2. Factor Migrasi
Banyaknya migrasi terutama urbanisasi yakni perpindahan penduduk dari desa ke kota
meningkatkan jumlah pekerja anak.
Beberapa penyebab meningkatnya jumlah pekerja anak terhadap faktor migrasi,
khususnya urbanisasi, diketahui bahwa ketidakpahaman mengenai urbanisasi itu sendiri
dapat digunakan beberapa oknum untuk menjebak ( khususnya pekerja anak) dalam
pekerjaan yang di sewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
3. Faktor Budaya
Beberapa faktor budaya yang memberi kontribusi terhadap peningkatan jumlah pekerja
anak antara lain :
a. Peran perempuan dalam keluarga
Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di
rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari
nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan
kewajiban membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu
keluarga mereka. Ada beberapa kemungkinan disini. Pertama, pada masyarakat desa yang
masih tertekan oleh adat-istiadat menganggap bahwa perempuan dapat dinikahkan
secepatnya ketika sudah dianggap cukup waktunya, walaupun belum matang secara
psikis maupun fisik. Hal ini mengakibatkan banyak anak-anak perempuan yang masih di
bawah umur menanggung beban layaknya perempuan dewasa sebagai istri.
b. Perkawinan dini
Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan
termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan
perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang
sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking
disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
c. Sejarah pekerjaan karena jeratan hutang
Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman merupakan
strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh masyarakat. Orang yang
ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-
kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
d. Peran anak dalam keluarga
Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat
anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak bermigrasi untuk bekerja,
dan buruh anak karena jeratan hutang dianggap sebagai strategi-strategi keuangan
keluarga yang dapat diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
2. Masyarakat
a. Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi
kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar penanganannya dapat lebih cepat guna
menghindari kemungkinan yang lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
b. Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses penanganan
perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak pidana maupun anak sebagai
pelaku dengan mengedepankan prinsip demi kepentingan terbaik bagi anak (the best
interest for the child).
c. Pihak sekolah dan orang tua asuh sebagai pendidik kedua setelah orang tua kandung,
diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik anak-anak yang berada dibawah
pengasuhan mereka.
d. Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya undang-undang perlindungan
anak, terutama pada ancman pidana/hukuman pada tindakan tersebut secara
menyeluruh
3. Negara
a. Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang berkepanjangan
di berbagai daerah.
b. Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan, pendidikan.
c. Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan
memberikan bantuan beasiswa.
d. Memberikan pendidikan nonformal.
e. Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau penanggulangan pekerja anak
bisa dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan anak.
Aborsi
1. Pengertian Aborsi
Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah terpencarnya embrio
yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan).
Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU
Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Maksud dari tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.
Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran prematur.
Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan biasanya
mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda, termasuk mengakhiri
kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui janin memiliki kelainan
(Perry&Potter,2010).
2. Jenis Aborsi
1. Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Aborsi ini
dibedakan menjadi 5 yaitu :
1. Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari
uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim belum
melebar (tanpa dilatasi serviks).
2. Abortus insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada kehamilan
kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih didalam rahim, dan
ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi serviks)
5. Abortus provokatus
Berbeda dengan abortus spontanea yang prosesnya tiba-tiba dan tidak diharapkan tapi
tindakan abortus harus dilakukan. Maka pengertian aborsi atau abortus jenis provokatus
adalah jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara menghentikan
kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau kira-kira sebelum berat janin
mencapai setengah kilogram.
2. Abortus habitualis
Abortus habitualis termasuk abortus spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi
berturut-turut tiga kali atau lebih.
3. Missed abortion
Kematian janin yang berusua sebelum 20 minggu, namun janin tersebut tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih, dan terpaksa harus dikeluarkan. Missed abortion
digolongkan kepada abortus imminens.
4. Abortus septik
Tindakan menghentikan kehamilan karena tindakan abortus yang disengaja (dilakukan
dukun atau bukan ahli ) lalu menimbulkan infeksi. Perlu diwaspadai adalah tindakan
abortus yang semacam bisa membahayakan hidup dan kehidupan
3. Penyebab Aborsi
Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi
dilakukan :
1. Umur
Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon ibu
yang merasa masih terlalu muda secara emosional,fisik belum matang, tingkat pendidikan
rendah dan masih terlalu tergantung pada orang lain masalah umur yang terlalu tua untuk
mengandungpun menjadi penyebab abortus
3. Paritas ibu
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup (anak) yang dimiliki wanita. Resiko paritas
tinggi , banyak wanita melakukan abortus.
Selain penyebab di atas, aborsi juga dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
b) Kelainan pada plasenta, misalnya enderteritis vili korialis karena hipotensi menahun.
c) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, toksoplasmosis.
d) Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, dan kelainan bawaan uterus.
4. Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia tidak
merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak
menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Post-Abortion Syndrome (Sindrom
Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam Psychological Reactions Reported
After Abortion di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti
berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah tersebut
dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitustres yang disebabkan karena gangguan
situasi psikologis (Hidayat, 2007).