Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PENURUNAN KESADARAN

Oleh:
BAMBANG HERUJU
1001010

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2013
Laporan Pendahuluan Gawat Darurat
pada Klien yang Mengalami
Penurunan Kesadaran

A. Pengertian
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu
(Corwin, 2001).
Penurunan kesadaran adalah keadaan di mana penderita tidak sadar
dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu
memberikan respon yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara
sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan di mana seseorang mengenal /
mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya (Padmosantjojo, 2000).
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah (Harsono, 1996),
yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari
panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik
dari luar maupun dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak
terhadap rangsang nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.

B. Etiologi
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan
penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE (Harsono, 1996),
yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum.
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis.
6. I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.

C. Manifestasi klinis
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kualitatif.
2. GCS kurang dari 13.
3. Sakit kepala hebat.
4. Muntah proyektil.
5. Papil edema.
6. Asimetris pupil.
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif.
8. Demam.
9. Gelisah.
10. Kejang.
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan.
12. Retensi atau inkontinensia urin.
13. Hipertensi atau hipotensi.
14. Takikardi atau bradikardi.
15. Takipnea atau dispnea.
16. Edema lokal atau anasarka.
17. Sianosis, pucat dan sebagainya.

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab
penurunan kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
(BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum,
alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah (BGA).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak.
3. PET (Positron Emission Tomography)
Untuk menilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak.
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.

8. EEG (Elektroensefalography)
Untuk menilai kejang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan
parut otak, infeksi otak.
9. EMG (Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit
lain.

E. Pengkajian primer
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas.
b. Terjadi penurunan kesadaran.
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll.
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
e. Gelisah.
f. Sianosis.
g. Kejang.
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan.
i. Suara serak.
j. Batuk.
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll.
b. Sianosis.
c. Takipnea.
d. Dispnea.
e. Hipoksia.
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi.
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi.
b. Takipnea.
c. Hipotermi.
d. Pucat.
e. Ekstremitas dingin.
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun.
h. Nyeri.
i. Pembesaran kelenjar getah bening.

F. Pengkajian sekunder
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke.
b. Infeksi otak.
c. DM.
d. Diare dan muntah yang berlebihan.
e. Tumor otak.
f. Intoksiaksi insektisida.
g. Trauma kepala.
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif :
Kesulitan dalam beraktivitas, kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat, nyeri atau kejang otot.
Data obyektif :
Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flasid atau
spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum, gangguan
penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif :
Riwayat penyakit stroke, riwayat penyakit jantung, penyakit katup
jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial, polisitemia.
Data obyektif :
Hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG, pulsasi : kemungkinan
bervariasi, denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Eliminasi
Data Subyektif :
Inkontinensia urin / alvi, anuria.
Data obyektif :
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus (ileus paralitik).
d. Makan/ minum
Data Subyektif :
Nafsu makan hilang, nausea, vomitus menandakan adanya PTIK,
kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, riwayat DM,
peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif :
Obesitas (faktor resiko)
e. Sensori neural
Data Subyektif :
Syncope, nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, penglihatan
berkurang, sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada
muka, gangguan rasa pengecapan, gangguan penciuman.
Data obyektif :
Status mental, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku (seperti:
letargi, apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif, ekstremitas :
kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek tendon dalam, wajah: paralisis / parese, afasia (kerusakan atau
kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi
dari keduanya), kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli
taktil, kehilangan kemampuan mendengar, apraksia : kehilangan
kemampuan menggunakan motorik, reaksi dan ukuran pupil : reaksi
pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor,
diameter pupil.
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif :
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot.
g. Respirasi
Data Subyektif :
Perokok (faktor resiko).

h. Keamanan
Data obyektif :
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi
terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna,
kata, dan wajah yang pernah dikenali, gangguan berespon terhadap
panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan dalam
memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
i. Interaksi sosial
Data obyektif :
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang
menggunakan Skala Coma Glasgow : respon motorik, respon bicara,
pembukaan mata. Ketiga hal tersebut masing-masing diberi angka dan
dijumlahkan. Penilaian pada Glasgow Coma Scale
Respon motorik :
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh
pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan
seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius.
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal : bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang
nyeri (decorticate rigidity).
Nilai 2 : ekstensi abnormal : bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang
nyeri (decerebrate rigidity).
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon.
Catatan :
Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat, tidak ada trauma spinal, bila hal
ini ada hasilnya akan selalu negatif.
Respon verbal atau bicara :
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini
tidak berlaku bila pasien : dispasia atau apasia, mengalami trauma mulut,
dipasang intubasi trakhea (ETT).
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara, orientasi
waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada di mana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien confuse atau tidak orientasi penuh.
Nilai 3 : bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan.
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(ngrenyem), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya.
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri.
Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua
matanya.
Catatan :
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh.
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata.
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri.
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri.
4. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas
fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar.
b. Reflek Kremaster
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya
kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau
mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut
berarti adanya ganguan traktus corticulspinal.

G. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak,
depresi SSP dan oedem.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekret.
3. Pola nafas tidakk efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.

H. Intervensi keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak,
depresi SSP dan oedem.
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK.
b. Tanda tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak adanya penurunan kesadaran.
Intervensi :
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang
dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK.
b. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standar.
c. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana.
d. Pantau tekanan darah.
e. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan
dan penglihatan kabur.
f. Pantau suhu lingkungan.
g. Pantau intake, output, turgor.
h. Beritahu klien untuk menghindari/membatasi batuk,muntah.
i. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
j. Tinggikan kepala 15-45 derajat.
k. Berikan oksigen sesuai indikasi.
l. Berikan obat sesuai indikasi.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekret.
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam.
Kriteria hasil :
a. Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
b. Ekspansi dada simetris.
c. Bunyi napas bersih saat auskultasi.
d. Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
e. GDA dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
b. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas
dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
c. Penghisapan sekresi.
d. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
e. Berikan oksigenasi sesuai indikasi.
f. Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.
3. Pola nafas tidakk efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan.
Tujuan : pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
jam.
Kriteria hasil :
a. RR 16-24 x permenit.
b. Ekspansi dada normal.
c. Sesak nafas hilang / berkurang.
d. Tidak ada suara nafas abnormal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
b. Auskultasi bunyi nafas.
c. Pantau penurunan bunyi nafas.
d. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
e. Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
f. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.
g. Berikan oksigenasi sesuai indikasi.
h. Berikan obat sesuai indikasi.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam, pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.
Kriteria Hasil :
a. Bunyi paru bersih.
b. Warna kulit normal.
c. Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan.
Intervensi :
a. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia.
b. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran, laporkan perubahan tingkat
kesadaran pada dokter.
c. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2.
d. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
e. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam.
f. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan
peningkatan atau penyimpangan.
g. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan
oksigen.
h. Pantau irama jantung.
i. Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
j. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
DAFTAR PUSTAKA

Carolyn M. Hudak. (1997). Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.
Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta: EGC.

Susan Martin Tucker. (1998). Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta: EGC.

Lynda Juall Carpenito. (2001). Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta:


EGC.

Long, B.C. (1996). Essential of medical surgical nursing : A nursing process


approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2000). Brunner and Suddarths textbook of medical
surgical nursing. 8thEdition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.

Corwin, E.J. (2001). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.


Jakarta: EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (1994). Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. (1993). Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,
I.M. Jakarta: EGC.

Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta: Gajah Mada University
Press.

Padmosantjojo. (2000). Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta: Bagian Bedah Saraf


FKUI.

Markum. (2000). Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta: Pusat


Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai