Anda di halaman 1dari 4

Tips dan Trick Anak Yang Sulit Bangun Pagi

Padahal tak lama lagi ia akan masuk sekolah. Bisa-bisa setiap pagi terjadi perang di
rumah. Nah, bagaimana menyiasatinya?

Duh, susahnya membangunkan si kecil. Padahal, tak lama lagi ia akan masuk sekolah.
Jikapun ia beranjak juga dari tempat tidur -dengan mata setengah terbuka-, bukannya
langsung masuk ke kamar mandi, malah berhenti di depan sofa dan melanjutkan tidurnya.

Kalau saja sekolah baru dimulai beberapa bulan lagi, mungkin perilaku si kecil yang
demikian masih bisa kita tolerir. Toh, masih cukup banyak waktu untuk si kecil belajar
bangun pagi, sehingga kita tak perlu tergesa-gesa melatihnya. Masalahnya, sekolah sudah
di ambang pintu. Kalau enggak dari sekarang dilatih, apa jadinya nanti begitu tiba saat masuk
sekolah? Belum lagi kalau kita juga harus berangkat ke kantor. Sementara hari makin
meninggi dan si kecil belum juga bangun, bisa-bisa tiap pagi terjadi perang di rumah kita.
Runyam, kan?

KARENA TAK DIBIASAKAN

Masalah anak tak bisa bangun pagi, terang Rahmitha P. Soendjojo, tak bisa dilepaskan dari
ritme tidurnya. Kita harus lihat kebiasaan sebelumnya, jam berapa ia tidur malam dan
bagaimana pula tidur siangnya? Apakah tidurnya larut, apakah kegiatan siangnya terlalu capai
sehingga anak jadi susah tidur dan susah bangunnya? Soalnya, masalah bangun pagi
hanyalah masalah kebiasaan. Jadi, anak sebenarnya bisa bangun pagi asalkan dibiasakan.
Dengan begitu, ritme tubuhnya juga akan selalu mengatur seperti itu. Jangan lupa, anak
sedang dalam proses belajar. Ia tak punya keterampilan dan pengalaman untuk bangun pagi.
Jadi, kalau ia tak diajarkan untuk kapan bangun pagi, kapan tidur malam, dan kapan tidur
siang, maka ia tak akan punya keterampilan untuk menata kesehariannya, lanjut Mitha,
panggilan akrab psikolog pada DIA-YKAI, Jakarta, ini.

Dalam bahasa lain, bisa-tidaknya anak bangun pagi tergantung dari kebiasaan yang
ditanamkan secara konsisten oleh orang tua, bukan karena kebutuhan tidurnya memang
demikian. Kebutuhan tidur akan berkurang sejalan bertambahnya usia. Di usia bayi,
misalnya, anak bisa tidur 5 hingga 6 kali sehari. Bayi hanya terbangun bila ia merasa lapar.
Tapi di usia batita, anak biasanya tidur siang hanya sekali. Semakin besar dan beranjak
remaja, ia hanya tidur malam. Lama tidur malam pun akan semakin berkurang. Anak
prasekolah biasanya butuh 12 jam tidur dalam sehari. Tapi tentu setiap anak punya
kekhasannya sendiri, ujar Mitha.

Artinya, walaupun sama-sama prasekolah, namun kebutuhan tidur masing-masing anak akan
berbeda-beda. Ada anak yang cukup tidur dengan 10 jam, ada pula yang baru cukup jika
tidurnya mencapai 14 jam. Begitu pula kebiasaan tidur siang. Ada yang hanya tidur siang
sebentar saja, namun efeknya bisa membuat si anak sampai jam 11 malam masih melek .
Sebaliknya, ada anak yang sepanjang sore sudah tidur, jam 7 malam pun sudah tidur lagi.
Nah, pada anak yang bangunnya siang, menurut Mitha, biasanya mempunyai jam tidur siang
yang lambat pula. Akibatnya, tidur malamnya pun jadi larut.
TIDUR MALAM DIPERDINI

Bila anak tak bisa bangun pagi lantaran tidur siangnya lambat sehingga tidur malamnya jadi
larut, berarti kita harus reschedule lagi. Saran Mitha, bangunkan ia lebih dini dari biasanya
saat tidur siang. Tentu dilakukannya secara bertahap. Misalnya, 15 menit lebih dini setiap
hari, hingga ia bisa mencapai waktu yang tepat. Seiring dengan itu, jadwal tidur malam dan
bangun paginya juga harus diperdini. Misalnya, jam 8 malam sudah harus di tempat tidur.
Pokoknya, pada jam 8 malam, anak sudah dipakaikan baju tidurnya, cuci kaki dan gosok gigi,
sudah minum susu hangat, lalu bacakan buku cerita. Jika saat pertama ia tak bisa tidur dan
tetap ingin bermain, tak jadi masalah.

