Anda di halaman 1dari 53

TINJAUAN TEORITIS

CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD)

A. Anatomi Fisiologi Sistem Urinaria

Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.

Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi

asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam

darah dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari

proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat

urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung

kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.

Gambar 2.1

Sistem urinarius

1
Sumber: www.google.com

1. Ginjal

Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi

urin dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu

sistem utama untuk mempertahankan homeostasis (kekonstanan

lingkungan internal).

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti dua kacang yang

terletak dikedua kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah

dimbandingkan ginjal kiri karena tertekan oleh hepar. Kutub atas kanan

terletak setinggi iga keduabelas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak

setinggi iga kesebalas.

Gambar 2.2

Struktur Internal Ginjal

2
Sumber: www.google.com

a. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur

sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla (dalam) dan korteks

(luar).

a. Medula terdiri dari masa-masa triangular yang disebut piramida

ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papila, masuk

dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus

pengumpul urine.

b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang

merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak

didalam diantara piramida-piramida. Medula yang bersebelahan

3
untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus

yang mengalir kedalam duktus pengumpul.

c. Velvis ginjal (kaliks mayor dan kaliks minor) adalah perluasan

ujung poksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi dua sampai tiga

kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian

penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang

menjadi beberapa (8-18) kaliks minor.

b. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari

satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan

korteks yang melapisinya.

2. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi

mengalirkan urine dari pelvis ginjal kedalam kandung kemih. Pada orang

dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. dindingnya terdiri atas mukosa

yang dilapisi oleh sel-sel transisional. Otot-otot polos sirkuler dan

longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik untuk

mengeluarkan urine ke kandung kemih.

Ureter masuk kedalam kandung kemih dalam posisi miring dan

berada dalam otot kandung kemih, keadaan ini dapat mencegah terjadinya

aliran balik urine dari kandung kemih ke ureter

3. Kandung Kemih

4
Merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapisan otot

destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam merupakan otot

sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal dan paling luar merupakan

otot sirkuler. Mukosa- mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra

posterior. Kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk

suatu segi tiga yang disebut trigonum buli-buli.

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan

kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi

(berkemih) dalam menampung urin kandung kemih mempunyai kapasitas

maksimal, yang volumennya untuk orang dewasa 300-450 ml.

4. Uretra

Merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung

kemih, melalui proses miksi, pada pria organ ini berfungsi juga dalam

menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra

eksternal yang terletak pada perbatasan uretra interior dan posterior.

5. Fungsi Utama Ginjal

a. Pengeluaran zat sisa organik

Ginjal mengekskresikan urea, asam urat, kreatinin dan produk

penguraian hemoglobin dan hormone.

b. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Tubuh

5
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan asam

basa. Sebagian besar proses metabolisme tubuh menghasilkan asam

seperti CO2 yang mudah menguap dan metabolisme protein

menghasilkan asam yang tidak menguap seperti asam sulfat dengan

asam fosfat. Secara normal paru-paru mengekskresikan CO2

sedangkan zat yang tidak mudah menguap diekskresikan oleh ginjal.

Selain itu ginjal juga mereabsorbsi bikarbonat basa yang difiltrasi

secara bebas oleh glomerulus. Ginjal membantu mengeleminasi C02

pada pasien penyakit paru dengan meningkatkan sekresi dan ekskresi

asam dan reabsorbsi basa.

c. Pengaturan Ekskresi Elektrolit

Jumlah elektrolit dan air yang harus diekskresikan lewat ginjal

bervariasi dalam jumlahnya tergantung pada jumlah asupan, air,

natrium, klorida, elektrolit lain dan produk limbah diekskresikan

sebagai urin. Pengaturan jumlah natrium yang diekskresikan

tergantung pada aldosteron yang dihasilkan dan disintesa korteks

adrenal. Peningkatan kadar aldosteron dalam darah, menyebabkan

sekresi natrium berkurang karena aldosteron meningkatkan reabsorbsi

natrium dalam ginjal. Jika natrium diekskresikan dalam jumlah yang

melebihi jumlah natrium yang dikonsumsi, maka pasien akan

mengalami dehidrasi. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat

6
seiring dengan meningkatnya kadar aldosteron. Jika kalium

diekskresikan dalam jumlah yang kurang dari jumlah konsumsi pasien

akan menahan cairan. Retensi kalium merupakan akibat yang paling

buruk dari gagal ginjal.

d. Pengaturan Produksi Sel Darah Merah

Sebagai salah satu organ endokrin, ginjal membentuk dan melepaskan

eritropoitin. Eritropoitin adalah salah suatu hormon yang merangsang

sumsum tulang agar meningkatkan pembentukan eritrosit. Sel-sel

diginjal yang membentuk dan melepaskan eritropoitin berespons

terhadap hipoksia ginjal. Orang yang menderita penyakit ginjal sering

memperlihatkan anemia kronik

e. Regulasi Tekanan Darah

Hormon renin yang disekresikan oleh sel-sel jungstaglomerullar saat

terjadi penurunan tekanan darah. Renin akan mempengaruhi pelepasan

angiotensin yang dihasilkan di hati dan diaktifkan dalam paru.

Angiotensin I kemudian diubah menjadi Angiotensin II yaitu senyawa

vasokontriktor kuat. Vasokontriksi menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai reaksi

terhadap stimulasi kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai

reaksi terhadap perfusi yang buruk atau peningkatan osmolaritas

serum.

Bagan 2.1

Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal

7
Tekanan darah menurun

Ginjal Renin

Hati Angiotensin I

Kelenjar hipofisis Angiotensin II (vasokonstriktor kuat)

ACTH Aldosteron (dilepas oleh kelenjar adrenal)


Meningkatkan
tekanan darah
Kelenjar adrenal Retensi air dan natrium

Volume cairan ekstrasel meningkat

Sumber: Brunner &Suddarth

f. Pengaturan Ekskresi Air

Akibat asupan air atau cairan yang banyak, urin yang encer harus

diekskresikan dalam jumlah besar, sedangkan jika asupan cairan

sedikit urin yang diekskresikan lebih pekat. Pengaturan ekskresi air

dan pemekatan urine dilakukan didalam tubulus dengan reabsorbsi

elektrolit. Jumlah air yang reabsorbsi dikendalikan oleh hormon anti

8
deuritik (CADH atau Vasopresin). Dengan asupan air yang berlebihan,

sekresi ADH oleh kelenjar hipofisis akan ditekan sehingga sedikit air

yang direabsorbsi oleh tubulus. Keadaan ini menyebabkan volume urin

meningkat ( Diuresis )

g. Dihidroksi vitamin D

Sebagai organ endokrin ginjal mengeluarkan hormon penting untuk

menetralisasi tulang. Ginjal bekerja sama dengan hati menghasilkan

bentuk aktif vitamin D. Vitamin D penting untuk pemeliharaan kadar

kalsium plasma yang diperlukan untuk membentuk tulang. Bentuk

aktif vitamin D ini bekerja sebagai hormon beredar dalam darah dan

merangsang penyerapan kalsium, fosfat di usus halus dan tubulus

ginjal. Vitamin D juga merangsang resorbsi tulang. Resorbsi tulang

menyebabkan pelepasan kalsium sehingga kalsium plasma meningkat.

6. Suplai Darah Ginjal

Gambar 2.3

Suplai darah ginjal

9
Sumber: www.google.com

a. Arteri renalis adalah cabang orta abdominalis yang mensuplai masing-

masing ginjal dan masuk ke hillus melalui percabangan anterior dan

posterior.

b. Arteri-arteri interlobaris merupakan cabang anterior dan posterior

arteri renalis yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.

c. Arteri Arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan

korteks dan medulla.

d. Arteri interlobaris merupakan percabangan arteri arkuata di sudut

kanan dan melewati korteks.

e. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen

membentuk sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.

10
f. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk

jaringan kapilar lain. Kapilar peritubular mengelilingi tubulus

proksimal dan distal untuk memberi nutrisi pada tubulus.

g. Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian

menyatu dan membentuk vena interlobularis.

h. Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena akuarta

bermuara ke dalam vena interlobularis yang bergabung untuk

bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan ginjal untuk

bersatu dengan vena kava inferior

7. Struktur Nefron

Gambar 2.4

Gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan

tubulus

11
Sumber: www.wikipedia.com

Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit

pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular

(kapilar) dan satu komponen tubular.

a. Glomerulus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel

berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul

bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.

b. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat

berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat

sel-sel epitelia kuboid yang kaya akan mikrovilus (brus border) dan

memperluas area permukaan lumen.

c. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai

descenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla membentuk

12
lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik keatas

membentuk tungkai ascenden ansa henle.

d. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya 5 mm dan

membentuk segmen terakhir nefron.

1) Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding

ateriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol

mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula densa.

Maccula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan

distimulasi oleh penurunan ion natrium.

2) Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa

mengandung sel-sel otot polos termodifiksi yang disebut sel

jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan

darah untuk memproduksi rennin.

3) Maccula densa sel jupstaglomerular, dan sel mesangium saling

bekerja sama untuk membentuk apparatus jukstaglomerular yang

penting dalam pengaturan tekanan darah.

e. Tubulus dan duktus mengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul

berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke

sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk

duktus pengumpul yang besar. Duktus pengumpul membentuk tuba

yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Dari

pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung

kemih.

13
8. Proses Pembentukan Urine

a. Filtrasi Glomerulus

Filtrasi Glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma

yang masuk kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke

ruang interstitium kemudian ke kapsula bowman. Pada ginjal yang

sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang

mengalami filtrasi. Kapiler Glomerulus sangat permeabel terhadap air

dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Cairan kemudian berdifusi ke

dalam kapsula bowman dan berjalan disepanjang nefron. Laju filtrasi

glomerulus (GFR) adalah volume filtrasi yang masuk ke dalam

kapsula bowman per satuan waktu. GFR tergantung pada empat gaya

yang menentukan filtrasi dan reabsorbsi yaitu tekanan kapiler ,tekana

cairan interstitium, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan

osmotik koloid cairan interstitium. GFR juga tergantung pada berapa

luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk filtrasi. Penurunan

luas permukaan glomerulus akan menurunkan GFR. Nilai rata-rata

GFR seorang pria dewasa adalah 180 lt per hari (125 ml permenit).

Volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume darah total

sebesar 5 liter). Dari 180 liter cairan yang difiltrasi ke dalam kapsula

bowman, hanya sekitar 1,5 liter perhari diekskresikan dari tubuh

sebagian urin.

b. Reabsorbsi Tubulus

14
Reabsorbsi mengacu pada pergerakan aktif dan pasif suatu

bahan yang disaring di glomerulus kembali ke kapiler peritubulus.

Reabsorbsi dapat total (misal glukosa ) atau parsial (misal Natrium,

urea, klorida dan air).

a. Reabsorbsi glukosa

Glukosa secara bebas disaring glomerulus. Dalam keadaan normal,

semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh transpor aktif

terutama ditubulus proksimalis.

b. Reabsorbsi Natrium

Reabsorbsi natrium berlangsung diseluruh tubulus melalui

kombinasi difusi sederhana dan transportasi aktif. Sekitar 65%

reabsorbsi natrium-natrium yang difiltrasi tetap didalam tubulus

pada saat filtrasi mencapai tubulus konvulsi distalis. Konsentrasi

akhir natriunm di urin biasanya kurang dari 1 % jumlah total yang

difiltrasi di glomerulus.

c. Reabsorbsi Klorida

Reabsorbsi klorida dapat bersifat aktif dan pasif dan hampir selalu

bersamaan dengan transpor natrium. Proses ini dipengaruhi oleh

gradien listrik di tubulus. Sebagian reabsorbsi klorida (65 %)

terjadi ditubulus proksimal, 25% dilengkung henie dan 10%

jumlah total yang difiltrasi dan sistem duktus pengumpul.

d. Reabsorbsi Kalium

15
Sebagian besar kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi 50%

ditubulus proksimal, 40% di pars asenden dan 10% dibagian akhir

nefron duktus pengumpul di medulla. Sebagian besar reabsorbsi

kalium adalah difusi pasif.

e. Reabsorbsi Asam Amino

Asam amino yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi ditubulus

proksimalis. Semua reabsorbsi asam amino diperantarai oleh

pembawa. Transpor maksimum untuk pembawa berada jauh diatas

jumlah asam amino yang difltrasi secara normal.

f. Reabsorbsi Protein Plasma

Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus

proksimal. Sebagian kecil protein yang difiltrasi di glomerulus

tidak direabsorbsi . Protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel

tubulus dan diekskresikan di urine. Contoh-contoh protein tersebut

adalah hormon protein misalnya GH dan Luteinizing Hormon.

g. Reabsorbsi Bikarbonat

Reabsorbsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang terjadi

terutama ditubulus proksimal, reabsorbsi berlangsung ketika

sebuah molekul air terurai ditubulus proksimal menjadi ion H+ dan

H- (hidroksil) ion H+ secara aktif disekresikan dan bergabung

dengan bikarbonat HCO3 menghasilkan H2CO3 yang dengan

bantuan enzim karbonat anhidrase terurai menjadi CO2 dan H20.

Melalui proses ini bikarbonat yang telah difiltrasi disimpan dan

16
tidak diekskresikan melalui urin. Reaksi H+ + HCO3- bersifat

reversibel.

h. Reabsorbsi Urea

Urea dibentuk dihati sebagai produk akhir metabolisme protein.

Urea defiltrasi secara bebas diglomerulus, Karena sangat

permeabel menembus sebagian besar nefron maka urea berdifusi

kembali ke kapiler peritubulus. Diujung tubulus proksimalis,

sekitar 50% urea yang difiltrasi telah direabsorbsi. Dari ujung

tubulus proksimalis ke duktus pengumpul di medulla, urea kembali

menjadi permeabel. Sewaktu filtrasi meninggalkan ginjal, sekitar

40% urea yang difiltrasi disekresikan.

c. Sekresi Tubular

Mekanisme sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat

keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular

menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urine.

Tabel: 2.1

Filtrasi, Reabsorpsi dan ekskresi bahan tertentu dari plasma yang normal

Direabsorpsi Diekskresikan
Disaring 24 jam
24 jam 24 jam
Natrium 540,0 g 537,0 g 3,3 g
Klorida 630,o g 625,0 g 5,3 g
Bikarbonat 300,0 g 300,0 g 0,3 g
Kalium 28,0 g 24,0 g 3,9 g
Glukosa 140,0 g 140,0 g 0,0 g

17
Ureum 53,0 g 28,0 g 25,0 g
Kreatinin 1,4 g 0,0 g 1,4 g
Asam urat 85 g 7,7 g 0,8 g

9. Volume urine

Volume urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml

sampai 2500 ml lebih.

a. Jika volume urine tinggi, zat buangan diekskresi dalam larutan encer,

hipotonik (hipoosmotik) terhadap plasma. Berat jenis urine mendekati

berat jenis air (sekitar 1,003)

b. Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental

sehingga volume urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat

buangan yang sama yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut

lebih besar, urine hipertonik, (hiperosmotik) terhadap plasma, dan

berat jenis urine lebih tinggi (di atas 1,003).

10. Pengaturan volume urine.

Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih

banyak diatur melalui mekanisme hormone dan mekanisme

pengkonsentrasi urine ginjal.

a. Mekanisme hormonal

1) Antidiuretic hormone (ADH)

Meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distal dan tubulus

pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya

reabsorpsi dan volume urine yang sedikit.

