PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak didasarkan
atas kekuasaan. Hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan roda kehidupan
berbangsa dan bernegara. Disamping kepastian dan keadilan hukum juga berfungsi
adalah sebagai medan dan perjuangan manusia dalam konteks mencari kebahagiaan
masalah krusial yang mengaburkan makna dari hukum tersebut. Hukum dijadikan
1
Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hlm.1.
2
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir (Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan
Hukum), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), hlm. 9.
1
alat untuk melegalkan tindakan-tindakan yang menistakan nilai-nilai keadilan
Hukum dan keadilan merupakan dua buah sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan, hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan keadilan tanpa hukum
ibarat macan ompong. Namun untuk mendapatkan keadilan maka pencari keadilan
harus melalui prosedur-prosedur yang tidak adil. Sehingga hukum menjadi momok
hanyalah sebagai tanda (sign) tanpa makna. Teks-teks hukum hanya permainan
Salah satu penyebab kemandegan yang terjadi didalam dunia hukum adalah
karena masih terjerembab kepada paradigma tunggal positivisme yang sudah tidak
fungsional lagi sebagai analisis dan kontrol yang bersejalan dengan tabel hidup
karakteristik manusia yang senyatanya pada konteks dinamis dan multi kepentingan
baik pada proses maupun pada peristiwa hukumnya. 3 Sehingga hukum hanya
dipahami dalam artian yang sangat sempit, yakni hanya dimaknai sebatas undang-
hukum.
3
Sabian Usman, op. cit, hlm. 219.
2
politik yang demokratis dan konfigurasi politik yang otoriter. Sejalan dengan
Pada saat konfigurasi politik tampil secara demokratis, maka produk-produk hukum
Berangkat dari Teori Sinzheimer bahwa hukum tidak bergerak dalam ruang
yang hampa melainkan, ia selalu berada dalam suatu tatanan sosial tertentu , 5
maka penting kiranya meminjam ilmu-ilmu lain untuk mendekati persoalan ilmu
hukum. Kita boleh meminjam ilmu politik untuk memecahkan persoalan hukum.
Kalau kita berangkat dari asumsi bahwa hukum adalah produk politik, maka terdapat
hubungan yang erat antara sistem politik dan hukum. Sistem politik tertentu akan
bernegara dan berpolitik yang lebih demokrasi, dan hal ini juga membawa perubahan
sistem hukum yang ada, dari model yang tertutup hingga menjadi model terbuka
dengan lebih mengedepankan keadilan ditengah masyarakat dari pada keadilan yang
Hukum merupakan bagian dari karya cipta manusia yang dimanfaatkan untuk
menegakkan martabat manusia. Manusia tidak menghamba kepada abjad dan titik
4
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 373.
5
Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis (Semarang: Suryandaru Utama, 2005),
hlm. 3.
3
koma yang terdapat dalam Undang-Undang sebagai buah perwujudan nalar, tetapi
kemanusiaan. Hukum tidak hanya produk rasio, tetapi bagian dari intuisi.
Keadilan bukan verifikasi saklek atas maksud umum kalimat implikatif yang
mengetuk palu digedung pengadilan. Keadilan juga tidak butuh hakim pemalas dan
manusia Indonesia.
hakim sebagai mata pencaharian didalam sebuah gedung. Sebab, bagi aparat, menjadi
PNS atau polisi bertujuan untuk bekerja. Karena itu, hukum hanya bagian dari
tumpukan file dimeja penegak hukum yang harus diselesaikan. Isu umum yang
yang diukur dengan nilai-nilai nominal yang dicapai. Pola pikir itu sejalan dengan
makna dari istilah-istilah yang popular dalam dunia hukum. Seperti mafia hukum.
UUD (ujung-ujung duit), pasal karet, 86 dan penyelesaian dibalik meja. Keadilan
6
Saifur Rohman, Menembus Batas Hukum, Opini Kompas, 22 januari 2010.
4
Hukum Progresif memecahkan kebuntuan itu. Dia menuntut keberanian
tersebut benar, idealitas yang dibangun dalam penegakan hukum di Indonesia sejajar
dengan upaya bangsa mencapai tujuan bersama. Idealitas itu akan menjauhkan dari
praktek ketimpangan hukum yang tak terkendali seperti sekarang ini. Sehingga
Indonesia dimasa depan tidak ada lagi dskriminasi hukum, bagi kaum papa karena
hukum tak hanya melayani kaum kaya. Apabila kesetaraan didepan hukum tak bisa
hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam-putih dari peraturan (according to the
letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to very meaning) dari
melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang
penderitaan bangsa dan disertai keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang
biasa dilakukan.7
7
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis (Yogyakarta: Genta Publishing,
2009), hlm. 13.
5
3. Bagaimana peran politik hukum dalam membangun hukum progresif?
1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun penulisan ini, data dan sumber data yang digunakan adalah
Bahan hukum primer, yaitu bahan bahan hukum yang mengikat dan terdiri
6
Bahan tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
(hukum), ensiklopedia.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum
hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau
cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder, berupa
artikel baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik yang semua itu
4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan ini termasuk ke dalam
yang diteliti.
7
b. Memilih kaidah kaidah hukum/ doktrin yang sesuai dengan penelitian.
yang ada.
Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan
penulisan ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta
mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari penulisan ini.
Keseluruhan penulisan ini meliputi 4 (empat) bab yang secara garis besar isi
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
Dalam bab ini akan diuraikan tentang Politik Hukum Di Indonesia, Hukum
Progresif, dan Substansi Hukum Sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi
8
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pandangan hukum progresif tentang
keadilan, landasan konseptual hukum progresif, dan Peran Politik Hukum Dalam
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari
tersebut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Republik Indonesia) dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang
bersumber dari nilai-nilai yang berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku
citakan.
Tujuan politik hukum nasional meliputi dua aspek yang saling berkaitan: (1)
Sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan suatu sistem hukum nasional yang dikehendaki; dan
(2) dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia
yang terdiri dari banyak komponen yang saling bergantung, yang dibangun untuk
mencapai tujuan negara dengan berpijak pada dasar dan cita hukum negara yang
8
terkandung di dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945.
8
Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
hlm. 22.
10
Penegasan keduanya sebagai sumber politik hukum nasional didasarkan pada dua
alasan yaitu:
1. Pembukaan dan Pasal-Pasal UUD 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum
dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan
9
oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu .
Dalam upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian cita-cita dan tujuan
negara, politik hukum nasional harus berpijak pada kerangka dasar sebagai berikut :
1. Politik hukum nasional harus selalu mengarah pada cita-cita bangsa, yakni
3. Politik hukum nasional harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
9
Ibid., hlm. 23.
11
dengan semua ikatan promordialnya, meletakkan kekuasaan di bawah
semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup
5. Sistem hukum nasional yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila,
kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum
rechtsstaat dan the rule of law, keseimbangan anatara hukum sebagai alat untuk
memajukan dan hukum sebagai cermin nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat,
10
religius nation state.
10
Ibid., hlm. 30-32.
12
Politik hukum nasional sebagai pedoman dasar bagi segala bentuk dan proses
perumusan, pembentukan dan pengembangan hukum di tanah air. Bila politik hukum
nasional merupakan pedoman dasar bagi segala bentuk dan proses perumusan,
pembentukan dan pengembangan hukum di tanah air, dapat dipastikan politik hukum
teknis.
13
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung
oleh cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga
sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai
beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum
Merujuk pada UUD 1945 yang telah mengalami perubahan sebanyak empat
adalah (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat dan (2) Dewan Perwakilan Rakyat. MPR
perubahan ketiga UUD 1945, MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara
(supreme body), tetapi hanya merupakan sidang gabungan (joint session) yang
14
mempertemukan Dewan Permusyawaratan Rakyat dengan Dewan Perwakilan
11
Daerah.
Produk dari kedua lembaga yang bergabung dalam MPR, yang dituangkan ke
dalam penetapan atau perubahan UUD tersebut, merupakan politik hukum. Artinya,
segala bentuk perubahan dan penetapan yang dilakukan oleh MPR terhadap UUD
disebut sebagai politik hukum, karena merupakan salah satu kebijaksanaan dasar dari
produk dari MPR adalah cetak biru untuk merealisasikan tujuan-tujuan negara.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat merumuskan politik hukum dalam bentuk
Pasal 20 ayat (1) perubahan pertama UUD 1945 menjelaskan DPR memegang
(legislative power) yang semula menjadi kekuasaan presiden kini beralih ke DPR.
Rumusan ini diperkuat oleh Pasal 20A yang menjelaskan DPR memiliki fungsi
kepada DPR.
11
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahaan Keempat (Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, 2002), hlm. 5.
15
Dengan penjelasan di atas, selain MPR, DPR juga mempunyai peran yang
sangat signifikan dalam rangka membuat cetak biru hukum nasional untuk mencapai
tujuan-tujuan negara yang dicita-citakan. Peran yang dapat dilakukan DPR tersebut
2. Pendapat Pemerintah
16
UUD sebagai produk MPR dan undang-undang sebagai produk DPR tidak
ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Kehendak-kehendak ini bisa datang dari
12
berbagai kalangan. Kehendak-kehendak tersebut bisa muncul baik pada tingkat
13
suprastruktur politik maupun infrastruktur politik. Infrastruktur politik Indonesia
terdiri dari partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, alat komunikasi
14
politik, dan tokoh politik. Suprastruktur politik yang mempunyai kewenangan
lain-lain, yang muncul dari tingkat infrastruktur politik kemudian diperdebatkan dan
adalah rumusan politik hukum baik yang terdapat dalam UUD apabila merupakan
15
II.2. Hukum Progresif
12
Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1998), hlm. 7.
13
Sri Soemantri M dalam Artidjo Alkostar, Identitias Hukum Nasional (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, 1997), hlm. 239.
14
Imam Syaukani, Dasar-dasar Politik Hukum (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), hlm. 121.
17
Gagasan hukum progresif dikampanyekan oleh Satjipto Raharjo yang pada
prinsipnya bertolak dari dua komponen basis dalam hukum, yaitu peraturan dan
perilaku (rules and behavior). Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa
hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Berangkat dari asumsi dasar ini,
maka kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang
lebih luas dan besar, itulah sebabnya ketika terjadi permasalahan di dalam hukum,
maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-
Hukum progresif juga berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum bukan
merupakan institusi yang mutlak secara final, karena hukum selalu berada dalam
proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the making). Untuk melukiskan
16
menarik sebagai berikut:
15
Muhammad Irwan, Penegakan Hukum Progresif Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia, Tesis Pascasarjana Kepidanaan,, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 2013, hlm. 72-
75. http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/154/--muhammadir-7699-1-14-muham-n.pdf.
16
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 128.
18
process, law in the making). Hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri,
(memverifikasi) kualitas dari hukum, tolak ukur yang dapat dijadikan pedoman antara
ketika hukum masuk dalam ranah penegakan hukum misalnya, seluruh proses
keadilan, sudah barang tentu mempunyai dimensi yang sangat luas, karena dalam
keadilan. Terpenuhinya prosedur hukum baru menciptakan apa yang disebut dengan
manusia tidak hanya ditentukan oleh bekerjanya hukum, tetapi diharapkan bekerjanya
sudah berpihak kepada rakyat. Pertanyaan ini menjadi penting dan bernilai strategis,
terkait dengan realitas bekerjanya hukum yang seringkali lebih berpihak kepada
19
pemegang kekuasaan (ekonomi maupun politik) dari pada berpihak kepada rakyat,
sehingga sering muncul adagium bahwa: the haves come out a head.
dengan sendirinya, bekerjanya hukum bukan merupakan sesuatu yang final dan
absolute, tetapi selalu dalam proses untuk mencari, dan selalu terbuka untuk
diverifikasi. Itulah sebabnya hukum disebut sebagai law as a process, law in the
making.
