Anda di halaman 1dari 7

Qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwe
SISTEM
rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
PEMERINTAHAN
yuiopasdfghjklzxcvbnmqw
THAILAND
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwe
DISUSUN OLEH :
- DAINA PRATIWI
rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
- ERWIN LAWIRA
- GUSTI MUHAMMAD K.
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
- NOVARINA FAHRISA
- RISMAYA MUTIARA LESTARI
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
KELAS : XII IPS 3

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop
asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa
sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdvb
I. Pendahuluan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam
mengatur pemerintahannya. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan
untuk menjaga kestabilan suatu negara. Secara luas berarti sistem pemerintahan
itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kamu mayoritas maupun
minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,
ekonomi, dan keamanan, sehingga menjadi sitem pemerintahan yang
berkelanjutan.
Setiap negara di dunia memliki sistem pemerintahan yang berbeda-
beda. Sistem pemerintahan di dunia dibagi menjadi dua, yaitu parlementer dan
presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari
sistem pemerintahan tersebut.
Dalam kesempatan ini kami akan menyampaikan tentang sistem
pemerintahan di Thailand. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menjadi
bagian dari pembelajaran Pkn.

Banjarmasin, 5 November 2013

II. Sejarah Thailand


Thailand adalah penamaan Inggris untuk sebuah negara kerajaan di Asia
Tenggara yang berbatasan langsung dengan Laos dan Kamboja sebelah timur.
Malaysia dan Teluk Siam di sebelah selatan. Myanmar dan Laut Andaman di
sebelah barat. Menurut bahasa aslinya, namanya Muang Thai. Negara ini juga
pernah dinamakan Siam. Ibukotanya adalah Bangkok. Penduduknya pada 2010
diperkirakan sekitar 70 juta jiwa, dengan luas daratannya lebih dari setengah
juta kilometer persegi. Rajanya bernama Bhumiboi Adulyadej, yang berkuasa
sejak 9 Juni 1946.

a. Ayutthaya

Kerajaan Ayutthaya didirikan pada tahun 1350 Raja Ramathibodi I (Uthong),


yang mendirikan Ayyuthaya sebagai ibu kota kerajaannya dan mengalahkan dinasti
Kerajaan Sukhothai pada tahun 1376. Dalam perkembangannya, Ayyuthaya sangat
aktif melakukan perdagangan dengan berbagai negara asing seperti Tiongkok,
India, Jepang, Persia dan beberapa negara Eropa.

Setelah melalui pertumpahan darah perebutan kekuasaan antar dinasti,


Ayutthaya memasuki abad keemasannya pada perempat kedua abad ke-18. Di
masa yang relatif damai tersebut, kesenian, kesusastraan dan pembelajaran
berkembang. Perang yang terjadi kemudian ialah melawan bangsa luar. Ayyuthaya
mulai berperang melawan dinasti Nguyen (penguasa Vietnam Selatan) pada tahun
1715 untuk memperebutkan kekuasaan atas Kamboja.

Meskipun demikian ancaman terbesar datang dari Burma dengan pemimpin


Raja Alaungpaya yang baru berkuasa setelah menaklukkan wilayah-wilayah Suku
Shan. Pada tahun 1765 wilayah Thai diserang oleh dua buah pasukan besar Burma,
yang kemudian bersatu di Ayutthaya. Ayutthaya akhirnya menyerah dan
dibumihanguskan pada tahun 1767 setelah pengepungan yang berlarut-larut.

b. Siam

Setelah serbuan Burma yang membumihanguskan ibukota Ayutthaya,


Jenderal Taksin mendirikan kerajaan baru pada tahun 1769 yang beribukota di
Thonburi (sekarang termasuk dalam Bangkok) dan menyatukan kembali bekas
kerajaan Ayutthaya. Taksin kemudian dianggap gila dan dieksekusi tahun 1782, dan
digantikan oleh Jenderal Chakri, yang menjadi raja pertama dinasti Chakri dengan
nama Rama II. Tahun yang sama dia mendirikan ibukota baru di Bangkok, di
seberang sungai Chao Phraya dari ibukota lama yang didirikan Jenderal Taksin. Pada
tahun 1790-an Burma berhasil diusir dari Siam.

