Anda di halaman 1dari 45

Nama : Moch.

Fajri Imaduddin
NIM : 083144200
Kelas : K.4

A. PRODUK DAN JASA


1. Produk Penghimpun Dana
BMT sebagai lembaga usaha bersama, dalam mengelolanya harus
memiliki komitmen dan integritas terhadap prinsip muamalah. Oleh
karena itu, dalam proses penghimpunan harus memperhitungkan dua hal
penting, yaitu a) asas dana yang sehat dan besar serta b) prosedur
persetujuan, dokumentasi, adminstrasi, dan pengawasan penghimpunan
dana. Sumber dana yang dihimpun harus diketahui kehalalannya.
Penghimpunan dana yang harus dihindari meliputi penghimpunan dana
yang tiak sesuai syariah dan bersebrangan dengan peraturan pemerintah,
seperti hal korupsi, judi, pencucian uang dll.
a. Wadiah
Jenis, ketentuan, dan implementasi produk penghimpunan dana BMT
berupa wadiah dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Jenis simpanan wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupun badab hukum, yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja apabila si penitip
menghendakiRukun wadiah meliputi:
(1) Barang yang disimpan atau dititipkan (wadiah)
(2) Pemilik barang atau uang yang bertindak sebagai pihak
yang menitipkan (muwaddi)
(3) Pihak yang menyimpan atau memberikan jasa penjagaan
(mustauda)
(4) Ijab qobul (sighah)
a) Dalam prinsip wadiah, yang dietapkan adalah prinsip wadiah
yad dhamamah, yaitu pihak yang dititipi-dalam hal ini BMT-
bertanggung jawab secara penuh atas harta yang dititipkan dan
BMT boleh memanfaatkan harta yang dititipkan tersebut.
Selanjutnya, wadiah yad dhamanah mempunyai beberapa
ketentuan, seperti
(1) Penyimpamn boleh memanfaatkan barang atau titipan
(2) Keuntungan sepenuhya menjadi pemilik penyimpan
(3) Penyimpan dapat memberikan insebtif (bonus) kepada
penitip yang tidak boleh dijanjikan dalam akad.
Wadiah yad amanah berbeda dengan wadiah yad dhamanah,
yaitu pihak yang dititpi harta tidak boleh memenfaatkan harta
tersebut.
2) Ketentuan Wadiah
Ketentuan umum wadiah adalah keuntungan atau kerugian
dari penyaluran dana yang dititipkan menjadi hak milik dan
ditanggung oleh BMT.
3) Implementasi Wadiah
Berikut implementasi prinsip wadiah dalam BMT
a) Simpanan wadiah merupakan titipan murni dari anggota atau
calo anggota yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
anggota atau calon anggota tersebut menghendaki
b) Kelengkapan dokumen harus didukung dengan fotokopi KTP
atau SIM yang masih berlaku dan aplikasi permohonan
pembukuan atau penutupan rekenig
c) Bonus diberikan apabila rata-rata aas minimal (tidak
diperjanjikan) biaya penutupan ditanggung anggota.
d) Anggota mendapat bonus sesuai kebijakan
Sementara itu rekening wadiah mempunyai beberapa
criteria sebagaimana berikut:
a) Aktif, yaitu simpanan berupa transaksi penyetoran, penarikan
atau pendebatan yang masih dilakukan anggota sekurang-
kurangnya dalam kurun waktu enam bulan
b) Pasif, yaitu simpanan yang selama enam bulan tidak terdapat
transaksi penyetoran ataupun penarikan. Simpanan pasif
hendaknya diberitahukan kepada pemiliknya
c) BMT membedakan biaya administrasi sebesar Rp 2.500,00
kepada rekening pasif yang dimasukkan ke dalam pendapatan
nonoperasional
d) BMT harus menjamin pengembalian simpanan wadiah
sepenuhnya.
b. Simpanan berjangka (Mudharabah)
Prinsip penghimpunan dana yang kedua adalah mudharabah.
Dalam prinsip ini, penyimpan bertindak sebagai pemilik dana (shahib
al-mal), sedangkan BMT bertindak sebagai pengelola usaha
(mudharib).
1) Jenis simpanan mudharabah
a) Mudharabah muthlaqah. Dalam konsep mudharabah ini pihak
anggota sama sekali tidak memberikan persyaratan apa pun
kepada pihak BMT mengenai jenis usaha, penggunaan akad,
atau peruntukan dana. Selanjutnya, dengan konsep ini pihak
BMT dapat melakukan pengembangan dua jenis penghimpun
dana, yatu konsep tabungan dan konsep deposito mudharabah.
Berikut ini beberapa syarat ang menyertai poduk ini:
(1) Pihak BMT wajib memberitahukan kepada para pemilik
dana mengenai
2. Produk penyaluran dana
Penyaluran dana dalam BMT adalah suatu transaksi penyediaan
dana kepada anggota atau calon anggota yang tidak bertentangan dengan
syariah, juga tidak termasuk jenis penyaluran dana yang dilarang secara
hukum positif. Penyaluran dana memiliki fungsi :
a Meningkatkan daya guna, peredaran, dan lalu lintas uang anggota atau
calon anngota BMT
b Meningkatkan aktivitas investasi BMT
c Sebagai sumber pendapatan terbesar BMT

Penyaluran dana oleh BMT ini dapat dibedakan berdasarkan tujuan


penggunaan dan jenis pembiayaannya.

a Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi


kebutuhan dana usaha bagi pembelian, pengadaan, atau penyediaan
unsure-unsur barang dalam rangka perputaran usaha.
b Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan pengadaan sarana atau prasarana usaha (aktiva
tetap).
c Pembiayaan multiguna, yaitu pembiayaan yang dapat digunakan untuk
sewa barang, talangan dana, atau biaya jasa keperluan anggota.
Sementara itu, jenis pembiayaan berdasarkan segmen pasar BMT dibagi
menjadi dua yaitu

a Pembiayaan usaha kecil, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada


para anggota yang berprofesi sebaga pedagang atau pengusaha
kecil, baik untuk mengembangkan perputaran usaha maupun
penyediaan prasarana dan sarana usaha.
b Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada
anggoata untuk kebutuhan konsumtif, seperti pembelian barang
elektronik, kendaraan, dan rumah.
a Produk jual beli
Definisi jual beli menurut fiqih ialah akad jual beli atas barang
tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjual belikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli
kemudian ia mensyaratkan laba dalam jumlah tertentu.
Selanjutnya, hal-hal yang lain terkait dengan jual beli atau murabahah
dapat diungkap secara sederhana sebagai berikut.
1 Murabahah dapat dilaksanankan jika memenuhi syarat berikut.
a) Pihak yang berakad harus:
(1) Cakap hukum.
(2) Sukarela (ridha) atau tidak dalam keadaan terpaksa.
b) Objek yang diperjualbelikan:
(1) Tidak termasuk barng yang diharamkan
(2) Bermanfaat
(3) Dapatdiserahkan dari penjual ke pembeli
(4) Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad
(5) Diserahkan oleh penjual kepada pembeli dengan spesifikasi
yang sesuai
c) Akad (sighah)
(1) Pihak yang berakad harus disebutkan secara jelas dan
spesifik
(2) Ijab qabul (serah terima) harus selaras, baik dalam
spesifikasi barang maupun harga yang disepakat
(3) Tidak mengandung klausul yang bersiafat menggantungkan
keabsahan transaksi pada hal atau kejadian yang akan datan
(4) Tidak membatasi waktu
2 Potongan pelunasan dalam murabahah
Hal ini dijelaskan di dalam fatwa dewan syariah nomor 23/DSN-
MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam murabahah
sebagaimana berikut.
a) Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan
pelunasan pembiayaan tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati.
b) Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan
pada kebijakan dan pertimbangan LKS.
3 Uang muka dalam murabahah
Hal ini diuraikan didalam fatwa dewan syariah nasional nomor
13/DSN-MUI/IX/2000 tentang uang muka dalam murabahah
sebagaimana disebutkan di bawah ini.
Dalam akad pembiayaan murabahah, LembagaKeuangan Syariah
(LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah
pihak bersepakat

Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.

a) Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus


member gati rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
b)Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat
meminta tambahan kepada nasabah.
c) Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
4 Diskon dalam murabahah
Hal ini disebutkan di dalam fatwa dewan syariah nasional nomor
16/DSN_MUI/IX/2000 tentang diskon dalam murabahah.Berikut
ini fatwa yang dimaksud.
Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai
(qimah) bendan yang menjadi objek jual beli, lebih tinggi,
maupun rendah.
Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya
yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan.
Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari
supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskkkon,
kerena itu, diskon adalah hak nasabah.
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon
tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang
dimuat dalam akad.
Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah
diperjanjikan dan ditandatangani.

5 Sanksi nasabah mampu, tetapi menunda-nunda pembayaran


Fatwa yang memaparkan mengenai hal ini adalah fatwa dewan
syariah nasional nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas
nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan
LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-
nunda pembayaran dengan disengaja.
Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force
majeure tidak boleh dikenakan sanksi.
Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran atau tidak
mempunyai kemauan dan iikad baik untuk membayar utangnya
boleh dikenakan sanksi.
Sanksi didasarkan pada prinsip takzir, yaitu bertujuan agar
nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
Sanksi dapat berupa benda sejumlah uang yang besarnya
ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad
ditandatangani.
b Teknik pelaksanaan skema murabahah
Akad murabahah digunakan untuk mrmfasilitasi anggota BMT dalam
memenuhi kebutuhan hidup, seperti membeli rumah, kendaraan,
barang-barang elektronik, furniture, barang dagangan, bahan baku,
atau bahan pembuat produksi.
c Teknik piutang salam
Produk salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil
produksi pertanian, perkebunan, atau peternakan. Menurut Ibnu
Qudamah, orang-orang mempunyai kebutuhan akan salam,
sementara petani memerlukan uang untuk biaya hidup dan harus
mengeluarkan uang agar mendatangkan hasil.
Berikut hal-hal yag menyangkut akad salam dan teknis
pelaksanaannya
1) Prasyarat yang harus dipenuhi adalah
a) Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara
umummeliputi jenis, spesikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya;
b) Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli
dan penjual pada awal akad;
c) Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama
jangka waktu akad;
d) Jika BMT bertindak sebagai pembeli, dapat dimintakan
jaminan kepada penjual (penuplai) atau unit sektor rill untuk
menghindari risiko yang merugikan anggota; dan
e) Jika barang pesanan yang diterima BMT salag atau cacat,
penjual atau unit sektor rill yang menjadi penuplai harus
bertanggung jawab.
2) Jika anggota sebagai penjual (muslam ilaihi), ia menjual barang
pesanan kepada BMT dengan pembayaran di muka dan
menyerahkan kmudian. Jika anggota sebagai penjual (muslam
ilaihi) ingkar janji, mislnya gagal mnyediakan barang pesanan atau
menjual kepada pihak lain, ia bertanggung jawab atas seluruh
perjanjian, yaitu mengganti seluruh biaya yang timbul berkaitan
dengan pengadaan barag pesanan.
3) Anggota sebagai penjual menjual barang pesanan kepada BMT
dengan membayar di muka dan menyerahkan kemudian.
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
4) Jangka waktu diupayakan tidak melebihi enam bulan. Jika lebih,
harus dikeluarkan SK dari pengurus.
5) Jika seluruh atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, begitu juga kualitas ataujumlahnya tidak sesuai
dengan kesepakatan; BMT memiliki pilihan: (a) mematalkan akad
dan meminta uang dikembalikan, (b) menunggu barang tersedia,
atau (c) meminta anggota untuk mengganti dengan barang lain
yang sejenis.
6) BMT diperbolehkan untuk meminta jaminan kepada anggota atas
piutang salam.
7) Dokumen yang dibutuhkan adalah
a) Formulir pengajuan pembiayaan,
b) Kelengkapan dokumen pendukung,
c) Surat permohonan pemesanan barang,
d) Surrat persetujuan prinsip,
e) Akad salam paralel,
f) Surat permohonan realisasi salam, dan
g) Tanda terima barang yang ditandatangani anggota
d Bai Al-Istishna
Menurut bahasa, istishna adalah meminta dibuatkan. Sementara itu,
menurut istilah, bai al-istishna adalah akad jual beli di mana produsen
(shani) ditufaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) oleh mustashni
(pemesan).
Sementara itu, hal-hal lain yang terkait dengan bai al-istishna dapat
diuraikan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 06/DSN-
MUI/IV/2000 tentang jual beli sebagai berikut:
1) Syarat bai al-istishna adalah:
a) Kedua belah pihak yang bertransaksi adalah orang yang berakal,
cukup hukum, dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual
beli;
b) Ada keridhaan antara kedua belah pihak dan tidak ingkar janji;
c) Pembuat (shani) menyatakan kesanggupan untuk membuat barang
pesanan;
d) Apabila bahan baku berasal dari pemesan (mustashni), akad ini
bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi ijarah;
e) Apabila isi akad mmensyaratkan pembuat (shani) untuk bekerja
saja, akad ini juga bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi
ijarah;
f) Barang pesanan (mashnu) mempunyai kriteria yang jelas, seperti
jenis, ukuran, mutu, dan jumlah; dan
g) Barang pesanan tidak termasuk kategori yang dilarang syara,
seperti najis, haram, syubhat, atau menimbulkan kemudaran
(maksiat).
2) Ketetuan tentang pembayaran
a) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, maupun manfaat;
b) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan
c) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang;
3) Ketentuan tentang barang
a) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang;
b) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya;
c) Penyerahannya dilakukan kemudian;
d) Waktu dan tempat penyeraha barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan;
e) Pembeli (mustashni) tidak menjual barang sebelum menerimanya;
f) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan;
g) Jika terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak memilih untuk melanjutkan atau
membatalkan akad

Di samping itu, masih ada beberapa hal lainnya mengenai bai alistishna
yang perlu diketahui:

1) Anggota pemesan (mustashni)


a) Pemesan dapat mengawasi proses pembuatan barang untuk
memastikan kesesuaian kualitasnya.
b) Pesanan yang sudah selesai wajib dibeli oleh pemesan.
c) Jika ada perubahan kriteria pesanan dari pihak pemesan, harus
segera dilaporkan ke pihak BMT, lalu BMT melaporkan kepada
pembuat. Perubahan kriteria hanya dapat dilakukan jika mendapat
persetujuan dari pihak BMT dan pembuat.
d) Jika terjadi perubahan harga yang disebabkan adanya perubahan
kriteria pesanan, seluruh biaya tambahan menjadi beban pemesnan.
2) Jangka waktu sesuai dengan kesepakatan bersama.
3) BMT berhak meminta jaminan dari pembuat atas jumlah yang telah
dibayarkan. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan
tipe waktu.
4) Anggota dapat memberikan uang muka secara penuh atau sebagian.
Penerimaan uang muka tersebut diperlakukan sebagai pembayaran
bertahap.
5) Pwmbayaran:
a) Penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga
yang disepakati akan dibayar tepat waktu.
b) Pembayaran anggota kepada BMT tidak boleh dalam bentuk
pembebasan utang pesanan kepada BMT.
c) Jika dibayar dengan cara angsur, harus proporsional.
d) Mekanisme pembayaran istishna dapat dilakukan di muka pada
saat penyerahan barang atau dilakukan setelah barang diserahkan
kepada pembeli (ditangguhkan).
6) Dokumen yang dibutuhkan adalah:
a) Formulir pengajuan pembiayaan,
b) Kelengkapan dokumen pendukung,
c) Surat permohonan realisasi istishna,
d) Surat persetujuan prinsip,
e) Akad istishna, dan
f) Perjanjian pengikatan jaminan,
7) Tanda terima uang oleh pembuat (shani).
8) Tanda terima barang oleh pemesan (mustashni)
9) Dokumen yang dibutuhkan adalah
a) Formulir pengajuan pembiayaan,
b) Kelengkapan dokumen pendukung,
c) Surat permohonan pemesanan barang,
d) Surat persetujuan prinsip,
e) Akad salam paralel,
f) Surat permohonan realisasi salam, dan
g) Tanda terima barang yang ditandatangani anggota.

Agar lebih mudah membedakan antara bai salam dan bai al-istishna,
berikut ini tabel yang membandingkan dua hal tersebut:

Subjek Salam Istishna Keterangan


Pokok kontrak Muslam fihi Mashnu Barang
Pembeli Muslam Mustashni Ditangguhkan
Penjual Muslam ilaihi Shani Dengan spesifikasi
Harga Dibayar saat Dicicil, bisa pada Cara penyelesaian
kontrak saat kontrak atau pembayaran
di akhir. merupakan
perbedaan utama
antara bai salam
dan bai istishna
Produk Umumnya untuk Umumnya untuk Contoh bai salam
barang yang tidak barang yang dapat adalah hasil
bisa dibuat sendiri dibuat sendiri oleh pertanian.
oleh penerima penerima pesanan. Perikanan, dan
pesanan. peternakan;
sedangkan bai
istishna adalah
bangunan, pakaian,
furnitur, dan jalan
raya.

e Produk Bagi Hasil


1) Penyaluran Dana Mudharabah
Mudharabah yang disebut juga muqaradhah secara bahasa berarti
bepergian untuk urusan dagang. Secara istilah, mudharabah ialah akad
kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pemilik dana (shahibul mal)
menyediakan dana kemudian menyerahkannya kepada pengelola usaha
(mudharib) untuk diputar sebagai usaha yang keuntungannya dibagi
menurut kesepakatan bersama.
Mudharabah meiliki dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah (investasi
tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi
terikat).Sementara itu, hal-hal yang berkaitan dengan teknis penerapan
mudharabah adalah:
a) Pembiayaan mudharabah diberikan dalam bentuk tunai yang
dinyatakan jumlahnya atau dalam bentuk barang yang dinyatakan
harga perolehannya.
b) Pembagian keuntungan adalah dengan metode profit and loss
sharing, yaitu untung dan rugi dibagi bersama atau bagi pendapatan
(revenue sharing).
c) BMT berhak mengawasi usaha anggotanya. Namun, BMT tidak
berhak membatasi tindakan anggota dalam emnjalankan usaha,
kecuali sebatas perjanjian yang telah ditetapkan atau menyimpang
dari aturan syariah.
d) Untuk pembiayaan jangka waktu satu tahun atau kurang,
pengembalian modal dapat dilakukan pada akhir periode akad atau
dilakukan secara mengangsur berdasarkan alirankas masuk dari
usaha anggota. Sementara itu untuk jangka waktu lebih dari satu
tahun, pengembalian dilakukan dengan cara mengangsur
berdasarkan aliran kas masuk.
e) Untuk mengantisipasi risiko akibat kelalaian atau kecurangan, BMT
dapat meminta jaminan dari pengelola usaha.
f) Dokumen yang dibutuhkan
(1) Formulit pengajuan pembiayaan,
(2) Kelengkapan dokumen pendukung,
(3) Surat persetujuan prinsip,
(4) Surat permohonan realisasi penyaluran dana,
(5) Tanda terima uang atau barang oleh anggota,
(6) Akad perjanjian musdarabah,
(7) Perjanjian pengikatan jaminan, dan
(8) Proyeksi pendapatan usaha anggota.

Sehubungan dengan itu, fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07/DSN-


MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) menyatakan
sebagai berikut:

Pertama Ketentuan Pembiayaan:

a) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS


kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.
b) Dalam pembiayaan itu LKS sebagai shahibul mal (pemilik modal)
membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha
(nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha
c) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian
keutungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS
dengan pengusaha).
d) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam
manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan.
e) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
f) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
g) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jamina ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
h) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
i) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak meakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua: rukun dan Syarat Pembiayaan

a) Penyedia dana (shahib al-mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap


hukum.
b) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut.
(1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
(2) Penerimaan dan oenawaran dilakukan pada saat kontrak
(3) Akan dituangkan secara tertulis, melalui koresponden, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia
dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
(1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
(2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai pada waktu
akad.
(3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
d) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan
dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
(1) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan
hanya untuk satu pihak.
(2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui
dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam
bentuk persentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
(3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
dan pengella tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran
kesepakatan.
e) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
memperhatikan hal-hal berikut.
(1) Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan
penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.
(2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
(3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Ketiga: Ketentuan Lain

a) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.


b) Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di
masa depan yang belum tentu terjadi.
c) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada
dasarnya akad ini bersifat amanat (yad al-amanah), kecuali akibat dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
d) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2) Penyaluran Dana Musyarakah
Musyarakah menurut bahasa adalah berasal dari kata syirkah yang artinya
percampuran. Sedangkan menurut istilah, musyarakah ialah akad kerja
samadua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan risiko akan ditanggung bersama. Syirkah dibagi menjadi empat yaitu
syirkah al-inan (persyarikatan modal dua orang atau lebih yang mana harus
sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi secara proporsional sesuai dengan
jumlah modal masing-masing dan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak), syirkah al-mufawadhah (persyarikatan modal dua orang atau lebih
yang harus sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi rata), syirkah al-abdan
(persyarikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi sama), dan syirkah
(persyarikatan tanpa modal).
Selanjutnya, penyaluran musyarakah mempunyai bebrapa ketentuan. Berikut
ini adalah ketentuan yang dimaksud:
a) Penyaluran dana musyarakah didahului dengan pernyataan ijab qabul oleh
para pihak yang menyepakati kontrak (akad).
b) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan
hak-hak kedua belah pihak.
c) Modal yang diberikan harus uang tunai. Selain itu, para pihak tidak boleh
meminjamkan, mengubah, atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan bersama.
d) Partisipasi antara BMT dan anggotanya merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah dengan masing-masing pihak mengutus wakilnya.
e) Keuntuungan ataupun kerugian dibagi secara proporsional berdasarkan
kesepakatan pada awal akad.
Sementara itu, teknis operasional musyarakah yang diterapkan oleh BMT
dijabarkan sebagaimana berikut:

a) Pembiayaan musyarakah digunakan BMT untuk memfasilitasi


pemenuhan sebagian kebutuhan permodalan anggotanya dan menjalankan
usaha yang disepakatai. Anggota bertindak sebagai pengelola usaha dan
BMT sebagai mitra. Namun, BMT dapat pula bertindak sebagai pengelola
usaha berdasarkan kesepakatan.
b) Pembagian keuntungan dengan metode profit and loss sharing, yaitu
untung dan rugi dibagi bersama atau bagi pendapatan (revenue sharing)
berdasarkan persentase modal yang disetorkan para pihak.
c) BMT berhak mengawasi usaha anggotanya. Namun, BMT tidak berhak
membatasi tindakan anggota dalam menjalankan usaha, kecuali sebatas
perjanjian yang telah ditetapkan atau menyimpang dari aturan syariah.
d) Untuk pembiayaan jangka waktu satu tahun atau kurang, pengembalian
modal dapat dilakukan pada akhirperiode akad atau dilakukan secara
mengangsur berdasarkan aliran kas masuk dari usaha anggota. Sementara
itu, untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, pengembalian dilakukan
dengan cara mengangsur berdasarkan aliran kas masuk.
e) Untuk mengantisipasi risiko akibat kelalaian atau kecurangan, BMT dapat
meminta jaminan dari pengelola usaha.
f) Dokumen yang dibutuhkan adalah
(1) Formulir pengajuan pembiayaan,
(2) Kelengkapan dokumen pendukung,
(3) Surat persetujuan prinsip,
(4) Surat permohonan realisasi penyaluran dana,
(5) Tanda terima uang atau barang oleh anggota,
(6) Akad perjanjian mudharabah,
(7) Perjanjian pengikatan jaminan, dan
(8) Proyeksi pendapatan usaha anggota.

Pada tahun 2000, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Dewan


Syariah Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Musyarakah.
Berikut ini isi fatwa yang dimaksud:
1) Peryataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memeperhatikan hal-hal berikut.
a) Penewaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
b) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespodensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2) Pihak-pihak berkontrak harus cakap hukum, memperhatikan hal-hal
berikut:
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai waki
c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk
melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja
e) Seorang mitra tidak boleh untuk mencairkan atau menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri.
3) Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a) Modal
(1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas,perak, atau yang
nilainya sama
(2) Modal dapat terdiri aset perdagangan, seperti barang-barang
properti, dsb. Jika modal berbentuk aset maka harus lebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati leh mitra
(3) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan, atau menghadiahkan modal musyarkah kepada
pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.
(4) Pada prisipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan.
b) Kerja
(1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja
bukanlah merupakan syarat.
(2) Setiap mitra melaksankan keja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak
c) Keuntungan
(1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindari
perbedaan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah
(2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secar proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan
diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra
(3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan
kepadanya
(4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.
d) Kerugian
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam akad.
e) Biaya Oprasional dan Persengketaan
(1) Biaya oprasional dibebankan pada modal bersama
(2) Jika salah satu pihak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara dua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
INVESTOR

BMT Proyek usaha


bersama

Pokok+ba Pokok+ba
gi hasil gi hasil
KEUNTUNGA
N

BMT dan anggota (investor) menyerahkan dana. Jika hasil proyek


memberikan keuntungan, pendistribusian keuntungan berdasarkan
kesepakatan pada awal kontrak. Misalnya dengan proporsi 55% :
45%.
f Produk Jasa
1) Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan atas barang
itu sendiri. Selanjutnya, berikut teknis penerapan ijarah:
a) BMT memberikan fasilitas kepada anggota yang membutuhkan
manfaat atas barang atau jasa dengan pembayaran tangguh.
b) Objek sewa, antara lain meliputi properti, alat transportasi, alat-alat
berat, serta multijasa (pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan
kepariwisataan).
c) Memperhatikan spesifikasi objek sewa yang meliputi:
(1) Jumlah, ukuran dan jenis objek sewa harus diketahui jelas serta
tercantum dalam akad;
(2) Objek sewa dapat berupa barang yang telah dimiliki BMT atau
barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk
kepentingan anggota; dan
(3) Objek atau manfaat barang sewa harus dapat dinilai,
diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas
termasuk pembayaran sewa dan jangka waktu.
d) Pemilik sewa (yang dalam hal ini BMT) wajib menyediakan
barang sewa, sekaligus menjamin penentuan kualitas dan kuantitas
barang tersebut serta ketepatan waktu penyediaan sesuai
kesepakatan. BMT juga dapat mewakilkan anggotanya untuk
mencarikan barang yang akan disewa.
e) Penyewa yang dalam hal in anggota, calon anggota, atau
masyarakat dilarang menyewakan kembali barang yang disewa dan
wajib menjaga keutuhannya. Jika terjadi kerusakan pada barang
sewaan, BMT menanggung kerusakannya kecuali disebabkan oleh
penyewa.
f) Pendapatan sewa
(1) Besarnya sewa harus disepakati pada awal akad dan dinyatakan
dalam bentu nominal, bukan dalam bentuk presentase.
(2) Apabila periode pembayaran sewa kurang dari satu tahun, sewa
diakui sebagai pendapatan BMT pada setiap pembayaran sewa.
(3) Apabila periode pembayaran sewa lebih dari satu tahun, sewa
diakui sebagai pendapatan secara pr prorsional sesuai jangka
waktu.
(4) Apabila objek sewa bukan milik BMT, pendapatan BMT
merupakan selisih antara harga perolehan sewa dan harga sewa.
(5) Biaya administrasi, biaya asuransi, biaya notaris, atau biaya
lain yang telah disepakati pada awal akad dapat dibebankan
kepada penyewa.
g) Dokumen yang dibutuhakan adalah
(1) Formulir pengajuan pembiayaan
(2) Kelengkapan dokumen pendukung
(3) Surat persetuajuan prisip
(4) Akad ijarah
(5) Perjanjian pengikatan jaminan
(6) Surat permohonan realisasi ijarah

Sehubungan dengan itu, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa


Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
pembiayaan ijarah. Berikut penjelasannya:

a) rukun dan syarat ijarah


1) sighah ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam
bentuk lain.
2) Pihak-pihak yang berakad (berkontrak) terdiri atas pemberi
sewa/jasa dan penyewa/pengguna jasa.
3) Objek akad ijarah, yaitu manfaat barang dan disewa atau manfaat
barang dan upah.
b) Ketentuan objek ijarah
1) Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang /jasa
2) Manfaat barang/jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak
3) Manfaat barang /jasa harus yang bersifat dibolehkan
4) Kesaanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah
5) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6) Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7) Sewa/upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat
dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa/upah
dalam ijarah.
8) Pembayaran sewa/upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari
jasa yang sama dengan objek kontrak.
9) Kelenturan dalam menentukan sewa/upah dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak
c) Kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah:
(1) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang /jasa:
Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yanga
diberikan
Menanggung biaya pemeliharaan barang
Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
(2) Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang/jasa:
Memabayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan barang serta menggunkaannya sesuai akad
(kontrak)
Menaggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan
(tidak materiil).
Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran
dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena
kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

2) Ijarah muntahiyah Bi At-Tamlik


Ijarah muntahiyah bi at-tamlik (IMBT) adalah perpaduan antara kontrak
jual beli dan sewa; atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
barang kepada penyewa.Perbedaan ijarah dan IMBT hanya terletak pada
akhir kepemilikan barang sewaan, bila ijarah barang sewa tetap menjadi
pemilik asli barang tetapi pada IMBT kepemikan barang diakhir mrnjadi
milik penyewa.
Penjelasan mengenai teknis oprasional IMBT oleh BMT:
a) BMT memebrikan fasilitas kepada anggota yang membutuhkan
manfaat atas barang/jasa dengan sistem sewa, dimana penyewa
mempunyai hak terhadap kepemilikan barang yang disewa pada akhir
masa akad.
b) Objek sewa, antara lain meliputi properti, alat transportasi, alat-lat
berat dan multijasa (pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan
kepariwisataan)
c) Memperhatikan spesifikasi objek sewa yang meliputi:
Jumlah, ukuran dan jenis objek sewa harus diketahui jelas serta
tercantum dalam akad.
Objek sewa dapat berupa barang yang telah dimiliki BMT atau
barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain untuk
kepentingan anggota; dan
Objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai, diidentifikasi
serta spesifik dan dinyatakan dengan jelas, termasuk pembayaran
sewa dan jangka waktunya.
d) Pemilik sewa yang dalam hal ini BMT wajib menyediakan barang
sewa, sekaligus menjamin ketentuan kualitas dan kuantitas barang
tersebut serta ketepatan waktu penyediaan sesuai kesepakatan
e) Penyewa yang dalam hal ini anggota, calon anggota, atau masyarakat
dilarang menyewakan kembali barang yang disewa dan wajib menjaga
keutuhannya.
f) Pendapatan sewa
Besarnya sewa harus disepakati pda awal akad dan dinaytakan
dalam bentuk nominal bukan prosentase.
Apabila periode pembayaran sewa kurang dari satu tahun, sewa
diakui sebagai pendapatan BMT pada setiap pembayaran sewa.
Apabila periode pembayaran sewa lebih dari satu tahun, sewa
diakui sebagai pendapatan secara pr prorsional sesuai jangka
waktu.
Apabila objek sewa bukan milik BMT, pendapatan BMT
merupakan selisih antara harga perolehan sewa dan harga sewa
Biaya administrasi, biaya asuransi, biaya notaris, atau biaya lain
yang telah disepakati pada awal akad dapat dibebankan kepada
penyewa.
g) Perpindahan hak kepemilikan objek sewa dilakukan dengan cara:
Hibah yanh diakui sebagai aktiva sebesar nilai wajar dari objek
sewa, dan disisi lain diakui sebagai pendapatan oprasional
lainnya;
Pembelian sebelum berakhirnya jangka waktu dengan harga
sebesar sisa pembayaran sewa yang diakui sebesar kas yang
dibayarkan; dan
Pembelian secara bertahap yang diakui sebesar harga perolehan.
h) Dokumen yang dibutuhakan adalah
Formulir pengajuan pembiayaan,
Kelengkapan dokumen pendukung,
Surat persetuajuan prisip,
Akad IMBT,
Perjanjian pengikatan jaminan,
Surat permohonan realisasi IMBT, dan
Akad pengalihan kepemilikan objek sewa.

3) Wadiah
Wadiah adalah penitipan yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan
menitipkan suatu benda untuk dijaga secara layak dan apabila ada
kerusakan pada benda titipan penerima titipan tidak wajib menggantinya
apabila bukan disebabkan kelalaian penerima titipan. Mengenai landasan
ayat, skema, dan ketentuan lainnya sudah dibahas di penghimpunan dana.
4) Hawalah
Hawalah (anjak piutang) adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Selanjutnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 12/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Hawalah menyatakan sebagai berikut:
Pertama: Ketentuan umum dalam Hawalah:
a) Rukun hawalah adalah muhil, yaitu orang yang berutang dan sekaligus
berpiutang; muhal atau muhtal, yaitu orang yang berpiutang kepada
muhil; muhal alaih, yaitu orang yang berutang kepada muhil dan
wajib membayar hutang kepada muhtal; muhal bih, yaitu utang muhil
kepada muhtal; dan sighah (ijab qabul).
b) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak;
c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui koresporensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi moder
d) Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal
dan muhal alaih
e) Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akadd
secara tega
f) Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat
hanyalah muhtal dan muhal alaih; dan hak penagihan muhal berpindah
kepada muhal alaih.
Kedua:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah. Untuk memudahkan dalam memahami hawalah, berikut
skemanya:
Utang dipindahkan dari muhil kepada muhal alaih sehingga muhal alaih-lah
yang membayar utang kepada muhal, sedangkan muhil lepas dari beban
utang sementara itu, berikut syarat sah hawalah:
a) Muhil
Muhil harus aqil dan baligh. Hawalah anak mumayyiz tidak sah
kecuali atas izin walinya.
Ada kerelaan muhil. Jika muhil dipaksa, hawalah tidak sah.
b) Muhal
Muhal harus akil dan baligh. Hawalah anak mumayyiz tidak sah
kecuali atas izin walinya.
Ada kerelaan muhal. Jika muhal dipaksa, hawalah tidak sah.
c) Muhal alaih
Adanya kesamaan kedua utang; baik jenis, jumlah, maupun jatuh
tempo.
Kepastian kesanggupan muhal alaih. Jika peng-hawalah-an itu
kepada pegawai yang gajinya belum tentu dibayar, hawalah tidak sah
karena sumber pembayarannya belum pasti. Jadi, peng-hawalah-an
itu kepada pegawai yang gajinya tentu dibayar.
Piutang yang dialihkan itu sudah pasti. Jika utang itu dalam bentuk
jual beli yang masih dalam masa khiyar, hawalah tidak sah karena
jual belinya belum pasti.
5) Rahn
Rahn atau gadai ialah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Selanjutnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-
MUI/IV/2002 tentang Rahn menjelaskan sebagaimana berikut:

Pertama: Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Kedua: ketentuan Umum
a) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.
b) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,
marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu
sekedar pengganti biaya perawatan dan pemeliharaan.
c) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga murtahin, sedangkan
biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e) Penjualan marhun
Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk
segera melunasi utangnya.
Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun
dijual paksa/dieksekusi melalui lelang secara syariah
Hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang, biaya
pememliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar, serta biaya
penjualan
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban rahin.

Ketiga: ketentuan penutup

1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dengan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

Sehubungan dengan itu ada hal-hal yang terkait rahn dapat dijelaskan
sebagaimana berikut:

1) Syarat rahin (orang yang berakad rahn) adalah cakap bertindak hukum
(baligh dan berakal).
2) Syarat marhun (barang)
Dapat diperjualbelikan
Jelas
Bermanfaat
Milik rahin
Bisa diserahkan
Tidak bersatu dengan harta lain
Dikuasai oleh rahin, dan
Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.
3) Syarat marhun bih (utang) adalah
Marhun bin adalah berupa utang yang wajib diberikan kepada
orang yang menggadaikan barang, baik berupa uang ataupun
berbentuk benda, dan
Marhun bih dapat dibayarkan (diserahkan) kepada rahin (yang
menggadaikan).
4) Mengenai pemanfaatan barang oleh murtahin, ulama hanafiyah
berpendapat bahwa murtahin tidak berhak memanfaatkannya sebab ia
hanya berhak menguasainya dan tidak boleh memanfaatkannya,
sekalipun diizinkan oleh rahin. Jika diisyaratkan ketika akad untuk
memanfaatkan barang, hukumnya haram sebab termasuk riba. Ulama
safiiyah dan malikiyah membolehkan murtahin memanfaatkan barang
jika diizinkan oleh rahin atau diisyaratkan ketika akad dan barang
tersebut merupakan barang yang dapat diperjualbelikan serta
ditentukan waktunya secara jelas. Adapun murtahin diperbolehkan
memanfaatkan barang sekedarnya (tidak boleh lama), itupun atas
tanggungan rahin.Adapun barang selain hewan tidak boleh
dimanfaatkan kecuali atas izin rahin.
Fungsi penggadaian dalam islam adalah semata-mata untuk
memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dalam
bentuk marhun sebagai jaminan dan bukan untuk kepentingan
komersial dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya
tanpa menghiraukan kemampuan oarang lain.
Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad
adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua belah pihak
atau lebih yang berkeinginan untuk mengikatkan diri dalam
muamalah.
6) Wakalah
Wakalah (perwakilan) ialah penyerahan , pendelegasian, atau pemberian
mandat.Jasa ini timbul dari hasil pengurusan sesuatu yang dibutuhkan
anggota BMT. Dengan kata lain anggota mewakili BMT untuk
menyelesaikan suatu urusan. Misalnya pengurusan SIM bagi anggota
BMT, Anggota tersebut mewakili BMT untuk mengurus SIM.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Wakalah menyatakan sebagai berikut :
Pertama ketentuan tentang Wakalah :
a) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)
b) Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan
secara sepihak.
Kedua, Rukun dan Syarat Wakalah :
a) Syarat syarat muwakkil (yang mewakilkan)
(1) Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang
diwakilkan.
(2) Orang mukallaf dan anak mumayyiz dalam batas batas gtertentu,
yaitu dalam hal hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan
untuk menerima hibah, sedekah dan lainnya.
b) Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
(1) Cakap hokum
(2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
(3) Wakil adalah orang yang diberi amanat
c) Hal-hal yang diwakilkan
(1) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakil
(2) Tidak bertentangan dengan syariah Islam
(3) Dapat diwakilkan menurut Islam
Ketiga
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadiperselisihan diantara para pihak, maka penyelesaikan dilakukan
melalui Badan Abitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
7) Kafalah
Kafalah ialah jaminan yang diberikanoleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 11/DSN-MUI-IV/2000 tentang
kafalah menyatakan sebagai berikut.
Pertama : Ketentuan Umum Kafalah :
a) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak(akad)
b) Dalam akad kafalah,penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang
tidak memberatkan.
c) kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan
secara sepihak.

Kedua :Rukun dan Syarat Kafalah:

a) Pihak penjamin (kafil)


(1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat
(2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan dan urusan hartanya da
rela ( ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut
b) Pihak orang yang berhutang (ashil, maful anhu)
(1) Sanggup menyerahkan tanggung jawab (piutang) kepada penjamin
(2) Dikenal oleh penjamin
c) Pihak orang yang berpiutang
(1) Diketahui identitasnya
(2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa
(3) Berakal sehat
d) Objek Penjamin (Maful bihi)
(1) Merupakan tanggungan pihak atau orang yang berhutang,baik
berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
(2) Bisa dilaksanakan oleh penjamin
(3) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin
hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan
(4) Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya
(5) Tidak bertentangan dengan syariah (diharmkan)
Ketiga :
Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau tidak terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Abitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
8) Produk Kebajikan
a) Qardh
Secara etimologis, qardl atau iqradl ialah pinjaman. Secara
terminologis qardl ialah memberikan harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali. Atau meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.Hukum qardl itu mubah (boleh) yang
didasarkan pada prinsip saling menolong.
Selanjutnya, teknis operasional qardl yang diterapkan BMT dijelaskan
sebagai berikut.
(1) BMT memberikan fasilitas pinjaman darurat (emergency loan)
kepada anggota yang membutuhkan tanpa disertai imbalan, tetapi
anggota wajib mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau
dicicil dalam jangka waktu tertentu. Sumber dana qardl berasal
dari dana modal BMT atau dari laba yang disisihkan.
(2) BMT diperbolehkan membebankan biaya administrasi sehubungan
dengan pemberian qardl. Biaya administrasi ditetapkan dengan
nominal tertentu tanpa terkait dengan jumlah dan jangka waktu
pinjaman.
(3) BMT dapat meminta agunan kepada peminjam jika dipandang
perlu. Selain itu, BMT dapat pual menjatuhkan sanksi berupa
kewajiabn pembayaran atas keterlambatan melunasi pinjaman atau
melelang agunan tersebut untuk menutupi kerugian yang
ditimbulkan
(4) Peminjam (anggota)wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman
qardh pada waktu yang disepakati.Jika peminjam memberikan
tambahan atau sumbangan secara suka rela, dapat diterima sebagai
pendapatan dana sosial (infaq atau sedekah) selagi tidak
dipersyaratkan dalam akad.
(5) Dokumen yang dibutuhkan adalah
Formulir pengajuan qardl
Kelengkapan dokumen pendukung
Surat permohonan realisasi pinjaman qard
Tanda terima dari anggota
Sementara itu, untuk lebih memudahkan dalam memahami qardh, berikut
ini skema yang menjelaskan hal tersebu
b) Al-Qardh Al-Hasan
Pada dasarnya, prinsip Al Qrdh Al hasan (AQH) sama dengan qardh,
yaitu saling menolong. Namun, yang membedakan keduanya adalah
sumber dana. Dalam AQH sumber dana yang dipinjamkan bersumber
dari dana ZIS; Sedangak qardh bersumber dari dana modal BMT atau
laba yang disisihkan.
Selanjutnya , berikut ini penjelasan mengenai teknis operasional AQH
yang diterapkan BMT:
(1) BMT memberikan fasilitas pinjaman usaha mikro atau kebutuhan
lainnya kepada anggota atau masyarakat yang membutuhkan
tanpa disertai imbalan, tetapi mereka wajib mengembalikan
pokok pinjamn secara sekaligus atau dicicil dalam jangka waktu
tertentu. Sumber dana AQH berasal dari dana ZIS
(2) BMT diperbolehkan membebankan biaya administrasi
sehubungan dengan pemberian qardl. Biaya administrasi
ditetapkan dengan nominal tertentu tanpa terkait dengan jumlah
dan jangka waktu pinjaman.
(3) BMT tidak mensyaratkan agunan kepada peminjam. Apabila
anggota berkeberatan dalam pengembalian, ia di beri tangguh
sampai mampu akan tetapi apabial peminjam tidak juga mampu
untuk mengembalikannya, utangnya harus diikhlaskan dianggap
sedekah
(4) Dokumen yang dibutuhkan adalah
Formulir pengajuan qardl
Kelengkapan dokumen pendukung
Surat permohonan realisasi pinjaman qard
Tanda terima dari anggota
9) Penyaluran Pembiayaan
Penyaluran pembiayaan melalui beberapa tahapan, yaitu inisiasi,
dokumen, komite pembiyaan, pencairan, dan kontrol.
Ada baiknya skema diatas dideskripsikan sebagaimana berikut sehingga
lebih jelas.
a) Inisiasi
Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh bagian pembiayaan untuk
memperoleh calon anggota penerima pembiayaan yaitu work in client
dan solitasi. Work in client ialah calon anggota pembiayaan datang ke
kantor BMT untuk mendapatkan pelayanan dan jasa. Biasa calon
anggota yang diperoleh dengan cara tersebut sebagian besar memiliki
resiko yang cukup tinggi. Agar dana pembiayaan BMT aman dan
menguntungkan, sebaiknya petugas pembiayaan mencari calon
anggota pembiayaan yang disebut solitasi. Kata lain dari solitasi adalah
tindakan menjemput bola. Petugas pembiayaan harus proaktif dalam
mencari calon anggota yang sesuai kritera berikut (5c) sehingga layak
untuk dibiayai.
b) Dokumen
Karakteristik jaminan pembiayaan terbagi dua.Berikut ini
penjelasannya.
(1) Jaminan Utama
Jaminan utama berbentuk benda tak bergerak, seperti tanah dan
bagunan.Berdasarakan atas hak kepemilikan atas tanah, dibedakan
lagi menjadi dua yaitu akta jual beli dan hak milik.
(2) Untuk jaminan tanah beserta bangunan tetapi tidak disertai dengan
surat ujin mendirikan bangunan (IMB); yang dinlai oleh petugas
penilai (appraiser) hanya tnahnya.
(3) Benda bergerak, seperti kendaraan mesin,serta tagihan
(4) Kebijakan BMT tentang jaminan berupa kendaraan bermotor
adalah
Usia kendaraan bermotor mksima 5 tahun bagi sepeda
motor dan 10 tahun bagi mobil, terhitung saat calon
anggota pembiyaan mengajukan pembiayaan ke BMT ; dan
Apabila kepemilikan kendaraan motor tersebut berasal dari
pihak lain yang dibeli oleh calon anggota pembiayaan dan
belum di balik nama, calon anggota pembiayaan wajib
mnyertakan bukti transaksi aslinya
(5) Mesein dan tagihan hanya merupakan jaminan tambahan. Calon
anggota tetap wajib mnyerahkan jaminan materi
(6) Benda tak berwujud, seperti tabungan berjangkadan tabungan
wadiah. Jaminan ini dapat diterima apa bila calon anggota adalh
deposan dan/ penabung aktif
c) Jaminan Tambahan
(1) Borgtocht, yaitu jaminan kepercayaan atas pembiyaan yang
diterima oleh calon anggota dari pihak ketiga. Adapun yang
termasuk pihak ketiga adaalah perorangan (garansi pribadi)
perusahaan dan yayasan
(2) Avalist, adalah jaminan yang berupa uang giral seperti cek, giro
dan wesel.
Nilai jaminan materi minimal 125 % dan atau sebanding dengan
nominal pembiayaan yang diajukan oleh calon
anggota.Kepemilikian jaminan materi harus milik keluarga inti.
Adapun keluarga inti adalah suami atau istri, anak, atau orang tua
pemoho pembiyaan
d) Komite Pembiayaan
Komite pemniyaan adalah tim yang terdiri atas orang orang yang
ditunjuk untuk menilai apakah suatu pembiayaan layak atau tidak
untuk direalisasikan
e) Pencairan
Pengambilan keputusan pembiyaan yang dilakukan petugas pembiyaan
pada saat pengajuan harus dilewati 4 langkah.Apabila dari hasil
analisis dikatakan layak, terjadilah pencairan pembiyaan kepada calon
anggota.Berikut ini keempat langkah tersebut.
(1) Identifikasi kebutuhan pembiayaan oleh petugas harus dapat
mengetahui tujuan calon anggota dalam mengajukan permohonan
pembiyaan, apakah untuk modal usaha, investasi, atau multiguna.
(2) Analisis resiko dibdakan menjadi beberapa macam
Analisis keuangan adalah menilai kelayakan usaha dengan dasar
laporan keuangan (neraca dan rugi atau laba)
Analisis manajemen adalah melihat kemampuan manajerial
pengelola terhadap usahanya
Analisis industri adalah membandingkan calon anggota
pembiayaan dengan usaha sejenis yang ada di pasar.
Analissi bisnis adalah mengaitkan kondisi calon usaha anggota
dengan usaha lain yang mempunyai usaha langsun
Analisis resiko makro adalah mengalisis kondisi ekonomi,
sosisal, politik dan budaya
Analisis jamina adalah memastikan apakah jaminan yang
diberikan cukup baik, dalam arti dapat dipasarkan dan dapat
dijual. Tidak semua barang yang dapat dipasarkan dapat dijual
tetapi semua barang yang dijual pasti dapat dipasrkan
Analisis yuridis adalah menilai kelayakan calon anggota
pembiayaan beserta usahanya dari segi hukum.
(3) Strukturisasi pembiyaan terbagi menjadi 3 sebagaimana berikut
Seasonal working capital financing (pembiyaan modal kerja
musiman) yang disebut juga asset coversion lending.
Permanent working capital financing (pembiyaan modal kerja
permanen )atau disebut juga asset protecting lending. BMT
memberikan pembiyaan untuk mengatasi kesenjangan dana
operasional atau modal kerja usaha calon anggota sebagai akibat
dari peningkatan skala usahanya
Cashflow Lending (Pembiayaan arus kas). Pembiayaan ini oleh
calon anggota digunakan untuk investasi sarana atau prasarana
usaha.Sumber pengembalian bersal dari perputaran usahanya
sehingga jangka waktu pelunasan maksimal 3 tahun.
(4) Penetapan harga jual.Penentuan nisbah bagi hasil akan dikenakan
kepada calon anggota pembiayaan. Teknik perhitungan dan cara
penetapan harga jual pembiayaan kepada calon anggota adalah
Ekspektasi biaya dana :a
Biaya operasioanal : b
CPPA :c
Laba yang diharapkan : d
Harga jual (mark up) : a+b+c+d
Ketentuan ini harus ditinjau secara berkala oleh pengelola dan
pengurus BMT.Setelah melakukakn keempat langkah yang
diuraikan diatas, petugas pembiayaan menyusun usulan
pembiayaan. Usulan ini diajukan kepada panitia pembiayaan untuk
dianalisis kelayakannya
f) Kontrol atas Transaksi dan administrasi pembiyaan
Tugas bagian pembiayaan belum selesai setelah pencairan
pembiayaan.Bagian tersebut masih harus bertanggung jawab agar
pembiayaan tersebut lunas pada saatnya.Oleh karena itu, petugas
pembiayaan perlu melakukan kontrol atau pemantauan berkala
keppada anggota yang dibiayai. Langkah langkah yang dapat diambil,
antara lain menelepon sebulan sekali dan berkunjung ke rumah atau
temapat usaha anggota pembiayaan. Secara psikologis, langkah
tersebut akan mendekatkan anggota pembiayaan dengan petugas
pembiayaan.
Berikut alur pembiayaan Qardh al-hasan
(1) Prosedur proses pembiayaan BMT
Aplikasi permohonan pembiayaan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima oleh petugas pembiayaan. Setelah itu,
petugas memeriksa kelengkapan dan kebenaran pengisian aplikasi
serta dokumen (fotokopi asli). Selanjutnya, disampaikan kepada
manajer BMT untuk dilakukan proses pembiayaan
Tahapan berikutnya berupa prosedur dan penilaian pembiayaan
sesuai pedoman dengan merujuk pada kewenangan memutus dan
proses pembiayaan yang berlaku.
(2) Wewenang memutus pembiyaan
Wewenagn untuk memutuskan permohonan pembiayaan berpedoman
pada batas wewenang persetujuan pembiayaan yang berlaku.
(3) Verifikasi dokumen
Verifikasi pembiayaan dilakukan oleh bagian penyaluran dengan
langkah-laangkah berikut:
Komposisi kewajiban lain yang dimiliki calon pembiayaan (apabila
ada) adalah termasuk dalam perhitungan 30% penghasilan.
Penghasilan atas nama calon anggota pembiayaan dengan
melakukan verifikasi melalui rekening tabungan. Setelah itu,
dilakukan analisis mengenai kemampuan bayar calon anggota.
Melakukan kunjungan langsung atau menelpon anggota yang telah
mendapatkan pembiayaan.
(4) Surat pemberitauan persetujuan pembiayaan (sp3) atau perjanjian
pembiayaan (PP) dan persyaratan pembiayaan.
SP3 disampaikan kepada pemohon. Apabila calon anggota
pembiayaan menyetujuinya, SP3 tersebut harus ditandatangani
yang bersangkutan diatas materai dan dikembalikan kepada BMT.
SP3 berlaku maksimum selama 30 hari sejak tanggal diterbitkannya
dan sesudahnya tidak dapat diperpanjang kembali. Apabila masa
berlaku telah lewat dan calon anggota pembiayaan belum
melaksanakan realisasi pembiayaan, BMT berhak menarik
komitmen penyediaan dana kepada calon anggota pembiayaan.
Pencairan pembiayaan baru bisa dilaksanakan setelah calon
anggota terlebih dahulu memenuhi ketentuan dan persyaratan
dalam perjanjian.
Telah dibukakan dua rekening atas anggota pembiayaan, yaitu
rekening pembiayaan dan rekening simpanan anggota.
Pembayaran angsuran pembiayaan oleh anggota dapat dilakukan
dengan cara menyetor secara tunai ke rekening simpanan anggota
dan BMT mendebet rekening tersebut
Anggota pembiayaan harus memastikan bahwa setiap tanggal jatuh
tempo telah tersedia dana yang cukup direkening simpanan anggota
untuk pembayaran angsuran pembiayaan
(5) Pelaporan
Setiap realisasi pencairan pembiayaan wajib dilaporkan dalam
pembiayaan pada setiap bulannya, paling lambat tanggal 14 pada bulan
berikutnya dengan format laporan sebagaimana berikut.

No Nama Jenis Batas Jangk Tangg Tingk


. anggot Pembiaya Pembiaya a al at
a an an Wakt Jatuh Margi
u Tempo n

Apabila dalam satu bulan tidak ada satu realisasi pembiayaan, tidak
perlu melapor
B. SISTEM DISTRIBUSI BAGI HASIL BMT
1 Landasan Syariah Distribusi Bagi Hasil
Qs. Al-maidah (5)wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-
janji
Janji disini adalah janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yang
dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
2 Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Fatwa Dewan Syariah Nasioanal Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang
prinsip distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah secara
menyetakan.
a. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net
revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam
pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabahnya)
b. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing)

Pada bagi hasil dengan prinsip net revenue sharing, yang dibagikan
adalah pendapatan (revenue). Pemilik dana menanggung kerugian jika
usaha dilikuidasi dan jumlah aktiva lebih kecil dari kewajiban.

Sementara itu, bagi hasil dengan prinsip profit sharing, yang dibagikan
adalah keuntungan (profit).Jika kerugian disebabkan bukan kareana
kelalaian pengelola usaha, ditanggung pemilik dan bukan merupakan
bagi rugi (loss sharing), yaitu kerugian dibebankan kepada pengelola
usaha.

Prinsip revenue sharing ini merujuk kepada Imam Asy-syafii yang


mengatakan, mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah
sebagai biaya, baik dalam keadaan menetap maupun bepergian
(diperjalanan). Selain itu, karena mudharib telah mendapatkan bagian
keuntungan, maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari
harta itu sebab sudah mendapatkan bagian yang lebih besar dari shahib
al-mal.

Selanjutnya, mengenai dana (simpanan) wadiah Imam Maliki, Al-Laits,


dan Abu Yusuf sepakat jika mengembalikan dana (simpanan) wadiah,
keuntungan tersebut halal, walaupun dengan cara menggasab
(menggunakan tanpa izin). Sementara itu, Abu Hanifah, Zufar, dan
Muhammad bin Al-hasan berpendapat, mengembalikan pokok harta
(yang dititipkan kepadanya) sementara keuntunagnya disedekahkan. Oleh
karena itu, dalam penerapan prinsip wadiah di BMT, pendapatan atas
pengelolaannya menjadi hak BMT sepenuhnya dan sebagiannya dapat
diberikan kepada penitip (anggota) sebagai bonus.Namun, BMT tidak
boleh menjanjikan bagi hasil ataupun besaran bonus pada awal akad.

3 Mekanisme Distribusi Bagi hasil


Porsi pendapatan pada distribusi bagi hasil dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

N Peghimpu Penyalur Pendapat Pendapat Keterangan


o. nan Dana an Dana an an yang
Penyalur Dibagika
an n
1. 150.000 150.000 325 325 Semua
pendapatan
penyaluran
dibagikan
2. 150.000 175.000 350.000 312 Sebesar porsi
penghimpuna
n dana saja
3. 150.000 125.000 275.000 275.000 Semua
pendap
atan
dibagi
kan
Ada
dana
yang
belum
disalur
kan

Sementara itu, tabel dibawah ini merupakan simulasi pendistribusian bagi


hasil.

Jenis Sald Porsi Porsi Pemilik Porsi


Penghimpun o Pendapatan Dana (shahib pengelola
an Rata Mudharaba Al-mal) (mudharib)
-rata h
Nisba Jumla Nisba Jumla
h h h h
(A) (B) (C) (D) (E) (F)
Simpanan A1 B1 0.00 D1 1.00 F1
Wadiah
Simpanan A2 B2 0.50 D2 0.50 F2
Berjangka
Mudharabah
Investasi Lain A3 B3 0.55 D3 0.45 F3
Total (A) (B) (C) (D) (E) (F)
Agar lebih mudah dalam memahami tabel diatas, berikut ini disertakan
keteratangannya.
a) Rata-rata sebulan saldo harian (kolom A)
(1) Sumbernya dari saldo SSR yang bersangkutan (misalnya saldo
akhir tanggal 1 = A1, tanggal 2 = A2, ... tanggal 31 = A31)
(2) Perhitungannya:

A1+A2+A3+...A31

Jumlah hari dalam bulan yang


bersangkutan
b) Pendapatan (kolom B)
(1) Porsi pendapatan pengelola dana mudharabah yang akan
didistribusikan (sebagai unsur pendapatan pada distribusi bagi
hasil/pendapatan berupa:
Margin, untuk prinsip jual beli mudharabah, ishtisna, dan salam
Pendapatan bagi hasil, untuk prinsip jual beli bagi hasil
mudharabah dan musyarakah.
Pendapatan jasa (fee), ijarah, ijarah multijasa, ijarah muntahiyah
bi at-tamlik, hawalah, dan wakalah.
(2) Perhitungan pendapatan per produk, misalnya simpanan
mudharabah (kolom B), adalah:

Saldo rata-rata simpanan mudharabah (A2) Total Porsi


Pendapatan

Total jumlah penghimpunan dana mudharabah (A2)


(3) Nisbah pemilik dana atau shahib al-mal (kolom C)
Angka pembagian untuk pemilik dana (shahib al-mal) yang telah
disepakati dari awal.
(4) Pendapatan pemilik dana atau shahib al-mal (kolom D)
Porsi pendapatan dalam rupiah (nominal)
Perhitungannya: D2 = B2 x Nisbah untuk pemilik dana
Perhitungan indikasi rata-rata masing-masing produk adalah

Pendapatan penyimpanan dana 365

Rata-rata sebulan sebelum saldo harian Umur bulan yang


Nisbah pengelola usaha atau mudharib (kolom E)
bersangkutan
Angka nisbah untuk pengelola usaha atau mudharib (yang dalam
hal ini BMT).
Pendapatan pengelola usaha atau mudharib (kolom F)
(5) Standar Penggunaan dan Pembagian Sisa Hasil Usaha
Berikut ini standar penggunaan dan pembagian Sisa Hasil usaha
(SHU) yang untung dalam standard operating procedure BMT.
c) Peraturan pembagian SHU
(1) SHU tahun berjalan harus dibagi sesuai dengan ketentuan
AD/ART.
(2) Jika pembagian SHU belum diatur dalam AD/ART, harus
menunggu keputusan rapat anggota.
(3) Pelaksanaan pembagian dan penggunaan SHU sesuai dengan
keputusan rapat anggota dengan memperhatikan ketentuan:
Dibagikan kepada anggota secara adl dan berimbang
berdasarkan jumlah dana yang tertanam sebagai modal BMT
dan nilai partisipasi.
Membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan
keterampilan bagi anggota, pengurus, pengawas, pengelola,
dan karyawan BMT.
Insentif bagi pengelola dan karyawan.
Pembagian dan penggunaan SHU dilakukan dengan
memasukkan komponen kewajiban zakat sebelum dibagikan
kepada anggota yang bersangkutan.
(4) Pelaksanaan ketentuan pengguanaan pendapatan BMT setelah
dikurangi biaya penyelenggaraan unit yang bersangkutan adalah
untuk:
Dibagikan kepada anggota berdasarkan nilai partisipasi.
Pemupukan modal BMT
Membiayai kegiatan lain yang menunjang, seperti bagian
untuk BMT, anggota yang bertransaksi, dan zakat.
(5) Prosedur pembagian SHU
Dengan mengacu pada peraturan pembagian SHU diatas,
prosedur pembagian SHU dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menentukan distribusi penggunaan SHU dan besarnya
presentase masing-masing bagian sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam AD/ART atau menunggu keputusan
dalam rapat anggota tahunan,
Pembagian SHU sesuai dengan pos-pos diatas.
(6) Menetukan besarnya transaksi dan setoran modal masing-masing
anggota.
(7) Menentukan indeks pembagian SHU dengan rumus berikut:
Indeks pembagian SHU atas dasar transaksi:
jjjjjjj
Indeks (%) pembagian SHU = Bagian SHU anggota jasa
transaksi

Indeks pembagian SHU atas dasar setoran modal:


Indeks (%) pembagian SHU = Bagian SHU anggota atas
modal

Total setoran modal anggota


Perhitungan pembagian SHU tetap anggota:
SHU atas transaksi = Indeks x Jumlah transaksi anggota
SHU atas modal = Indeks x Setoran modal anggota
(6) Standar pembubaran BMT
BMT dapat bubar berdasarkan beberapa peristiwa.Berikut ini
standar pembubaran BMT.
d) Pembubaran oleh anggota
(1) BMT dapat dibubarkan berdasarakan keputusan rapat anggota
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992
tentang perkoprasian.
(2) Pembubaran BMT oleh anggota dilaksakan melalui tata cara
sebagai berikut.
BMT menyelenggarakan rapat anggota pembubaran BMT
yang antara lain menetapkan kuasa rapat anggota dan
membentuk tim penyelesaian yang bertanggung jawab
kepada kuasa rapat anggota.
Kuasa rapat anggota memberitahukan keputusan pembubaran
BMT secara tertulis kepada semua kreditur dan instansi yang
membidangi pembinaan BMT.
Kreditur dan pemerintah berhak mengajukan keberatan
terhadap rencana pembubaran BMT dalam jangka waktu 2
bulan sejak tanggal diterimnaya pemberitahuan dari kuasa
rapat anggota. Selama pemberitahuan pembubaran belum
diterima oleh pemerintah dan kreditur, pembubaran BMT
belum berlaku.
Kuasa rapat anggota mengeluarkan keputusan tentang
diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran,
paling lambat satu bulan sejak tanggal diterimanya
pernyataan keberatan dari pemerintah dan/atau kreditur.
Tim penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban
untuk menyelesaikan seluruh penyelesaian serta hal-hal yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban BMT.
Kuasa rapat anggota menyampaikan hasil penyelesaian
pembubaran kepada instansi yang membidangi BMT di
tempat kedudukan BMT yang bersangkutan.
Instansi sebagaimana dimaksud pada huruf menyampaikan
keputusan rapat anggota pembubaran BMT dan laporan
penyelesaian pembubaran BMT didaerahnya kepada Deputi
Bidang Kelembagaan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
dan menengah.
Deputi Bidang kelembagaan Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah mengumumkan pembubaran
BMT yang bersangkutan melalui berita negara.
(3) Apabila dalam proses pembubaran BMT oleh anggota terdapat
perselisihan , penyelesaian dapat diajukan ke Badan Arbitrase
Syariah.
(4) Pembubaran oleh Pemerintah
BMT dapat dibubarkan oleh pemerintah sesuai dengan
peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 1994 tentang
pembubaran koperasi oleh pemerintah dan petunjuk
pelaksanaannya.
Dalam masa penyelesaiannya, pembayaran kewajiban BMT
dilakukan berdasarkan urutan:
(a) Gaji pegawai yang terutang.
(b) Biaya perkata dipengadilan
(c) Biaya lelang
(d) Pajak BMT
(e) Biaya kantor, seperti listrik, telepon, air, serta sewa dan
pemeliharaan gedung.
1) Penyimpanan dana yang pembayarannya dilakukan secara
berimbang, jumlahnya diterapkan oleh tim penyelesai
berdasarkan persetujuan menteri, dan
2) Kreditur lainnya
Segala biaya yang berkaitan dengan
penyelesaiandibebankan kepada harta kekayaan BMT
atau yang bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu
dari dana yang ada atau setiap hasil pencairan harta
tersebut.
Biaya pegawai, kantor, serta pencairan harta kekayaan
selama masa penyelesaian disusun dan diterapkan oleh
pihak yang melakukan pembubaran.
Honor tim penyelesai ditentukan oleh pihak yang
melakukan pembubaran dalam jumlah yang tetap dan
berdasarkan presentase dari setiap hasil pencairan harta
kekayaan.
3) Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya
penyelesaianmasih terdapat sisa harta kekayaan BMT,
dibagikan kepada anggota.
DAFTAR PUSTAKA

Soemitra,Andri. 2015. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta.


Prenadamedia Group
Djazuli, A. 2002.Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat. Jakarta. Pt
RajaGrafindo Persada
Sudarsono,Heri.2003.Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta.Ekonisia.
Huda,Nurul dkk.2016. Baitul Mal wa Tamwil.Jakarta.Amzah

Anda mungkin juga menyukai