Memang hukum itu tidak bisa melepaskan diri dari cirinya yang normative sebagai
rules, tetapi hukum juga sebagai suatu perilaku (behavior). Peraturan akan
membangun suatu sistem hukum positif, sedangkan perilaku atau manusia akan
menggerakkan peraturan dan sistem yang sudah dibangun itu. Hal ini penting karena
sebagai peraturan hukum itu hanya kata-kata dan rumusan di atas kertas tapi nyaris
tidak berdaya sama sekali, sehingga sering disebut sebagai black letter law, law
on paper dan law in the books. Hukum hanya bisa menjadi kenyataan dan janji-
20
II.3. Substansi Hukum Sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi
17
Penegakan Hukum Progresif
Indonesia yang damai dan sejahtera. Apabila hukum ditegakan, maka kepastian, rasa
aman, tentram ataupun, kehidupan yang rukun akan dapat terwujud. Ketiadaan
hidupnya. Hal tersebut menunjukan adanya keterkaitan antara damai, adil dan
sejahtera. penegakan hukum yang mengabaikan keadilan dan nilai yang hendak
ditegakkan oleh hukum atau akan menjauhkan rasa keadilan masyarakat yang pada
gilirannya akan mempengaruhi citra hukum dan penegakannya cara sendiri untuk
menemukan rasa keadilan meskipun bertentangan dengan norma hukum yang ada.
Dengan demikian banyak hal yang terkait dengan masalah penegakan hukum
dan jika kita amati unsur-unsur dalam sistem akan dijumpai sejumlah faktor yang
manusia, fasilitas pendukung dan budaya hukum. Pengamatan yang lebih bersifat
ini sangat kompleks. Meskipun kita harus berharap, misalnya membuat peraturan
budaya yang mendukung iklim politk, namun dalam kenyataannya penegakan hukum
oleh pengadilan sangat tergantung pada sejauh mana putusan yang ditetapkan hakim
21
dan atribut-atribut hukum lain yang digunakan hakim sebagai dasar penerapan hukum
dapat diwujudkan melalui cara menentukan landasan hukum yang sesuai dengan
18
nilai-nilai keadilan yang dianut masyarakat.
Substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku manusia yang ada
dalam sistem. Substansi juga berarti produk yang berupa keputusan atau aturan
19
sistem tersebut.
dibuat oleh institusi negara dengan tujuan dan alasan tertentu. Tujuan dan alasan
20
yang ditetapkan dengan implementasi peraturan perundang-undangan yang dibuat.
18
Mardjono Reksodiputro, dkk, Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta: Cyber Consult, 1999), hlm.
118.
19
Friedman, Lawrence M., The Legal System, A Social Science Perspective (New York: Russel Sage
Foudation, 1985), hlm. 14
20
Hikmahanto Juwana, 2003. Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia, dalam Gagasan
dan Pemikiran Tentang Pembaharuan Hukum Nasional, Vol. II, (Jakarta: Departemen Kehakiman dan
HAM RI, 2003), hlm.1.
22
Meskipun banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat, akan tetapi
sangat tergantung pada pemahaman masyarakat tentang hukum itu sendiri. Untuk
jelas redaksi, tujuan, dan sanksinya. Oleh karena pembuat undang-undang harus
merumuskannya secara tepat dan benar serta tidak bersifat simbolik semata, tetapi
hak individu dan hak sosial ataupun pluralisme dalam berbagai hal serta tidak
dari kemanusiaan dan sekaligus menghambat aspek negatif. Penerapan hukum yang
mengatur, dan sekaligus memperkuat hak warga negara. Terlebih lagi dengan
pelaksanaan hukum yang transparan dan terbuka, di satu sisi dapat menekan dampat
23
negatif yang ditimbulkan oleh tindakan masyarakat dan pada sisi lain dapat
perundangan yang akan dibuat tidak dapat lagi dilakukan berdasarkan selera dan
progresif ini diharapkan mampu menjawab rasa keadilan masyarkat, dimana selama
ini hukum hanya dijalankan secara formalitas saja tanpa mengedepankan aspek
keadilan dan responsibilitas dari hukum itu sendiri. Pemikiran hukum progresif
bukanlah sesuatu yang kebetulan, bukan sesuatu yang lahir tanpa sebab, dan juga
bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Hukum progresif adalah bagian dari proses
pencarian kebenaran yang tidak pernah berhenti. Hukum progresif yang dapat
dipandang sebagai konsep yang sedang mencari jati diri bertolak dari realitas empiris
progresif yang berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia dan
24
selalu dalam proses untuk menjadi, maka dalam memberikan penjelasan terhadap
Karena hukum itu untuk manusia, maka penegak hukum seharusnya bukan
hanya sekedar memahami hukum positif yang selama ini berlaku saja, tetapi
bagaimana seorang penegak hukum itu mampu mengangkat nilai-nilai hukum yang
bermuara kepada sebuah keadilan yang sesungguhnya, bukan hanya keadilan yang
Selain itu, para pelaku hukum dituntut mengedepankan kejujuran dan ketulusan
terhadap penderitaan yang dialami rakyat dan bangsa ini. Kepentingan rakyat
(kesejahteraan dan kebahagiaan) harus menjadi titik orientasi dan tujuan akhir
mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku hukum
terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan. Peraturan
yang buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk
menghadirkan keadilan bagi rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat
Mengapa pusat perhatian kepada perilaku bukan kepada peraturan, hal ini tidak
lain karena masalah penegakan hukum pada dasarnya merupakan kesenjangan antara
25
hukum secara normatif (das sollen) dan hukum secara sosiologi (das sein) atau
hukum masyarakat yang senyatanya. Penegakan hukum yang berjalan selama ini
terkesan kuat masih berkutat dalam bentuk keadilan prosedural yang sangat
menekankan pada aspek regularitas dan penerapan formalitas legal semata. Sejalan
dengan itu rekayasa hukum menjadi aroma yang cukup kuat dalam hampir setiap
prosedural masih bersifat konsep parsial dan belum menjangkau seutuhnya ide-ide
dan realitas yang seharusnya menjadi bagian instrinsik dari konsep dan penegakan
keadilan. Akibatnya, penegakan hukum menjadi kurang atau bahkan tidak mampu
kehadiran hukum progresif dibawah semboyan hukum yang pro-keadilan dan pro-
rakyat. Hukum progresif menempatkan dedikasi para pelaku hukum di garda depan.
Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa komunitas hukum di negeri ini umumnya msih
berpikir dengan cara-cara klasik. Teramati melalui banyak putusan hukum bahwa
Diterjemahkan nke dalam dunia hukum, mereka bersifat sangat submistif terhadap
hukum positif, tidak kreatif, apalagi berani mematahkan aturan yang ada (rule
breaking).
sendiri, hukum hanyalah konsep jika tidak dijalankan, oleh karena itu hukum
26
sebetulnya hanya macan kertas bila manusia tidak turun tangan menggerakkannya.
bekerjanya hukum, yang menurut Satjipto Rahadjo diistilahkan dengan hukum yang
membuat bahagia.
sebagai berikut:
1. Kajian hukum progresif berusaha mengalihkan titik berat kajian hukum yang
3. Hukum progresif berbagi paham dengan legal realism karena hukum tidak
dipandang dari kaca mata hukum itu sendiri, melainkan dilihat dan dinilai
dari tujuan sosial yang ingin dicapai dan akibat yang timbul dari bekerjanya
hukum.
Roscoe Pound yang mengkaji hukum tidak hanya sebatas pada studi tentang
peraturan tetapi keluar dan melihat efek dari hukum dan bekerjanya hukum.
27
5. Hukum progresif memiliki kedekatan dengan teori hukum alam, karena
28
BAB III
PEMBAHASAN
dan naik pasang secara bergantian antara demokratis dan otoriter. Dengan logika
menampilkan watak otoriter-birokratis. Orde baru tampil sebagai Negara kuat yang
atau pembatasan-pemabatasan.21
rasa keadilan masyarakat itu tidak jelas. Menurut Hakim Agung Abdul Rachman
Saleh, rasa keadilan masyarakat yang dituntut harus mampu dipenuhi oleh para
hakim itu tidak mudah. Hal ini dikarenakan ukuran rasa keadilan masyarakat tidak
jelas.22
21
Mahfud MD, op. cit., hlm. 345.
22
Lebih jauh Arman mengemukakan bahwa dalam menetapkan putusannya hakim memang harus
mengedepankan rasa keadilan. Namun rasa keadilan masyarakat sebagaimana dituntut sebagian orang
agar dipenuhi oleh hakim, adalah tidak mudah. Bukan karena hakim tidak bersedia, melainkan karena
ukuran rasa keadilan masyarakat itu tidak jelas. Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi
Politik, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.
29
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum.
Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat
mendapatkan bagian yang sama dengan orang lain. Demikian pula, keadilan tidak
KUHP, misalnya angka 15 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya. Karena keadilan
sesungguhnya terdapat dibalik sesuatu yang tampak dalam angka tersebut (metafisis),
mendasar bagi bekerjanya suatu sistem hukum. Sistem hukum tersebut sesungguhnya
merupakan suatu struktur atau kelengkapan untuk mencapai konsep keadilan yang
340.
23
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya: Bayumedia, 2005),
hlm.1.
24
Andi Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam Law in Book and Law in Action Menuju
Penemuan Hukum (Rechtsvinding) (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), hlm. 70.
25
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), hlm. 270.
30
Merumuskan konsep keadilan progresif ialah bagaimana bisa menciptakan
keadilan yang subtantif dan bukan keadilan prosedur. Akibat dari hukum modren
yang memberikan perhatian besar terhadap aspek prosedur, maka hukum di Indonesia
dihadapkan pada dua pilihan besar antara pengadilan yang menekankan pada
prosedur atau pada substansi. Keadilan progresif bukanlah keadilan yang menekan
(encourage) pengadilan dan hakim dinegeri ini untuk mewujudkan keadilan yang
progresif tersebut.
mencari kebenaran dan keadilan. Keadilan progrsif semakin jauh dari cita-cita
26
Ibid, hlm. 272.
31
pengadilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan apabila membiarkan
fair trial dinegeri ini hendaknya berani ditafsirkan sebagai pengadilan dimana hakim
konfigurasi politik yang melahirkannya. Artinya setiap muatan produk hukum akan
sangat ditentukan oleh visi kelompok dominan (Penguasa). Oleh karena itu, setiap
yang lahir tanpa sebab, dan juga bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Hukum
progresif adalah bagian dari proses pencarian kebenaran (searching for the truth)
yang tidak pernah berhenti. Hukum progresif yang dapat dipandang sebagai konsep
yang sedang mencari jati diri, bertolak dari realitas empirik tentang bekerjanya
27
Ibid, hlm. 276
28
Mahfud MD, op. cit., hlm. 368.
32
Adalah keprihatinan Satjipti Rahardjo terhadap keadaan hukum di Indonesia.
Para pengamat hukum dengan jelas mengatakan bahwa kondisi penegakan hukum di
Indonesia sangat memprihatinkan. Pada tahun 1970-an sudah ada istilah mafia
peradilan dalam kosakata hukum di Indonesia, pada orde baru hukum sudah
komersialisasi. Menurut Satjipto Rahardjo, inti dari kemunduran diatas adalah makin
Satjipto Rahardjo mengajukan pertanyaan, apa yang salah dengan hukum kita?
karena itu, hukum progresif menempatkan perpaduan antara faktor peraturan dan
gagasan hukum progesif, bahwa konsep hukum terbaik mesti diletakkan dalam
kemanusiaan.
memahami sistem hukum pada sifat yang dogmatic, selain itu juga aspek perilaku
29
Faisal, Menerobos Positivisme Hukum (Yogyakarta Rangkang Education, 2010), hlm. 70.
33
sosial pada sifat yang empirik. Sehingga diharapkan melihat problem kemanusiaan
institusi yang final dan mutlak, sebaliknya hukum progresif percaya bahwa institusi
hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the
Dalam konteks yang demikian itu, hukum akan tampak selalu bergerak,
mempengaruhi pada cara berhukum kita, yang tidak akan sekedar terjebak dalam
30
Ibid, hlm. 72.
34
ritme kepastian hukum, status quo dan hukum sebagai skema yang final,
melainkan suatu kehidupan hukum yang selalu mengalir dan dinamis baik itu melalui
perubahan-undang maupun pada kultur hukumnya. Pada saat kita menerima hukum
sebagai sebuah skema yang final, maka hukum tidak lagi tampil sebagai solusi bagi
Dasar filosofi dari hukum progresif adalah suatu institusi yang bertujuan
mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia
bahagia.31 Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk
manusia dan bukan sebaliknya. Berdasarkan hal itu, maka kelahiran hukum bukan
untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas, yaitu; untuk harga
ketika terjadi permasalahan didalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan
hukum.
hanyalah sebagai alat untuk mencapai kehidupan yang adil, sejahtera dan bahagia,
bagi manusia. Oleh karena itu menurut hukum progresif, hukum bukanlah tujuan dari
manusia, melainkan hukum hanyalah alat. Sehingga keadilan subtantif yang harus
31
Mahmud Kusuma, Menyelami Semangat Hukum Progresif; Terapi Paradigmatik Atas Lemahnya
Penegakan Hukum Indonesia (Yogyakarta: Antony Lib bekerjasama LSHP, 2009), hlm. 31.
35
lebih didahulukan ketimbang keadilan prosedural, hal ini semata-mata agar dapat
Orientasi hukum progresif bertumpu pada aspek peraturan dan perilaku (rules
and behavior). Peraturan akan membangun sistem hukum positif yang logis dan
rasional. Sedangkan aspek perilaku atau manusia akan menggerakkan peraturan dan
sistem yang telah terbangun itu. Karena asumsi yang dibangun disini, bahwa hukum
demikian faktor manusia dan kemanusiaan inilah yang mempunyai unsur greget
tekad).
saya jaksa dan hakim yang baik, maka dengan peraturan yang
proyek kemanusiaan.32
32
Ibid, hlm. 74.
36
Mengutamakan faktor perilaku (manusia) dan kemanusiaan diatas faktor
peraturan, berarti melakukan pergeseran pola pikir, sikap dan perilaku dari aras
sebagai pribadi (individu) dan makhluk sosial. Dalam konteks demikian, maka setiap
manusia mempunyai tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial untuk
membebaskan diri dari tipe, cara berpikir, asas dan teori hukum yang legalistik-
positivistik. Dengan ciri ini pembebasan itu, hukum progresif lebih mengutamakan
hukum, maka diperlukan langkah-langkah kreatif, inovatif dan bila perlu melakukan
37
Mangkudilaga dalam kasus Tempo, ia melawan Menteri
kepada tindakan anarkhi, sebab apapun yang dilakukan harus tetap didasarkan pada
logika kepatutan sosial dan logika keadilan serta tidak semata-mata berdasarkan
logika peraturan saja. Di sinilah hukum progresif itu menjunjung tinggi moralitas.
hukum untuk manusia, dan bukan sebaliknya akan membuat hukum progresif
merasa bebas untuk mencari dan menemukan format, pikiran, asas serta aksi yang
34
III.3. Peran Politik Hukum Dalam Pembangunan Hukum Progresif
Secara nyata, kalau kita mengatakan bahwa sistem hukum kita mengadopsi
sepenuhnya pada sistem hukum kolonial adalah kurang tepat. Karena sistem hukum
kita, ibarat makanan, dia adalah gado-gado. Selain menganut sistem warisan
wajar ditempuh oleh suatu negara, dikarenakan masih dalam proses pencarian jatidiri
33
Ibid, hlm. 75.
34
Lihat tulisan Eko Wahyudi, Peranan Politik Hukum Dalam Pembangunan Hukum Progresif
sebagai Hukum yang Pancasilais, Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPN
Veteran Jawa Timur, Jatim 28 Juni 2011, hlm. 304-306.
http://eprints.upnjatim.ac.id/3259/1/eko_wahyudi.pdf.
38
sistem hukum yang ideal. Negara melalui politik hukumnya sudah berusaha
membawa hukum kita menuju ke proses pembangunan hukum yang dari waktu ke
Menuju ke perbaikan dan perbaikan. Itulah kata kunci bagaimana wajah dunia
hukum di Indonesia saat ini. Kita sadar bahwa perkembangan hukum hendaklah
dipandang secara general bukanlah produk final. Hukum bukan harga mati dimana ia
harus flexible mengikuti dinamika masyarakat. Dengan demikian, hukum kita akan
selalu up to date pula terhadap perkembangan atau dengan kata lain perkembangan
yang disampaikan oleh Roscue Pound yang menyatakan bahwa law as a tool of
social engineering.
benar baru. Perkembangan ini bukan hanya sebatas pada substansi hukumnya,
melainkan juga menyentuh pada kelembagaan hukum. Dalam konteks hukum sebagai
suatu proses, bukan tidak mungkin, negara sebagai fasilitator akan melahirkan
lembaga-lembaga hukum baru. Hal ini tentu saja dimaksudkan, agar hukum
mencapai kondisi yang ideal. Misalkan saja lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi
lain yaitu lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai sarana hak uji terhadap
39
produk undang-undang bila bertentangan dengan UUD 1945. Kebijakan-kebijakan
bukan hanya murni hal-hal yang sifatnya legal prosedural melainkan legal
substansial
a. Pancasila, yang dikomandani sila pertama, jelas menghendaki suatu hukum yang
perwujudan dari nilai keadilan milik rakyat banyak, keadilan sosial yang bisa
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
hukum yang adil tersebut jelas mengandung makna kepastian hukum materiil
(material certainty legality) yang berbasis pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
40
b. Pasal 3 ayat (2) : Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan
juga dengan tegas menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
cita moral, cita hukum, norma pembentuk dan norma penguji keabsahan
pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang
lain.
41
g. Pasal 1 RUU KUHP, telah memperluas asas legalitas formal yang dikandung
(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali
dilakukan.
peraturan perundang-undangan.
Dari uraian tersebut, jelas menunjukkan politik hukum kita sudah memfasilitasi
suatu pembangunan hukum progresif meskipun secara kuantitas dan kualitas, dengan
lebih ditingkatkan. Namun, perlu diingat bahwa dalam satu kesatuan sistem hukum
dimana selain faktor substansi hukum masih ada faktor penegak hukum dan budaya
hukum. Untuk saat ini, dalam rangka pembangunan hukum progresif, ketiga factor
tersebut masih belum berjalan menuju satu tujuan. Apalah artinya substansi hukum
42
yang progresif telah terbentuk namun penegak hukumnya masih berfikiran kolot
terpaku pada legalistik formal? Apalah artinya hukum yang progresif bila budaya
Politik hukum kita, khususnya yang bersifat temporer telah mewujudkan suatu
paradigma hukum progresif. Hal-hal yang tidak kalah pentingnya terkait dengan
gagasan hukum progresif. Oleh karena itu, bagi mereka perlu diadakan suatu
undangan baik di pusat maupun di daerah yang telah dibuat untuk dikaji ulang
kesesuaiannya dengan falsafah kita yaitu Pancasila. Tidak harus merubah total
3. Sosialisasi tentang apa dan bagaimana hukum progesif, bukan hanya kepada
publik sebagai tujuan, melainkan juga kepada jajaran eksekutif serta legislatif baik
pusat maupun daerah. Hal ini beranjak dari pemikiran bahwa dua fungsi inilah
43
44
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan atas persamaan hak dan kewajiban. Nilai-
nilai keadilan tersebut berasal lansung dari masyarakat dan bukan nilai-nilai keadilan
yang tekstual dan hitam putih yang memiliki makna terbatas. Bukan keadilan
Peran politik hukum secara temporer sudah tercermin dalam bentuk upaya-
perundang-undangan yang tidak sesuai dengan cita moral dan falsafah bangsa,
dengan acuan utama adalah Pancasila, sebagai sumber dari segala sumber hukum.
IV.2. Saran
Hukum progresif adalah bagian dari proses pencarian kebenaran (searching for the
truth) yang tidak pernah berhenti. Hukum progresif yang dapat dipandang sebagai
45
konsep yang sedang mencari jati diri, bertolak dari realitas empirik tentang
kinerja dan kualitas penegakan hukum dalam setting Indonesia akhir abad ke-20.
Faktor penegak hukum dan budaya hukum, sebagai bagian tak terpisahkan
dalam satu sistem hukum, harus saling menunjang menuju ke pembangunan hukum
progresif. Hal ini dikarenakan kondisi dilapangan, mayoritas penegakan hukum kita
mencerminkan cita hukum masyarakat. Demikian pula dari sisi budaya hukum, harus
46