Anda di halaman 1dari 8

US Inflation Rate (on period 2010-2016)

Yea Fe Ma Ap Ma Au Se Oc No De Av
r Jan b r r y Jun Jul g p t v c e

201
7 2.5 2.7

201 0.
6 1.4 1.0 0.9 1.1 1.0 1.0 8 1.1 1.5 1.6 1.7 2.1 1.3

201 - - 0.
5 0.1 0.0 -0.1 0.2 0.0 0.1 2 0.2 0.0 0.2 0.5 0.7 0.1

201 2.
4 1.6 1.1 1.5 2.0 2.1 2.1 0 1.7 1.7 1.7 1.3 0.8 1.6

201 2.
3 1.6 2.0 1.5 1.1 1.4 1.8 0 1.5 1.2 1.0 1.2 1.5 1.5

201 1.
2 2.9 2.9 2.7 2.3 1.7 1.7 4 1.7 2.0 2.2 1.8 1.7 2.1

201 3.
1 1.6 2.1 2.7 3.2 3.6 3.6 6 3.8 3.9 3.5 3.4 3.0 3.2

201 1.
0 2.6 2.1 2.3 2.2 2.0 1.1 2 1.1 1.1 1.2 1.1 1.5 1.6

-
200 - - 2. - - -
9 0 0.2 -0.4 0.7 -1.3 1.4 1 -1.5 1.3 0.2 1.8 2.7 0.4

Analisa 1:

Harga konsumen di US pada tahun 2017 meningkat sebanyak 2.5% tahun per tahun, menyusul peningkatan
2.1% di bulan Desember dan berada di atas ekspektasi pasar sebanyak 2.4%. Tingkat inflasi bergerak cepat
selama 6 bulan berturut-turut hingga titik tertinggi sejak Maret 2012, utamanya dipicu oleh harga minyak. Tingkat
inflasi di US rata-rata sebesar 3.29% sejak 1914 hingga 2017.

Analisa 2:

Dalam skala tahun per tahun, harga energi naik hingga 10,8%, menyusul kenaikan sebanyak 5.4% di bulan
Desember. Selain itu, inflasi melaju cepat untuk jasa transportasi (3.2% dari sebelumnya 2.8% di bulan
Desember) namun bergerak lambat untuk tempat tinggal (3.5% dari sebelumnya 3.6%) dan layanan medis
(3.6% dari sebelumnya 3.9%). Sementara itu, harga makanan turun sebanyak 0.2%, sama seperti di bulan
Desember.

Analisa 3:

Inflasi utama tahunan, di luar makanan dan energi, meningkat hingga 2.3% dari bulan sebelumnya yang berkisar
2.2%, dan berlawanan dari ekspektasi awal sebesar 2.1%.Secara bulanan, harga konsumen meningkat sebesar
0.6% - lebih tinggi dari harga di bulan Desember sebesar 0.3% serta berada di atas perkiraan awal sebesar
0.3%. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Februari 2013. Harga energi meningkat 4% disaat minyak
melonjak hingga 7.8%, yang mengakibatkan hampir setengah dari kenaikan di CPI. Harga makanan, yang tidak
pernah berubah selama 6 bulan berturut-turut, meningkat hingga 0.1%. Indeks makanan-di-rumah tidak
mengalami perubahan, sementara indeks makanan-di-luar-rumah naik hingga 0.4%. Peningkatan indeks lainnya
berasal dari harga pakaian, kendaraan baru, asuransi kendaraan bermotor, dan tarif maskapai yang semuanya
meningkat hingga 0.8% atau lebih. Indeks rumah tinggal naik hingga 0.2% - lebih kecil dibandingkan bulan-bulan
sebelumnya.

Kesimpulan :

Setelah enam tahun dilanda resesi dan pemulihan rapuh, prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) akhirnya
mendapatkan kembali sedikit cahaya terang pada tahun 2014 ini. Indikator ini didukung pertumbuhan jumlah
pekerjaan lebih kuat menjelang akhir tahun, perolehan pendapatan lebih besar dan kebangkitan kepemilikan
rumah bergerak positif ke angka terbaru. Sementara GDP AS sebagai tolak ukur kuat posisi perekonomian, pada
akhir tahun tercatat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tumbuh hingga 5% melebihi ekspektasi analis global.

Namun meski demikian, target inflasi AS diprediksi masih akan tetap jauh berada di bawah target 2 persen pada
beberapa tahun mendatang, hal ini pulalah yang membuat The Fed memangkas tajam proyeksi inflasi tahun
depan, menjadi 1,6 persen. Dimana pemangkasan laju inflasi ini juga tidak lepas dari pengaruh turunnya harga
minyak dan gas dunia yang masih akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan.

Terkait dampak potensi pemulihan perekonomian negara Amerika Serikat, potensi peningkatan suku bunga
Amerika Serikat pada beberapa tahun mendatang, akan cenderung memicu penguatan nilai Dollar Amerika
Serikat pada tahun mendatang. Potensi penguatan impor Amerika Serikat disaat pertumbuhan juga telah
terindikasi baik, merupakan angin segar bagi beberapa negara dengan tingkatan ekspor cukup tinggi ke Amerika
Serikat untuk menggenjot pengiriman ke Amerika Serikat. Namun, potensi capital flight dari beberapa negara
yang sebelumnya merupakan peralihan investasi para pemodal Amerika Serikat pasca krisis 2008 berpotensi
kuat menjadi topik ekonomi hangat di 2-3 tahun ke depan.

US Exchange Rate (on period 2010-2015)


Analisa 1:

Meskipun terjadi penguatan dollar, US menahan keuntungan yang dimilikinya dalam hal biaya produksi besar
terhadap Eropa, Jepang, dan negara-negara berkermbang lainnya. Pergerakan cepat dalam nilai tukar mata
uang di tahun sebelumnya telah merubah biaya produksi global, namun tidak cukup untuk merubah
keseimbangan kompetisi diantara negara-negara pengekspor utama. Penguatan USD terhadap Euro dan nilai
mata uang negara-negara lainnya di tahun sebelumnya telah mengurangi biaya saing produksi US jika
dibandingkan dengan negara-negara seperti Jerman, Perancis, Jepang, Australia, dan Brazil. Meskipun
demikian, US tetap mempertahankan keuntungan biaya yang sangat signifikan terhadap negara-negara tersebut,
dan itu sebabnya produsen sulit mengalihkan produksi mereka ke negara-negara lain

Analisa 2:

Sejak pertengahan 2014, keuntungan biaya produksi di Cina, Korsel, India, dan Mexico telah berkurang secara
signifikan terhadap perekonomian Eropa dan Jepang - meskipun tidak berpengaruh banyak terhadap
perekonomian US hal ini dikarenakan nilai mata uang mereka yang relatif stabil terhadap USD. Switzerland
dan Korsel kehilangan daya saing terhadap negara-negara pengekspor bahan utama, utamanya disebabkan
oleh fluktuasi nilai tukar mata uang. Melemahnya Euro memicu keseimbangan daya saing di dua negara Eropa
Republik Ceko dan Polandia dimana rata-rata biaya produksi pada saat ini lebih rendah dibanding US. Temuan
ini didasarkan pada uji coba terbaru biaya produksi langsung yang berasal dari Indeks Biaya Saing Produksi
Global. Diperkenalkan pertama kali di pertengahan tahun 2014, indeks ini melacak perubahan-perubahan yang
terjadi pada biaya produksi di 25 negara pengekspor dunia. Indeks ini mencakup empat penggerak utama daya
saing produksi: upah, pertumbuhan produktivitas, biaya energy, dan nilai tukar mata uang. Riset yang dilakukan
tahun lalu menunjukkan bahwa biaya daya saing produksi di seluruh dunia telah berubah secara dramatis
selama beberapa dekade sebelumnnya. Negara-negara yang umumnya dikenal memiliki biaya tinggi, seperti US,
telah bergerak lebih kompetitif menghadapi pesaingnya. Pasar-pasar di negara berkembang yang dikenal
memiliki biaya rendah khususnya Cina telah berkembang menjadi sangat mahal.

Analisa 3:

US juga memiliki keuntungan biaya energi yang cukup besar yang dipicu oleh penurunan tajam harga gas alam
di US sejak produksi skala besar 'shale gas' dimulai di 2005. Gas alam adalah kunci utama di sejumlah industri
seperti kimia dan plastik, serta merupakan faktor utama di sektor-sektor dengan penggunaan listrik yang sangat
besar, seperti baja.

Kesimpulan:

Beberapa faktor telah memampukan US dan negara-negara maju lainnya untuk mempertahankan daya saing
terhadap mitra dagang mereka. Di US, peningkatan produktivitas tenaga kerja tetap mengimbangi peningkatan
upah. Di UK, dimana Pound telah meningkat tinggi terhadap Euro dan meningkat cukup terhadap USD, upah
produksi yang disesuaikan untuk produktivitas turun sebanyak 9% di tahun sebelumnya.

Faktor-faktor ini yang menjadikan negara-negara Eropa tidak berhasil menutup kesenjangan biaya dengan US.
Penurunan 18% Euro terhadap US antara pertengahan 2014 dan pertengahan 2015 berimbas kepada
perbaikan indeks biaya saing produksi global oleh sebagian besar eksportir Eropa; yaitu sebesar 6-12% poin.
Meskipun demikian, meskipun terjadi penyesuaian perubahan kurs, biaya produksi langsung berkisar antara 10-
20% lebih tinggi di negara-negara seperti Perancis, Jerman, Italia, dan Belgia.

Pola serupa terjadi di beberapa negara maju lainnya. USD berhasil menguat sebesar 13% terhadap Yen, namun
struktur biaya produksi Jepang tetap lebih tinggi 7% dibanding US. USD juga menguat 14% terhadap dollar
Canada, namun biaya saing negara tersebut naik hingga 6 poin. Terhadap Real Brasil, USD menguat 20% dan
menguat 10% terhadap dollar Australia, namun biaya produksi di negara-negara tersebut tetap lebih tinggi 17-
19% dibanding US.

Kami menganggap bahwa disaat negara-negara produsen seharusnya mempertimbangkan pilihan untuk
mengatasi volatilitas kurs dan perubahan harga energi, mereka harus bertahan dengan strategi-strategi jangka
panjang yang mereka punya untuk mengelola eksistensi produksi global dan mendiversifikasi rantai pasokan
mereka secara geografis. Mereka juga seharusnya mengurangi keterlibatan mereka di negara-negara berbiaya
rendah dimana upah meningkat secara cepat jika hasil produksi diekspor ke seluruh duna. Sebaliknya,
perusahaan seharusnya berfokus pada peningkatan produktivitas dan penggunaan automasi yang lebih besar,
seperti teknologi robotik.
US Growth Population (on period 2012-2016)

StatesCountiesCities
State Population, 2016 Pop. per sq. mi., 2016

California 39,250,017 251.9

Texas 27,862,596 106.7

Florida 20,612,439 384.3


State Population, 2016 Pop. per sq. mi., 2016

New York 19,745,289 419.0

Illinois 12,801,539 230.6

Pennsylvania 12,784,227 285.7

Ohio 11,614,373 284.2

Georgia 10,310,371 179.0

North Carolina 10,146,788 208.7

Michigan 9,928,300 175.6

Analisa 1:

Data Biro Sensus menyebutkan adanya peningkatan populasi US sebanyak 0,7% di tahun sebelumnya. Ini
merupakan pertumbuhan penduduk tahunan terkecil dalam kurun waktu 80 tahun. Sebanyak 2,2 juta penduduk
bertambah mulai bulan Juli 2015 hingga Juli 2016, menghasilkan total populasi sebanyak lebih dari 323 juta.
Secara umum, hal tersebut merupakan pertumbuhan penduduk tahunan terlambat sejak 1937, meskipun metode
sensus telah berubah sejak saat itu. Rendahnya tingkat pertumbuhan populasi penduduk ini bukan merupakan
hal baru: berdasarkan analisa data sensus, populasi Amerika memasuki periode kelesuan di tahun-tahun
terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0.7% di tahun 2010

Analisa 2:

Populasi US meningkat sebesar 0.7% yaitu sedikit di atas 323 juta penduduk di bulan Juli 2016. Ini merupakan
pertambahan penduduk terendah sejak tahun 1937. Beberapa negara bagian mengalami penurunan populasi,
termasuk Illinois dan, untuk pertama kalinya, New York. Statistik yang dirilis Biro Sensus kemarin menunjukkan
bahwa populasi sejumlah negara bagian di wilayah barat dan selatan cenderung mengalami pertumbuhan.
Beberapa pemicu migrasi nasional, seperti para orang tua yang berpindah ke negara bagian dengan iklim yang
lebih hangat seperti Florida dan para pekerja yang mencari peluang pekerjaan baru, merupakan faktor-faktor
signifikan dalam perubahan populasi penduduk masing-masing negara bagian. Satu-satunya negara bagian
dengan populasi penduduk berusia di atas 65 tahun adalah Sumter Country, Florida. Utah merupakan negara
bagian dengan pertumbuhan populasi tercepat.

Analisa 3:

1. Berdasarkanperkiraan PBB terbaru, populasi US per hari Selasa, 7 Maret 2017 adalah sebesar 325,719,709.

2. Jumlah populasi US setara dengan 4.34% total populasi dunia.

3. US berada pada peringkat ketiga dalam daftar negara2 (dan kebergantungannya) berdasarkan populasi

4. Kepadatan populasi di US mencapai 36 per km2 (92 penduduk per mi2).

5. Total lahan sebesar 9,155,898 km2 (3,535,111 meter persegi)


6. Sebanyak 82.9% populasi US adalah penduduk perkotaan (270,683,202 penduduk di tahun 2017)

Kesimpulan:

US baru saja mencatat titik terendah pertumbuhan populasi sejak era Depresi. Disaat perlambatan pertumbuhan
populasi terjadi pertama kalinya di awal tahun 2000, angka penyusutan imigrasi yang lebih rendah merupakan
penyebab utama penyusutan. Namun disaat tingkat populasi penduduk kembali naik, fenomena lain mulai
memainkan peranan yang lebih besar: penduduk mulai memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Menurut proyeksi
populasi Sensus US, hal tersebut, ditambah dengan populasi yang semakin menua, dapat menyebabkan tingkat
pertumbuhan populasi US menyusut hingga 0,5% di tahun 2040.

Anda mungkin juga menyukai