18
Sisi sintesis dan sekresi. ADH disintesis oleh badan sel saraf dalam

nucleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf

hipofisis posterior. ADH kemudian dilepas sesuai impuls yang

sampai pada serabut saraf.

Stimulus pada sekresi ADH:

a) Osmotik

b) Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitive

terhadap perubahan konsentrasi ion natrium,serta zat terlarut

lain dalam cairan intraseluler yang menyelubunginya.

c) Peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat

dehidrasi, menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls

ke kelenjar hipofisis posterior agar melepas ADH. Air

diabsorpsi kembali dari tubulus ginjal sehingga dihasilkan

urine kental dengan volume sedikit.

d) Penurunan osmolaritas plasma mengakibatkan berkurangnya

ekskresi ADH, berkurangnya reabsorpsi air dari ginjal, dan

produksi urine encer yang banyak.

e) Volume dan tekanan darah

Baroreseptor dalam pembuluh darah (di vena, atrium kanan dan

kiri, pembuluh pulmonari, sinus carotid, dan lengkung aorta)

memantau volume darah dan tekanan darah. Penurunan volume

dan tekanan darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan

volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.

19
f) Faktor lain. Nyeri, kecemasan, olah raga, analgesik narkotik

dan barbiturate meningkatkan sekresi ADH. Alcohol

menurunkan sekresi ADH.

2) Aldosteron

Adalah hormone steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks

kelenjar adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan

duktus pengumpul untuk meningkatkan absorpsi aktif ion natrium

dan sekresi aktif ion kalium. Mekanisme rennin-angiotensin-

aldosteron, yang meningkatkan retensi air dan garam.

b. Sistem arus bolak-balik dalam ansa Henle dan vasa rekta

memungkinkan terjadinya reabsorpsi osmotic air dari tubulus dan

duktus pengumpul ke dalm cairan interstisial medularis yang lebih

kental di bawah pengaruh ADH. Reabsorpsi air memungkinkan tubuh

untuk menahan air sehingga urine yang diekskresi lebih kental

dibandingkan cairan tubuh normal.

20
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMODIALISA YANG


MENGALAMI CHRONIC KIDNEY DISEASES
DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT
DR. R. SOEDJONO SELONG

OLEH :

IRSAN HAFIZ MANDILING


NIM. 032001D14056

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN


PROGRAM STUDY D3 KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
SELONG
2017

i
i
KONSEP DASAR CHRONIC KIDNEY DISEASES
(CKD)

A. Definisi

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).

Gagal Ginjal Kronik (GGK, penyakit ginjal tahap akhir) adalah

kerusakan fungsi ginjal yang progresif, yang berakhir fatal pada uremia

(kelebihan urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) dan komplikasinya

kecuali jika dilakukan dialysis dan transplantasi ginjal (Netina, Sandra. M,

2002).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang

progresip dan lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal kehilangan

kemampuan asupan diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai

macam penyakit masuk nefron ginjal (Price,Sylvia Anderson,2004).

B. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

1. Stadium 1

Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan

pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium

pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk

1
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit

jantung dan pembuluh darah.

2. Stadium 2

Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat

fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan

perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi

resiko masalah kesehatan lain.

3. Stadium 3

Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut

pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita

sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah

ini.

4. Stadium 4

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk

komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan

untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan

persiapan.

5. Stadium 5

Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja

cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau

pencangkokan ginjal.

2
C. Etiologi

1. Infeksi saluran kemih (ISK)

ISK bagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah

(pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang

progresip berupa kelainan ginjal disebabkan, oleh infeksi yang berulang

dan menetap pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal

dan saluran kemih seperti refluks vesiko, ureter, obstruksi, kalkuli atau

kandung kemih neurogonik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis

akut/kronik atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan refluks urin

yang terinfeksi ke uretra dan masuk kedalam parenkim ginjal (refluks

internal). Piolonefritis kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan

penyebab utama gagal ginjal pada anak-anak.

2. Nefrosklerosis Hipertensif

Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.

Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal

kronik merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan

air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin mungkin juga

melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis (pasang ginjal)

menunjukan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal

sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab

utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi yang bukan orang kulit

putih.

3
3. Glomerulonefritis

Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.

Peradangan dimulai balam glomerulus dan bermanifestasi sebagai

proteinuria dan hematuria. Meski lesi terutama pada glomerulus, tetapi

seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, mengakibatkan

gagal ginjal kronik.

4. Penyakit ginjal kronik

Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista multiple

bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan

menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat

membesar dan terisi oleh klompok-klompok kista yang menyarupai

anggur. Perjalanan penyakit progresip cepat dan mengakibatkan kematian

sebelum mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak

adalah rasa sakit didaerah pinggang, hematutia, poliuria, proteinuria dan

ginjal membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah

hipertensi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan

penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.

5. Gout

Gout merupakan suatu penyakit metabolic yang ditandai oleh

hiperurisemia (peningkatan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada gout

terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan tubuh.

Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal dapat

4
menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan ginjal yang berjalan

progresip lambat.

6. Diabetes mellitus

Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan

yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering

dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan

nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan

oleh peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer

juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapilet masih utuh tapi lambat laun

mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.

7. Hiperparatirodisme

Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid

merupakan penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan

selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering

adalah adenoma kelenjar paratiroid.

8. Nefropati toksik

Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25

aliran darah dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi

obligatorik untuk kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal

mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam

cairan tubulus.

5
D. Manifestasi Klinis

1. Sistem Gastrointestinal

a. Anoreksia, nausea dan muntah karena gangguan metabolisme protein

dalam usus, terbentuknya zat zat toksik dari metabolisme bakteri

usus seperti (amonia metil guanidin) serta sembabnya mukosa usus.

b. Uremik yaitu ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri

dimulut menjadi amonia. Sehingga nafas berbau amonia. Akibat lain

timbul stomatitis dan parotitis.

c. Gastritis erosif seperti ulkus peptikum dan klitis uremik.

2. Sistem Integumen

a. Kulit berwarna pucat akibat anemia

b. Gatal gatal karena toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori

pori.

c. Ekimosis akibat gangguan hematologis.

d. Bekas garukan karena gatal.

3. Sistem Hematologi

a. Anemia

Penyebabnya yaitu berkurangnya produksi eritropoetin

sehingga terjadi pengurangan eritropoesis pada sumsum tulang

belakang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam

suasana uremik, defesiensi asam folat akibat nafsu makan yang

berkurang, perdarahan pada saluran cerna dan fibrosis pada sumsum

tulang akibat hipertiroid sekunder.

6
1) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit

yang berkurang.

2) Gangguan fungsi leukosit

Hiperpigmentasi leukosit, pagositosis dan kemotaksis berkurang,

fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.

b. Sistem Syaraf dan otot

3) Pegal pada tungkai bawah dan selalu menggerak gerakkan

kakinya (Restless leg syndrome).

4) Rasa kesemutan dan sepserti terbakar terutama pada telapak kaki

(Burning feet syndrome).

5) Encefalopati metabolic seperti lemah, tidak bisa tidur, gangguan

konsentrasi, tremor dan kejang kejang.

c. Sistem Kardiovaskuler

1) Hipertensi, akibat penimbunan cairan dari garam atau peningkatan

aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.

2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, gagal jantung

akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

3) Gangguan irama jantung, gangguan elektrolit.

4) Edema akibat penimbunan cairan

7
d. Sistem Endokrin

1) Gangguan seksual yaitu pada laki laki libido menurun dan pada

wanita gangguan menstruasi (amenore).

2) Gangguan toleransi glukosa.

3) Gangguan metabolisme lemak

4) Gangguan metabolisme Vitamin D.

e. Gangguan sistem lain

1) Tulang : osteodistrofi renal, osteomalasia, klasifikasi metastatik

2) Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik.

3) Elektrolit : hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia.

E. Komplikasi

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi , asidosis metabolic,

katabolisme, masukan diet berlebih

2. Perikarditis, efusi pericardial, temponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

rennin-angiotensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisa

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal.

8
F. Patofisiologi

27
G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Urine

a. Volume: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada

(anuria)

b. Warna: secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,

lemak, partikel koloid, fosfat atau urat, sedimen kotor, kecoklatan

menunjukkan adanya darah, hb, mioglobin porfirin.

c. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan

ginjal berat.

d. Osmolaritas: kurang dari 300 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular dan

rasio urin = Serum sering 1:1

e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun

f. Natrium : lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi

natrium

g. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4) secara kuat menunjukan kerusakan

glomerulus bila sel darah merah dan fragmen juga ada

2. Darah

a. BUN atau Creatinin: biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10

mg/dl diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)

b. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang

dari 7-8 g/dl

c. Sel darah merah : waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti

pada azotemia

27
d. Analisa gas darah : Ph: penurunan Ph kurang dari 7,2 terjadi karena

kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hydrogen dan amonia

atau hasil akhir katabolisme protein. Bicarbonate menurun, PCO2 menurun

3. Natrium serum : mungkin rendah bila ginjal kehabisan natrium atau normal

(menunjukan status defusi hipernatremia)

4. Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan

(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir

perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.

5. Magnesium/fosfat : meningkat

6. Kalium menurun

7. Protein khususnya (albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukan

kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,

atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial

8. Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mosm/kg sering sama dengan urin

9. KUB foto : menunjukan ukuran ginjal / ureter/ kandung kemih dan adanya

obstruksi (batu)

10. Pielogram retrograd : menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

11. Artenogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler

12. Sistouretrogram berkemih : menunjukan ukuran kandung kemih reflek kedalam

ureter, retensi

13. Ultrasona ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnostik histologis

27
14. Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal :

keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif

15. EKG : mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan, elektrolit dan

asam/basa

16. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan dapat menunjukan

deminralisasi, klasifikasi

H. Penatalaksanaan Konservatif Gagal Ginjal Kronik.

1. Memperlambat Progresi Gagal Ginjal.

a. Pengobatan hipertensi target penurunan tekanan darah yang dianjurkan lebih

dari 140/90 mmHg.]

b. Pembatasan asupan protein bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus.

c. Restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.\

d. Mengurangi proteinurea.

e. Mengendalikan hiperlipidemia.

f. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut.

2. Pencegahan kekurangan cairan, dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat

menyebabkan gagal ginjal. Kelainan yang dapat ditemukan adalah penurunan

tugor kulit, kulit dan mukosa kering, gangguan sirkulasi ortostatik, penurunan

vena jugularis dan penurunan tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda yang

membantu menegakkan diagnosis.

3. Sepsis dan ISK akan memperburuk faal ginjal.

27
4. Hipertensi yang tidak terkendali. Kenaikan tekanan yang lanjut akan

memperburuk fungsi ginjal. Tetapi penurunan tekanan darah yang berlebihan

juga akan memperburuk fungsi ginjal. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah

furosemial, obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium dan penghambat

alfa. Dosis obat disesuaikan dengan GFR karena kemungkinan adanya

akumulasi obat.

5. Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (obat anti inflamasi

nonsteroid), kontras radiology harus dihindari.

6. Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, memperburuk hipertensi dan

meningkatkan kemungkinan terjadinya eklamsia. Resiko kehamilan meningkat

apaabila kreatinin serum > 1.5 mg/dl dan apaabila kadar kreatinin serum > 3

mg/dl dianjurkan tidak hamil.

7. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya.

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien dengan gagal ginjal

lanjut mengalami peningkatan jumlah cairan ekstraseluler karena retensi

cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskuler menyebabkan

hipertensi, sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial menyebabkan

edema. Hiponatremi sering juga ditemukan pada kasus GGK lanjut akibat

ekskresi air yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi retraksi

asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretic. Jenis diuretic

yang menjadi pilihan adlah furosemid karena efek furosemid tergantung

pada sekresi aktif ditubulus proksimal. Asupan cairan dibatasi <

1000ml/hari pada keadaan berat < 500 ml/hari. Natrium diberikan < 2-4

gram/hari.

27
2. Asidosis metabolic. Manifestasi timbul apabila GFR < 25 ml/menit. Diet

rendah protein 0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila

bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/L harus diberikan substitusi

alkali (tablet natrium bikarbonat).

3. Hiperkalemia terjadi akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan

metabolic, makanan (pisang) dapat meningkatkan kadar kalium.

Hiperkalemia dapat menimbulkan kegawatan jantung dan kematian

mendadak akibat aritmia kordis yang fatal. Untuk mengatasi kegawatan

akibat hiperkalemi dapat diberikan obat-obat berikut:

1) Kalsium glukosa 10%, 10 ml darah waktu 10 menit IV.

2) Bikarbonas natrikus 50-150 mEq IV dalam waktu 15-30 menit.

3) Insulin dan glukosa 6 U insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam.

4) Kayexalate (resin pengikat kalsium) 25-50 gram oral atau rectal

4. Diet rendah protein. Diet rendah protein akan mengurangi akumulasi hasil

akhir metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik. Selain itu diet

tinggi protein akan mempercepat timbulnya glomerulosklerosis akibat

meningkatnya beban kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis

interstisial. Kalori diberikan 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram/kg BB/hari.

5. Anemia, penyebab utama anemia pada GGK adalah defisiensi eritropoetin.

Penyebab lainnya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang

pendek dan adanya hambatan eritropoiesis, malnutrisi dan defisiensi besi.

Tranfusi darah yang baik apabila hemoglobin kurang dari 8gram% dengan

pemberian eritropoetin.

6. Kalsium dan Fosfor.

27
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar

fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan

susu). Apabila GFR < 30 ml/menit,diperlukan pemberian pengikat fosfor

seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat serta pemberian vitamin D yang

bekerja meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Vitamin D juga mensupresi

sekresi hormone paratiroid.

7. Hiperuresemia. Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg apabila kadar

asam urat >10mg/dl atau apabila adaa riwayat penyakit gout.

Penatalaksanaan konservatif dihentikan apabila pasien sudah

memerlukan dialysis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR

sekitar 5-10 mL/ menit dan ditemukan keadaan berikut :

A. Asidosis metabolic yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

B. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

C. Overload cairan (edema paru)

D. Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran

E. Efusi pericardial

F. Sindrom uremia: mual, muntah, anoreksia dan neuropati yang memburuk

G. Asuhan Keperawatan CKD

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui

wawancara, observasi langsung dan melihat catatan medis, adapun yang perlu

dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai berikut :

a. Identitas Klien

27
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan penyakitnya, awal

gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau

bertahap, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi

masalah tersebut.

2) Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang berhubungan

dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah

sakit dan riwayat penggunaan obat.

3) Riwayat kesehatan keluarga, meliputi adakah keluarga yang mempunyai

penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lain-lain.

4) Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang terdekat dengan klien,

interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang digunakan klien untuk

mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien

menerima keadaannya, masalah yang mempengaruhi klien, persepsi

klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan yang

bertentangan dengan kesehatan.

5) Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah merupakan faktor utama

yang mempengaruhi kesehatan klien.

6) Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah sakit, meliputi pola

nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat tidur, pola

aktivitas dan latihan serta pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.

27
c. Pengkajian fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung

kaki dengan menggunakan teknik yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi, adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki

dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai

berikut :

1) Aktivitas atau istirahat : gejalanya kelelahan ekstrem, kelemahan,

malaise, gangguan tidur (insomnia /gelisah atau somnolen). Tandanya

kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

2) Sirkulasi : gejalanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri

dada (angina). Tandanya hipertensi; DJV, nadi kuat, edema jaringan

umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Disritmia jantung. Nadi

lemah halus, hipotensiortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang

pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respons terhadap

akumulasi sisa). Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan

perdarahan.

3) Intergeritas Ego : gejalanya faktor stress, contoh financial, hubungan

dan sebagainya. Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada

kekuatan. Tandanya menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,

perubahan kepribadian.

4) Eliminasi : gejalanya penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal

tahap lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tandanya

perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.

Oliguria, dapat menjadi anuria.

27
5) Makanan atau cairan : gejalanya peningkatan berat badan cepat (edema),

penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati,

mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).

Penggunaan diuretic. Tandanya distensi abdomen/asites, pembesaran

hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum,

tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,

penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.

6) Neurosensori : gejalanya adalah sakit kepala, penglihatan kabur. Kram

otot/kejang; sindrom kaki gelisah; kebas rasa terbakar pada telapak

kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer). Tandanya gangguan status mental, contoh penurunan

lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,

kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Kejang, fasikulasi

otot, aktivasi kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

7) Nyeri atau kenyamanan : gejalanya nyeri panggul, sakit kepala; kram

otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari). Tandanya perilaku berhati

hati/distraksi, gelisah.

8) Pernapasan : gejalanya nafas pendek; dispnea nocturnal paroksimal;

batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak. Tandanya takipnea,

dispnea, penigkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kussmaul). Batuk

produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).

9) Keamanan : gejalanya kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi. Tandanya

pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara actual

terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih

27
rendah dari normal (efek GGK/depresi respons imun). Petekie, area

ekimosis pada kulit.fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (klasifikasi

metatastik) pada kulit, jaringan lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi.

10) Seksualitas : gejalanya penurunan libido; amenorea; infertilitas.

11) Interaksi sosial : gejalanya kesulitan menetukan kondisi, contoh tak

mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

12) Penyuluhan/pembelajaran : gejalanya riwayat DM keluarga (risiko

tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus

urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun

lingkungan. Penggunan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien.

Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis

adalah sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,

diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.

b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane

mukosa mulut

c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk

sampah.

d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,

pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.

27
27
28
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : RUANG PRAKTIK: NO REGISTER :
NO DIAGNOSA TUJUAN
TGL INTERVENSI RASIONAL TTD
DX KEPERAWATAN KRITERIA STANDART
Kelebihan volume Tujuan 1. Kaji status cairan: 1. Pengkajian merupakan
cairan berhubungan mempertahankan berat a. Timbang berat badan harian dasar dan data dasar
dengan penurunan tubuh ideal tanpa kelebihan b. Keseimbangan masukan dan berkelanjutan untuk
haluaran urine, diet cairan. haluaran memantau perubahan dan
berlebih dan retensi Kriteria hasil c. Turgor kulit dan adanya mengevaluasi intervensi.
cairan serta natrium. 1. Menunjukkan oedema
pemasukan dan d. Distensi vena leher
pengeluaran mendekati e. Tekanan darah, denyut dan
seimbang irama nadi 2. Sumber kelebihan cairan
2. Turgor kulit baik 2. Batasi masukan cairan yang tidak diketahui dapat
3. Membran mukosa Pembatasan cairan akan menentukan diidentifikasi.
lembab berat badan ideal, haluaran urine dan
4. Berat badan dan tanda respons terhadap terapi. 3. Pemahaman meningkatkan
vital stabil 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga kerjasama pasien dan
5. Elektrolit dalam batas rasional pembatasan keluarga dalam pembatasan
normal cairan.
4. Perubahan menunjukkan
4. Pantau kreatinin dan BUN serum kebutuhan dialisa segera.

28
NO DIAGNOSA TUJUAN
TGL INTERVENSI RASIONAL TTD
DX KEPERAWATAN KRITERIA STANDART
Perubahan nutrisi: Tujuan 1. Kaji/catat pemasukan diet 1. Membantu dalam
kurang dari kebutuhan Mempertahankan masukan mengidentifikasi defisiensi
tubuh berhubungan nutrisi yang adekuat dan kebutuhan diet. Kondisi
dengan anoreksia, Kriteria hasil fisik umum gejala uremik dan
mual dan muntah, 1. Mempertahankan/ pembatasan diet multiple
pembatasan diet, dan meningkatkan berat mempengaruhi pemasukan
perubahan membrane badan seperti yang makanan.
mukosa mulut. diindikasikan oleh situasi 2. Kaji pola diet nutrisi pasien 2. Pola diet dahulu dan sekarang
individu. a. Riwayat diet dapat dipertimbangkan dalam
2. Bebas edema b. Makanan kesukaan menyusun menu.
c. Hitung kalori
3. Kaji faktor yang berperan dalam 3. Menyediakan informasi
merubah masukan nutrisi mengenai faktor lain yang
a. Anoreksia, mual dan muntah dapat diubah atau dihilangkan
b. Diet yang tidak untuk meningkatkan masukan
menyenangkan bagi pasien diet.
c. Depresi
d. Kurang memahami
pembatasan diet
4. Berikan makan sedikit tapi sering

29
4. Meminimalkan anoreksia dan
mual sehubungan dengan
status uremik/menurunnya
5. Berikan pasien /orang terdekat peristaltik.
5. Memberikan pasien tindakan
kontrol dalam pembatasan
6. Daftar makanan /cairan yang diet.
diizinkan dan dorong terlibat 6. Makanan dan rumah dapat
dalam pilihan menu. meningkatkan nafsu makan.
7. Menyediakan makanan kesukaan
pasien dalam batas-batas diet 7. Mendorong peningkatan
8. Tinggikan masukan protein yang masukan diet
mengandung nilai biologis tinggi: 8. Protein lengkap diberikan
telur, susu, daging. untuk mencapai
keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk
pertumbuhan dan
9. Timbang berat badan harian. penyembuhan.
9. Untuk memantau status cairan
dan nutrisi.

30
NO DIAGNOSA TUJUAN
TGL INTERVENSI RASIONAL TTD
DX KEPERAWATAN KRITERIA STANDART
Intoleran aktivitas Tujuan 1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan 1. Menyediakan informasi
berhubungan dengan Berpartisipasi dalam a. Anemia tentang indikasi tingkat
keletihan, anemia, aktifitas yang dapat b. Ketidakseimbangan cairan dan keletihan
retensi, produk ditoleransi elektrolit
sampah. Kriteria hasil c. Retensi produk sampah
1. Berkurangnya keluhan d. Depresi
lelah 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas 2. Meningkatkan aktivitas
2. Peningkatan perawatan diri yang dapat ditoleransi, ringan/sedang dan
keterlibatan pada bantu jika keletihan terjadi. memperbaiki harga diri.
aktifitas social 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil 3. Mendorong latihan dan
3. Laporan perasaan lebih istirahat. aktivitas dalam batas-
berenergi batas yang dapat
4. Frekuensi pernapasan ditoleransi dan istirahat
dan frekuensi jantung yang adekuat.
kembali dalam rentang 4. Anjurkan untuk beristirahat setelah 4. Istirahat yang adekuat
normal setelah dialisis dianjurkan setelah
penghentian aktifitas. dialisis, yang bagi
banyak pasien sangat
melelahkan.

31
NO DIAGNOSA TUJUAN
TGL INTERVENSI RASIONAL TTD
DX KEPERAWATAN KRITERIA STANDART
Ansietas berhubungan Tujuan 1. Bila mungkin atur untuk 1. Indiviodu yang berhasil
dengan kurang Ansietas berkurang dengan kunjungan dari individu yang dalam koping dapat pengaruh
pengetahuan tentang adanya peningkatan mendapat terapi. positif untuk membantu
kondisi, pemeriksaan pengetahuan tentang penykit pasien yang baru didiagnosa
diagnostik, dan dan pengobatan. mempertahankan harapan dan
rencana tindakan. mulai menilai perubahan gaya
Kriteria hasil hidup yang akan diterima
1. Mengungkapkan 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien sering tidak
pemahaman Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa dialisa
tentangkondisi, memahami bahwa gagal ginjal akan diperlukan selamanya
pemeriksaan diagnostic kronis adalah tak dapat pulih bila ginjal tak dapat pulih.
dan rencana tindakan. dan bahwa lama tindakan Memberi pasien informasi
2. Sedikit melaporkan diperlukan untuk mendorong partisipasi dalam
perasaan gugup atau mempertahankan fungsi tubuh pengambilan keputusan dan
takut. normal. membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian
maksimum.

3. Pemeriksaan diagnostic 3. Pasien sering tidak

32
termasuk memahami bahwa dialisa
a. Tujuan akan diperlukan selamanya
b. Diskripsi singkat bila ginjal tak dapat pulih.
c. Persiapan yang diperlukan Memberi pasien informasi
sebelum tes mendorong partisipasi dalam
d. Hasil tes dan kemaknaan pengambilan keputusan dan
hasil tes. membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian
maksimum.
4. Sediakan waktu untuk pasien 4. Pengekspresian perasaan
dan orng terdekat untuk membantu mengurangi
membicarakan tentang masalah ansietas. Tindakan untuk
dan perasaan tentang perubahan gagal ginjal berdampak pada
gaya hidup yang akan seluruh keluarga.
diperlukan untuk memiliki
terapi.
5. Jelaskan fungsi renal dan 5. Pasien dapat belajar tentang
konsekuensi gagal ginjal sesuai gagal ginjal dan penanganan
dengan tingkat pemahaman dan setelah mereka siap untuk
kesiapan pasien untuk belajar. memahami dan menerima
diagnosis dan
konsekuensinya.
6. Bantu pasien untuk 6. Pasien dapat melihat bahwa

33
mengidentifikasi cara-cara kehidupannya tidak harus
untuk memahami berbagai berubah akibat penyakit.
perubahan akibat penyakit dan
penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J, 2004. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi : 3, Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi, 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Jakarta :


Mediaesculapius
Price, Sylvia A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Silbernagl,Stefan.2006. Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta : Balai
Penerbit:FKUI
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarata : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD)

Di RSPAD GATOT SOEBROTO

JAKARTA PUSAT

Disusun Oleh :

FAJRUL AKBAR

141.0721.039

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

JAKARTA

2015

Anda mungkin juga menyukai