Anda di halaman 1dari 11

1

SPLITSING PERKARA PIDANA OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP

TINDAK PIDANA PENCURIAN

(Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Sumber)

A. Latar belakang Masalah


Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan

tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu

merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau

penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan nilai perkataan,

baik secara preventif maupun secara represif.1


Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

menetapkan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.2


Dalam KUHAP pasal 13 ditegaskan bahwa penuntut umum adalah

jaksa. Setelah berlakunya KUHAP, fungsi penuntutan dan penyidikan

diberikan kepada instansi yang berbeda. Untuk penuntutan diserahkan

kepada instansi kejaksaan, sedangkan penyidikan menjadi wewenang

POLRI sebagai penyidik utama. Secara garis besar setelah berlakunya

KUHAP, tugas jaksa adalah : sebagai penuntut, sebagai pelaksana putusan

pengadilan yang telah memmpunyai kekuatan hukum tetap. Pengertian

penuntutan menurut pasal 1 butir 7 KUHAP penuntutan adalah tindakan

1 Abdul hakim G. Nusantara, KUHAP dan PERATURAN-PERATURAN PELAKSANA,


Djambatan, 1992, halaman. 207

2 Ibid.
2

penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri

yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan di putus oleh hakim di

sidang pengadilan.
Dalam proses peradilan dikenal istilah splitsing, dalam hal ini jaksa

sebagai penuntut umum melakukan pemisahan perkara. Proses pemisahan

perkara sangat tergantung pada kondisi kasus tersebut.


Dalam hal ini penulis mengangkat tema yang berkaitan dengan

splitsing terhadap kasus pencurian. Kasus pencurian dewasa ini kian

marak, baik disebabkan faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya

yang mendukung seseorang melakukan perbuatan pencurian. Baik itu

pencurian biasa ataupun pencurian dengan pemberatan. dan KUHP pun

telah mengatur pasal-pasal yang berkaitan dengan pencurian.

Berdasarkan paparan diatas penulis tertarik mengambil suatu judul

dalam pembuatan skripsi ini dengan judul :

SPLITSING PERKARA PIDANA OLEH PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah kriteria pemisahan perkara pidana (splitsing) dapat

dilakukan oleh penuntut umum ?


2. Bagaimanakah implementasi pemisahan perkara (splitsing) dilakukan

oleh penuntut umum dalam praktik ?


C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dalam hal apa suatu kasus perkara pidana dapat

dilakukan pemisahan perkara (splitsing).


3

2. Untuk mengetahui pemisahan perkara (splitsing) dilakukan dalam

realitas praktek.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu hukum,

khususnya Hukum Acara Pidana.


2. Secara praktis, sebagai sumbangan secara ilmiah kepada aparat

penegak hukum khususnya penuntut umum mengenai kasus splitsing.

E. Kerangka Pemikiran
Tujuan dari hukum acara pidana yaitu melindungi hak asasi

seseorang yang telah dinyatakan sebagai tersangka pelaku tindak pidana


4

berdasarkan pembuktian awal maupun tujuan yang lain yaitu dalam rangka

melindungi kepentingan masyarkat secara umum3.


Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah diatas

fungsi masing-masing penegak hukum yang disesuaikan dengan tugas,

wewenang, dan tanggung jawab secara instansional. Konsekuensinya dari

hal tersebut diatas adalah sejak berlakunya KUHAP, jaksa sudah tidak

berwenang lagi melakukan penyidikan, dan penyidikan lanjutan. Namun

demikian berdasarkan pasal 284 ayat 2 KUHAP, jaksa masih berhak

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai

acara pidana khusus.4


Pengertian penuntutan menurut pasal 1 butir 7 KUHAP adalah

sebagai berikut : penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk

melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan

permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Sedangkan menurut wirjono projodikoro (1977:41) menurut seorang

terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seseorang

terdakwa dengan berkas perkara kepada hakim dengan permohonan

supaya hakim memeriksa dan kemudian memutus perkara pidana itu

kepada terdakwa5
3 Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung,
1999 halaman.2

4 Hari Sasangka, Penyidikan, Penahana, Penuntutan, dan Praperadilan Dalam Teori


dan Praktek, Bandung, Mandar Maju, 2007, halaman.152

5 Ibid
5

Dalam hal jaksa malakukan penuntutan yang perkaranya dipisah-pisah

atau pemisahan perkara (splitsing) diatur dalam pasal 142 KUHAP yang

berbunyi : Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang

memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang

tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141 KUHAP, penuntut

umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secarah

terpisah. Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana

para tersangka saling menjadi saksi, sehingga untuk itu perlu dilakukan

pemeriksaan baru, baik terhadap tersangka maupun saksi. Sebenarnya hal ini

kurang tepat kalau disebutkan dilakukan pemeriksaan baru, karena seringkali

suatu berkas hanya perlu digandakan dan sebagaian tersangka dijadikan saksi

terhadap tersangka lainnya. Tersangka tersebut harus diperiksa lagi bukan

sebagai tersangka tetapi sebagai saksi bagi tersangka lainnya. Splitsing

dilakukan sehubungan dengan kurangnya saksi yang menguatkan dakwaan

penuntut umum, sedangkan saksi lain sulit diketemukan sehingga satu-satunya

jalan adalah mengajukan sesame tersangka sebagai saksi terhadap tersangka

lainnya. Untuk itu haruslah diadakan penambahan pemeriksaaan terhadap

tersangka yang dijadikan saksi. 6

Dalam KUHAP sebagaimana yang tercantum pada pasal 141 bahwa

penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu surat

dakwaan. Tapi kemungkinan penggabungan itu dibatasi dengan syarat-syarat

oleh pasal tersebut, syarat-syarat tersebut sebagai berikut :

6 Ibid halaman. 168


6

a. Beberapa perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama

dengan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap

penggabungannya.

b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut dengan yang lain ( dalam

hal ini terdapat lebih dari satu orang pelaku)

c. Beberapa perbuatan pidana meskipun tidak ada sangkut pautnya akan

tetapi satu dengan yang lain ada hubungannya.

Disamping kewenangan untuk menggabungkan perkara penuntut

umum juga punya kewenangan untuk menuntut secara terpisah (splitsing)dari

berkas perkara yang memuat beberapa perbuatan pidana yang dilakukan oleh

beberapa orang tersangka sesuai dengan pasal 142 KUHAP.

Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP dijelaskan bahwa splitsing

biasanya dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para

tersangka saling menjadi saksi, sehingga untuk itu perlu dilakukan

pemeriksaan baru baik terhadap tersangka maupun saksi. Menurut Andi

Hamzah penuntut dalam hal ini dapat langsung memecah berkas tersebut

menjadi beberapa buah. Yang perlu diminta dari penyidik ialah duplikat hasil

pemeriksaan, karena sangat kurang bermanfaat kalau hanya untuk dipecah

menjadi beberapa berkas perkara itu harus bolak-balik dari penuntut umum

kepenyidik, dan tidak sesuai dengan asas peradilan cepat. Jadi berdasarkan

pasal 141 KUHAP penuntut umum dapat menggabungkan perkara yaitu

dimana beberapa tindak pidana yang bersangkut paut dengan yang lain (dalam
7

hal ini terdapat lebih dari satu orang pelaku). Kata bersangkut paut

mempunyai makna yaitu:

1. Oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang

bersamaan;

2. Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat

yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat

yang dibuat oleh mereka sebelumnya;

3. Oleh seorang atau lebih dengan maksud

mendapatkan alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan delik lain

atau menghindarkan diri dari pemidanaan (tidak dijelaskan apa yang

dimaksud pada point tertsebut). Jadi pada perbuatan pidana yang

dilakukan tersebut pelakunya lebih dari satu orang, jadi dimungkinkan

untuk digabungkan apabila para pelaku tersebut terbukti melakukan

perbuatan yang sama. Pada kewenangan penuntut umum untuk melakukan

pemisahan terhadap para pelaku satu dengan yang lain bisa dilakukan

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 142 KUHAP. Tapi dari

penuntut umum tidak dilakukan padahal secara nyata dari rangkaian

perbuatan tersebut dilakukan secara bersama-sama. Hal mana penting

untuk menyebutkan bahwa ada terdakwa lain dalam kasus yang sama yang

hal tersebut penting untuk diketahu oleh umum. Lagi pula hal tersebut

dilakukan untuk menghidari sama-sama menjadi terdakwa pada kasus

yang sama tapi dipersidangan yang berbeda dimana terdakwa bergantian

dijadikan saksi, hal tersebut menurut Mahkamah Agung dalam


8

putusannnya terhadap kasus Marsinah menyatakan bahwa para saksi

adalah para terdakwa bergantian dalam perkara yang sama dengan

dakwaan yang sama yang dipecah-pecah bertentangan dengan hukum

acara pidana yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.7

F. Metode Penelitian
a. Objek Penelitian
Objek Penelitiannya adalah pemecahan perkara (splitsing) terhadap

tindak pidana pencurian


b. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yang

akan menerapkan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku, kedalam keadaan yang terjadi

dalam praktek di lapangan.


c. Jenis dan Sumber data
Jenis dan sumber data yang dipergunakan adalah jenis data

sekunder yang dipeoleh dari bahan kepustakaan.

d. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah Studi kepustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan

dan menganalisis data-data primer dan data sekunder mengenai

objek penelitian.
e. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang dipergunakan adalah yuridis kualitatif,

dimana data-data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif

dari sudut pandang ilmu hukum.

7 zanikhan.multiply.com/.../HUKUM_ACARA_PIDANA
9

Sistematika Penulisan
Latarbelakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian,

Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian,

Sistematika Penulisan dan Daftar Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU
Abdul Hakim G Nusantara, KUHAP dan Peraturan-Peraturan Pelaksana,

Djambatan,1992.
Darwan Prinst, Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta, 1998.
Andi Hamza, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Djoko Prakoso, Penyidik, Penuntut umum, Hakim, Dalam Proses Hukum

Acara Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987.


Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan, dan praperadilan

Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju. Bandung, 2003.

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana : Teori,

Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2007


10

Martiman Prodjohamidjojo, Komentar Atas KUHAP : Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta,

1990.

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP :

Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.

S. Tanusubroto, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Armico Bandung,

Bandung, 1983.

Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana (sebuah catatan

khusus), Mandar Maju, Bandung, 1999

PERUNDANG-UNDANGAN
R. Sugandi., KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1980.
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA.

SUMBER-SUMBER LAIN
www.google.com/ MODUS ACEH MINGGU V, DESEMBER 2007

zanikhan.multiply.com/.../HUKUM_ACARA_PIDANA

pakarhukum.site90.net/pencurian.php

zrandpartner.blogspot.com/.../pengertian-pencurian-menurut-pasal-

362.html
11

Anda mungkin juga menyukai