Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot
2.1 Definisi
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel
kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar
dari bilik kanan
.
Gambar 1. Gambaran kelainan jantung pada tetralogi Fallot
2.2 Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati
urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum
ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang
10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan. Diantara penyakit jantung bawaan
sianotik, Tetralogi Fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi Fallot merupakan penyakit
jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis
sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka kejadian antara bayi laki-laki
dan perempuan sama.
2.3 Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor
tersebut antara lain :
Faktor endogen
Faktor eksogen
2.4 Patofisiologi
2.6 Klasifikasi
Secara klinis kelainan ini dibagi menurut derajat beratnya kelainan, yaitu
sebagai berikut:
3. Sianosis timbul pada waktu istirahat, kuku berbentuk gelas arloji, bila kerja
fisik sianosis bertambah, juga ada dispnea.
4. Sianosis dan dispnea sudah ada pada waktu istirahat, ada jari tabuh.
Pada serangan sianosis yang khas, bayi atau anak menjadi distres, paling
sering pada waktu pagi, tidak perlu rangsangan dari luar. Dengan menangis anak
menjadi tidak dapat didiamkan, hiperneu dan semakin biru. Pada bayi, keterangan
tentang adanya sianosis sangat bergantung pada pengamatan ibunya. Ada orang
tua penderita yang tidak terlalu menaruh perhatian pada anaknya sehingga adanya
sianosis ringan tidak diperhatikan. Pada bayi memang keluhan sianosis sangat
ringan. Bila bayi ada sianosis berat, ada kecenderungan bahwa ada atresi jalan
keluar pada ventrikel kanan (infundibulum dan atresi arteri pulmonalis). Akan
tetapi, ketika sianosis mulai tampak, sianosis ini makin lama makin kelihatan
jelas. Pada anak ini disamping keluhan sianosis, orang tuanya juga melaporkan
adanya dispneu, kelelahan dan pertumbuhan terlambat. Serangan sianosis
ditemukan paling sering pada bayi yang baru mulai berjalan. Sesudah 4 sampai 5
tahun, serangan tidak sering lagi tetapi bukan tidak diketahui. Serangan yang
paling mengherankan terjadi pada bayi yang karena hemoglobinnya rendah atau
kadar oksigen arteri istirahat yang tinggi, atau keduanya, tidak tampak sianosis.
Gejala hipoksia biasanya mulai timbul pada umur 18 bulan. Pada waktu
anak bangun tidur malam atau bangun tidur siang atau sesudah makan atau pada
waktu menangis, sianosis bertambah jelas. Anak menjadi dispneu dan pucat,
hilang kesadaran dan apnea, kadang-kadang menjadi kaku. Kehilangan kesadaran
dapat agak lama sehingga anak seperti dalam keadaan meninggal. Sebab-sebab
terjadinya serangan hipoksia diduga karena otot infundibulum ventrikel kanan
berkontraksi, sehingga aliran darah ke dalam paru berkurang. Untuk mengatasi
keadaan ini, biasanya lutut anak ditekuk pada dada, dan ini dimaksudkan untuk
memperbesar tahanan pada sirkulasi besar, dan mengurangi jumlah darah vena
yang kembali ke jantung dari ekstremitas inferior. Dengan demikian, dapat
diharapkan mengurangi tahanan pada infundibulum.
Pada auskultasi sangat khas. Bisingnya ada 2 macam, yaitu bising sistolik
keras dengan nada rendah terdengar terkeras pada sela iga 4 linea parasternalis
kiri (bising VSD) dan bising sistolik ejeksi dengan nada sedang, berbentuk
fusiform dengan amplitudo maksimum pada akhir sistol dan berakhir dekat
dengan suara ke-2. Bising ke-2 ini adalah bisisng stenosis pulmonal. Pada stenosis
ringan, bising ke-2 ini akan lebih keras dengan ampitudo maksimum pada akhir
sistole, suara ke-2 masih membelah. Sedang bila stenosisnya berat, bisingnya
lemah dan terdengar pada permulaan sistole. Suara ke-2 keras dan biasanya
tunggal (A2), P2 tidak terdengar. Bising diastolik tidak ada. Bila terjadi
pertumbuhan pembuluh darah kolateral, dapat terdengar bising kontinu pada
punggung.
Pada beberapa penderita, hepar sedikit membesar. Bila hepar ditekan, vena
jugularis akan tampak lebih berisi. Fenomena ini disebut juga dengan fenomena
Hepato-jugular reflux merupakan petunjuk bahwa atrium kanan dan vena-vena
penuh darah.
a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Rontgen thorax
Gambar 2. Foto AP pasien tetralogi fallot. Didapatkan gambaran khas coer en sabot
(sepatu kayu), serta corakan vaskular paru yang berkurang
c. Ekokardiografi
Sayangnya, ketika penderita menjadi lebih tua dan lebih besar, ketajaman
ekokardiografi menghilang dan angiokardiografi menjadi keharusan.
e. Laboratorium
2.9 Komplikasi
a. Polisitemia
b. Asidosis metabolik.
Gagal jantung sangat jarang terjadi pada penderita tetralogi fallot. Namun tanda
ini dapat terjadi pada bayi muda dengan tetralogi fallot merah atau asianotik.
Karena derajat penyumbatan pulmonal menjelek bila semakin tua. Gejala-gejala
gagal jantung mereda dan akhirnya penderita sianosis, sering pada umur 6-12
bulan. Penderita pada saat ini beresiko untuk bertambahnya serangan
hipersianotik.
2.10 Penatalaksanaan
f) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Preparat ini bekerja
dengan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga sebagai
sedatif.
h) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penanganan sianosis. Volume darah juga dapat mempengaruhi tingkat
obstruksi. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Langkah selanjutnya:
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi dengan pemberian preparat besi
3. Hindari dehidrasi.
- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Operasi koreksi total dilakukan pada usia sejak lahir hingga 2 tahun.
Operasi koreksi total pada bayi dan anak dengan berat badan yang masih rendah
mengandung banyak resiko. Operasi paliatif umumnya membuat anastomosis
antara aorta dan a. Pulmonalis. Sehingga diharapkan darah dari aorta mengalir ke
dalam a. Pulmonalis. Paru akan mendapat cukup darah sehingga jumlah darah
yang dioksigenasi lebih banyak. Ada beberapa macam teknik bedah paliatif :
2.11 Prognosis.