Yang penting, ia harus selalu dibuatkan jam tubuhnya bahwa jam 8 adalah waktu tidur. Lama-
lama ritme tubuhnya pun akan terbentuk, pada jam 8 ia pasti tidur dan ia akan bangun jam 6
pagi. Bahkan untuk keluarga muslim akan bangun lebih pagi lagi demi membiasakannya salat
subuh. Tentu saja, kala pertama kali jadwal tersebut diterapkan, akan mengalami berbagai
kendala; dari anak jadi mudah rewel hingga mengamuk.

Tak apa-apa. Toh, kalau tubuhnya sudah bisa menyesuaikan diri dengan jadwal barunya,
maka kendala ini pun tak akan terjadi lagi. Tubuh anak juga tak akan menderita sesuatu kalau
kita hanya sekadar mengubah jam tidur tanpa mengurangi jumlahnya. Sejauh tubuhnya dapat
berfungsi baik dengan jumlah tidur yang dimilikinya, berarti jumlah tidurnya cukup. Jadi, tak
usah khawatir untuk mengubah jadwal tidurnya. Tapi mengubahnya dilakukan jauh-jauh hari
sebelum anak masuk sekolah, ya; minimal 2 minggu sebelumnya. Dengan begitu, kala tiba
saat masuk sekolah, ia pun sudah bisa bangun pagi. Jadi, tak ada lagi perang di pagi hari
antara orang tua dan anak.

ORANG TUA BANGUN LEBIH PAGI

Tentunya kita perlu bangun lebih pagi dari anak. Kalau kita dan anak sama-sama bangun jam
6, misalnya, maka yang terjadi adalah kehebohan karena semuanya akan tergopoh-gopoh.
Terlebih lagi bila kita juga sibuk menyiapkan diri sendiri untuk berangkat ke kantor. Bisa-bisa
semuanya malah jadi berantakan. Itulah mengapa kita perlu bangun lebih awal dari anak agar
kita bisa punya waktu untuk keperluan kita dan anggota keluarga lainnya lebih dulu. Setelah
semua urusan tersebut beres, barulah kita bangunkan si kecil. Dengan begitu, kita jadi bisa
lebih tenang dan sabar dalam menghadapi si kecil yang malas-malasan bangun.

Anak yang dihadapi dengan kalem akan lebih cepat menurut ketimbang jika dihadapi
dengan heboh, biasanya akan semakin mengambek, kata Mitha. Kemudian, pada saat
membangunkannya lakukanlah dengan cara-cara yang membuat anak senang. Misalnya,
dengan memeluk, mencium, membunyikan weker yang bunyinya disenangi anak,
membawakan susu buatnya, membuka jendela kamarnya sehingga sinar matahari masuk, atau
menggendongnya hingga ke depan kamar mandi. Bukan malah dengan omelan dan ancaman
segala macam, Nanti Mama siram pakai air, ya, kalau kamu enggak mau bangun juga!

Wah, ini, kan, bukan pernyataan manis yang ingin didengar anak untuk mengawali hari-
harinya. Setelah anak bisa bangun pagi, berilah rewards. Entah dengan membaca cerita sama-
sama atau jalan-jalan di hari Sabtu. Pokoknya, kegiatan yang menyenangkan dan ada
kaitannya antara orang tua-anak. Dengan demikian, anak pun terdorong untuk bangun pagi
terus. Karena anak, terang Mitha, pada dasarnya selalu ingin menyenangkan orang tua.
Kalau ia berbuat baik dan orang tuanya menunjukkan rasa puas serta senang, maka anak
akan mengulangi perbuatan itu. Ia akan sibuk cari sesuatu yang bagus, yang bisa bikin senang
ayah-ibunya. Tapi kalau yang ia lakukan itu dianggap salah melulu, maka ia pun akan
bingung, bagaimana cara yang bagus buat menyenangkan orang tuanya.

BELUM TERLAMBAT

Apabila kita lupa melatih si kecil bangun pagi sebelum tiba saat masuk sekolah, tak ada
kata terlambat, kok. Pada akhirnya si kecil akan bisa bangun pagi asalkan dilatih secara
konsisten. Disamping mengubah jadwal tidurnya, saran Mitha, sebaiknya anak sudah
disiapkan pada malamnya, dengan menerangkan pada anak apa yang akan terjadi esok hari
dan apa saja yang harus ia lakukan. Misalnya, Mbak, seragamnya warna apa untuk sekolah
besok? Mau pakai kaos kaki yang mana? Mau pakai sepatu yang mana? Buku apa yang akan
dibawa? Mau bawa tempat minum atau tempat kue yang mana? Kamu nanti bawa bekal apa?
Mau bawa lemper, kue sus, atau roti? Dengan begitu, anak akan tergugah untuk punya
responsibility, Oh, iya, besok aku harus sekolah.

Tentunya semua perlengkapan tersebut langsung disiapkan dan diletakkan di tempat yang
mudah terlihat anak, kecuali kue-kue tentunya. Selain itu, urai Mitha, untuk anak usia 3-4
tahun, kita harus mengingatkan perihal acara besok ini secara berulang-ulang karena daya
ingat anak usia ini masih minim sekali. Lagi pula, dengan terus-menerus diingatkan, hal ini
bisa menjadi suatu rutinitas buatnya. Jadi, setiap malam kalau ia mau tidur itu punya ritual;
dari sikat gigi, memakai baju tidur, dan menyiapkan baju serta perlengkapan sekolahnya.
Dengan begitu, anak jadi punya persiapan juga, Oh, besok aku akan sekolah, aku harus
bangun pagi, lanjut Mitha. Jikapun kita sempat melakukan ritual tersebut karena masih di
kantor, misalnya, maka tugas ini bisa kita delegasikan kepada pengasuh anak. Ternyata,
enggak sulit-sulit amat, kan, Bu-Pak, untuk membiasakan si kecil bangun pagi?

CARI PERHATIAN

Bapak-Ibu, waspadalah bila kebiasaan anak sudah bangun pagi berlangsung terus-menerus.
Selain karena ia memang tak terampil, belum punya pengalaman bahwa kalau bangun tidur
itu harus ngapain -misalnya, harus langsung masuk kamar mandi-, menurut Rahmitha, bisa
juga disebabkan anak mencari perhatian orang tua. Untuk itu, kita harus cermat melihat pada
diri anak. Kalau kita lihat si anak memang mengantuk sekali, berarti tidurnya kurang. Bila
demikian, kita harus lihat jadwal tidur malamnya, apakah terlalu larut? Kenapa ia bisa tidur
hingga larut? Apakah karena menunggu bapak-ibunya pulang ataukah terlalu asyik menonton
TV, misalnya? Berarti ada schedule yang tak benar dan harus diperbaiki. Tapi kalau tidur
malamnya memang sudah cukup dan ia tetap saja mengantuk, lihat lagi, apakah ia cukup
sehat atau tidak? Kalau semua itu oke, berarti memang ia cari perhatian. Bisa saja ia
berpikiran, Kalau aku tidur cepat-cepat, nanti aku enggak ketemu Mama-Papa lagi. Ya,
sudah, bikin alasan macam-macam. Padahal maksudnya memang ingin dipeluk ibunya,
didekati ibunya, dan sebagainya, lanjut Mitha. Jadi, kita harus tanggap akan hal ini.

JANGAN BIARKAN SI KECIL MENUNGGU

Sering terjadi, anak tidur malam terlalu larut gara-gara menunggu kita pulang dari kantor.
Mayoritas orang tua di Jakarta, kan, tiba di rumah kira-kira jam 9 malam. Kalau mereka
pulang dan anaknya sudah tidur, mereka merasa enggak ketemu dengan anaknya. Sebaliknya,
anak juga merasa tak ketemu orang tuanya. Ini memang sebuah dilema, aku Rahmitha .
Namun sebaiknya anak tak dibiarkan tidur larut karena menunggu orang tua pulang kantor.
Toh, esok paginya orang tua dan anak masih bisa saling ketemu. Apalagi kalau anak sudah
biasa bangun pagi, maka pagi hari akan sangat panjang dan bisa dimanfaatkan untuk ketemu
dengan orang tua. Orang tua pun bisa menyiapkan segala sesuatunya bersama anak.

AWAS SEKOLAH BISA JADI PENYEBAB!

Tak jarang anak sulit dibangunkan karena malas sekolah. Bila demikian, kita harus
tanggap, apakah ada masalah dengan sekolahnya? Misalnya, bekalnya selalu diambil
temannya, padahal bekalnya itu adalah makanan kesukaannya. Hal ini bisa menjadi masalah
besar, lo, bagi anak sehingga ia jadi tak betah sekolah. Karena anak itu, kan, peka sekali
dengan segala perubahan. Ia belum punya pengalaman dan cara berpikirnya juga terbatas,
sehingga kemampuan adaptasinya belum secepat orang dewasa. Jadi, kalau ada masalah, ia
tak tahu teknik mengatasinya, papar Rahmitha. Banyak hal yang bisa membuat anak malas
sekolah. Hanya gara-gara duduknya di pojok dan di situ banyak nyamuk atau sepatunya
sudah kesempitan tapi ia tak punya kesempatan bilang pada orang tuanya, juga bisa
membuatnya malas sekolah. Itulah mengapa, kita harus tanggap terhadap perubahan anak.
Ajak ia bicara. Dari situ akan ketahuan apa penyebabnya malas bangun pagi, lanjut Mitha.
Kita juga harus jalin kerja sama dengan sekolah, sehingga kalau ada masalah bisa cepat
ketahuan. Dengan demikian kita tahu betul bagaimana keadaan anak kita.

Anda mungkin juga menyukai