 568-574
Newberger MR, Kadlec RH. 1973. Kinetics of the saponification of diethyl adipate.
American Institute of Chemical Engineers Journal. 19(5):1272-1275.
Patil TA. 2016. Saponification of Lanolin for Cosmetic Applications. International Journal
of Advanced Scientific and Technical Research. 6 (1): 495-503. ISSN 2249-9954
Raghad, Fareed, Kassim, Almilly. 2014. Kinetics of the Saponification of Mixed Fats
Consisting of Olein and Stearin. Journal of Engineering. 20: 144159.
Vincente G, Martinez M, Aracil J. 2006. Kinetics of Brassica Carinata Oil Methanolysis.
Energy Fuels. 20(4):1722-1726
Vogel AI. 1961. Quantitative Inorganc Analysis 3rd Ed. London(USA):Longmans.

Anda mungkin juga menyukai