Milk Protein Content of Friesian Holstein Dairy Cattle Fed by Different Level of Shrub Flour (Sauropus Androgynus (L.) Merr)
Milk Protein Content of Friesian Holstein Dairy Cattle Fed by Different Level of Shrub Flour (Sauropus Androgynus (L.) Merr)
Milk Protein Content of Friesian Holstein Dairy Cattle Fed by Different Level of Shrub
Flour (Sauropus androgynus (L.) Merr)
Roosena Yusuf
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the effect of increasing the provision
shrub on milk protein content of Friesian Holstein dairy cattle. Research material used was
9 Friesian Holstein dairy cattle on the second lactation at the sixth month lactation with
body weight (BW) of 436 48.67 kg and milk production of 8.86 1.2 liter. Single factor
experiment arranged in Complete Random Design with 3 treatments, each replicated for
three times, was used in this experiment. The cows were fed with concentrate feed (Crude
Protein = 13.42 %) added by shrub flour at three levels of 0 % BW (t0), 0.03 % BW (t1),
0.05 % BW (t2), and maize straw as forage at each level of shrub flour in the concentrate.
The ratio between concentrate and forage was 60%:40%. Obtained data was calculated by
ANOVA. Results showed that shrub flour providing in the concentrate until level of 0.05%
BW did not influence consumption of dry matter feed and milk protein content of Friesian
Holstein dairy cattle. The average consumption of dry matter feed determined for t0, t1, and
t2 were 10.22; 10.70; and 11.63 kg/cow/day (P>0.05), respectively. The average of milk
protein for t0, t1 and t2 were 0.214; 0.267; and 0.292 kg/liter (P>0.05), respectively.
Keywords: milk protein, Friesian Holstein dairy cattle, shrub
1
Jurnal Teknologi Pertanian,6(1):1-6 ISSN1885-2419
2
Roosena Yusuf Kandungan Protein Susu Sapi Perah Akibat Pemberian Pakan
kuan pemberian katu masing-masing dengan yang akan diberikan, pengacakan ternak
3 ulangan. Perla-kuan yang diberikan dalam terhadap perlakuan pakan dan penempatan
penelitian adalah sebagai berikut : ternak dalam kandang.
t0 = Jerami jagung + konsentrat Tahap pendahuluan dilakukan sela-
t1 = Jerami jagung + konsentrat + tepung ma 1 minggu. Sapi penelitian diberikan ran-
katu (0,03 % Bobot Badan) sum perlakuan yang bertujuan untuk meng-
t2 = Jerami jagung + konsentrat + tepung hilangkan pengaruh dari ransum terdahulu.
katu (0,05 % Bobot Badan)
Sapi perah penelitian dibagi menjadi 3
Prosedur Penelitian perlakuan dan masing-masing terdiri dari 3
Tahap penelitian yang dilakukan ulangan. Tahap pengambilan data dilakukan
meliputi tahap persiapan, tahap pendahuluan selama 4 minggu. Kegiatan yang dilakukan
dan tahap pengambilan data. Kegiatan yang selama tahap pengambilan data adalah
dilakukan pada tahap persiapan adalah penimbangan bobot badan ternak, pemberian
pemilihan sapi sebagai materi penelitian, pakan, dan pengambilan data.
persiapan kandang/peralatan. Kegiatan yang Pemberian pakan dalam bentuk segar
dilakukan pada tahap pendahuluan adalah diberikan secara ad libitum sesuai dengan
penimbangan ternak untuk mengetahui bobot kebutuhan yang dihitung dalam bahan kering
badan sebagai dasar penentuan jumlah pakan berdasarkan bobot badan (Tabel 3 dan 4).
Table 3. Nutrition content of minimal dietary feed requirements of dairy cattle at different body
weight levels and in milk production for different level of fat
Nutrition Content (kg)
Parameters
Total Digestible Crude
Calcium Phosphor
Nutrient Protein
Body Weight (kg)
350 2.85 0.341 0.014 0.011
400 3.15 0.373 0.015 0.013
450 3.44 0.403 0.017 0.014
Fat content in Milk (%)
2.5 0.260 0.072 0.0024 0.00165
3.0 0.282 0.077 0.0025 0.00170
3.5 0.304 0.082 0.0026 0.00175
Table 4. Dry matter requirements of dairy cattle at lactation for different milk production level
and body weight
Milk Production in 4 % Fat Dry matter at different body weight (kg)
Content Milk (kg) 400 450 500 550
5 2.20 2.15 2.10 2.05
10 2.50 2.40 2.30 2.25
15 2.80 2.65 2.50 2.45
3
Jurnal Teknologi Pertanian,6(1):1-6 ISSN1885-2419
pemberian katu pada level 0,03 dan 0,05 % diubah menjadi Acetil CoA untuk mempro-
bobot badan belum mampu memberikan duksi Adenosin Tri Phosphat (ATP). Produk
kontribusi yang cukup terhadap peningkatan berupa ATP yang dihasilkan inilah yang
komposisi zat gizi ransum terutama kadar digunakan oleh mikroba rumen sebagai sum-
protein kasar ransum, sehingga respon semua ber energi untuk aktivitas fermentasi di
perlakuan terhadap konsumsi BK ransum dalam rumen. Asam asetat hasil dari fermen-
juga relatif sama. Rata-rata kadar protein tasi katu dalam rumen belum memberikan
kasar ransum untuk perlakuan t0, t1 dan t2 tambahan asam asetat yang cukup berarti
relatif sama yaitu 13,27; 13,43; dan 13,56 % pada sapi perlakuan yang diberi level katu
BK dan diduga tingkat palatabilitas pakan yang berbeda.
juga sama, sehingga respon terhadap Adenosin Tri Phosphat merupakan
konsumsi BK ransum juga sama. sumber energi utama untuk hidup dan per-
Table 5. Influence of ration composition and nu- tumbuhan bagi mikroba rumen (Suprayogi,
trition content on average consump-tion 2000). Ketersediaan ATP sebagai sumber
of dry matter feed energi akan menjamin aktivitas dan
Average consumption of dry pertumbuhan mikroba rumen. Jika aktivitas
Replication
matter feed of research cow mikroba rumen meningkat maka tingkat
(kg/cow/day) degradasi pakan juga akan meningkat dan
t0 t1 t2 secara langsung juga akan berpengaruh
1 8.91 11.17 11.54
terhadap laju pakan. Laju pakan berhubungan
2 12.61 9.17 11.44
dengan konsumsi pakan, semakin cepat laju
3 9.14 11.73 11.91
pakan maka tingkat konsumsi akan mening-
Average 10.22 10.70 11.63
kat. Konsumsi pakan seekor sapi dipengaruhi
Note Average values showed no significant
differences (P>0.05). oleh berbagai faktor yang kompleks meliputi
faktor hewannya sendiri, pakan yang
Pemberian katu pada level 0,03 dan diberikan dan lingkungan tempat hewan
0,05 % BB diduga belum mampu tersebut dipelihara. Jadi jika kondisi fisik,
memberikan pengaruh yang nyata terhadap fisiologis ternak, lingkungan tempat ternak
konsumsi bahan kering ransum. Hal ini dipelihara dan kualitas pakan yang diberikan
disebabkan oleh asam cyclopenthyl seragam akan menyebabkan tingkat konsum-
(C9H12O3) yang terkandung dalam katu si yang sama pula (Parakkasi, 1999). Salah
sebagai pemicu utama yang merangsang satu pengaruh kondisi fisiologis ternak
aktivitas metabolik dan pertumbuhan adalah pH rumen. pH rumen sekitar 6,7
mikroba rumen, diduga belum mampu merupakan salah satu syarat agar fermentasi
memberikan pengaruh yang nyata terhadap oleh mikroba rumen berjalan normal
kerjasama dan hubungan saling mempenga- (Soebarinoto et al., 1991). Menurut Arora
ruhi antar mikroba rumen dalam jalur siklus (1989), pH rumen yang kondusif adalah 6,8,
asam sitrat, akibatnya fermentasi bahan sedangkan pH rumen pada sapi penelitian
organik oleh mikroba rumen juga tidak berkisar antara 8-9. Hal ini menunjukkan
berbeda nyata sehingga menyebabkan bahwa kondisi rumen yang tidak kondusif
efisiensi pemanfaatan ransum dan respon dapat mengakibatkan kinerja mikroba rumen
terhadap konsumsi BK ransum juga tidak tidak optimal dan proses fermentasi pada
berbeda nyata. Asam 3, 4dimethyl-2- rumen tidak berjalan dengan baik.
oxocyclopent-3-enylacetat dapat dihidrolisis Komposisi kimia pakan akan
melalui proses fermentasi dalam rumen mempengaruhi gerak laju digesta yang juga
menjadi asam asetat (Suprayogi, 2000). mempengaruhi konsumsi pakan (Parakkasi,
Asam asetat berperan dalam mempengaruhi 1999). Katu mengandung saponin dan tannin
aktivitas metabolisme dan pertumbuhan yaitu protein terproteksi yang mengakibatkan
mikroba dalam rumen. Asam asetat dalam terjadinya by passing sehingga tidak dapat
fungsinya sebagai pemicu utama (trigger) dimanfaatkan mikroba rumen untuk prolife-
dalam menstimulasi metabolisme mikroba rasi akibat kinerja mikroba rumen tidak
rumen dengan lebih mengaktifkan siklus optimal. Katu mengandung saponin dan tanin
asam sitrat dimana asetat sebelumnya telah yaitu protein yang terproteksi dimana
4
Roosena Yusuf Kandungan Protein Susu Sapi Perah Akibat Pemberian Pakan
mengakibatkan terjadinya by passing atau (Boorman, 1980). Sapi yang sedang laktasi
protein yang lolos degradasi oleh mikroba akan selalu mensekresikan protein susu
rumen. Lebih lanjut dijelaskan mikroba sehingga sekresi ini akan mempengaruhi atau
rumen membutuhkan 82 % NH3 yang diubah membatasi peningkatan jaringan tubuh
dari protein untuk proliferasi dalam proses sebagai retensi protein netto (Macrae dan
pendegradasian protein (Santosa et al., Reeds, 1980). Protein yang teretensi di dalam
1997). tubuh sapi perah akan digunakan untuk
produksi susu dan pertumbuhan jaringan
Kandungan Protein Susu
tubuh (Boorman, 1980). Besarnya retensi
Rata-rata kandungan protein susu
protein juga dipengaruhi oleh sintesis susu
sapi penelitian antara perlakuan t0, t1 dan t2
(Oldham, 1994).
masing-masing sebesar 0,214; 0,267 dan
0,292 kg L-1. Selisih rata-rata kandungan Table 6. Influence of ration composition and
protein susu antara t0 dengan t1 sebesar 0,053 nutrition content on average content of
milk protein
kg, antara t0 dengan t2 sebesar 0,078 kg dan
antara t1 dengan t2 sebesar 0,025 kg. Kan- Average content of milk protein
dungan protein susu yang tidak berbeda
Replication of research cow (kg L-1)
t0 t1 t2
nyata ini disebabkan oleh pemberian katu
1 0.203 0.305 0.252
pada level 0,03 dan 0,05 % BB belum
2 0.193 0.231 0.326
mampu memberikan kontribusi yang cukup
3 0.245 0.265 0.297
terhadap peningkatan komposisi zat gizi
Average 0.214 0.267 0.292
ransum terutama konsumsi protein kasar Note: Average values showed no significant
(PK) ransum sehingga respon semua differences (P>0.05).
perlakuan terhadap kandungan protein susu
juga relatif sama. Rata-rata konsumsi PK Faktor yang mungkin menyebabkan
ransum yang diujicobakan untuk perlakuan tidak terlihatnya pengaruh katu terhadap
t0, t1 dan t2 relatif sama yaitu 1,36; 1,44 dan kandungan protein susu antara lain yaitu
1,58 kg per ekor per hari. Protein ransum faktor kurang tingginya level pemberian katu
yang dikonsumsi sapi perah tersebut diduga terhadap ternak, faktor proses degradasi
di dalam rumen dipecah menjadi protein protein oleh mikroba rumen yang tidak dapat
murni dan Non Protein Nitrogen (NPN). dihindari. Ada kemungkinan besar bahwa
Protein murni secara hitungan pada perla- katu yang diberikan untuk sapi perah dengan
kuan t0, t1 dan t2 yaitu 1,66; 1,22 dan 1,34 kg pemberian yang sangat sedikit kurang
per ekor per hari. Protein murni yang dieks- mendukung stimulasi mikroba rumen dalam
kresi melalui feses dan urin pada perlakuan memfermentasikan dan mencerna pakan.
t0, t1 dan t2 sebesar 0,59; 0,74 dan 0,59 kg per Pemberian katu dalam bentuk bubuk dan
ekor per hari. Protein murni yang dihasilkan ekstrak dapat meningkatkan produksi susu
dari PK ransum yang dikonsumsi apabila pada domba betina (Suprayogi, 2000). Pada
dikurangi oleh protein murni yang diekskresi rumen terdapat bakteri yang berjumlah (10-
melalui feses dan urin, maka akan diperoleh 15) x 109 mL-1 cairan rumen (McDonald et
retensi protein pada perlakuan t0, t1 dan t2 al., 1992). Banyaknya mikroba rumen dan
sebesar 0,57; 0,48 dan 0,75 kg per ekor per sedikitnya katu yang diberikan diduga akan
hari. menyebabkan asam 3-4-dimethyl-2-oxocy-
Konsumsi PK ransum antar sapi clopenthyl-3-enylacetat tidak dapat mensti-
perlakuan telah menyebabkan terjadinya mulir mikroba rumen secara merata, sehing-
retensi protein sehingga dapat dikatakan ga juga menyebabkan tidak berbedanya ke-
bahwa sapi antar perlakuan telah terpenuhi mampuan dalam merangsang mikroba rumen
kebutuhannya. Adanya retensi protein dalam untuk bekerja secara optimal.
tubuh ternak mengindikasikan bahwa ternak Selain itu protein katu akan dide-
tersebut telah tercukupi kebutuhan protein- gradasi oleh mikroba rumen menjadi amonia
nya (Macrae dan Reeds, 1980). Mening- untuk mendukung maksimalnya proses fer-
katnya retensi protein disebabkan karena mentasi di dalam rumen dan pembentukan
konsumsi protein yang lebih dari kebutuhan protein tubuh mikroba. Sebanyak 82 %
5
Jurnal Teknologi Pertanian,6(1):1-6 ISSN1885-2419