Anda di halaman 1dari 19

KODE ETIK AKUNTAN PROFESIONAL

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku, etika akuntan
dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya.
Kode Etik IAI meliputi:
a. Prinsip etika akuntan;
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh
Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
b. Aturan etika akuntan;
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan
c. Interpretasi aturan etika akuntan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang
dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-
pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika,
tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar
profesionalisme tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi , dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar
yang harus dipenuhi :
1. Kredibilitas,
masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi
2. Profesionalisme.
Diperlukan individu yang denga jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa
akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan
dengan stndar kinerja yang tinggi
4. Kepercayaan.
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.

Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia meliputi delapan prinsip:
1) Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2) Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab
kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat
dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat
dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka
untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
3) Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan
merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur
dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4) Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh
pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek
publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota
yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa
audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin
masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional
dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung
jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan
pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak
lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan
kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6) Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan
di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota
dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7) Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8) Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-
hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants,
badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan

KODE ETIK IAPI


Insitut Akuntan Publik Indonesia adalah organisasi profesi akuntan publik di
Indonesia. IAPI berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan
penerbitan standar professional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program
pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia. Salah satu hal yang
membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi
akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab
profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja.
Ketika bertindak untuk kepentingan publik, para pelaku profesi akuntan publik harus
mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam
Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang ditetapkan
Institut Akutan Publik Indonesia merupakan adopsi dari code of ethics for professional
accountants yang diterbitkan IFAC, yang disahkan pada rapat pleno pengurus IAPI tanggal
1 Januari 2010. Kode etik ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian A dan bagian B.

1. Bagian A
Bagian A memuat Prinsip Dasar Etika Profesi dan memberikan kerangka konseptual
untuk penerapan prinsip. Prinsip Dasar yang disajikan dalam Bagian A terdiri dari 5
prinsip, yaitu Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional,
Kerahasiaan, dan Perilaku Profesional.
1) Prinsip Integritas
a. Prinsip integritas mewajibkan setiap Praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.
b. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya
yang diyakininya terdapat:
- Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan
- Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati
- Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang
seharusnya diungkapkan.
2) Prinsip Objektivitas
a. Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas,
benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain
memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.
b. Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya.
Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap
situasi tersebut. Setiap Praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat
subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap
pertimbangan profesionalnya.
3) Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
a. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
mewajibkan setiap Praktisi untuk:
- Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk
menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi
kerja, dan
- Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan standar
profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.
b. Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang
cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional.
c. Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman
yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis
yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat
diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat
melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional.
d. Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap Praktisi untuk
bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan
persyaratan penugasan.
e. Setiap Praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan penyeliaan yang tepat
bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya dalam kapasitas profesional.
f. Bila dipandang perlu, Praktisi harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang
diberikan kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk
menghindari terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait
dengan jasa profesional yang diberikan.
4) Prinsip Kerahasiaan
a. Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap Praktisi untuk tidak melakukan tindakan-
tindakan sebagai berikut:
- Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan
profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau Jaringan KAP
tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat
kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau
peraturan lainnya yang berlaku; dan
- Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan
profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.
b. Di bawah ini merupakan situasi-situasi yang mungkin mengharuskan Praktisi untuk
mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut
dianggap tepat:
- Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau
pemberi kerja;
- Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh pengungkapan
dokumen atau bukti lainnya dalam sidang pengadilan; atau pengungkapan
kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu pelanggaran hukum; dan
- Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban professional untuk
mengungkapkan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum
5) Prinsip Perilaku Profesional
a. Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan
yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat
mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional
dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat
menurunkan reputasi profesi.
b. Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap Praktisi
tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap Praktisi harus bersikap jujur dan
tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut:
- Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat
diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau
- Membuat pernyataaan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang
tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain.

Pendekatan Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual mengharuskan Praktisi untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan menangani setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dengan
tujuan untuk melindungi kepentingan publik, serta tidak hanya mematuhi seperangkat
peraturan khusus yang dapat bersifat subjektif. Setiap Praktisi harus mengevaluasi setiap
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi ketika ia mengetahui, atau
seharusnya dapat mengetahui, keadaan atau hubungan yang dapat mengakibatkan
pelanggaran terhadap prinsip dasar etika profesi.
Setiap Praktisi harus memperhatikan faktor-faktor kualitatif dan kuantitatif dalam
mempertimbangkan signifikansi suatu ancaman. Jika Praktisi tidak dapat menerapkan
pencegahan yang tepat, maka ia harus menolak untuk menerima perikatan tersebut atau
menghentikan jasa profesional yang diberikannya, atau bahkan mengundurkan diri dari
perikatan tersebut.
Praktisi mungkin saja melanggar suatu ketentuan dalam Kode Etik ini secara tidak
sengaja. Tergantung dari sifat dan signifikansinya, pelanggaran tersebut mungkin saja tidak
mengurangi kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi jika pelanggaran tersebut dapat
dikoreksi sesegera mungkin ketika ditemukan dan pencegahan yang tepat telah diterapkan.
Ancaman dan Pencegahan
Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.
Ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Ancaman kepentingan pribadi, yaitu ancaman yang terjadi sebagai akibat dari
kepentingan keuangan maupun kepentingan lainnya dari Praktisi maupun anggota
keluarga langsung atau anggota keluarga dekat dari Praktisi;
b. Ancaman telaah-pribadi, yaitu ancaman yang terjadi ketika pertimbangan yang
diberikan sebelumnya harus dievaluasi kembali oleh Praktisi yang bertanggung jawab
atas pertimbangan tersebut;
c. Ancaman advokasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi menyatakan sikap atau
pendapat mengenai suatu hal yang dapat mengurangi objektivitas selanjutnya dari
Praktisi
tersebut.
c. Ancaman kedekatan, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi terlalu bersimpati
terhadap kepentingan pihak lain sebagai akibat dari kedekatan hubungannya; dan
e. Ancaman intimidasi, yaitu ancaman yang terjadi ketika Praktisi dihalangi untuk
bersikap objektif.

Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke


tingkat yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan; dan
b. Pencegahan dalam lingkungan kerja.
Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundangundangan, atau peraturan
mencakup antara lain:
a. Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman untuk memasuki profesi;
b. Persyaratan pengembangan dan pendidikan professional berkelanjutan;
c. Peraturan tata kelola perusahaan;
d. Standar profesi;
e. Prosedur pengawasan dan pendisiplinan dari organisasi profesi atau regulator;
f. Penelaahan eksternal oleh pihak ketiga yang diberikan kewenangan hukum atas
laporan, komunikasi, atau informasi yang dihasilkan oleh Praktisi.
Bagian B dari Kode Etik ini membahas pencegahan dalam lingkungan kerja.

2. Bagian B
Bagian B memuat Aturan Etika Profesi yang memberikan ilustrasi mengenai
penerapan kerangka konseptual pada situasi tertentu.
1) Ancaman dan Pencegahan
a. Ancaman
Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai situasi.
Ancaman-ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Ancaman
kepentingan pribadi, seperti kepentingan keuangan pada klien, ketergantungan yang
signifikan atas jumlah imbalan jasa professional yang diperoleh dari suatu klien,
kekhawatiran atas kemungkinan kehilangan klien, (b) Ancaman telaah pribadi,
seperti penemuan kesalahan yang signifikan ketika dilakukan pengevaluasian
kembali hasil pekerjaan praktisi, (c) Ancaman advokasi, seperti Mempromosikan
saham suatu entitas yang efeknya tercatat di bursa (emiten) yang merupakan klien
audit laporan keuangan, (d) Ancaman kedekatan seperti Anggota tim perikatan
merupakan anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekat dari direktur
atau pejabat klien, dan (e) Ancaman intimidasi, seperti Ancaman atas pemutusan
perikatan atau penggantian tim perikatan.
b. Pencegahan.
Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke
tingkat yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang-undangan, atau peraturan
Pencegahan dalam lingkungan kerja, mencakup pencegahan pada tingkat
institusi dan pada tingkat perikatan.
Pencegahan pada tingkat institusi contohnya:
- Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang menekankan pentingnya
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
- Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya
tindakan untuk melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance.
- Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian
mutu perikatan
- Kebijakan dan prosedur internal yang terdokumentasi yang memastikan
terjaganya kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi.
- Penunjukan seorang anggota manajemen senior untuk bertanggung jawab
atas pengawasan kecukupan fungsi sistem pengendalian mutu KAP atau
Jaringan KAP.
- Kebijakan dan prosedur yang mendorong dan memotivasi staf
untuk berkomunikasi dengan pejabat senior KAP atau Jaringan KAP
mengenai setiap isu yang terkait dengan kepatuhan pada prisip dasar etika
profesi yang menjadi perhatiannya.
Pencegahan pada tingkat perikatan contohnya:
- Melibatkan Praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah
dilakukan atau untuk memberikan saran yang diperlukan.
- Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti
komisaris independen, organisasi profesi, atau Praktisi lainnya.
- Mendiskusikan isu-isu etika profesi dengan pejabat klien yang bertanggung
jawab atas tata kelola perusahaan.
2) Penunjukkan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
Sebelum menerima suatu klien baru, setiap Praktisi harus mempertimbangkan potensi
terjadinya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi yang
diakibatkan oleh diterimanya klien tersebut. Ancaman potensial terhadap integritas atau
perilaku profesional antara lain dapat terjadi dari isu-isu yang dapat dipertanyakan yang
terkait dengan klien (pemilik, manajemen, atau aktivitasnya). Setiap Praktisi hanya
boleh memberikan jasa profesionalnya jika memiliki kompetensi untuk melaksanakan
perikatan tersebut. Sebelum menerima perikatan, setiap Praktisi harus
mempertimbangkan setiap ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi
yang dapat terjadi dari diterimanya perikatan tersebut. Sebagai contoh, ancaman
kepentingan pribadi
terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi
ketika tim perikatan tidak memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan
perikatan dengan baik.
3) Benturan Kepentingan
Setiap Praktisi harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengidentifikasi setiap situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, karena
situasi tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar
etika profesi. Sebagai contoh, ancaman terhadap objektivitas dapat terjadi ketika
Praktisi bersaing secara langsung dengan klien atau memiliki kerjasama usaha atau
kerjasama sejenis lainnya dengan pesaing utama klien. Ancaman terhadap objektivitas
atau kerahasiaan dapat terjadi ketika Praktisi memberikan jasa profesional untuk klien-
klien yang kepentingannya saling berbenturan atau kepada klien-klien yang sedang
saling berselisih dalam suatu masalah atau transaksi.
4) Pendapat kedua
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terjadi ketika Praktisi
diminta untuk memberikan pendapat kedua (second opinions) mengenai penerapan
akuntansi, auditing, pelaporan, atau standar/prinsip lain untuk keadaan atau transaksi
tertentu oleh, atau untuk kepentingan, pihak-pihak selain klien. Sebagai contoh,
ancaman terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
dapat terjadi ketika pendapat kedua tidak didasarkan pada fakta yang sama seperti fakta
yang disajikan kepada Praktisi yang memberikan pendapat pertama, atau didasarkan
pada bukti yang tidak memadai. Signifikansi ancaman akan tergantung dari kondisi
yang melingkupi permintaan pendapat kedua, serta seluruh fakta dan asumsi lain yang
tersedia yang terkait dengan pendapat profesional yang diberikan.
5) Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya
Dalam melakukan negosiasi mengenai jasa profesional yang diberikan, Praktisi dapat
mengusulkan jumlah imbalan jasa profesional yang dipandang sesuai. Fakta terjadinya
jumlah imbalan jasa profesional yang diusulkan oleh Praktisi yang satu lebih rendah
dari Praktisi yang lain bukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi.
Namun demikian, ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat
saja terjadi dari besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan. Sebagai contoh,
ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-
hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan
sedemikian rendahnya, sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya
perikatan dengan baik berdasarkan standar teknis dan standar profesi yang berlaku.
6) Pemasaran Jasa Profesional
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi ketika
Praktisi mendapatkan suatu perikatan melalui iklan atau bentuk pemasaran lainnya.
Sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap kepatuhan pada perilaku
professional dapat terjadi ketika jasa profesional, hasil pekerjaan, atau produk yang
ditawarkan tidak sesuai dengan prinsip perilaku professional. Setiap Praktisi tidak
boleh mendiskreditkan profesi dalam memasarkan jasa profesionalnya. Setiap Praktisi
harus bersikap jujur dan tidak boleh melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan,
kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau Membuat
pernyataaan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung
bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain.
7) Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-tamahan Lainnya
Praktisi maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya mungkin
saja ditawari suatu hadiah atau bentuk keramahtamahan lainnya (hospitality) oleh klien.
Penerimaan pemberian tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi, sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap
objektivitas dapat terjadi ketika hadiah dari klien diterima, atau ancaman intimidasi
terhadap objektivitas dapat terjadi sehubungan dengan kemungkinan dipublikasikannya
penerimaan hadiah tersebut.
8) Penyimpanan Aset Milik Klien
Setiap Praktisi tidak boleh mengambil tanggung jawab penyimpanan uang atau aset
lainnya milik klien, kecuali jika diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku dan
jika demikian, Praktisi wajib menyimpan aset tersebut sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
9) Objektivitas Semua Jasa Profesional
Dalam memberikan jasa profesionalnya, setiap Praktisi harus mempertimbangkan ada
tidaknya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar objektivitas yang dapat terjadi
dari adanya kepentingan dalam, atau hubungan dengan, klien maupun direktur, pejabat,
atau karyawannya. Sebagai contoh, ancaman kedekatan terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar objektivitas dapat terjadi dari hubungan keluarga, hubungan kedekatan
pribadi, atau hubungan bisnis.
10) Independensi dalam Perikatan Assurance
Dalam melaksanakan perikatan assurance, Kode Etik ini mewajibkan anggota tim
assurance, KAP, dan jika relevan, Jaringan KAP, untuk bersikap independen terhadap
klien assurance sehubungan dengan kapasitas mereka untuk melindungi kepentingan
publik.

KODE ETIK IAMI


IMA (Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan yang
menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Standar tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Kompetensi
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk
a. Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus
mengembangkan pengetahuan dan keahliannya.
b. Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan
standar teknis yang berlaku
c. Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkap serta jelas setelah melakukan
analisis yang benar terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya
2. Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
a. Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan
dengan tugas-tugasnya, kecuali diharuskan secara hukum
b. Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan
dengan tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga
kerahasiaan tersebut
c. Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-
tugasnya untuk tujuan tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak
ketiga.
3. Integritas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a. Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan
semua pihak terhadap potensi konflik
b. Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan
kecurigaan terhadap kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis
c. Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat
mempengaruhi mereka dalam bertugas
d. Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi
organisasi dan tujuan-tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif
e. Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala
lainnya yang akan menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau
kinerja sukses dari suatu aktivitas
f. Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini
professional Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi

4. Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
a. Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif
b. Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi
pemahaman pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang
dikeluarkan
5. Resolusi konfik etika
Ketika menghadapi isu-isu etika yang penting, akuntan manajemen harus mengiuti
kebijakan yang ditetapkan organisasidalam mengatasi konflik. Jika kebijakan ini tidak
menyelesaikan konflik etika, akuntan manajemen harus mempertimbangkan tindakan
berikut ini:
a. Mendiskusikan masalah tersebut dengan supervisor kecuali jika masalah itu
melibatkan atasannya. Dalam kasus ini, masalah tersebut harus dilaporkan
secepatnya kepada jenjang yang lebih tinggi berikutnya.
b. Jika resolusi akhir yang memuaskan tidak dapat dicapai pada saat masalah
diungkapkan, sampaikan masalah tersebut manajemen jenjang yang lebih tinggi.
c. Jika atasan langsung merupakan kepala eksekutif pelaksana (CEO), atau setingkat
wewenang untuk mengatasi mungkin berada di tangan suatu kelompok seperti
komite audit, komite eksekutif, dewan direksi, dewan perwalian, atau pemilik.
Berhubungan dengan jenjang di atas atasan langsung sebaiknya dilakukan dengan
sepengetahuan atasan.
d. Menjelaskan konsep-konsep yang relevan melalui diskusi rahasia dengan seorang
penasihat yang objektif untuk mencapai pemahanan terhadap tindakan yang
mungkin dilakukan
e. Jika konflik ektika masih ada setelah dilakukan tinjauan terhadapa semua jenjang,
akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan
diri dari organisasi dan memberikan memo yang informatif kepada perwakilan
organisasi yang ditunjuk.. Kecuali jika diperintah secara hukum,
mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai otoritas atau individu yang
tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang tepat.
KODE ETIK IAI KASP
Untuk akuntansi sector public, aturan etika ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Aturan etika IAI-KASP
memuat enam prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan umum lainnya
berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip dasar tersebut adalah: integritas,
obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian, kerahasiaan, ketepatan bertindak, dan standar
teknis dan profesional. Empat panduan umum mengatur hal-hal yang terkait dengan good
governance, pertentangan kepentingan, fasilitas dan hadiah, serta penerapan aturan etika
bagi anggota profesi yang bekerja di luar negeri.

1. Prinsip Dasar Perilaku Etis Auditor


1) Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung
tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga
sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
2) Objektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia
tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau
pengaruh dari pihak lain. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil
keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh
atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh
orang lain.
3) Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan
mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat menerima
manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, dan
teknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau
menggunakan bantuan
tenaga ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara
memuaskan.
4) Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam
melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan
secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan,
untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila akan
mengungkapkannya, kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika
auditor telah berhenti bekerja pada instansinya.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
a. Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan
instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus
mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan,
instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena
dampak dari pengungkapan informasi ini
b. Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan,
seperti tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar
hukum lainnya
c. Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-
undang.
5) Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi
serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan
yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor
profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui
kepemimpinan dan keteladanan.
6) Standar Teknis dan Profesional
Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-
instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan berlaku
bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat
ia bekerja.
2. Panduan Umum Lainnya pada Aturan Etika IAI-KASP
1) Good Governance
Auditor diharapkan mendukung penerapan good governance pada organisasi atau
instansi tempat ia bekerja, yang meliputi prinsip-prinsip berikut: Tidak
mementingkan diri sendiri, Integritas, Obyektivitas, Akuntabilitas, Keterbukaan,
Kejujuran, Kepemimpinan.
Struktur dan proses organisasi atau instansi tempat ia bekerja harus memiliki hal-hal
berikut yaitu: akuntabilitas keberadaan organisasi, akuntabilitas penggunaan dana
publik, komunikasi dengan stakeholders, dan peran dan tanggung jawab dan
keseimbangan kekuasaan antara stakeholders dan pengelola. Instansinya juga harus
memiliki mekanisme pelaporan keuangan dan pengendalian intern yang mencakup:
pelaporan tahunan, manajemen risiko dan audit internal, komite audit, komite
penelaah kinerja, dan audit eksternal. Instansinya juga harus memiliki standar
perilaku yang mencakup kepemimpinan dan aturan perilaku.
2) Pertentangan Kepentingan
Beberapa hal yang tercantum dalam aturan etika yang dapat mengindikasikan
adanya pertentangan kepentingan yang dihadapi oleh auditor sektor publik adalah:
(a) Adanya tekanan dari atasan, rekan kerja, maupun auditan di tempat kerja
(instansinya), (b) Adanya tekanan dari pihak luar seperti keluarga atau relasi, (c)
Adanya tuntutan untuk bertindak yang tidak sesuai dengan standar atau aturan, (d)
Adanya tuntutan loyalitas kepada organisasi atau atasan yang bertentangan dengan
kepatuhan atas standar profesi, (e) Adanya publikasi informasi yang bias sehingga
menguntungkan instansinya, (f) Adanya peluang untuk memperoleh keuntungan
pribadi atas beban instansi tempat ia bekerja atau auditan.
3) Fasilitas dan Hadiah
Auditor dapat menerima fasilitas atau hadiah dari pihak-pihak yang memiliki atau
akan memiliki hubungan kontraktual dengannya dengan mengacu dan
memperhatikan seluruh peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana
korupsi, dengan melakukan tindakan-tindakan berikut:
a. Melakukan pertimbangan atau penerimaan fasilitas atau hadiah yang normal
dan masuk akal, artinya auditor juga akan menerima hal yang sama pada
instansi tempat ia bekerja apabila ia melakukan hal yang sama.
b. Meyakinkan diri bahwa besarnya pemberian tidak menimbulkan persepsi
masyarakat bahwa auditor akan terpengaruh oleh pemberian tersebut.
c. Mencatat semua tawaran pemberian fasilitas atau hadiah, baik yang diterima
maupun yang ditolak, dan melaporkan catatan tersebut.
d. Menolak tawaran-tawaran fasilitas atau hadiah yang meragukan.
4) Pemberlakuan Aturan Etika Bagi Auditor yang Bekerja di Luar Negeri
Pada dasarnya auditor harus menerapkan aturan yang paling keras apabila
auditor dihadapkan pada dua aturan berbeda yang berlaku ketika ia bekerja di
luar negeri, yaitu aturan etika profesinya di Indonesia dan aturan etika yang
berlaku di luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai