Anda di halaman 1dari 12

RANCANG BANGUN ALAT PEREDUKSI

EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL


DENGAN PADUAN DPF (DIESEL
(DIESEL PARTICULATE
FILTER)) DAN DOC (DIESEL
DIESEL OXIDATION CATALYST
CATALYST)
PADA KENDARAAN

Peneliti:
Willy Wijaya 5202414002
Yusuf Firmansyah 5202414015
Mahfud Fauzi 5202414026
Wisnu Adi Winoto 5202414038
Trimo 5202414068

PRODI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

i
1

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Mesin diesel merupakan sistem pengerak utama yang banyak digunakan di
Indonesia. Dikenal secara luas sebagai jenis motor bakar yang efisien,
perkembangan mesin diesel cukup pesat terutama dalam bidang otomotif,
seperti kendaraan niaga, alat berat, pembangkit listrik, generator, dll. Namun
disamping keunggulan tersebut, terdapat problem khusus yang dimiliki mesin
diesel seperti pencemaran lingkungan. Mesin diesel meninggalkan asap
(jelaga) serta gas buang yang berbahaya khususnya nitrogen oksida (NOx).
Asap dapat terbentuk saat bahan bakar tidak dapat tercampur oksigen dengan
baik sehingga reaksis pembakaran yang terjadi tidak sempurna. Dalam kondisi
seperti ini, suhu pembakaran yang terjadi tidak terlalu tinggi, sehingga
nitrogen oksida yang terbentuk tidak terlalu banyak. Selain dua masalah
tersebut, terdapat gas-gas beracun lain dari hasil pembakaran bahan bakar
yang biasanya berupa oksida-oksida karbon seperti karbon dioksida (CO2),
karbon monoksida (CO), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2),
dinitrogen oksida (N2O), dan senyawa-senyawa hidrokarbon (HC). Gas-gas
buangan tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, bahkan pada
konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan kematian (Basuki, 2007).
Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah yang serius dan
perlu mendapat perhatian dari banyak pihak. Pencemaran lingkungan terutama
udara sedapat mungkin dihindari atau diminimalkan dampaknya. Pada mesin
diesel ada beberapa cara yang efektif untuk mengurangi emisi gas buang,
seperti penambahan turbo, intercooler, oxydation catalyst, SCR (Selective
Catalytic Reduction), DPF (Diesel Perticulate Filter), dan EGR (Exhaust Gas
Recirculation).
Pada penelitian ini menggunakan kombinasi DPF (Diesel Perticulate
Filter) dan DOC (Diesel Oxidation Catalyst) guna mengurangi emisi oksida-
oksida karbon, nitrogen, particulat, sulfur, dan hidrokarbon.

b. Identifikasi Masalah
2

Permasalahan lingkungan yang sering disebabkan oleh emisi mesin diesel


merupakan masalah yang serius. Emisi ini harus direduksi dahulu bahkan
dihilangkan sebelum menyebar ke atmosfer. Oleh karena itu, diperlukan suatu
alat yang dapat mereduksi emisi gas buang mesin diesel.

c. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan merancang, membuat, dan menganalisis tingkat efektivitas
alat pereduksi emisi yang merupakan paduan dari DPF (Diesel Particulate
Filter) dan DOC (Diesel Oxidation Catalyst). Emisi yang akan direduksi yaitu
particulat, hidrokarbon, karbon monoksida, dan nitrogen oksida.

d. Rumusah Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana rancang bangun alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
2. Bagaimana cara membuat alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
3. Bagaimana tingkat efektivitas alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.

e. Tujuan
Berdasaran rumusan masalah tersebut maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Merancang alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
2. Membuat alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
3. Mengetahui efektivitas alat pereduksi emisi gas buang mesin diesel.

f. Manfaat
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka manfaat yang dapat diperoleh
dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan kepada pembaca mengenai cara membuat alat
pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
2. Menambah wawasan kepada pembaca mengenai tingkat efektivitas alat
pereduksi emisi gas buang mesin diesel.
3

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

a. Kajian Pustaka
1. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran emisi gas buang disebabkan oleh hasil pembakaran
yang tidak sempurna. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor
bakar dimana gas pembakaran berfungsi sebagai fluida kerja.
Menurut Hardjosumantri K (1984) kondisi lingkungan udara
(ambien) khususnya di kota- kota besar sudah mulai menunjukan
gejala terjadinya penurunan kualitas. Pencemaran udara yang
terjadi terutama disebabkan oleh emisi gas buang yang dihasilkan oleh
kendaraan bermotor. Bentuk emisi gas buang yang berasal dari
kendaraan bermotor berbahan bakar bensin antara lain berupa
karbonmonoksida (CO) dan hodro karbon (HC), sedangkan emisi gas
buang yang berasal dari kendaraan bermotor berbahan bakar solar
selain CO dan HC juga mengandung asap.
Menurut Tugaswati, T (1991) beberapa penyakit dapat disebabkan
oleh pencemaran udara antara lain seperti penyakit pada saluran
pernapasan, penyakit kulit dan iritasi pada mata. Pencemaran udara
yang disebabkan emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan
bermotor mempunyai kontribusi cukup besar terhadap pencemaran
udara mengingat pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun khususnya di kota-kota besar.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya
penanggulangan/ pengendalian terhadap dampak yang ditimbulkan
oleh pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.
2. Baku Mutu Emisi
Menurut Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP
35/MENLH/10/1993, tentang ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor pada:
4

Pasal 1, Menjelaskan bahwa ambang batas emisi gas buang kendaraan


bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh
dikeluarkan dari pipa gas buang kendaraan bermotor.
Pasal 2, Menjelaskan bahwa kandungan CO (karbon monoksida) dan
HC (hidrokarbon) dan ketebalan asap pada pancaran gas buang:
a) Sepeda motor 2 (dua) langkah dengan bahan bakar bensin dengan
bilangan oktana > 87 ditentukan maksimum 4,5 % untuk CO dan
3.000 ppm untuk HC;
b) Sepeda motor 4 (empat) langkah dengan bahan bakar bensin
dengan bilangan oktana >87 ditentukan maksimum 4,5 % untuk
CO dan 2.400 ppm untuk HC;
c) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar
bensin dengan bilangan oktana >87 ditentukan maksimum 4,5 %
untuk CO dan 1.200 ppm untuk HC;
d) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar
solar/diesel dengan bilangan oktana >45 ditentukan maksimum
ekivalen 50 % Bosch pada diameter 102 mm atau 25% untuk
ketebalan asap.

b. Landasan Teori
1. Mesin Diesel
Mesin diesel adalah mesin yang menggunakan bahan bakar dengan
diinjeksikan ke dalam silinder yang di dalamnya telah tersedia udara
panas akibat kompresi. Hal ini mengakibatkan bahan bakar terbakar
dan terjadilah pembakaran. Udara yang masuk ke dalam silinder tidak
diatur seperti halnya motor bensin. Masuknya udara hanya berdasarkan
isapan dari piston. Jadi pada mesin diesel, output mesin diatur atau
dikontrol oleh banyaknya bahan bakar yang diinjeksikan. Peningkatan
temperatur karena kompresi, akan berakibat semakin baik proses
pembakaran yang terjadi.
Bahan bakar mesin diesel berupa minyak solar, dimana bahan
bakar tersebut harus bisa terbakar dengan sendirinya ketika
5

diinjeksikan kedalam udara bertekanan tinggi. Semakin rendah titik


nyala sendiri dari bahan bakar tersebut maka akan menghasilkan
peningkatan kinerja pembakaran bahan bakar untuk menyala dengan
sendirinya.

Sistem kerja mesin diesel


2. Emisi Gas Buang
Gas buang adalah gas yang berasal dari suatu proses pembakaran
yang suhunya relatif lebih tinggi daripada suhu atmosfer yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Untuk menganalisa produk
pembakaran dapat dilakukan dengan menggunakan kesetimbangan
energi dengan basis per satu mol bahan bakar, sehingga reaksi
pembakaran solar secara stokiometri dan secara aktual adalah sebagai
berikut:
Rumus kimia solar = C12H23
Reaksi pembakaran stokiometri pada solar:
CaHb + (a+b/4)(O2+3,773N2) aCO2 + (b/2)H2O + 3,773(a+b/4)N2
C12H23 + (12+23/4)(O2+3,773N2) 12CO2 + (23/2)H2O + 3,773(12+23/4)N2
6

C12H23 + (17,5)(O2+3,773N2) 12 CO2 + 11,5 H2O + 66,97 N2

a) Hidrokarbon (HC)
Jika pembakaran berlangsung sempurna, HC dari BBM
akan habis terbakar. Tapi jika proses di ruang bakar tidak efisien,
sisa HC yang tidak terbakar akan keluar bersama asap knalpot.
Semakin banyak sisa HC di asap knalpot, berarti proses
pembakaran semakin tidak efisien. Ketika masih berada di tangki
bahan bakar, HC adalah senyawa berguna yang akan menghasilkan
energi. Tapi ketika ia keluar bersama asap, statusnya tak beda
dengan sampah udara.
Begitu lolos dari knalpot, ia bukan hanya mubazir tapi juga
bisa mengiritasi mata atau mengganggu sistem pernapasan ketika
terisap ke dalam paru-paru. Lebih dari itu, paparan HC tertentu
dalam jangka panjang diduga bisa meningkatkan resiko kanker
paru-paru.
b) Karbon Dioksida (CO2)
Produksi karbon dioksida pada mesin diesel sangat kecil
dibandingkan dengan mesin bensin, bekerja dengan campuran
udara bahan bakar yang kecil. Gas ini sngat berbahaya, tidak
berwarna dan tidak berbau, berat jenis sedikit lebih ringan dari
udara. Gas ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor sebagai akibat
reaksi pembakaran yang tidak sempurna. Gas ini dapat
mengganggu pernafasan, kaena setelah masuk saluran pernafasan
akan bereaksi dengan haemoglobin dalam darah membentuk
Carboxy-Haemoglobin (CO-Hb).
Pembentukan CO-Hb dalam darah akan menghambat
fungsi normal Hb dalam membawa oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh. Gejala keracunan CO2 adalah sesak nafas karena
kekurangan oksigen sehingga penderita mukanya terlihat pucat.
Hb dalam darah akan segera melepas CO2 apabila sipenderita
mendapat udara segar kembali.
7

c) Karbon Monoksida (CO)


Didalam banyak penelitian mengenai mesin diesel
diketahui bahwa kandungan karbon monoksida dalam gas buang
mesin diesel jauh lebih kecil dibanding kandungan dalam gas
buang mesin bensin sehingga hampir dikatakan kandungan CO
dalam gas buang mesin diesel tidak ada, tetapi tetap saja harus
diketahui potensi bahaya polusi karbon monoksida terhadap
kesehatan. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO
adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin,
pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh
tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin
(HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin
(HbO2).
d) Nitrogen Oksida (NOx)
Produk lain dari pembakaran yang tidak normal adalah
timbulnya gas oksida nitrogen (NOx). Senyawa ini diberi notasi
x karena bentuknya bisa berupa NO atau NO2. Nitrogen ini tidak
berasal dari bensin atau solar, tapi dari udara yang masuk ke dalam
ruang pembakaran. Dalam kondisi normal, nitrogen (N2)
tergolong senyawa inert yang stabil. Ia tak gampang bereaksi
dengan oksigen.
Tapi jika mesin mengalami overheating, sifat inert ini
tak lagi bisa dipertahankan. Dalam kondisi tekanan mampat dan
temperatur tinggi, senyawa nitrogen akan terurai dan berikatan
dengan oksigen menjadi NOx. Produk gas beracun inilah yang
akan keluar dari ujung knalpot sebagai gas buangan.
Secara alamiah, gas nitrogen termasuk komponen normal
udara yang kita hirup. Tapi ketika berbentuk oksida, gas ini
bersifat racun, bisa mengiritasi paru-paru dan memperberat
penyakit pernapasan. Gas ini dalam kadar yang tinggi dapat
bereaksi dengan haemoglobin da mempunyai sifat yang serupa
dengan CO karena dapat menghalangi fungsi normal Hb dalam
8

darah dan dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran


pernafasan.
e) Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor
umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan
magnetik asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak
sempurna bahan bakar dengan udara sehingga terjadi tingkat
ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung
timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja
pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-
butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan ke dalam
silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul
menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan
terbentuknya karbon-karbon padat atau hangus. Hal ini disebabkan
karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi tetapi
penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada
didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna terutama pada
saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu
pada waktu daya motor akan diperbesar misalnya untuk akselerasi
maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang
terjadi itu terlalu banyak maka gas buang yang keluar dari gas
buang motor akan berwarna hitam.
f) Sulfur Dioksida (SOx)
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia
dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5
ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi
sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi
tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih
bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada
kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang
mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.
9

Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap


kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah.
g) Kabut Asap (smog)
h) Jelaga (soot)
Jelaga (soot) adalah butiran arang yang halus dan lunak
yang menyebabkan munculnya asap hitam dimana asap hitam
terjadi karena proses pembakaran yang tidak sempurna. Asap ini
membahayakan lingkungan karena mengkeruhkan udara sehingga
menggangu pandangan, tetapi karena adanya kemungkinan
mengandung karsinogen. Motor diesel yang mengeluarkan asap
hitam yang sekalipun mengandung partikel karbon yang tidak
terbakar tetapi bukan karbon monoksida (CO). Jika jelaga yang
terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan
berwarna hitam dan mengotori udara.
3. Diesel Particulat Filter
4. Diesel Oxidation Catalyst
a) Fiber Glass
Kaca serat (fiberglass) yang terbuat dari bahan yang sangat
halus dari serat kaca. Digunakan sebagai media untuk memperkuat
banyak produk polimer; yang dihasilkan bahan komposit. Kaca
serat (fiberglass) atau sering diterjemahkan menjadi serat gelas
adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis (mat/met) dengan
garis tengah sekitar 0,005 mm - 0,01 mm.
Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun
menjadi kain, yang kemudian diresapi dengan resin sehingga
menjadi bahan yang kuat dan tahan korosi. Dia juga digunakan
sebagai media penguat untuk banyak produk plastik dan material
komposit. Bahan ini berfungsi sebagai serat penguat dari adonan
fiber glass ketika akan dicetak, agar hasilnya menjadi lebih kuat
dan tidak mudah pecah. Bentuk met bermacam-macam, ada yang
mirip bihun, kain, karung dan sarang lebah. Tetapi yang banyak
dijumpai dipasaran adalah yang berbentuk seperti bihun. Sifat
10

isolator panas merupakan fungsi utama dari fiberglass, selain itu


juga untuk membantu sifat mekanis suatu material.
b) Glass Wool
Glass wool terbuat dari serat-serat bebas bersifat fleksibel
yang berasal dari serat mentah. Karena sifatnya yang ringan dan
fleksibel glass wool mudah digunakan pada ruang yang sempit,
selain itu karena sifatnya yang fleksibel maka glass wool
mudah dibentuk sesuai yang diinginkan dan pemasangannya
menjadi lebih mudah. Wol kaca adalah isolator panas yang sangat
baik, isolator saluran udara dan peredam suara.
Dapat ditenun menjadi kain yang memiliki tambahan
properti yang ringan, kuat, tahan air dan bebas korosi. Kaca wool
merupakan bentuk serat gelas yang sangat tipis dari kaca
disusun menjadi kenyal tekstur yang mirip dengan baja wol. Wol
kaca digunakan secara luas sebagai insulating material.
c) Karbon Aktif
Tempurung kelapa mengandung senyawa- senyawa seperti
silikat, lignin, selulosa, pentose dan metoksil, dari komposisi diatas
terlihat bahwa sebagaian besar tempurung kelapa tersusun
senyawa-senyawa yang mengandung karbon. Dengan demikian
tempurung kelapa merupakan sumber karbon bagi penyediaan
karbon aktif. Karbon aktif dapat berbentuk serbuk atau butiran,
karbon aktif mempunyai luas permukaan per satuan berat yang
besar, karena sangat banyaknya pori-pori halus (mikro pori) yang
dimilikinya.
Keadaan inilah yang menyebabkan karbon aktif mampu
menyerap gas, cair maupun zat terlarut lainnya. Bentuk serbuk
biasanya dipakai untuk mengabsorbsi dari polutan yang berada
daam fasa cair, sedangkan bentuk butiran dipakai pada
absorbsi polutan dalam fasa gas. Namun kadang- kadang karbon
aktif butiran pun dapat dipakai dalam fasa cair.
11

BAB III METODE PENELITIAN

a. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
b. Desain Penelitian
c. Alat dan Bahan Penelitian
d. Parameter Penelitian
e. Teknik Pengumpulan Data
f. Kalibrasi Instrumen
g. Teknik Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai