PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
3. KERANGKA PEMIKIRAN
A. DEFENISI KOLOSTRUM
2.1 Pengertian Kolostrum
Kolostrum adalah susu awal yang terdapat dari 1 - 3 hari selepas ibu
melahirkan anak.Berwarna kekuning-kuningan lebih kental karena lebih
banyak mengandung protein dan vitamin A serta zat kekebalan tubuh
yang penting untuk melindungi bayi dan penyakit infeksi. Kolostrum ini
merupakan penahar yang dapat membersihkan zat - zat yang tak terpakai
pada usus bayi baru lahir, dan mempersiapkan saluran pencernaan bagi
makanan.Dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran, kolostrum
keluar dari payudara untuk diminum bayi. Kolostrum TIDAK BISA
diproduksi secara sintetis!. Jumlah kolostrum memang tidak banyak.
Kolostrum hanya tersedia mulai hari pertama hingga maksimal hari ketiga
atau keempat. Menyusui tidak menyusui, kolostrum tetap ada. Setelah itu,
keluar susu peralihan. Kolostrum mengandung protein tinggi, sedangkan
kadar karbohidrat dan lemaknya rendah. Juga mengandung zat anti
infeksi 10 - 17 kali lebih banyak dibanding ASI matur. Total energinya lebih
rendah dibandingkan ASI matur. Dalam 24 jam ibu bisa menghasilkan 150
- 300 ml.
Kelompok
Gizi buruk
ASI
Gizi baik
Gizi buruk
1. Pengetahuan
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera penginderaan (telinga), dan indera
penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005: 50).
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2003:128) bahwa untuk memperoleh
pengetahuan dibutuhkan proses kognitif, yang merupakan hal penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup
dalam kawasan yang kognitif mempunyai lima tingkatan yaitu :
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori
dan protein pada anak balita.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya
dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau sesuatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-
anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
Cara Memperoleh Pengetahuan
Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, menurut
Notoatmodjo (2002) sebagai berikut :
1) Cara coba-coba
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil,
dicoba dengan kemungkinan lain.
2) Cara kekuasaan atau otoriter
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan
baik : tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli
ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. Seperti pepatah mengatakan bahwa
pengalaman adalah guru yang terbaik.
4) Melalui jalan pikiran
Cara memperoleh pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dengan
cara penalaran, baik melalui cara induksi maksudnya bahwa cara
melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan-
pertanyaan yang dikemukakan kemudian dicari hubungan sehingga dapat
dibuat suatu kesimpulan
5) Metode penelitian ilmiah
6) Metode penelitian adalah sebagai suatu cara untuk memperoleh
kebenaran ilmu pengetahuan dan pemecahan suatu masalah, pada
dasarnya menggunakan metode ilmiah.
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Kolostrum
Pada Bayi Baru Lahir
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Ironinya, pengetahuan
lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal
kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar,
karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta
tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan
manusia. Bagi ibu hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat
memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bagi bayi bukan saja
kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan cara
perawatan yang optimal. Didalam kehidupan kota-kota besar,kita lebih
sering melihat bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya.
Sementara di pedesaan kita sering melihat bayi yang baru berusia satu
bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI (Roesli,
2005).
Menurut Siregar (2004), dalam penelitiannya mengatakan bahwa
kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan
menyusui menyebabkan ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu
formula. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sylvia pada
tahun 2009 mengenai hubungan pengetahuan ibu post partum dengan
pemberian kolostrum, yaitu dari 30 responden, diperoleh yang
berpengetahuan baik sebanyak 17 responden (56,67%), kemudian diuji
dengan Chi Square diperoleh hasil tidak ada hubungan antara
pengetahuan ibu post partum dengan pemberian kolostrum.
2. Sikap
Pengertian Sikap
Menurut G.W Alport dalam (Widayatun, 1999) sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas,
Widayatun memberikan pengertian sikap adalah keadaan mental dan
syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua
obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek menurut Notoatmodjo (2005). Sikap
seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun tidak mendukung atau tudak memihak (unfavorable)
pada suatu objek. Menurut New Comb (dalam Notoatmodjo, 2005) sikap
adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Azwar (1995)
mengemukakan sikap orang terhadap suatu objek berperan sebagai
perantara antara respon dan objek komponen.
Komponen Sikap
Sikap terdiri tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen
kognitif,komponen aktif (afective) dan komponen konatif. Komponen-
komponen sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010) bahwa sikap
itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untu bertindak (Trend to behave)
Sikap menurut Notoatmodjo (2010) terdiri dari berbagai tingkatan antata
lain :
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulasi yang
diberikan objek.
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan atau menyelesaikan
tugas yang diberikan.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu vang telah dipilihnya dengan
segala resiko.
Apabila individu berada dalam situasi yang benar-benar bebas dari
berbagai bentuk tekanan maka dapat diharapkan bahwa perilaku yang
ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya. Apabila
individu merasakan adanya tekanan maka apa yang diekspresikan
individu sebagai perilaku lisan atau tulisan itu sangat mungkin tidak
sejalan dengan sikap hati nuraninya,bahkan sangat bertentangan dengan
apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan (belief). Ancaman fisik
yang timbul akibat dinyatakannya sikap murni secara terbuka dapat
berupa hukuman fisik langsung, permusuhan, tersingkirkan dari pergaulan
sosia,pengrusakan atau bentuk-bentuk perlakuan lain yan diterima dari
sesama anggota masyarakat atau dari penguasa. Ancaman mental dapat
berupa rasa malu yang diderita,perasaan tidak dianggap ikut konforitas
sosial. Kekhawtiran dianggap bodoh,rasa takut kehilangan simpati dari
orang lain dan semacamnya (Saefudin, 2002:18).
Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Kolostrum pada Bayi
Baru Lahir
Pengalaman dan pendidikan wanita sejak kecil akan mempengaruhi sikap
dan penampilan mereka dalam kaitannya dengan menyusui dikemudian
hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungan sosialnya
secara teratur mempunyai kebiasaan menyusui atau sering melihat
wanita yang menyusui bayinya secara teratur akan mempuyai pandangan
yang positif tentang pemberian ASI. Didaerah yang mempunyai budaya
susu formula/botol, gadis dan wanita muda didaerah tersebut tidak
mempunyai sikap positif terhadap menyusui, sesuai dengan pengalaman
sehari-hari. Tidak mengherankan jika wanita dewasa dalam lingkungan ini
hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali informasi,
pengalaman cara menyusui, keyakinan akan kemampuannya menyusui,
dan tidak memiliki anggota keluarga dekat, teman atau dukungan sosial
lain yang dapat membantu mereka dalam menghadapi masalah waktu
mulai menyusui (Perinasia, 1994:10).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahriyati
(2007) bahwa dari 26 responden yang memiliki sikap tidak mendukung
terhadap pemberian kolostrum sebanyak 16 responden (61,54%)
sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sikap ibu terhadap
pemberian kolostrum tidak mendukung. Sikap tidak mendukung tersebut
kemungkinan disebabkan karena masih adanya responden yang berumur
dibawah 20 tahun, umur yang tergolong muda kemungkinan
pengalamannya masih kurang sehingga menyebabkan ibu kurang
memahami pentingnya pemberian kolostrum pada bayinya.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun
2009, mengenai hubungan sikap ibu post partum dengan pemberian
kolostrum yaitu dari 30 responden yang diteliti, diperoleh sikap
mendukung sebanyak 18 responden (60%), dan setelah diuji
menggunakan Chi Square didapatkan hasil tidak ada hubungan antara
sikap ibu post partum dengan pemberian kolostrum.
3. Petugas Kesehatan
Pengertian Petugas Kesehatan
Petugas/Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU
RI No.23/92, I: l (3)).
Sikap petugas kesehatan dari berbagai tingkat pelayanan petugas
kesehatan yang kurang mengikuti perkembangan ilmu dokter tentang
pemberian kolostrum serta ASI terdapat kecenderungan pelayanan
petugas kesehatan yang kurang menggembirakan terutama penanggung
jawab ruang bersalin dan perawatan di rumah sakit yang belum
mengupayakan agar ibu bersalin mampu memberikan kolostrum kepada
bayinya, melainkan langsung memberikan susu botol kepada bayi baru
lahir. PP-ASI adalah peningkatan pemberian ASI termsuk kolostrum dimana
menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk
mendukung ibu menyusui dalam melaksanakan tugas sesuai kodratnya
(Varney, 2008:839).
Petugas kesehatan juga memerlukan sikap yang mendukung terhadap
menyusui yang didapat melalui pengalaman dan pengertian mengenai
berbagai keuntungan pemberian ASI. Petugas kesehatan membina atau
membangun kembali kebudayaan menyusui dengan menmgkatkan sikap
positif yang sekaligus dapat menjadi teladan bagi wanita lainnya
(Perinasia, 1994:2).
C. HUBUNGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN PEMBERIAN
KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR
Agar menyusui dapat berhasil dimulai dan dimantapkan, ibu memerlukan
dukungan yang aktif selama hamil dan selanjutnya setelah melahirkan.
Dukungan ini bukan hanya dari keluarga atau masyarakat melainkan juga
dari seluruh sistem pelayanan kesehatan. Sebaiknya, semua petugas
kesehatan yang memberi pelayanan dari ibu hamil dan ibu yang baru
melahirkan, diwajibkan untuk meningkatkan pemberian ASI dan dapat
memberikan penyuluhan yang benar dengan memberikan pengetahuan
praktis dan memperagakan penatalaksanaan menyusui (Perinasia,
1994:2).
Menurut penelitian Amirrudin yang telah dilakukan pada tahun 2006 di
Kelurahan Pa Baeng-Baeng Makassar, mengenai peran petugas kesehatan
terhadap pemberian kolostrum didapatkan bahwa dari 25 tenaga
kesehatan hanya 3 tenaga kesehatan (12,0%) yang mendukung
pemberian kolostrum dan 22 tenaga kesehatan (88,0%) tidak mendukung
pemberian kolostrum. dengan uji statistik menggunakan Fishers Exact
Test menunjukkan nilai p = 0,667( >0,05) yang berarti tidak ada
hubungan antara peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI
eksklusif (termasuk kolostrum). Sikap dan pengetahuan yang dimiliki
adalah kesiapan patugas dalam mendukung ibu memberikan kolostrum
pada bayinya (Perinasia, 1994:1).
4. Dukungan Keluarga
Pengertian Dukungan Keluarga
Menurut Kar dalam Notoatmodjo (2010) dukungan sosial dari orang lain
yang relevan menjadi penentu yang luas. Pendekatan yang
menyenangkan dari pihak yang berhadapan dengan ibu dalam lingkungan
yang simpatik dan bersahabat akan membawa ibu kepada pembinaan
lingkungan emosi, yang didalamnya proses laktasi dimulai dan
dikembangkan. Dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan sang
ayah (suami) adalah dukungan yang paling berarti (Roesli, 2008:21).
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian Kolostrum
pada Bayi Baru Lahir
Dukungan keluarga sangat diperlukan untuk ketentraman ibu menyusui.
Nasehat dari orang yang berpengalaman akan membantu keberhasilan
menyusui (Roesli, 2008:21). Seorang wanita yang berada di lingkungan
yang mendukung kebiasaan menyusui akan mempunyai pandangan yang
positif tentang pemberian ASI. Wanita yang tidak mempunyaj sikap positif
terhadap menyusui dan berada di lingkungan dan memiliki keluarga yang
tidak mendukung ASI, maka menyusui dianggap kuno dan dalam keadaan
seperti ini hanya beberapa ibu yang berhasil menyusui bayinya
(Perinasia,1994:10).
Menurut Apriana (2004) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian kolostrum,
dukungan keluarga memberikan pengaruh positif terhadap pemberian
kolostrum. Ibu yang mendapat dukungan keluarga akan mempunyai
kesempatan dua kali untuk menyusui bayinya secara dini dibandingkan
dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Roesli
(2005) juga mengatakan bahwa dari semua dukungan bagi ibu menyusui
dukungan sang ayah (suami) adalah dukungan yang paling berarti, suami
dapat berperan aktif dengan memberikan dukungan secara emosional dan
bantuan-bantuan praktis seperti menggendong, menenangkan bayi,
mengganti popok, memandikan, dan segera memberikan kepada ibu
untuk disusui
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Perumusan masalah
Adapun masalah yang dihadapi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah factor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak
memberikan kolostrum terhadap bayi yang baru lahir.
2. Apakah hubungan pemberian kolostrum dengan bayi yang
baru lahir.