Para penerus Rama I harus menghadapi ancaman kolonialisme Eropa setelah


kemenangan Britania di Burma tahun 1826. Pada tahun yang sama Siam
menandatangani perjanjian dengan Britania Raya, dan tahun 1833 Siam menjalin
hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. [5]Perjanjian Anglo-Siam 1909
menentukan batas-batas Siam dengan Malaya, sedangkan serangkaian perjanjian
dengan Perancis mematok batas timur dengan Laos dan Kamboja.
Kudeta tahun 1932 mengakhiri monarki absolut di Thailand, dan mengawali
munculnya kerajaan Thailand modern.

c. Thailand modern

Kudeta tahun 1932 mengubah Siam menjadi Thailand modern yang berupa
monarki konstitusional. Perubahan nama dari Siam menjadi Thailand sendiri baru
diumumkan Perdana Menteri Plaek Pibulsonggram (Phibun) pada tahun 1939.
Pemerintahan Perdana Menteri Phibun ini ditandai dengan bangkitnya nasionalisme
Thai.

Pada bulan Januari 1941, Thailand menginvasi Indocina Perancis, dan


memulai perang Thai-Perancis. Thailand berhasil merebut Laos, sedangkan Perancis
memenangkan pertempuran laut Koh-Chang. Perang tersebut berakhir lewat
mediasi Jepang. Perancis dipaksa Jepang untuk melepaskan wilayah sengketa
kepada Thailand.

Dalam perang dunia II Thailand memberi hak kepada Jepang untuk


menggerakkan pasukannya dalam wilayah Thailand menuju Malaya, yang pada saat
itu dikuasai Inggris. Pada bulan Desember 1941 Thailand dan Jepang menyetujui
persekutuan militer yang berisi persetujuan Jepang untuk membantu Thailand untuk
merebut kembali wilayah yang diambil Britania dan Perancis (Shan, Malaya,
Singapura, sebagian Yunnan, Laos dan Kamboja). Sebagai imbalannya, Thailand
akan membantu Jepang menghadapi Sekutu.

Setelah kekalahan Jepang,, Thailand diperlakukan sebagai negara yang kalah


oleh Britania dan Perancis. Namun dukungan Amerika Serikat terhadap Thailand
membatasi kerugian yang diderita Thailand. Thailand harus mengembalikan wilayah
yang diperolehnya dari kedua negara Eropa tersebut, namun Thailand sendiri tidak
diduduki. Thailand kemudian menjadi sekutu Amerika Serikat menghadapi ancaman
komunisme dari negara-negara tetangganya.

Pada tahun 1967, bersama-sama dengan Indonesia, Malaysia, Singapura dan


Filipina, Thailand mendirikan ASEAN dan aktif sebagai anggota di dalamnya.
III. Sistem Pemerintahan Thailand

Sistem pemerintahan (sistem kabinet) Thailand adalah Sistem Parlementer.


Bentuk pemerintahannya adalah Monarki Konstitusional. Sang raja mempunyai
sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi namun merupakan pelindung
Buddhisme Thailand dan lambang jati diri dan persatuan bangsa.

Raja yangmemerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai
pemimpin dari segimoral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa
kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik. Kepala pemerintahan adalah
Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen dan
biasanya adalah pemimpin partai mayoritas.

Parlemen Thailand yang menggunakan sistem dua kamar dinamakan Majelis


Nasional, yang terdiri dari Dewan Perwakilan (beranggotakan 480 orang) dan
Senat (beranggotakan 150 orang). Anggota Dewan Perwakilan menjalani masa
bakti selama empat tahun, sementara para senator menjalani masa bakti
selama enam tahun. Badan kehakiman tertinggi adalah Mahkamah Agung yang
jaksanya dilantik oleh raja.
IV. Kekurangan dan Kelebihan Sistem Pemerintahan
Thailand
KELEBIHAN
1. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah
terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini
karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada suatu partai
atau koalisi partai.

2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan


publik jelas.

3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet


sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan
pemerintahan.

KEKURANGAN
1. Kedudukan badan eksekutif /kabinet sangat tergantung pada mayoritas
dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan
oleh parlementer

2.Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa


ditentukan , karena sewaktu-waktu dapat dibubarkan oleh kabinet

3.Kabinet dapat mengendalikan parlemen, hal ini terjadi bila para anggota
parlemen dan berasal dari partai mayoritas, karena pegaruh mereka
yang besar di parlemen dan partai , anggota kabinet pun dapat
menguasai parlemen

4.Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.


Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan
menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif
lainnya.
V. Penutup

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Kami berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.

Anda mungkin juga menyukai