Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
mengancam nyawa ibu, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu,
khususnya pada trimester pertama sehingga pengenalan tanda dan gejala serta diagnosis KET
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan
ektopik berada tuba fallopi. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,
kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis
dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik
yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian,
kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri.
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu
kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga
rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya
buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.4,5
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran
hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu
adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia
ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari
kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. 1,2
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 33 tahun dengan diagnosa kehamilan
akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan
literatur.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Berdasarkan lokasi
1. Kehamilan tuba, meliputi >95 yang terdiri atas: pars ampularis (70%), pars ismika
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uteri, ovarium, atau
abdominal
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di cavum
uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadiannya sekitar 1:15.000-
40.000 kehamilan.
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET
cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat diagnostik, semakin
banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan
uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan
kejadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti
fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. 4,5,6
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini
bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadiannya sekitar 5-6 per
seribu kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90%
kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida. Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. 4,5
II.3. Etiologi
Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang menghambat
perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor tersebut antara lain 1,2
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba dapat menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba
yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi
presdiposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba lainnya yaitu adalah kelainan
endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya
tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang
menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi
kehamilan ektopik.
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tub, kemudian terhenti dan tumbuh
disaluran tuba.
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang, sehingga kemungkinan
Faktor hormonal
kehamilan ektopik.
Faktor lain
Termasuk disini adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul
ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering
Mukosa pada tuba bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan blastokista
yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan
Dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan
dari uterus yang timbul setelah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang
datangnya terlambat1,2
ini terkenal dengan nama abortus tuba,ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut
memasuki lumen tuba dan keluar dari ostrium tuba abdominalis. Abortus tuba
biasanya terjadi pada kehamilan ampulla. Darah yang keluar kemudian masuk ke
rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba1,2
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan ke dalam rongga perut,
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui osteum tuba
abdominale.1,2
uterus di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini sebagian besar terdiri atas
miometrium tidak lekas ditembus oleh villus khorialis, sehingga kehamilan bisa
berlangsung terus sampai 16 20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat dari
rupture tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan segera untuk
ektopik juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormone dan terjadi
Miometrium dan endometrium sama-sama dipengaruhi oleh hormon kehamilan, dan hormon
yang dihasilkan oleh kehamilan ektopik serupa seperti yang dihasilkan oleh kehamilan biasa.
Pada mulanya rahim melembut kemudan membesar karena hipertrofi dan hiperplasi dari sel-
sel otot polosnya. Pembesaran rahim baru nyata dapat diperiksa apabila kehamilan ektopik
telah berusia lebih dari 6 minggu seperti halnya dengan kehamilan yang normal. Pada usia
kehamilan di atas 6 minggu rahim sedikit lebih besar dari pada biasa. Jika implantasi terjadi
di bagian interstisial bagian ini akan membesar sehingga teraba sebuah benjolan di samping
fundus. Benjolan ini perlahan-lahan membesar dan menimbulkan nyeri. Keadaan begini sulit
dibedakan dengan proses degenerasi merah yang dialami mioma jika terjadi kehamilan pada
yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas
sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
1. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada rupture tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya
pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-
mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa
nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut
dapat merangsang diagfrahma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membenuk
kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya
3. Amenorea, juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun
penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea karena gejala dan tanda
kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya
nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan rupture tuba karena tidak bisa
kehidupan janin.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan vaginal, didapatkan adanya nyeri goyang portio. Demikian pula
dengan kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada
abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dengan berbagai
ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat dirasa sebagai tumor
dicavum douglas. Pada rupture tuba dengan pardarahan yang banyak, tekanan darah dapat
menurun dan nadi dapat meningkat, perdarahan lebih banyak lagi dapat menimbulkan
syok.1,2,8
Pemeriksaan penunjang 1,2,5,6
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
dalam rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan
oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan
waktu 1-2 hari. Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum
pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai
30.000/l.
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas
untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan
bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan
tes jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan
tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA
3. -hCG serum
serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar -hCG serum
kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan
membedakan suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan
4. Kuldosentesis
kedepan kearah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan
melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang dikeluarkan merupakan:
a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna merah
tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan
5. Ultrasonografi
pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya terdapat
denyut jantung janin. Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan
spesifitas 96%. Kriterianya antara lain adalah identifikasi kantong gestasi berukuran
1-3 mm atau lebih besar, terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi
desidua-korion.
6. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui
dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum latum.
Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan.
II.6. Penatalaksanaan
A. Pembedahan
pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal.2,3,4
1. Salpingektomi
dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang
dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih
parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada
antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya
mesosalping.2
2. Salpingostomi
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum
terganggu.2
3. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
B. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan
dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan
ampularis tuba belum pecah; (2) diameter kantong gestasi 4 cm; perdarahan dalam rongga
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik (iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan
USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis
yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya
disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang
mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian
folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut.2,3
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m 2
luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG
diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada
hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua.
dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba,
adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri
1) Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan axilla melebihi 0,5C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik
dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut sebelumnya.
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang berlokasi di
sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus imminens atau
permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus,
umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan portio serta uterus
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam tidak
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak
ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik.
5) Appendisitis
Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata seperti
pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada appendisitis terletak pada titik
McBurney.
II.8. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826
kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka
kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari
120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.1,2,3
BAB III
I. IDENTITAS
Nama : Nyonya EJ
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku/Bangsa : Sasak
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Status : Suami
MR : 057370
II. ANAMNESIS :
Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan nyeri perut yang sangat sejak 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri muncul secara mendadak, beberapa saat setelah keluarnya darah
dari jalan lahirnya, dimulai dari perut bagian kanan bawah kemudian menyebar keseluruh
bagian bawah perut. Darah keluar dari jalan lahirnya sekitar pukul 22.00 (05/07/15) yang
jumlahnya tidak terlalu banyak, sekitar seperempat gelas dan berwarna kecoklatan. Pasien
mengaku telat haid sudah 3 bulan dan sudah melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif.
- lamanya : 7 hari
- HPHT : 10/04/2015
Riwayat Kehamilan :
usia 7 tahun
3. Ini
RPD: Gastritis (-), riwayat DM (-), asma (-), hipertensi (-), kelainan jantung (-), penyakit
RPK: tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan yang sama.
Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.
Status Generalis
Kesadaran : E4V5M6
TD : 80/palpasi mmHg
T : 36,7 0C
Status Ginekologis
Abdomen :
operasi (-).
o Auskultasi: BU + menurun
o Palpasi : defense muscular (+), nyeri tekan (+) pada perut bagian bawah, TFU
tidak teraba.
VT : Dinding vagina normal, massa (-), Porsio licin, (-), nyeri goyang porsio (+),
Hasil lab:
HB : 7,0 g/dl
HCT : 23,3 %
HbSAg: (-)
VI. PENATALAKSANAAN :
06/07/2015 Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas GC : baik 1 hari post - Observasi tanda vital dan
Hasil lab
Hb: 9,78 g/dL
HCT: 19,8 %
WBC: 7,96 K/L
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 33 tahun
dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu dan syok hipovolemik. Diagnosa ditegakkan
Dari anamnesis didapatkan hasil yang mengarahkan diagnosis KET yaitu adanya
keluhan nyeri perut yang munculnya mendadak 1 jam SMRS, keluarnya darah dari jalan
lahir dan pasien mengaku sedang hamil tiga bulan. Ketiga gejala diatas merupakan trias dari
KET. Keluhan nyeri mendadak yang dialami pasien disebabkan oleh terjadinya rupture pada
kehamilan ektopik, darah yang keluar kemuadian menyebabkan iritasi pada peritoneum
sehingga nyeri awalnya dirasakan pada satu sisi abdomen bagian bawah yang kemudian
meluas ke seluruh bagian abdomen. Terjadinya perdarahan pervaginam disebabkan oleh luruh
nya desidua endometrium akibat matinya hasil konsepsi karena rupture tuba. Sedangkan
amenorea marupakan salah satu tanda tidak pasti bahwa pasien sebelumnya hamil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik vital sign pasien menunjukan hasil yang tidak
normal yaitu didapatkan adanya tanda-tanda gangguan status hemodinamik seperti tekanan
darah pasien yang menurun, nadi pasien yang meningkat frekuensinya, disertai akral yang
teraba dingin, berdasarkan hasil tersebut pasien kemudian didiagnosis dengan syok.
KET pada pasien yaitu adanya nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum douglas pada
pemeriksaan vaginal. Kedua tanda tersebut khas untuk KET dimana penonjolan cavum
douglas disebabkan terisinya kavum douglas oleh darah akibat rupture dari tuba dan
sebelumnya pasien hamil dan hasil ini semakin memperkuat diagnosis KET. Diagnosis KET
semakin jelas dengan adanya temuan intraoperatif berupa ruptur tuba pars ampularis dekstra,
yang berada didalam cavum abdomen. Selain itu dilakukan tindakan salpingektomi tuba
dextra. Tindakan salpingektomi dilakukan pada pasien karena telah terjadi rupture pada tuba.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.
2. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM. 2008. Ectopic Pregnancy. In:
4. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta:
7. Gibbs RS, Karlan BY, 2008. Ectopic Pregnancy. In: Danforths obstetrics and
Prawiroharjo
10. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan