Anda di halaman 1dari 22

PERANANRUMAHSAKITDALAMPELAKSANAAN

PROGRAMASIEKLUSIF

RUSMALAWATY

NIP.19750804020021202001

FAKULTASKESEHATANMASYARAKAT

UNIVERSITASSUMATERAUTARA

2009

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
DAFTAR ISI
Halaman

BAB I. PENDAHULUAN . 1

1.1. Pengantar 1

1.2. Latar belakang ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Pengertian Air Susu Ibu .. 6

2.2. Kebaikan ASI dan Menyusui .. 6

2.3. Proporsi pemberian ASI Ekslusif ... 7

2.4. Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan

ASI Eksklusif 9

2.5. Manajemen Laktasi .. 10

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI .. 12

2.7. Program ASI Ekslusif di Rumah Sakit .. 14

2.8. Pemberian ASI Ekslusif di Rumah Sakit 17

BAB III KESIMPULAN dan SARAN ... 19

DAFTAR PUSTAKA

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
PERANAN RUMAH SAKIT DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM ASI EKSLUSIF

RUSMALAWATY

DEPARTEMEN AKK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR

Air susu ibu merupakan anugerah yang tak ternilai harganya, hanya seorang ibu yang

dapat memberikan anugerah tersebut kepada bayinya. Menyusui secara eksklusif merupakan cara

yang aman, baik dan selalu tersedia untuk pemberian makanan bayi dalam 6 bulan pertama

kehidupannya. Dan penting untuk diteruskan lebih dari 6 bulan sebagaimana WHO dan UNICEF

merekomendasikan bahwa menyusui harus berlanjut bersama makanan pendamping ASI yang

benar sampai 2 tahun atau lebih.

Para pakar dewasa ini menyetujui bahwa ASI dapat memberikan semua yang dibutuhkan

bayi normal untuk 6 bulan pertama dan tanpa memerlukan minuman atau makanan lain selama

periode ini. Menyusui eksklusif diartikan bahwa bayi hanya menerima ASI dari ibunya sendiri

atau ibu susu, ASI perah dan tanpa makanan minuman lainnya.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
Banyak ibu yang mengalami menyusui eksklusif selama 6 bulan merupakan suatu hal

yang sederhana. Mereka tidak perlu cemas apakah bayi memperoleh minuman atau makanan

yang cukup atau apakah ini benar dan tanpa kesulitan atau tanpa biaya untuk membuat makanan

lain yang tidak perlu.

Disayangkan, bahwa menyusui eksklusif tersebut masih jarang dilakukan oleh masyarakat

kita dengan berbagai alasan. Hal ini dapat ditentukan cakupan bayi yang mendapatkan ASI

eksklusif baru mencapai 38% dari rencana pencapaian 59% sehingga persentase pencapaian baru

mencapai 64%.

Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan dilestarikan. Dalam

pelestarian penggunaan ASI, yang terutama perlu ditingkatkan adalah pemberian ASI eksklusif,

yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih 30 menit setelah lahir) sampai bayi berumur 4 bulan

dan memberikan kolostrum pada bayi.

Bila kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan

yang paling ideal untuk 46 bulan pertama sejak dilahirkan, karena ASI dapat memenuhi

kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi

mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI.

Gambaran mengenai pemberian ASI pada bayi ditunjukkan dalam SKRT. SKRT tersebut

menunjukkan bahwa pada bayi umur 02 bln yang mulai diberi makanan pendamping cair

sebesar 21,2%; makanan lumat/lembik 20,1%; dan makanan padat 13,7%. Pada bayi berumur 3

5 bln, yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 60,2%; lumat/lembek 66,2% dan

padat 45,5% .

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
Sementara itu, hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan

pralaktal (susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan,

sedangkan yang menghindari pemberian kolostrum 62,6% (Unika-Atma Jaya 1990:15). Selain

itu hasil SDKI 1991 dan 1994 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif di

pedesaan pada 1991 sebesar 54,9% dan menurun menjadi 48% pada 1994. Sedangkan di

perkotaan pada 1991 sebesar 46,7% dan menurun menjadi 45,7% pada 1994.

Sampai saat ini, telah banyak informasi yang menggambarkan tentang besarnya

prosentase pemberian ASI eksklusif, tetapi belum banyak informasi yang menganalisis penyebab

rendahnya pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh

para ibu masih perlu dipelajari, terutama yang berhubungan dengan latar belakang sosial

ekonomi, sosial demografi dan perawatan kesehatan waktu hamil serta melahirkan.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 mendapati baru sekitar

52 persen ibu yang memberikan ASI (air susu ibu) eksklusif kepada anak-anak mereka.

Yang dimaksud dengan pemberian ASI Eksklusif menurut Dr Utami Roesli, Ketua

Lembaga Peningkatan Penggunaan ASI Sint Carolus adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa

makanan tambahan cairan lain. Misalnya susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa

bantuan bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, nasi yang dilembutkan, bubur susu,

biskuit, bubur nasi, tim, dan lain sebagainya.

Kegunaan pemberian ASI Ekslusif ini tidak hanya diperoleh bayi, ibu yang menyusuinya

pun akan mendapatkan keuntungan yaitu, si ibu akan lebih cepat kembali ke berat badan yang

normal, ini disebabkan adanya refleks prolaktin yang bisa mempercepat pengerutan rahim.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
I.2. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi sumber daya bangsa di masa

akan datang,untuk itu perlu mendapat perhatian yang khusus agar terjamin kelangsungan dan

perkembangan fisik maupun mental sehingga proses tumbuh kembang dapat berlangsung secara

optimal untuk proses tersebut.

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi karena mengandung gizi yang sesuai

dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI sejak usia dini terutama ASI ekslusif yaitu pemberian

hanya ASI saja mulai bayi lahir sampai berusia enam bulan. ASI dapat menjadikan

perkembangan dan pertumbuhan otak bayi dengan sempurna. ASI dapat meningkatkan system

kekebalan tubuh dan mencegah penyakit diare, penyakit saluran pernafasan, penyakit telinga,

penyakit saluran kencing dan membangun hubungan saling percaya antara bayi dan ibu.

Program pemberian ASI merupakan prioritas karena mempunyai dampak yang sangat

luas terhadap status gizi dan kesehatan bayi, manfaat dan keunggulan ASI perlu ditunjang

dengan pemberian ASI yang benar yaitu pemberian hanya ASI sampai bayi berusia enam bulan.

Pemberian ASI di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Upaya peningkatan

perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama

adalah faktor sosial budaya, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya

mendukung PP-ASI, gencarnya promosi PASI.

Para ibu sering sering tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini

dari semestinya. Sangat disayangkan di Indonesia kenyataannya penggunaan ASI belum seperti

yang diharapkan. Menyusui ekslusif dari tahun ke tahun mengalami penurunan, hal ini

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah adanya tantangan yang cukup besar pada

upaya pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit (iming-iming berupa bonus atau rangsangan

produsen formula), penyuluhan terhadap perilaku masyarakat untuk meunjang pemberian ASI

masih kurang optimal dan efisien, faktor ibu sendiri, sosial budaya dan faktor-faktor lain yang

turut berperan seperti pelayanan kesehatan dan lingkungan.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Susu Ibu.

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-

garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu yang berguna sebagai makanan bagi

bayinya.

Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI)

saja kepada bayi sampai umur 4 (empat) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain kecuali

sirup obat.

ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi

kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama

dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal.

2.2. Kebaikan ASI dan Menyusui.

ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut:

- ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna

untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

pencernaan bayi.

- ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus

laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat yang bermanfaat untuk:

* Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.

* Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan

mensintesa beberapa jenis vitamin.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
* Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.

* Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti calsium, magnesium.

- ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan

pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus,

lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.

- ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi.

- Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.

Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat memberikan

keuntungan bagi ibu, yaitu:

- Suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa ia dapat memberikan kehidupan kepada bayinya.

- Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi

perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak.

- Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan

pengembalian keukuran sebelum hamil.

- Mempercepat berhentinya pendarahan post partum.

- Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberpa bulan

(menjarangkan kehamilan).

- Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang.

2.3. Proporsi pemberian ASI Ekslusif

Dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif yang terutama ditingkatkan adalah

Menyusui ASI Eksklusif. Menurut petunjuk Bina Gizi Masyarakat, pengertian ASI eksklusif

adalah hanya ASI sampai bayi berumur 4 bulan dan diberikan kolostrum yang diberikan

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
kepada anak < 4 bulan. Untuk mengetahui anak/bayi tersebut menyusui ASI eksklusif atau tidak,

ditelusuri dari anak menyusu ASI/tidak menyusui. Dari anak yang menyusu, ditelusuri anak yang

hanya diberi ASI saja dan diberi makan/minum, kemudian anak tersebut dalam 24 jam hanya

diberi ASI.

Dari definisi ini, telah diperoleh gambaran bahwa bayi yang < 1 bulan, proporsi menyusu

ASI ekslusif justru lebih rendah dari bayi umur 1 bulan. Proporsi ini terjadi di daerah perkotaan

dan di pedesaan. Hal ini kemungkinan karena ibu-ibu dalam masa kini banyak melakukan

kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Hal ini didasarkan pada hasil

analisis asosiasi bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan

kegiatan yang dilakukan oleh ibu.

Proporsi pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan pedesaan untuk umur bayi < 13

bulan cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena para ibu di desa dan di

kota telah sama-sama terpapar oleh media, sehingga pengetahuan dan kepedulian mereka

terhadap bayi untuk menyusui cukup besar.

Jumlah anak umur 04 tahun dalam keluarga tampaknya mendukung pemberian ASI

eksklusif oleh para ibu. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi bahwa jumlah anak 12 dalam

keluarga mempunyai pengaruh dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai 12 anak.

Berdasarkan umur, proporsi pemberian ASI eksklusif tampak cukup bervariasi dari umur

< 1 bulan sampai umur 3 bulan. Hal ini yang menunjukkan bahwa bayi yang berumur 2 bulan

mempunyai kemungkinan untuk diberi ASI eksklusif 4 kali dibandingkan dengan yang tidak

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
berumur 2 bulan, tertinggi dibandingkan dengan kemungkinan pada umur 1 bulan dan 3 tiga

bulan.

Sementara itu, proporsi pemberian ASI eksklusif berdasarkan kategori lokasi (di

perkotaan, di pedesaan, di desa tertinggal dan di desa tak tertinggal), tidak terjadi perbedaan

yang cukup tajam. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh modernisasi di desa-desa

sehingga para ibu kurang menyadari pentingnya pemberian ASI eksklusif. Di samping itu telah

terjadi peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya sebagai

pengganti ASI.

Dalam pemberian ASI ekslusif walaupun ada kecenderungan bahwa yang pengeluaran

rata-rata sebulannya tinggi, rata-rata pengeluaran untuk makan tinggi dan penghasilan bersih dari

pekerjaan utama tinggi, tampaknya tidak mempunyai pengaruh langsung pada kemungkinan

pemberian ASI eksklusif. Hal ini terbukti dengan tidak adanya pengaruh yang bermakna pada

menyusui ASI ekslusif dengan variabel pertolongan pertama/kedua waktu melahirkan,

terpaparnya dari media radio, TV, serta membaca koran. Oleh karena itu tampaknya masih

diperlukan informasi dari sumber lain mengenai faktor-faktor yang menentukan ibu-ibu dalam

menyusui ASI, khususnya ASI eksklusif.

2.4. Kebijakan-kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI Eksklusif

1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah

satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
2. Permenkes No.240/1985 Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-

kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih

baik mutunya daripada ASI.

3. Permenkes No.76/1975 Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk

mencantumkan pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan

merah dan cukup mencolok.

4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana pelayanan

kesehatan.

5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan menganjurkan

pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.

7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut

terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.

8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada

peringatan Hari Ibu ke-62 (22Desember1990).

9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah
bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.

2.5. Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu

mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
Usaha ini dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap, yakni pada masa kehamilan (antenatal)

sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakit (perinatal) dan pada masa menyusui

selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (postnatal). Bagaimana mengelola ketiga periode

penting ini dengan baik? Berikut langkah-langkah yang dikemukakan Spesialis Kebidanan Dr

Harini Susiana SpOG:

Periode Antenatal:

1. Meyakinkan diri sendiri akan keberhasilan menyusui dan bahwa ASI adalah amanah Ilahi.

2. Makan dengan teratur, penuh gizi dan seimbang.

3. Mengikuti bimbingan persiapan menyusui yang terdapat di setiap klinik laktasi di rumah sakit.

4. Melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

5. Menjaga kebersihan diri, kesehatan, dan cukup istirahat.

6. Mengikuti senam hamil.

Periode Perinatal:

1. Bersihkan puting susu sebelum anak lahir.

2. Susuilah bayi sesegera mungkin, jangan lebih dari 30 menit pertama setelah lahir (inisiasi

dini).

3. Lakukan rawat gabung, yakni bayi selalu di samping ibu selama 24 jam penuh setiap hari.

4. Jangan berikan makanan atau minuman selain ASI.

5. Bila dalam 2 hari pertama ASI belum keluar, berikan bayi air putih masak dengan

menggunakan sendok.

6. Jangan memberikan dot maupun kempengan karena bayi akan susah menyusui, di samping

mengganggu pertumbuhan gigi.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
7. Susuilah bayi kapan saja dia membutuhkan, jangan dijadwal. Susuilah juga bila payudara ibu

terasa penuh. Ingatlah bahwa makin sering menyusui, makin lancar produksi dan pengeluaran

ASI.

8. Setiap kali menyusui, gunakanlah kedua payudara secara bergantian. Yakinkan bahwa

payudara telah kosong atau bayi tidak lagi mau mengisap.

9. Mintalah petunjuk kepada petugas rawat gabung, bagaimana cara menyusui yang baik dan

benar.

Periode Postnatal:

1. Berikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan atau penyusuan eksklusif dan teruskan

pemberian ASI sampai bayi berumur 2 tahun.

2. Berikan makanan pendamping ASI saat bayi mulai berumur 6 bulan.

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI

Menyusui merupakan proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau

menghentikan menyusui lebih dini. Berbagai alasan ibu-ibu menghentikan pemberian ASI

kepada bayi adalah: produksi ASI kurang (32%), masalah pada puting susu (28%), ibu bekerja

(16%), pengaruh iklan susu formula (16%), ingin dianggap modern (4%).

Beberapa sebab terjadinya penurunan penggunaan ASI ekslusif antara lain:

1. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga.

2. kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan

bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan untuk bayi, mendorong ibu untuk

mengganti ASI dengan makanan lain

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
3. Iklan yang menyesatkan dari berbagai produksi makanan bayi.

4. Para ibu sering keluar rumah karena bekerja atau dengan tugas-tugas sosial.

5. Adanya anggapan dengan memberikan susu botol kepada bayi merupakan suatu simbol bagi

kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.

6. Pengaruh melahirkan di klinik atau rumah sakit, dimana belum semua petugas paramedik

diberi pesan dan informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta

praktek yang keliru dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir.

Sering juga seorang ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa misalnya karena

persalinan yang patologis juga karena faktor lain misalnya karena bendungan ASI yang

mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu, luka-luka pada puting susu dan

adanya penyakit kronis tertentu yang merupakan alasan untuk tidak menganjurkan ibu menyusui

bayinya, demikian juga ibu yang gizinya tidak baik akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang

relatif lebih sedikit dibanding ibu yang sehat dan gizinya lebih baik. Disamping itu juga karena

faktor dari pihak bayi yang lahir premature, bayi sakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian PASI adalah agresifnya promosi PASI

(pendamping air susu ibu) yang mengasosiasikan perusahaan/merek produk dengan jaminan

kesehatan bayi, memperkenalkan PASI sejak lahir bahkan sejak sebelum lahir melalui ibu,

mengurangi keyakinan ibu untuk dapat menyusui dan menciptakan susu lanjutan agar ASI

berhenti, menciptakan mitos : Bayi perlu diperkenalkan makanan sedini mungkin, ibu bekerja

tidak dapat menyusui.

Kendala lain yang dihadapi dalam upaya peningkatan pengunaan ASI adalah:

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
1. Sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah mangikuti

perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan, konsep baru tentang pemberian ASI.

2. Sikap pananggung jawab ruang bersalin dan perawatan di rumah sakit yang langsung

memberi susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu

mampu memberikan ASI pada bayinya.

3. Belum diterapkannya rawat gabung disebagian besar institusi kesehatan.

Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diharapkan prioritas utama dalam rangka promosi

ASI adalah meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan motivasi petugas kesehatan mengenai

pemberian ASI.

2.7. Program ASI Ekslusif di Rumah Sakit.

Dalam meningkatkan penggunaan ASI, masalah utama dan prinsipal adalah bahwa ibu-

ibu membutuhkan bantuan dan informasi yang mendukung, sehingga menambah keyakinan

bahwa mereka akan dapat menyusui bayinya dengan sukses, ditambah lagi pada umumnya para

ibu mau patuh dan menurut nasehat petugas kesehatan sehingga nasehat yang diberikan oleh

petugas akan diikuti oleh ibu-ibu untuk menyusui sendiri bayinya.

Tugas ini hanya akan berdampak positif bila petugas kesehatan berpengetahuan cukup

mengenai cara memberikan informasi yang diperlukan serta mendidik ibu dalam mengatasi

masalah yang timbul serta didukung oleh kebijakan rumah sakit yang sesuai dengan permenkes

nomor 240 tahun 1985 tentang larangan susu formula sesuai dengan Juklak Depkes tahun 1991

dan pengetahuan petugas sangat tergantung pada pengetahuan yan diterima selama pendidikan,

ditambah pengetahuan selama bekerja melalui kontak dengan petugas kesehatan lainnya.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
Program ASI ekslusif di rumah sakit merupakan salah satu pelaksanaan program

pembangunan kesehatan yang bertujuan menurunkan angka kematian bayi dan anak di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan diadakannya gerakan nasional peningkatan penggunaan

air susu ibu (PP-ASI) yang dicanangkan oleh presiden RI pada tanggal 22 Desember 1990.

Sejalan dengan itu kampanye dan penyuluhan PP-ASI perlu dilaksanakan lebih intensif lagi agar

persentase ibu-ibu yang menyusui ekslusif dapat meningkat.

Rumah sakit harus membuat kebijakan tertentu tentang larangan promosi susu formula

sesuai dengan Juklak Depkes tahun 1991 tentang Permenkes no 240 tahun 1985. Dan pada

tanggal 3 agustus 1991 diadakan lomba rumah sakit sayang bayi serta adanya kesepakatan

produsen importer produk makanan bayi (PMB) yang antara lain bahwa isi kesepakatan tersebut

menyatakan PMB tidak memasarkan produknya ke sarana pelayanan kesehatan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Dalam pelaksanaan program ASI ekslusif di rumah sakit selalu berpedoman pada

pelaksanaan Permenkes RI no 240/men.Kes/Per/v/1995 tentang pengganti ASI, dimana tertuang

didalamnya pokok-pokok kebijaksanaan peningkatan penggunaan ASI secara ekslusif.

A. Dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI seluruh aparat baik pemerintah maupun swasta,

organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat yang berpedoman pada

kebijaksanaan PP-ASI yang meliputi: 1.) Menyusui ekslusif, 2.) ASI diberikan sampai 2

tahun, 3.) Larangan promosi/penggunaan pengganti ASI, 4.) Melaksanakan sepuluh

langkah menuju keberhasilan menyusui (10 langkah MKM),5.) Peningkatan penyuluhan

ASI.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
B. Sasaran meliputi: 1.) Penentu kebijakan termasuk para pengambil keputusan dan

administrator (legislatif, eksekutif dan judikatif), 2.) Institusi pendidikan kesehatan, 3.)

Petugas kesehatan, 4.) petugas non kesehatan formal dan non formal, 5.) Masyarakat

umum.

C. Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan PP-ASI yaitu: 1.) Memanfaatkan dan

memasyarakatkan peraturan dan perundang-undangan yang mendukung program PP-ASI,

2.) Melaksanakan orientasi kepada penentu kebijakan, pengambil keputusan dan

administrator baik disektor pemerintah, swasta dan masyarakat, 3.) melaksanakan

pelatihan bagi petugas kesehatan dan non kesehatan, 4.) Menigkatkan penyuluhan PP-

ASI, 5.) Menyediakan sarana dan memberikan pelayanan yang kegiatan PP-ASI sesuai

kebijakan PP-ASI, 6.) pemantauan dan evaluasi program PP-ASI berdasarkan indikator

keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya, 7.) Petugas kesehatan memberikan

nasihat secara khusus pada ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI.

Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, yaitu : 1.) Mempunyai kebijakan tertulis

tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk

diketahui, 2.) Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan

untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut, 3.) Menjelaskan kepada semua ibu

hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui, 4.) Membantu ibu-ibu untuk mulai

menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, 5.) Memperlihatkan kepada ibu-

ibu cara menyusui dan mempertahankannya sekalipun saat ibu berpisah dengan bayinya, 6.)

Tidak memberikan makanan ataupun minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir,

kecuali bila ada indikasi medis, 7.) Melaksanakan rawat gabung memungkinkan/mengizinkan

ibu dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam, 8.) Mendukung ibu agar dapat memberi ASI

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan bayi (on-demand), 9.) Tidak memberikan dot atau

kempeng pada bayi yang sedang menyusui, 10.) Membentuk kelompok pendukung menyusui

dan menganjurkan ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik selalu berhubungan ke

kelompok tersebut.

2.8. Pemberian ASI Ekslusif di Rumah Sakit.

Pemberian ASI Eksklusif di Rumah Sakit Sering Terkendala Sekedar informasi

bermakna tentang ASI. Praktik di rumah sakit yang memberikan susu formula atau air putih pada

bayi yang baru lahir, secara signifikan menurunkan jumlah ibu yang memberikan ASI secara

eksklusif pada bayinya.

Peneliti di Amerika Serikat melakukan survei terhadap 1.573 ibu yang melahirkan anak

tunggal di rumah sakit. Hasil yang ditemukan terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah

ibu yang mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif. Pada saat ditanya pertama kali hampir 70

persen ibu mengatakan ingin memberikan ASI eksklusif, tapi kenyataannya hanya 50 persen

yang melakukannya selama seminggu setelah melahirkan. Data tersebut menunjukkan bahwa

lebih dari 400.000 bayi yang lahir gagal mendapatkan ASI eksklusif.

Rendahnya pemberian ASI ini karena praktik di rumah sakit memberikan pengaruh yang

sangat kuat terhadap kegagalan ibu memberikan ASI eksklusif. Ibu yang tidak ditawarkan susu

formula jauh lebih mungkin untuk bisa memberikan ASI secara eksklusif, diperkirakan sekitar

4,4 kali lebih mungkin untuk ibu yang baru pertama kali melahirkan dan 8,8 kali lebih mungkin

untuk ibu yang sudah pernah melahirkan.

Para peneliti mengidentifikasi praktik-praktik di rumah sakit yang bisa mempengaruhi

pemberian ASI eksklusif. Seperti contoh sejak masih di rumah sakit bayi yang baru lahir sudah

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
diberi susu formula, meskipun sang ibu sudah memberitahu akan memberikan ASI eksklusif.

Sebagian besar ibu-ibu hanya menyusui selama seminggu di rumah sakit dan tindakan ini sangat

terkait dengan praktik yang dilakukan selama di rumah sakit.

Kejadian ini bukan hanya terjadi di Amerika saja, tapi juga banyak terjadi di Indonesia.

Banyak rumah sakit yang telah memberikan susu formula pada bayi baru lahir saat masih berada

di rumahsakit. Hal ini juga yang mempengaruhi banyaknya ibu yang gagal melakukan pemberian

ASI eksklusif.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
BAB III

KESIMPULAN dan SARAN

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan rumah sakit cukup besar

peranannya dalam hal melakukan promosi ASI ekslusif kepada ibu-ibu yang baru melahirkan.

Dalam hal ini manajemen rumah sakit sebaiknya memberikan motivasi yang lebih lagi kepada

petugas kesehatan agar lebih disiplin, serta kepada bidan-bidan agar diberi bimbingan secara

rutin baik pengetahuan tentang ASI ekslusif agar dapat memberikan penyuluhan tentang

pentingnya memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir serta bagaimana cara agar ASI keluar

pada jam pertama setelah kelahiran bayi.

Para pejabat pembuat kebijakan pelayanan kesehatan seharusnya diberi informasi yang

cukup tentang manajemen laktasi, agar kebijakan tersebut searah dengan pelaksanaan di

lapangan.

Para petugas yang terlibat dalam program ASI ekslusif kiranya ikut berperan dalam

melarang promosi susu formula baik secara langsung maupun secara tak langsung yang dapat

menghambat pelaksanaan program ASI ekslusif.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Dikjen Pembinaan


Kesehatan Masyarakat (1992). Pedoman Pemberian Makanan Tambahan Pendamping
ASI (MP-ASI) Jakarta.
2. Departemen Kesehatan RI, 1992. Manajemen Laktasi.
3. Indonesia, Departemen Kesehatan, Badan Litbangkes-BPS (1992). Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Jakarta
4. Ratna LB (1995). Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan
Perkotaan II (I), Jakarta:84
5. Soetjiningsih,1997, ASI :Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan.Jakarta.
6. Suksmaningsih,Indah,2001.Kompetisi ASI dan Janji-janji Susu-susu Formula.
7. :http://misteradesetiawan.blogspot.com,diakses26Desember2009.
8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/1927773-pemberian-asi-eksklusif-
Mdi-rumah/,diakses 26 Desember 2009.

Rusmalawaty : Peranan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan Program Asi Eklusif, 2009

Anda mungkin juga menyukai