Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang

mengancam nyawa ibu, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu,

khususnya pada trimester pertama sehingga pengenalan tanda dan gejala serta diagnosis KET

yang segera menjadi hal yang sangat menentukan prognosis.1,2

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan

ektopik berada tuba fallopi. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,

kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis

dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis

jarang ditemukan. 1,2,3

Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik

yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian,

kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri.

Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini

bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu

kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel embrio sudah

berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga

rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya

buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.4,5

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran

hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 1


kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat

adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia

ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi

superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari

kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. 1,2

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 33 tahun dengan diagnosa kehamilan

ektopik terganggu yang selanjutnya ditatalaksana dengan laparotomi eksplorasi. Selanjutnya

akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai dengan

literatur.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Berdasarkan lokasi

terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi lima, sebagai berikut:1,2

1. Kehamilan tuba, meliputi >95 yang terdiri atas: pars ampularis (70%), pars ismika

(12%), pars fimbrie (11%), dan pars interstisialis (2,4%)

2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uteri, ovarium, atau

abdominal

3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit

4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di cavum

uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadiannya sekitar 1:15.000-

40.000 kehamilan.

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik2

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 3


II.2. Epidemiologi

Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara

kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET

cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat diagnostik, semakin

banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan

prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi seperti AKDR meningkatkan persentase kehamilan

ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan

uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan

kejadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti

fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. 4,5,6

Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini

bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadiannya sekitar 5-6 per

seribu kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153

kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika

Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90%

kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida. Sebagian besar wanita yang

mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.

Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. 4,5

II.3. Etiologi

Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang menghambat

perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor tersebut antara lain 1,2

Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba dapat menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba

yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 4


dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan

presdiposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba lainnya yaitu adalah kelainan

endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya

tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang

menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi

kehamilan ektopik.

Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan

tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tub, kemudian terhenti dan tumbuh

disaluran tuba.

Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat

membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang, sehingga kemungkinan

terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan

gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya

kehamilan ektopik.

Faktor lain

Termasuk disini adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul

pada emdometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan

ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering

dihubungakan dengan terjadinya kehamilan ektopik.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 5


II.4. Patofisiologi

Mukosa pada tuba bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan blastokista

yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan

sempurna. Ada 3 kemungkinan:1,2

1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi

Dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan

dari uterus yang timbul setelah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang

datangnya terlambat1,2

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis dan

menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan

perdarahan tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke peritoneum,

berkumpul di kavum douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina. Peristiwa

ini terkenal dengan nama abortus tuba,ovum untuk sebagian atau seluruhnya ikut

memasuki lumen tuba dan keluar dari ostrium tuba abdominalis. Abortus tuba

biasanya terjadi pada kehamilan ampulla. Darah yang keluar kemudian masuk ke

rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari

dinding tuba1,2

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya

pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pada pars interstitialis terjadi pada

kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah

penembusan villi koreales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan ke dalam rongga perut,

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 6


kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan

kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam

lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui osteum tuba

abdominale.1,2

Pada kehamilan di pars interstisialis tuba, pembesaran terjadi pada jaringan

uterus di sekeliling pars interstisialis. Jaringan ini sebagian besar terdiri atas

miometrium tidak lekas ditembus oleh villus khorialis, sehingga kehamilan bisa

berlangsung terus sampai 16 20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat dari

rupture tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan segera untuk

mengatasinya. Uterus walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya pada kehamilan

ektopik juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormone dan terjadi

pembentukan desidua di dalam uterus.1,2

Gambar 2. Kehamilan Ektopik Dengan Ruptur Tuba Fallopi7

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 7


Perubahan pada rahim
Perubahan yang terjadi pada rahim sama dengan yang terjadi pada kehamilan biasa.

Miometrium dan endometrium sama-sama dipengaruhi oleh hormon kehamilan, dan hormon

yang dihasilkan oleh kehamilan ektopik serupa seperti yang dihasilkan oleh kehamilan biasa.

Pada mulanya rahim melembut kemudan membesar karena hipertrofi dan hiperplasi dari sel-

sel otot polosnya. Pembesaran rahim baru nyata dapat diperiksa apabila kehamilan ektopik

telah berusia lebih dari 6 minggu seperti halnya dengan kehamilan yang normal. Pada usia

kehamilan di atas 6 minggu rahim sedikit lebih besar dari pada biasa. Jika implantasi terjadi

di bagian interstisial bagian ini akan membesar sehingga teraba sebuah benjolan di samping

fundus. Benjolan ini perlahan-lahan membesar dan menimbulkan nyeri. Keadaan begini sulit

dibedakan dengan proses degenerasi merah yang dialami mioma jika terjadi kehamilan pada

rahim yang mengandung mioma.


II.5. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari perdarahan

yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas

sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan

ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang

terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.1,6,7


Anamnesis

1. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada rupture tuba

nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan

perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya

pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-

mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa

nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut

dapat merangsang diagfrahma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membenuk

hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 8


2. Perdarahan pervaginam, menunjukkan adanya kematian janin. Darah berasal dari

kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya

tidak banyak dan berwarna coklat tua.

3. Amenorea, juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun

penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea karena gejala dan tanda

kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya

nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan rupture tuba karena tidak bisa

menampung pertumbuhan mudgah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung pada

kehidupan janin.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan vaginal, didapatkan adanya nyeri goyang portio. Demikian pula

dengan kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada

abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dengan berbagai

ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat dirasa sebagai tumor

dicavum douglas. Pada rupture tuba dengan pardarahan yang banyak, tekanan darah dapat

menurun dan nadi dapat meningkat, perdarahan lebih banyak lagi dapat menimbulkan

syok.1,2,8
Pemeriksaan penunjang 1,2,5,6

1. Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit

Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan

diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan

dalam rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan

oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan

waktu 1-2 hari. Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 9


seberapa turunnya maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan

kadar Hb pada pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat leukositosis sangat bervariasi

pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai

30.000/l.

2. Gonadotropin korionik (hCG Urin)

Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas

untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan

bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan

tes jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan

tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA

(Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan

positif pada 95% kehamilan ektopik.

3. -hCG serum

Pengukuran kadar -hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk

mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar -hCG

serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar -hCG serum

kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan

ektopik. Pemeriksaan -hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk

membedakan suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan

ektopik setelah terapi.

4. Kuldosentesis

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 10


Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya darah

dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi hematoperitoneum. Serviks ditarik

kedepan kearah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan

melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya

disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang dikeluarkan merupakan:
a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah

ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.


b. Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa

bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.


Untuk mengatakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya

perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna merah

tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan

darah yang kecil.

5. Ultrasonografi

Ultrasonografi abdomen berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis

pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya terdapat

denyut jantung janin. Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan

bebas dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi. Ultrasonografi

vagina dapat menghasilkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas dan

spesifitas 96%. Kriterianya antara lain adalah identifikasi kantong gestasi berukuran

1-3 mm atau lebih besar, terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi

desidua-korion.

6. Laparoskopi

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan

ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 11


prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis

dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum latum.

Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan.

Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.

II.6. Penatalaksanaan

A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama

pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan

pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan

radikal.2,3,4

1. Salpingektomi

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan

ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas

pascaoperatif, 3) kondisi penderita buruk misalnya dalam keadaan syok, 4) telah

dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta

dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan

tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih

dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang

dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih

dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan

parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada

kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk

menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba

antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya

(stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 12


arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari

mesosalping.2

2. Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada

prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil

konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera

terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi

umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian

dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur

ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per

laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum

terganggu.2

3. Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada

salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak

ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba

pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.2

B. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,

memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan

dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan

secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu

kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi

fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.3,4

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 13


Kriteria kasus yang dapat ditangani dengan cara ini yaitu: (1) kehamilan di pars

ampularis tuba belum pecah; (2) diameter kantong gestasi 4 cm; perdarahan dalam rongga

perut 100 ml; tanda vital baik dan stabil.1,2

Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).

Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan

multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini

akan menghentikan proliferasi trofoblas.1,2

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik (iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan

USG atau laparoskopi. Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis

yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum

tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan

hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,

disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya

disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang

mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian

folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel

tersebut.2,3

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m 2

luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar,

kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG

diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada

hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai

hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap

minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari

ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 14


Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain

dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi

dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba,

adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri

abdomen, FHB (+). 2,3,4

II.7. Diagnosis Banding


Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi

perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-keadaan

patologik tersebut antara lain 1,2,3 :

1) Infeksi Pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah

mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada

pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal

dan axilla melebihi 0,5C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik

dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut sebelumnya.

2) Abortus imminens atau insipiens

Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang berlokasi di

sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus imminens atau

permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di

belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus,

umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan portio serta uterus

biasanya besar dan lunak.

3) Ruptur korpus luteum

Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam tidak

ada dan tes kehamilan negatif.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 15


4) Torsi kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak

ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik.

5) Appendisitis

Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata seperti

pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada appendisitis terletak pada titik

McBurney.

II.8. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini

dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826

kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka

kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari

120 kasus. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan

ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita

yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka

kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan

berkisar antara 0 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.1,2,3

BAB III

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 16


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Nyonya EJ

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Gonturan Timur, Lombok Barat

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Nama Suami : Tn.M

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : PNS

Status : Suami

Alamat : Gonturan Timur, Lombok Barat

MRS : 05 Juli 2015 pukul 22.30 WITA

MR : 057370

II. ANAMNESIS :

Keluhan Utama: Nyeri pada perut bagian bawah

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang diantar keluarga dengan keluhan nyeri perut yang sangat sejak 1 jam sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri muncul secara mendadak, beberapa saat setelah keluarnya darah

dari jalan lahirnya, dimulai dari perut bagian kanan bawah kemudian menyebar keseluruh

bagian bawah perut. Darah keluar dari jalan lahirnya sekitar pukul 22.00 (05/07/15) yang

jumlahnya tidak terlalu banyak, sekitar seperempat gelas dan berwarna kecoklatan. Pasien

mengaku telat haid sudah 3 bulan dan sudah melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 17


Riwayat menstruasi :

- menarche : umur 13 tahun.

- siklus : teratur 28 hari sekali.

- banyaknya : 3-4 pembalut/ hari)

- lamanya : 7 hari

- HPHT : 10/04/2015

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama tahun

Riwayat Kehamilan :

1. Perempuan, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3000 gram,

hidup, usia 9 tahun

2. Laki-laki, lahir cukup bulan di bidan, BL: 3200 gram, hidup

usia 7 tahun

3. Ini

Riwayat Kontrasepsi : KB suntik 3 bulan

RPD: Gastritis (-), riwayat DM (-), asma (-), hipertensi (-), kelainan jantung (-), penyakit

paru (-), hepatitis (-).

RPK: tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan yang sama.

Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : E4V5M6

TD : 80/palpasi mmHg

Nadi : 120 x/menit, lemah

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 18


Respirasi : 32 x/menit

T : 36,7 0C

Mata : anemis +/+, ikterus -/-


Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Ekstremitas : edema - - akral teraba dingin + +
+ +
- -

Status Ginekologis

Abdomen :

o Inspeksi : abdomen tampak tegang, , tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas

operasi (-).

o Auskultasi: BU + menurun

o Palpasi : defense muscular (+), nyeri tekan (+) pada perut bagian bawah, TFU

tidak teraba.

Inspekulo : tidak dilakukan

VT : Dinding vagina normal, massa (-), Porsio licin, (-), nyeri goyang porsio (+),

cavum douglas menonjol, korpus uteri antefleksi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Test kehamilan : (+)

Hasil lab:

HB : 7,0 g/dl

RBC : 2,59 M/L

WBC : 10,5 K/L

PLT : 175 K/L

HCT : 23,3 %

HbSAg: (-)

USG: tidak dilakukan


Kehamilan Ektopik Terganggu Page 19
V. DIAGNOSIS PRE OP: Suspek Kehamilan Ektopik Terganggu dengan syok hipovolemik

VI. PENATALAKSANAAN :

Observasi keadaan umum pasien dan vital sign

Pasang Infus RL 500 cc double line tetesan cepat


Pasang oksigen 4 lpm
Konsultasi ke SPV, advice : persiapkan laparatomi
o Resusitasi cairan dengan RL sampai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg
o Antibiotika : skin test Ceftriaxon (+), injeksi Ceftriaxon 2 gr IV
o Siapkan PRC 3 kolf
o KIE pasien dan keluarganya

VII. POST OPERASI

Tindakan Operasi : Salpingektomi dextra

Penemuan Intra Operasi :

Ruptur Tuba Pars Ampularis Dekstra dan terdapat perdarahan aktif


Perdarahan Intra-Abdominal, 1000 cc

Instruksi Post Operasi :

Transfusi PRC 3 kolf


Injeksi Ceftriaxon 1 gram per 12 jam
Observasi tanda vital, perdarahan, dan keluhan pasien.

Kehamilan Ektopik Terganggu Page 20


VII. Follow Up

TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING


06/07/2015 Pasien mengeluh pusing dan nyeri pada GC : baik 2 jam post - Observasi tanda vital dan

luka bekas operasi. TD : 110/70 mmHg Laparatomi dan keluhan pasien.


01.00
Nadi : 96 x/menit - KIE pasien untuk istirahat
RR : 24 x/menit anemia berat

06/07/2015 Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas GC : baik 1 hari post - Observasi tanda vital dan

operasi. TD : 110/80 mmHg Laparatomi keluhan pasien.


08.00
Nadi : 72 x/menit - KIE pasien untuk istirahat
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,1oC
07/07/2015 - GC : baik 2 hari post - Observasi tanda vital dan

TD : 110/70 mmHg Laparatomi keluhan pasien.


07.00
Nadi : 72 x/menit - KIE pasien untuk istirahat
RR : 20 x/menit Suhu : 36,1oC - Pasien BPL

Hasil lab
Hb: 9,78 g/dL
HCT: 19,8 %
WBC: 7,96 K/L

PLT: 147 K/L


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 33 tahun

dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu dan syok hipovolemik. Diagnosa ditegakkan

berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan laboratorium.

Dari anamnesis didapatkan hasil yang mengarahkan diagnosis KET yaitu adanya

keluhan nyeri perut yang munculnya mendadak 1 jam SMRS, keluarnya darah dari jalan

lahir dan pasien mengaku sedang hamil tiga bulan. Ketiga gejala diatas merupakan trias dari

KET. Keluhan nyeri mendadak yang dialami pasien disebabkan oleh terjadinya rupture pada

kehamilan ektopik, darah yang keluar kemuadian menyebabkan iritasi pada peritoneum

sehingga nyeri awalnya dirasakan pada satu sisi abdomen bagian bawah yang kemudian

meluas ke seluruh bagian abdomen. Terjadinya perdarahan pervaginam disebabkan oleh luruh

nya desidua endometrium akibat matinya hasil konsepsi karena rupture tuba. Sedangkan

amenorea marupakan salah satu tanda tidak pasti bahwa pasien sebelumnya hamil.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik vital sign pasien menunjukan hasil yang tidak

normal yaitu didapatkan adanya tanda-tanda gangguan status hemodinamik seperti tekanan

darah pasien yang menurun, nadi pasien yang meningkat frekuensinya, disertai akral yang

teraba dingin, berdasarkan hasil tersebut pasien kemudian didiagnosis dengan syok.

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ginekologi semakin memperkuat diagnosis

KET pada pasien yaitu adanya nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum douglas pada

pemeriksaan vaginal. Kedua tanda tersebut khas untuk KET dimana penonjolan cavum

douglas disebabkan terisinya kavum douglas oleh darah akibat rupture dari tuba dan

menimbulkan rasa nyeri pada perabaan.


Pemeriksaan penunjang yaitu PP test yang hasilnya (+) juga menunjukkan bahwa

sebelumnya pasien hamil dan hasil ini semakin memperkuat diagnosis KET. Diagnosis KET

semakin jelas dengan adanya temuan intraoperatif berupa ruptur tuba pars ampularis dekstra,

dan perdarahan intraabdominal 1000 cc.


Pada pasien dilakukan tindakan laparatomi eksplorasi untuk membersihkan darah

yang berada didalam cavum abdomen. Selain itu dilakukan tindakan salpingektomi tuba

dextra. Tindakan salpingektomi dilakukan pada pasien karena telah terjadi rupture pada tuba.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

2. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM. 2008. Ectopic Pregnancy. In:

Williams gynecology. New York: McGraw-Hill

3. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran

Fetomaternal. Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

4. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam:

Obstetri William. Edisi XVIII. Jakarta: EGC.

5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2001. Kehamilan Ektopik. Dalam: Kapita

Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.

6. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam:

Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta:

Penerbit Buku kedokteran EGC.

7. Gibbs RS, Karlan BY, 2008. Ectopic Pregnancy. In: Danforths obstetrics and

gynecology, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

8. Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:

Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo

9. Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan.

Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

10. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi

B, Waspodo B. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai