Anda di halaman 1dari 25

FENOMENA PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH PABRIK GULA

JOMBANG BARU

Diskripsi Fenomena

Lingkungan merupakan tempat hidup bagi setiap makhluk hidup, dan sangat tergantung
dengan lingkungannya. Oleh karena itu makhluk hidup harus menjaga lingkungan hidup mereka
terutama manusia yang telah diberi akal pikiran. Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan
hidup yang tidak tercemar , baik pencemaran udara , air dan tanah. Lingkungan hidup yang baik
memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia baik dari segi kesehatan , perekonomian.
Pencemaran lingkungan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan mempengaruhi
perekonomian masyarakat. Di Jombang terdapat pabrik gula yang telah menyebabkan
pencemaran lingkungan baik di air maupun udara, terutama pencemaran air yang dapat
menyababkan gangguan kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Bentuk pencemaran oleh Pabrik Gula Jombang Baru
Pada saat belum ada pabrik gula jombang , air sungai di sekitar pabrik gula jombang
sangat bersih dan jernih. Tidak jarang melihat anak kecil berenang di sungai itu karena masih
belum terkena pembuangan limbah. Tidak jarang juga tiap sore melihat orang memancing di
sungai tersebut karena terkenal ikannya yang banyak. Tapi ketika pabrik gula gula membuang
limbahnya ke aliaran sungai. Pemandangan yang saya jelaskan diatas saat ini jarang terlihat.
Pembuangan limbah bekas penggilingan hasil perkebunan tebu masyarakat di Jombang ke aliran
sungai utama masyarakat jombang terutama sekitar pabrik gula jombang menyebabkan
pencemaran lingkungan. Dalam kasus ini ,pencemaran air disebabkan karena pembuangan
limbah ke aliran sungai menyebabkan sungai menjadi tidak bersih , sungai menjadi keruh
sehingga menyebabkan ikan mati dan bahkan menimbulkan bau yang tidak sedap pada pagi dan
malam hari. Pencemaran udara terjadi karena asap yang keluar dari cerobong asap pabrik gula
baru yang banyak mengandung unsur karbondioksia , semakin banyak karbondioksida dapat
menyebabbkan pemanasan global.
Dampak pencemaran
Pencemaran air oleh pabrik Gula Jombang berdampak pada perekonomian. Pertama
,disana ada seorang warga yang mata pencahariannya mencari ikan di sungai yang tercemar ini.
Hampir setiap hari orang itu mencari ikan di sungai itu , jika sungai tercemar menyebabkan ikan
mati maka orang tersebut akan susah untuk mendapatkan uang untuk mencukupi hidupnya.
Kedua di desa saya , para petani mendapatkan air untuk mengairi sawahnya itu berasal dari
sungai. Ketika sungai tercemar terpaksa petani harus memakai air yang tercemar juga. Jika air
yang digunakan tercemar , mengandung zat kimia maka akan berdampak pula bagi tanaman yang
terkena zat kimia tersebut. Akibat zat tersebut bisa mempengaruhi kulitas produksi petani dan
juga kuantitas produksi hasil tani , karena keluarga saya sebagai pemilik sawah melihat
perununan produksi setelah adanya pencemaran air tersebut. Masalah ketiga adalah kesehatan,
semua warga di desa saya menggunakan air sumur bukan air PDAM , banyak terdapat warga
yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar. Pernah terjadi air sumur warga tercemar limbah
tersebut , sehingga kegiatan warga seperti masak , mencuci, mandi tidak bisa dilakukan karena
pertimbangan kesehatan mereka. Terpaksa mereka sementara menggunakan air sumur warga
lainnya. Terakhir masalah kenyamanan hidup , air limbah ini menyebabkan bau yang tidak enak
apalgi pada wktu pagi hari dan menjelang tidur , saya sebagai warga korban pencemaran merasa
tidak nyaman sekali dengan bau yang disebabkan ini.
Penyebab pencemaran
Dalam kasus ini , menurut saya kenapa bisa terjadi pencemaran sungai adalah peran
pemerintah Jombang. Terutama dalam perizinan yang diberikan oleh pemerintah Jombang. Di
sekitar DAM sungai terdapat papan Perda jombang yang berisi Barang siapa yang membuang
sampah ke sungai akan dikenakan denda sebesar satu juta rupiah atau kurungan penjara 3 bulan.
Seharusnya pabrik gula telah mendapat sangsi atas tindakan mereka. Menurut saya ada semacam
perjanjian terselubung antara pihak pemerintah dan pihak pabrik gula jombang sehingga pabrik
gula jombang bisa membuang limbahnya ke sungai tanpa mempertimbangkan pihak masyarakat.
Jelas sekali perda tersebut tidak diberlakukan oleh pihak pabrik dan belum ada sangsi yang
diterima oleh pabrik. Jika melihat kondisi ini , hokum mersa telah terbeli dan tidak berlaku pada
semua pihak.

Tinjauan Teoritis
Analisis Kebijakan Deliberatif
Pengertian deliberative itu sendiri, berasal dari kata deliberasi-dari kata Latin deliberatio yang
artinya konsultasi, menimbang-nimbang, atau musyawarah. Demokrasi bersifat
deliberatif, jika proses pemberian alasan atas sesuatu kandidat kebijakan publik diuji lebih
dahulu lewat konsultasi publik atau lewat dalam kosa kata teoritis Habermas diskursus
publik. Tentu saja demokrasi deliberatifnya Habermas adalah hasil ketegangan kreatif (creative
tention) yang panjang dalam sejarah pemikiran tentang hukum, negara dan demokrasiKarya
Hajer dan Wagenaar berisi kumpulan tulian tentang dimana praktik deliberative model dalam
analisis kebijakan. Judith E.Innes dan David E.Booker , dalam bab tentang Collaborative
policymaking : Governance through dialogue, memaparkan The Scramento Water Forum ,
sebagai forum konstituen atau para pihak atau stakeholders , yang terdiri lebih dari selusin wakli
public yang merumuskan kebijakan public di bidang air di kawasan California. Keputusan forum
inilah yang kemudian diangkat pemerintah sebagai kebijakan public. Jadi proses analisis
kebijakan public tidak dilakukan oleh para teknokrat melainkan para pihak yang terlibat
langsung. Proses analisi kebijakan model musyawarah ini jauh berbeda dengan model-model
teknokratik karena peran analisis kebijakan hanya sebagai fasilitator masyarakat agar
masyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakan atas dirinya sendiri. Model ini juga dikenal
sebagai model kebijakan Argumentatif, yang merupakan model perumusan kebijakan dengan
melibatkan argumentasi-argumentasi dari berbagai pihak.Dalam proses deliberatif oleh
Habermas, menawarkan model demokrasi yang memungkinkan rakyat terlibat dalam proses
pembuatan kebijakan-kebijakan publik yakni demokrasi deliberatif. Dimana esensi nya ialah,
pertama menjamin masyarakat sipil terlibat penuh dalam pembuatan kebijakan melalui
diskursus-diskursus. Kedua, masyarakat lebih komunikatif melalui jaringan-jaringan
komunikasi publik masyarakat sipil. Ketiga, kekuasaan komunikatif masyarakat
dimainkan melalui media, pers, LSM, Organisasi massa dan lembaga-lembaga lain yang seolah-
olah dalam posisi mengepung sistem politik, sehingga negara dan perangkat kekuasaannya
terpaksa responsif terhadap diskursus-diskursus masyarakat. Keempat, masyarakat bisa
mengembangkan kekuasaan komunikatifnya karena dalam negara hukum demokratis
kebebasannya untuk menyatakan pendapat terlindungi.Kelima, kekuasaan komunikatif
masyarakat sipil tidak menguasai sistem politik, namun dapat mempengaruhi keputusan-
keputusannya
Rekomendasi

Dalam kasus ini rekomendasi saya adalah pertama, peran pemerintah harus menjadi sebagai
legislator kehendak public bukan sebagai decision maker. Maksudnya ialah pemerintah harus
melibatkan pihak masyarakat dalam pembuatan kebijakan. Pemerintah harus mempertimbangkan
kepentingan masyarakat sebeleum membuat kebijakan. Mengapa public perlu dilibatkan ? karena
tanpa public , proses kebijakan akan kering dan sangat berbau teknokratis. Berdasar pengalaman
kasus Poso , Palu , Halmahera menemukan fakta bahwa hanya kebijakan public yang dihasilkan
darikesepakatan pihak yang berkonflik yang relative merupakan kebijakan yang efektif untuk
menyelesaikan masalah.
Kedua , pemerintah harus mempertimbangkan dahulu AMDAL wilayah Jombang sebelum
memberikan perizinan agar tidak terjadi lagi kasus pencemaran yang bisa merugikan masyarakat.
Pemerintah harus bisa mengerti dampak apa yang bisa timbul atas kebijakan yang diamblinya.
Ketiga , Pemerintah dan pabrik gula harus menyelenggarakan CSR ( Corporate Social
Responbility ) sebagai tanggungjawab atas pencemaran yang telah dilakukan. Selama ini CSR
telah dilakukan tetapi tidak merata , CSR tersebut dalam bentuk pembagian gula pada kepala
keluarga yang rumahnya dekat dengan pabrik gula setiap penggilingan gula.
Keempat , pemerintah harus tegas menjalankan perda yang ada mengenai pembuangan sampah
sembaranagan ke daerah aliran sungai , hukum berlaku pada semua pihak , tidak ada yang kebal
terhadap hokum jika pihak tersebut terbukti melakukan kesalahan.
SOLUSI
MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH KIMIA

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK GULA

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropis. Di sinilah tumbuh dengan subur
tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal dengan cikal bakal tebu dunia. Tebu adalah
bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih,white sugar plantation) di pabrik
gula. Dalam operasionalnya setiap musim giling (setahun), pabrik gula selalu mengeluarkan
limbah yang berbentuk cairan, padatan dan gas. Limbah cair meliputi cairan bekas analisa
di laboratorium dan luberan bahan olah yang tidak disengaja. Limbah padat meliputi ampas
tebu, abu dan debu hasil pembakaran ampas di ketel, padatan bekas analisa laboratorium,
blotong dan tetes. Limbah gas meliputi gas cerobong ketel dan gas SO 2 dari cerobong
reaktor pemurnian cara sulfitasi.

Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula, diproduksi dalam
jumlah 32 % tebu, atau sekitar 10,5 juta ton per tahun atau per musim giling se Indonesia.
Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagian
besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi
energi keperluan proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton per tahun (97,4 % produksi ampas).
Sisanya (sekitar 0,3 juta ton per tahun) terhampar di lahan pabrik sehingga dapat
menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar pabrik gula.
Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan
mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan mencapai 94 oC akan
terjadi kebakaran spontan.

Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi sekitar 3,8 %
tebu atau sekitar 1,3 juta ton. Limbah ini sebagian besar diambil petani untuk dipakai
sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi
udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut. Sedangkan belerang
dioksida (SO2) merupakan limbah gas yang keluar dari cerobong reaktor sulfitir pada proses
pemurnian nira tebu yang kurang sempurna menyebabkan polusi udara di atas pabrik dan
pemakaian belerang menjadi lebih tinggi dari normal.
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 % tebu atau
sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian besar dipakai
sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan
bahkan untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal
ini dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua tetes
tebu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik gula yang
mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling berikutnya, tangki tidak
cukup menampung karena tetes kurang laku, atau memungkinkan terjadinya ledakan dalam
penyimpanan di tangki tetes sehubungan dengan kondisi proses atau komposisi .

Dalam analisa kontrol kualitas bahan alur proses di laboratorium dihasilkan limbah bekas
analisa yang berbentuk cairan dan padatan yang mengandung logam berat (Pb). Logam
tersebut berasal dari bahan penjernih Pb-asetat basa yang digunakan untuk analisa gula
dalam pengawasan pabrikasi. Bahan penjernih tersebut telah digunakan sudah cukup lama,
sejak satu abad yang lalu. Diperkirakan untuk pabrik gula yang berkapasitas 4000 ton tebu
per hari diperlukan tidak kurang dari 100 kg Pb per musim giling. Dapat dibayangkan untuk
pabrik gula seluruh Indonesia, khususnya di Jawa, diperkirakan sekitar 5 ton Pb per tahun
dibuang sebagai limbah analisa gula, atau sekitar 500 ton Pb tersebar di perut bumi Pulau
Jawa selama seabad.

Dari uraian di atas tampaknya penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah pabrik
gula yang lebih tajam perlu digalakkan agar limbah yang mengganggu, polusi udara,
tidak ramah lingkungan, membuat pandangan dan bau yang kurang sedap dapat diatasi
dengan baik. Yang terpenting dalam penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah
adalah menangani masalah limbah tanpa menimbulkan masalah limbah baru yang
berdampak lebih negatif pada lingkungan.

1. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menangani limbah pabrik gula?
2. Bagaimana cara mencegah pencemaran limbah industri pabrik gula?
3. Bagaimana cara memanfaatkan limbah industri gula memalui pengolahan
biologis dan kimiawi dalam upaya meningkatkan kecernaan secara in vitro?
2. C. Tujuan
1. Mengetahui cara menangani limbah pabrik gula
2. Mengetahui cara mencegah pencemaran limbah pabrik gula
3. Mengetahui cara memanfaatkan limbah industri gula melalui pengolahan
biologis dan kimiawi dalam upaya meningkatkan kecernaan secara in vitro

BAB II

PEMBAHASAN
1. 1. Penanganan Limbah Pabrik Gula
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan oleh sebuah proses
dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah tidak terpakai . Limbah merupakan
buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industry maupun domestic (rumah
tangga atau yang lebih dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Jenis
sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair. Pabrik gula dari bahan tebu yang
mempunyai limbah organik berupa blotong (filter cake), dan abu boiler. Blotong (filter cake)
merupakan limbah padat hasil dari proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu
proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat besar. Vinasse
merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam proses
pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah ( vinasse ) sebanyak 13 liter (1 : 13). Dari
angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan semakin
banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak tertangani dengan baik maka di
kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi
lingkungan.

1. 2. Penanganan Limbah
Sisa Ampas atau ampas lebih. Sebelum dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku energi
listrik, media kompos dan lain-lain, penanganan awal yang bijak untuk sisa ampas
(produksi ampas ampas yang telah digunakan sebagai pembangkit energi untuk proses)
adalah dikempa terlebih dahulu menjadi bal (kubus). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
berat jenis ampas, kemudian diikat agar ampas tidak mudah lepas berterbangan (mawur).
Selanjutnya ampas bal siap untuk digudangkan.

Debu dan abu hasil pembakaran ampas. Penanganan debu hasil pembakaran ampas
dilakukan dengan cara menangkap debu tersebut dengan menggunakan dust
collector yaitu wet atau dry scrubber sebelum keluar melalui cerobong ketel. Debu dan abu
hasil pembakaran ampas ditanam bersama dalam tempat pembuangan akhir kemudian
disiram air. Hal ini dilakukan agar debu dan abu tersebut aman terhadap lingkungan,
menghindari kebakaran karena dikhawatirkan abu masih mengandung bara api yang latent.

Blotong. Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi blotong blotong yang telah
dimanfaatkan petani) perlu ditangani dengan cara menanam ke dalam lubang pembuangan
awal sebelum dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pandangan dan bau yang tidak sedap.

Limbah cair dan padat bekas analisa gula di laboratorium. Limbah cair bekas analisa gula di
laboratorium ditangani dengan cara mengumpulkan cairan (filtrat) tersebut untuk di-
elektrolisis agar logam berat menempel pada elektroda. Logam berat diambil dari elektroda
sebagai limbah padat. Bersama-sama dengan limbah padat bekas analisa gula di
laboratorium dan limbah padat lainnya ditanam bersama ke dalam tempat pembuangan
akhir. Selanjutnya limbah cair yang telah ditritmen dinetralkan, kemudian bersama-sama
dengan cairan lainnya (pendingin alat mesin pabrik, luberan bahan olah yang tidak
disengaja, air kebutuhan karyawan pabrik) dikeluarkan dari pabrik dan dikirim ke tempat
pengolahan limbah dengan teknologi sistem Biotray. Sistem ini dapat mengolah air limbah
untuk dipakai kembali sehingga dapat mengurangi suplesi air segar sampai 0,6 1 M 3per
ton tebu dan beban polutan dapat diturunkan sampai nihil.

Tetes tebu. Penyimpanan tetes tebu dalam tangki dapat ditangani dengan cara
mengantisipasi suhu tetes, yaitu sebelum dikirim ke tangki tetes suhu tetes harus berkisar
antara 35 40oC. Misalnya dengan cara melewatkan tetes tersebut melalui pendingin
sehingga tetes yang keluar dari pendingin tersebut berkisar 35 40 oC.

1. 3. Pencegahan Limbah
2. Limbah yang dihasilkan pabrik gula
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang
memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal + 232 ribu
hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Tanaman ini
merupakan sumber bahan baku perusahaan gula. Dalam suatu produksi barang, pastilah
didapat hasil samping (limbah). Begitu pula halnya dengan produksi pada pabrik gula.

Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dati tanaman tebu:

Pucuk Tebu

Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu
giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton pucuk
tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami
dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum
digunakan di Indonesia.

Ampas Tebu

Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut yang disebut
ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas rata-rata terdiri
dari kadar air : 46 52 %; Sabut 43 52 %; padatan terlarut 2 6 %. Umumnya ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk pemenuhan kebutuhan energi pabrik.
Pabrik gula yang efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar boilernya dari ampas,
bahkan berlebih. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket, partikel
board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll.
Blotong

Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan menghasilkan nira kotor yang
kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini akan dihasilkan nira tapis dan endapan
yang biasanya disebut blotong (filter cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air
67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %.
Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax.
Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu.

Tetes

Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan gula
dengan kristalisasi konvensional. Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan pakan
ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang dapat
menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam laktat dll.

Asap

Telah disebutkan di atas hasil sampingan (limbah) pabrik gula cukup beragam. Agar limbah
ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan sekitar, maka diperlukan suatu pengelolaan
terhadap limbah tersebut. Cara- cara yang bisa digunakan dalm pengolahan limbah yaitu
menetralkan limbah sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan , dan dengan merubah
limbah menjadi barang lain yang lebih bernilai tinggi.

1. Pengolahan dan pemanfaatan kembali limbah pabrik gula


Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan pabrik gula
merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya). Limbah
cair ini dikelola melalui dua tahapan, yaitu:

Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara
mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak
penangkap abu bagasse (ash trap).

Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam
dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total
daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai
60 hari.

Sedangkan pengelolaan limbah dengan cara pemanfaatan limbah dari pabrik tebu dapat
memberikan nilai lebih. Pemanfaatan limbah pabrik tebu bisa berupa pembuatan bioetanol,
pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan pakan ternak, ampas tebu untuk pakan ternak dan
pembuatan senyawa furfural besrta turunannya, serta pembuatan pupuk kompos dari
blotong. Sedangkan untuk limbah berupa asap dapat dikelola dengan jalan menekan
pengeluaranya diudara bebas.

Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil samping pabrik
gula yang dapat digunkan untuk menekan tingkat pencemaran:

1. Pembuatan Bioetanol

Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:

1. Unit gilingan

2. Unit preparasi bahan baku

3. Unit fermentasi

4. Unit destilasi.

Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu. Komponen unit gilingan
terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-
potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk kedalam
tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara
seri. Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp).
Ampas tebu yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua. Nira
yang terperah ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut
oleh unit gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit
gilingan dijadikan satu dan disebut nira mentah.

Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang dihasilkan
unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara kimiawi.
Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa
mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.
Selanjutnya tahap ini dilanjutkan untuk memproduksi gula dan sisanya berupa molase bisa
dilanjutkan masuk ke tahapan pembuatan etanol.

Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi etanol, melalui aktivitas
fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau
system kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa nutrisi
ditambahkan untuk optimalisasi proses. Etanol yang terbentukdibawa ke dalam unit
destilasi. Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air.
Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki
kemurnian sekitar 95-96%. Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan
tingkat kemurnian lebih tinggi (99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai
campuran unleaded gasoline menjadi gasohol.

Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa diproses
lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan sakarifikasi. Unit
pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin, dan
hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan
menjadi bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol.

Pembuatan etanol selain dari molase juga dari ampas tebu. Ampas tebu sebagian besar
mengandung ligno-cellulose. Bahan lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi
bioetanol.

Limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alcohol.
Limbah cair yang dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3
(bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan.

Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan cara
mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak
penangkap abu bagasse (ash trap).

Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam
dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam anaerob). Total
daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai
60 hari.

2. Pemanfaatan Ampas Tebu

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai
untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, particle board,
bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi
bahan-bakar minyak oleh pabrik.

Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi
menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi
sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah
pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi
tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi
yang cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-
turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan
turunannya di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat .
Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor.
Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural dunia.

Furfural

(C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid, furaldehid, furanaldehid, 2-


Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan. Furfural memiliki
aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis senyawa-senyawa turunannya. Di
dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan Furfural sebagai aplikasi, selebihnya
disintesis menjadi produk turunannya. Furfural dihasilkan dari biomassa (ampas tebu) lewat
2 tahap reaksi, yaitu hidrolisis dan dehidrasi. Untuk itu digunakan bantuan katalis asam,
misalnya: asam sulfat, dan lain-lain.

Furan

Furan merupakan contoh lain senyawa yang dapat dihasilkan dengan bahan baku Furfural.
Furan yang biasa disebut juga Furfuran atau oxole, memiliki rumus molekul C4H4O. Furan
diproduksi dengan proses dekarbonilasi Furfural dengan kehadiran katalis logam mulia.
Furan dimanfaatkan sebagai bahan kimia pembangun dalam produksi senyawa kimia yang
digunakan pada industri farmasi, herbisida, senyawa penstabil (stabilizer), dan sebagai
bahan baku dalam pembuatan senyawa turunan dari furan. Salah satu senyawa yang
diproduksi dengan bahan baku Furan adalah Tetrahidrofuran (tetrametilen oksida atau
oxolane). Senyawa yang dihasilkan melalui hidrogenasi katalitik dari Furan ini digunakan
sebagai pelarut untuk polivinil klorida (PVC), polivinilidene klorida, beberapa serat poliuretan
yang diaplikasikan pada proses pelapisan dan perekat.

3. Pemanfaatan Blotong untuk pembuatan kompos

Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah pabrik gula,
antara lain ; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator berupa
mikroorganisme, yang terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam
dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan
mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah.

Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adlah sebgai berikut: Bahan pupuk terdiri dari
tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-bahan
tersebut dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m;
ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong
sehingga panjangnya kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5
kg TSP dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan air.
Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg campuran
mikroorganisme selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg aktinomisetes.
Aktivator ditabur bersamaan dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam cetakan.
Setelah tercetak, kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-masing sisi
dan bagian atas tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu.

Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan mikroorganisme selulolitik. Setiap dua minggu dengan
menganalisa nisbah C/N dan pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH
mendekati netral.

Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik dengan cara
mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah sejumlah
mikroba. Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan unsur karbon (C) dan
Nitrogen (N) pupuk ini mencapai 12 persen. Sementara tanah yang sehat punya kandungan
unsur C dan N antara 10-15 persen. Mikroba yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic
bacteria, Pseudomonas, Bacyllus, dan Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada
yang berfungsi melarutkan fosfat. Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus
dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu
memperbaiki tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik).

Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu.
Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman
tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos
ampas pada lahan tebu di pabrik gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan
takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk
kompos ini pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha
dibandingkan dengan kontrol.

4. Pengelolaan asap dan debu

Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi (a) senyawa pencemar primer,
dan (b) senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar
yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan senyawa pencemar sekunder ialah
senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer
selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak senyawa pencemar yang ada, lima senyawa
yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO),
oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu).

Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat menyebabkan
sejumlahpenyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada manusia disekitar
pabrik tersebut, iritasi mata dan lain-. Untuk menanggulanginya dibutuhkan pengendalian
pencemaran udara. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian
pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar
merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan
limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam
sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu
penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar. Idealnya
demikian pula yang harus dilakukan oleh pabrik tebu.

Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap dan debu
tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di asap. Nantinya
partikel-partikel ini dalam jumlah yang cukup, bisa diolah menjadi pupuk. Karenanya suatu
pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan alat-alat pemisah debu untuk memisahkan debu
dari alirah gas buang. Debu dapat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia,
densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda.

Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir
pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum alat pemisah debu dapat
diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:

Pemisah Brown

Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip gerak partikel
menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran 0,01 0,05 mikron.
Alat yang dipatenkan dibentuk oleh susunan filamen gelas dengan jarak antar filamen yang
lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata partikel.

Penapisan

Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1 mikron.
Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu
higroskopik. Electrostatic Precipitator

Pengendap elektrostatik

Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan
rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara
getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah
didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,2 0,5 mikron. Secara teoritik
seharusnya partikel yang terkumpulkan tidak memiliki batas minimum.
Pengumpul sentrifugal

Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh
bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar
(vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat
yang menggunakan prinsip ini digunakan untuk pemisahan partikel dengan rentang ukuran
diameter hingga 10 mikron lebih.

Pemisah inersia

Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam aliran gas. Pemisah
ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan bertumbukan dengan penyekat
dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang bekerja berdasarkan prinsip inersia ini
bekerja dengan baik untuk partikel yang berukuran hingga 5 mikron.

Pengendapan dengan gravitasi

Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya gravitasi dan
kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel
dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak digunakan sebagi pemisah debu
tingkat akhir. Pada industri, yang lebih maju terdapat juga beberapa alat yang dapat
memisahkan debu dan gas secara bersamaan (simultan). Alat-alat tersebut memanfaatkan
sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas yang dapat terlarut dalam cairan. Beberapa metoda
umum yang dapat digunakan untuk pemisahan secara simultan ialah:Irrigated Cyclone
Scrubber

Menara percik

Prinsip kerja menara percik ialah mengkontakkan aliran gas yang berkecepatan rendah
dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butiran. Alat ini merupakan alat yang
relatif sederhana dengan kemampuan penghilangan sedang (moderate). Menara percik
mampu mengurangi kandungan debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan
gas yang larut dalam air.

Siklon basah

Modifikasi dari siklon ini dapat menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air
yang mendandung partikel dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama
atas dasar gaya sentrifugal. Slurry dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini lebih
baik daripada menara percik. Rentang ukuran debu yang dapat dipisahkan ialah antara 3 5
mikron.

Pemisah venture

Metode pemisahan venturi didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi pada bagian yang
disempitkan dan kemudan gas akan bersentuhan dengan butir air yang dimasukkan di
daerah sempit tersebut. Alat ini dapat memisahakan partikel hingga ukuran 0,1 mikron dan
gas yang larut di dalam air.

Tumbukan orifice plate

Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini membentur
lapisan air hingga membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukkan dengan
penyekat dan air akan menyerap gas serta mengikat debu. Ukuran partikel paling kecil yang
dapat diserap ialah 1 mikron.

Menara dengan packing

Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara mengkontakkan cairan dan gas di antara
packing. Aliran gas dan cairan dapat mengalir secara co-current, counter-current, ataupun
cross-current. Ukuran debu yang dapat diserap ialah debu yang berdiameter lebih dari 10
mikron.

Pencuci dengan pengintian

Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel yang
dapat ditangani ialah partikel yang berdiameter hingga 0,01 mikron serta dikumpulkan pada
permnukaan filamen.

Pembentur turbulen

Pembentur turben pada dasarnya ialah penyerapan partikel dengan cara mengalirkan aliran
gas lewat cairan yang berisi bola-bola pejal. Partikel dapat dipisahan dari aliran gas karena
bertumbukkan dengan bola-bola tersebut. Efisiensi penyerapan gas bergantung piada
jumlah tahap yang digunakan.

Blotong dan SO2. Pemakaian bahan pembantu proses (kapur dan belerang) yang berlebihan
dapat ditekan dengan kontrol kondisi proses pemurnian nira yang efektif melalui optimasi
pH, suhu dan waktu. Dengan memperhatikan kualitas bahan baku yang diolah dan hasil
pemurnian yang ingin dicapai maka kondisi operasional proses yang optimal dapat
ditetapkan, sehingga pemakaian bahan pembantu proses dapat ditekan. Dampaknya jumlah
blotong dan gas SO2 dapat ditekan pula. Limbah cair atau padat bekas analisa di
laboratorium. Pencegahan terjadinya limbah logam berat berkategori B3 karena penggunaan
bahan penjernih Pb-asetat basa dapat dinihilkan melalui penggunaan bahan penjernih aman
lingkungan (PAL) sebagai alternatif pengganti bahan penjernih berkategori B3 tersebut.
Sehingga dengan demikian, cairan yang dihasilkan (filtrat) langsung dapat dikirim ke
tempat pengolahan limbah. Tetes tebu. Pencegahan terjadinya ledakan selama penyimpanan
tetes dalam tangki dapat dilakukan dengan mendinginkan tetes pada suhu 35 40 oC. Di
dalam tangki tetes dipasang pipa-pipa pendingin yang melingkar, air pendingin mengalir di
dalam pipa pendingin. Sehingga dengan demikian, sambil menunggu pengeluaran tetes
diharapkan suhu tetes yang disimpan berkisar 35 40 oC.Pengawasan suhu tetes terjadwal
menjadi sangat penting. Gas cerobong ketel. Kesempurnaan pembakaran ampas
dipengaruhi oleh kualitas ampas sebagai bahan bakar, jenis dan kondisi dapur + ketel.
Namun demikian pembakaran yang sempurna dapat diidentifikasi dari kualitas gas
cerobong (kadar CO2 > 12 %, O2< 7 dan produksi uap per kampas > 2 kg). Oleh karena itu
kontrol kualitas gas cerobong ketel terjadwal perlu menjadi perhatian.

Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif adalah limbah dari
perkebunan tebu. Limbah dari tebu ini yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan antara lain
adalah mollases, blotong, dan pucuk tebu. Pucuk tebu adalah limbah tebu yang memiliki
potensi sangat besar. Pucuk tebu dapat dimanfaatkan untuk pakan rum__inansia. Salah satu
kelemahan dari pucuk tebu adalah kandungan serat kasar yang tinggi. Untuk meningkatkan
manfaaat dari pucuk tebu make dilakukan pengolahan. Metode pengolahan yang biasa
digunakan untuk pakan berserat tinggi adalah pengolahan kimiawi. Bahan kimia yang biasa
digunakan adalah urea dan NaOH.

Fraksi limbah tebu lainnya yang masih memiliki nilai gizi yang baik adalah blotong. Blotting
adalah limbah yang dapat dipisahkan dengan proses penapisan dalam proses klarifkasi nira.
Untuk meningkatkan nilai gizi dari protein pada blotong perlu dilakukan fermentasi dengan
menggunakan kapang. Keseimbangan asam amino diharapkan dapat ditingkatkan melalui
fermentasi. Dengan meningkalnya kualitas protein diharapkan dapat meningkatkan
kecernaan zat-zat makanan. Jenis kapang yang biasa digunakan adalah Saccharomyces
cereviceae, Aspergillus oryzae, Aspergiltus niger.

Penelitian tahap pertama dilakukan terdiri dua bagian yaitu tahap pengolahan pucuk tebu
dan penggunaannya dalam ransum Pucuk tebu akan dilakukan pengolahan dengan
amoniasi, silase, dan hidrolisis dengan NaOH. Untuk menentukan cars pengolahan yang
terbaik terhadap pucuk tebu maka dilalkukan penelitian secara in vitro. Perlakuan yang
dicobakan pada perlakuan vitro adalah:

RI = Pucuk tebu tanpa pengolahan ;

R2 = Pucuk tebu diolah secam Amoniasi;


R3 = Pucuk tebu diolah secara Silase ;

R4 = Pucuk tebu diolah secara Hidrolisis dengan NaOH.

Berdasarkan basil penelitian tersebut, temyata metode pengolahan yang baik untuk pucuk
tebu adalah amoniasi. Untuk menentukan penggunaaanya dalam ransum dilakukan
penelitian dengan rancangan acak lengkap 4 x 5 , tiap perlakuan diiilang 5 kali. Susunan
perlakuannya adalah sebagai berikut:

RO = 70% konsentrat +30% rumput lapang

RI = 70% konsentrat + 20% rumput lapang + 10% pucuk tebu teramoniasi


R2 =70% konsentrat + 10% rumput lapang + 20% pucuk tebu teramoniasi
R3 = 70% konsentrat + 0% rumput lapang + 30% pucuk tebu teramoniasi

Penelitian tahap kedua diawali dengan menentukan jenis kapang yang paling baik pada
fermentasi blotong, Susunan perlakuannya sbb:

RO = blotong tanpa pengolahan; Rl= blotong difermentasi dengan Saccharomyces


cereviceae ;

R2 = blotong difermentasi dengan Aspergillus oryzae

R3=blotong difermentasi dengan Aspergillus niger

R4 = blotong difermentasi dengan Rhizopus orryzae.

Berdasarkan hasil peneliian tersebut fermentasi yang terbaik adalah menggunakan yeats
Saccharomyces cereviceae . Untuk menentukan penggunaannya adalah ransum dilakukan
penelitian dengan rancangan acak lengkap 5 x 5 , susunan perlakuannya adalah sebagai
berikut :

RO = ransom basal

Rl = RO + 5% blotong terfermentasi dari BK ransom


R2 = RO + 10% blotong terfermentasi Bari BK ransum
R3 = RO + 15% blotong terfermentasi dari BK ransum
R4 = RO + 20% blotong terfermentasi dari BK ransum

Berdasarkan uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap
KCBK dan KCBO. Hasil nyata ditunjukkan pada paramter NH3 dan VFA. Berdasarkan kedua
paramter tersebut menunjukkan bahwa perlakuan amoniasi menunjukkan hasil yang lebih
baik dibandinngkan perlakuan lainny& Oleh karena itu, pengolahan yang digunakan pada
pucuk tebu dalam ransom adalah amoniasii. Berdasarkan uji lanjut polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa penggunaan pucuk tebu teramoniasi dalam ransum terhadap
kecernaan bahan kering dan dan bahan organik berpola tinier dengan persamaan masing-
masing Y = 37,739 +0,094X dan 39,361 + 0,114X. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kandungan pucuk tebu dalam ransom semakin tinggi nilai kecemaannya

Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis kapang terhadap


parameter kecemaan menujukkan tidak berberda nyata. Hasil yang nyata terlihat dari
parameter WA dan NH3. Berdasarkan parameter VFA dan NH3 menujukkan
bahwa penggunaan yeast Saccharomyces cereviceae sebagai bahan fermentasi pada
blotong memberikan basil yang lebih baik bila dibandingkan dengan menggunakan kapang
lainnya.Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan blotong dalam ransom
berpengaruh nyata terhadap kadar NH3. Berdasarkan uji lanjut polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa perlakuan memliki reespon linear terhadap kadar NH3 dengan
persamaannya Y= 4,035 +0,237X. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan
blotong semakin tinggi kadar NH3 ciran rumen.

Hasil analisis ragam dan analisis polinomial ortogonal menunjukkan bahwa perlakuan
blotong dalam ransom tidak berbeda nyata terhadap WA dan kecemaan bahan organik
ransum (KCBO). Hasil analisis ragam dan analisis polinomial ortogonal menunjukkan bahwa
perlakuan blotong berbeda nyata terhadap kecemaan bahan kering ransum. Kurva
responnya adalah linear dengan persamaan Y=45,964 0,294X. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kandungan blotong dalam ransum nilai kecemaan bahan keringnya
menurun.

Ampas tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik yang dijual ke rumah tangga.
Misalnya saja sisa ampas tebu pada musim giling 2008 (279.332 ton) dapat menghasilkan
listrik sekitar 36 ribu MW, atau dapat untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar 60.000
rumah tangga di lingkungan pabrik gula selama 6 bulan (asumsi kebutuhan rumah tangga
100 KW per bulan) yang menghasilkan rupiah sekitar Rp. 18 Milyard.

Tabel 1. Listrik yang dihasilkan (KW) dari sisa ampas tebu pada musim giling 2008

Produsen Tebu Ampas Ampas Sisa Setara Setara SetaraR


digiling diproduksi dibakar ampas uap listrik p
(ton) (ton) (ton) (ton) dihasilka dihasilka .Milyard
n (ton) n (MW)
Jawa 23.626.25 7.615.601 7.423.503 192.09 383.617 25.574 12,79
0 8
Sumatra 9.790.911 3.155.967 3.076.360 79.607 139.462 9.297 4,65
Sulawesi 937.995 302.350 294.723 7.627 15.050 1.003 0,50
Indonesi 34.355.15 1.107.391 10.794.58 279.33 538.129 35.875 17,94
a 6 8 6 2
Serat-serat ampas merupakan bahan organik yang terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin.
Bahan organik tersebut dapat diubah menjadi kompos melalui proses biokimia dengan
melibatkan aktivitas mikroba. Oleh karena itu ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan
baku kompos. Kompos ampas tebu (KAT) dan kompos dari campuran ampas tebu, blotong
dan abu ketel (KABAK) bagus untuk pemupukan lahan tebu. Ampas tebu juga dapat
digunakan sebagai bahan baku briket arang ampas. Briket tersebut mempunyai kualitas
yang tidak begitu berbeda dengan kualitas cokes. Dalam ukuran kecil, briket dapat
digunakan di dapur rumah tangga. Di samping itu ampas tebu dapat digunakan untuk
membuat particle board. Particle board biasanya digunakan untuk keperluan interior,
akustik, insulator, panel dinding dan meb. Blotong. Blotong dapat digunakan langsung
sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya
unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke
tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau komposnya per hektar dapat meningkat
bobot dan rendamen tebu secara segnifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT),
blotong dan kompos dari ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK).

Tabel 2. Hasil analisis kimia KAT, blotong dan KABAK:

Analisis KAT Blotong KABAK Di dalam tetes tebu terkandung total gula
pH 7.32 7.53 6.85 sebagai invert antara 60 70 %, merupakan
bahan baku yang potensial bagi produk-
Karbon (C), % 16.63 26.51 26.51
produk fermentasi dan salah satu
Nitrogen (N), % 1.04 1.04 1.38 diantaranya adalah etanol (alkohol). Bahkan
Nisbah C/N 16.04 25.62 15.54 jika diproduksi dalam skala industri
Fosfat (P2O5),0.421 6.142 3.020 perumahan menjanjikan untuk menambah
% pendapatan rumah tangga. Dalam 5 tahun
Kalium (K2O),0.193 0.485 0.543 terakhir ini pemerintah sedang giatnya
% menggalakkan program bahan bakar yang
Natrium 0.122 0.082 0.103 bersifatrenewable. Salah satu diantaranya
(Na2O), % adalah mencampur etanol ke dalamm BBM
menjadi gasohol sebagai energi alternatif.
Kalsium (Ca), %2.085 5.785 4.871
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
Magnesium 0.379 0.419 0.394
telah berhasil menguji gasohol sampai E20
(Mg), %
(etanol : bensin = 20 : 80) untuk mesin
Besi (Fe), % 0.251 0.191 0.180 bensin. Di dalam tetes tebu terkandung
Mangan (Mn),0.066 0.115 0.090 sukrosa antara 35 45 %, gula invert antara
%
17 35 %, total gula sebagai invert (TSAI) antara 60 70 %. Hal ini merupakan bahan baku
yang potensial bagi produk-produk fermentasi dan salah satu diantaranya adalah sirup
invert. Untuk menjadikan gula dalam tetes menjadi invert semua maka komponen sukrosa
harus diinversi terlebih dahulu. Proses inversi sukrosa menjadi gula invert yang banyak
diminati adalah cara enzimatis karena tidak bersifat korosif terhadap peralatan yang
digunakan. Proses inversi menggunakan ragi roti optimal pada larutan brix tetes 50 %, pH
4,5, suhu inkubasi 60oC selama 24 jam. Di samping dapat dibuat alkohol atau spiritus dan
sirup invert, tetes tebu juga dapat dipakai sebagai bahan baku L-lysine dan media untuk
pembuatan sodium glutamate di pabrik vitsien. Bahkan tetes tebu saat ini merupakan
komoditas eksport non migas yang cukup menjanjikan.

CO2 dari gas cerobong. Limbah gas cerobong, khususnya gas CO 2, dapat dimanfaatkan
kembali untuk keperluan pemurnian nira sebagai pengganti gas SO 2 atau dimanfaatkan
dalam pemurnian defekasi remelt karbonatasi. Dalam 2 tahun terakhir ini proses defekasi
remelt karbonatasi sedang banyak dibicarakan para pakar dan praktisi industri gula dalam
negeri sehubungan dengan harga belerang yang mahal, produksi gula dalam negeri yang
telah menyentuh swa sembada gula dan tuntutan akan gula mutu tinggi. Diprediksi pada
musim giling 2009 dan yang akan datang terjad kelebihan stok gula dalam negeri sehingga
dikhawatirkan terjadi penyaluran gula berlebih yang macet, untuk diekspor mutu gula
dalam negeri masih kalah bersaing. Oleh karena itu paling bijak adalah memilih proses
defekasi remelt karbonatasi dalam mengatasi masalah ini. Dengan proses tersebut, di
samping dapat mengurangi cemaran lingkungan, juga dapat memproduksi gula mutu tinggi
sehingga dapat mengatasi masalah pergulaan nasional yang sedang mengalami kendala
dalam persaingan global. Dengan penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah pabrik
gula tersebut diharapkan program langit biru dan bumi hijau akan terlaksana dengan baik di
sektor industri gula.

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA DAN ETHANOL MENJADI PUPUK ORGANIK

Penerapan cara Pertanian Organik Modern masih belum populer untuk diterapkan di negara
kita, sehingga perlu pengembangan sistem Pertanian Organik yang intergeted, agar hasil
dari pertaniannya bisa masuk pasar local maupun dunia (Eropa dan Amerika). Negara-
negara yang pertaniannya sudah lebih maju, seperti pertanian di Negara-negara Eropa dan
Amerika sudah lama meninggalkan sistem pertanian anorganik ( Kimia ) dan beralih ke
pertanian yang ramah lingkungan yaitu pertanian organik.

Untuk menjaga tanaman dari hama dan pestisida kimia, perlu di kembangkan
suatu Greenhouse, yang berfungsi untuk menjamin kelangsungan produksi agar tidak
tergantung pada musim. Setelah Greenhouse jadi maka dilakukan penanaman percobaan
yaitu menanam beberapa jenis komoditi yang di antaranya: cabe, terong, dan tomat,
langsung di atas tanah seperti biasanya.
Penanaman secara organik tidak menggunakan pestisida, hal tersebut karena
penanamannya juga sudah dilakukan dalam Greenhouse, dengan dicover dengan net yang
bisa menahan hama Cabuk ( White fly ) pembawa virus Bemicia tabaci yang cukup sulit
untuk diberatas.

Menanam di atas tanah seperti bisanya (secara konvensional) ternyata memerlukan


pemupukan secara kimia yang sangat banyak di luar kewajaran secara kalkulasi ekonomi,
dan dari hasilnya tidak bisa masuk katagori organik. Mengingat langkanya pupuk untuk
mendapatkannya, kalaupun ada dengan harga yang sudah tidak normal atau tidak seperti
harga-harga pupuk sebelumnya. Jadi dari kualitas dan harga belum bisa bersaing di pasar
global atau pasar dunia.

Dengan kendala yang dihadapi itu, dapat di simpulkan bahwa untuk memperbaiki tanah
pertanian dengan penambahan bahan organik yang sudah hampir hilang di seluruh areal
tanah pertanian, akibat pemakaian pupuk kimia yang terus menerus (hampir 3035 tahun),
dan upaya dalam perbaikan tanah hampir tidak pernah dilakukan.

Dengan perhitungn ekonomis, perbaikan tanah pertanian memerlukan waktu dan biaya yang
sangat tinggi, jadi perlu penanaman jenis komoditas seperti tadi (cabe, terong, dan tomat)
di dalam polibag, menggunakan media yang umum di pakai, seperti kotoran ternak,
cocopeat, arang sekam dengan campuran yang disesuaikan dengan jenis tamanan. Untuk
tanaman yang hampir 22.000 tanaman/ha, diperlukan sekitar 200 ton media tanam untuk
tahap pertama, selanjutnya hanya di tambah dengan interval 25 % atau 50 ton/musim
tanam/ha.

Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari proses produksi pembuatan gula,
dimana dalam suatu proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam jumlah yang
sangat besar. Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk organik masih belum
maksimal dan penggunanya pun terbatas. Hal ini disebabkan karena :

1. Pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-
asalan, masih belum ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar
sehingga pupuk organik yang dihasilkan, masih belum sempurna.

2. Minimnya pengetahuan petani akan manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan
blotong.

Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pembuatan Ethanol. Dalam
proses pembuatan 1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah (vinasse) sebanyak 13 liter (1 : 13).
Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan
semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak di tangani dengan baik
maka di kemudian hari, limbah ini akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi
lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah ini yaitu dengan merubah vinasse menjadi pupuk
organik cair dengan menggunakan metode tertentu. Hal ini mungkin dilakukan karena
kandungan unsur kimia dalam vinasse sebagian besar merupakan unsur organik yang
berguna dan dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.

Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim dilakukan oleh petani. Hal ini
dikarenakan sedikitnya produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan petani tentang
manfaat pengguanan pupuk organik. Dengan adanya hal tersebut di atas maka akan tepat
jika limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

Limbah filter cake, abu boiler, dan vinassemerupakan bahan organik. Untuk bisa menjadi
pupuk organik yang siap diaplikasikan maka diperlukan suatu proses dekomposisi bahan
oleh bantuan mikoorganisme. Proses daur ulang limbah menjadi pupuk dapat dilakukan
dengan menggunakan mikroorganisme secara manual. Sekitar 20-23 hari, proses
thermofolik bisa tercapai, maka jadilah humus yang kandungan unsurnya cukup bagus dan
berguna untuk memperbaiki struktur tanah.

Peluang Pasar

Seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pertanian organik dan gerakan moral yang
menyerukan kembalinya pemakaian bahan-bahan organik seperti untuk pupuk, pestisida
dan lain-lain. Sebagai bahan dasar dalam usaha pertanian, maka kebutuhan bahan organik
terutama pupuk organik menjadi semakin besar. Hal ini sangatlah beralasan karena
pemakaian bahan organik pada usaha pertanian lebih menguntungkan bila ditinjau dari nilai
ekonomis, keamanan, lingkungan dan kesehatan.

Meningkatnya harga dan langkanya keberadaan pupuk anorganik (kimia) di tingkat petani,
maka dapat di manfaatkan sebagai langkah untuk penerapan pola pertanian secara organik.
Nilai ekonomis dari pupuk organik yang terjangkau dari pemanfaatan limbah pabrik guna ini
akan dapat meningkatkan permintaan pupuk secara organik. Harapannya akan banyak para
petani yang beralih ke pertanian secara organik.

Akan tetapi kebutuhan pupuk organik yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut
tidak diimbangi dengan suplay pupuk organik yang mencukupi. Hal ini dikarenakan
sedikitnya produsen atau pengolah pupuk organik yang ada di tanah air. Disamping itu
bisnis pupuk organik ini dinilai kurang menguntungkan oleh produsen pupuk jika dibanding
dengan pupuk kimia.

Hal tersebut sebenarnya bukan dikarenakan tidak adanya kebutuhan pupuk organik di
tingkat konsumen (petani) tetapi lebih mengacu kepada ketidak-tahuan petani akan manfaat
dari penggunaan pupuk organik tersebut dan keengganan pihak yang terkait untuk
memberikan penyuluhan tentang hal tersebut. Pihak-pihak terkait dari pemerintah
diharapkan memberikan informasi atau penyuluhan ke petani untuk bercocok tanam secara
organik, hal ini dilakukan agar para petani tidak tergantung pada pupuk kimia (anorganik).
Penggunaan pupuk organik dapat memberikan pengaruh positif pada tanah antara lain
untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan struktur tanah. Pemberitahuan informasi penyuluh
ke petani akan meningkatkan kesadaran para petani itu sendiri, bahkan petani akan
berusaha dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungannya untuk dijadikan
pupuk organik.

Pupuk organik akan menjadi suatu bisnis yang sangat menguntungkan apabila kesadaran
petani akan manfaat penggunaan pupuk organik baik jangka pendek maupun jangka
panjang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia pada
umumnya bermata pencaharian di sektor pertanian. Selain itu sumberdaya yang ada di
sekitar nampak tidak bermanfaat akan menjadi solusi bagi para petani yang mengalami
kesulitan dalam mendapatkan pupuk anorganik. Pemanfaatan sumber daya alam sekitar
mampu memberikan manfaat yang lebih dan akan memberikan nilai ekonomis yang bisa
diperhitungkan.

Limbah pabrik gula dan ethanol dapat bermanfaat bila dikelola dengan baik untuk dijadikan
pupuk organik yang bisa menangani kelangkaan pupuk anorganik ditingkat petani. Pupuk
organik dari pemanfaatan limbah gula dapat meningkatkan atau memperbaiki sifat fisik
tanah yang sudah tergantung pada pupuk anorganik. Nilai ekonomis dari pupuk organik juga
tinggi untuk bisa meningkatkan hasil produksi para petani.

GUNAKAN LIMBAH PABRIK GULA


GANTIKAN BBM
Adapaun cara pembuatan blothong yang digunakan untuk BBM, pada tahap pertama
blothong yang merupakan limbah dari pabrik gula yang masih basah di jemur selama dua
pekan. Setelah mengering, blothong ini dipotong seukuran dua buah bata merah. Setelah
itu, blothong siap digunakan untuk memasak di dapur dengan menggunakan anglo atau
tungku.

Blothong kering memiliki beragam keunggulan jika dibandingkan minyak tanah. Selain
apinya tak kalah panas, cara pembuatannya mudah dan yang terpenting adalah sangat
murah. Api yang dihasilkan dari blothong lebih biru, dan juga irit serta murah, katanya
menambahkan.
Ia menjelaskan, untuk membuat blothong, maka pihaknya membeli dari pabrik gula yang
saat ini sedang memasuki musim giling, seperti PG Pagottan maupun PG Redjo Agung.
Dalam setiap pembelian satu truk, blothong tersebut bisa digunakan selama satu bulan.

Setiap satu truk blothong, kami membeli seharga Rp25.000. Dari blotong satu truk tersebut
bisa kami gunakan untuk memasak dan keperluan lainnya selama lebih dari satu bulan,
katanya menerangkan.
Dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah, blothong jauh lebih hemat. Jika
menggunakan minyak tanah, maka setiap hari dibutuhkan setidaknya satu liter dengan
harga mencapai Rp3.000. Namun, setelah menggunakanblothong hanya diperlukan
anggaran Rp25.000 dalam setiap bulannya.
Ia menambahkan, warga di desanya sudah sejak dulu menggunakan blothong untuk
memasak. Minyak tanah hanya digunakan untuk seperlunya saja. Dengan memakai
blothong, mereka mengaku tidak perlu dipusingkan dengan tingginya harga minyak tanah.
Namun yang menjadi kendala, ia menyatakan, saat bukan musim giling, maka tidak ada
bahan untuk pembuatan energi alternatif ramah lingkungan ini.

BAB III

PENUTUP

1. A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa limbah pabrik gula yang terasa mempunyai
konotasi mengganggu dan mencemari lingkungan tampaknya dapat diatasi dengan baik,
sehingga memberi manfaat pada lingkungan. Upaya penanganan limbah cair dilakukan
melalui elektrolisis cairan bekas analisa di laboratorium dan mengolah limbah cair yang
keluar dari pabrik gula dengan biotray. Penanganan limbah padat dilakukan dengan cara
menangkap debu hasil pembakaran ampas dengan dustcollector dan menanam atau
membakar limbah padat bekas analisa di laboratorium kepembuangan. Upaya pencegahan
limbah cair dan gas melalui penggunaan bahan penjernih aman lingkungan (PAL) dalam
analisa di laboratorium, kontrol pembakaran ampas dan kontrol pemurnian nira. Upaya
pemanfaatan limbah padat melalui pemanfaatan ampas dan blotong sebagai bahan baku
pupuk kompos, ampas untuk energi listrik di perumahan dan tetes sebagai bahan baku
industri etanol, spiritus dan vitsin. Pemanfaatan kembali CO 2 dari gas cerobong untuk
pemurnian nira sebagai pengganti gas SO 2. Dengan penanganan, pencegahan dan
pemanfaatan limbah pabrik gula tersebut diharapkan program langit biru dan bumi hijau
akan terlaksana dengan baik di sektor industri gula. Namun yang terpenting dari semua
pemanfaatan limbah pabrik gula tersebut adalah mempunyai prinsip menangani masalah
limbah tanp menimbulkan masalah limbah baru yang berdampak lebih negatif pada
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Martoyo, T., B. E. Santoso dan M. Mochtar. 1994. Bahan penjernih alternatif untuk analisis pol
nira dan bahan alur proses di pabrik gula. Majalah Penelitian Gula Vol 30 (3 4). P3GI.
Pasuruan. pp: 1 5.

Santoso.B.E., 2008., Limbah Pabrik Gula: Penanganan, Pencegahan Dan Pemanfaatannya


Dalam Upaya Program Langit Biru Dan Bumi Hijau. Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia. Pasuruan, Indonesia. p: 1-6.

Widodo. Yusuf., 2007, Pemanfaatan Limbah Industri Gula Melalui Pengolahan Biologis Dan
Kimiawi Dalam Upaya Meningkatkan Upaya Kecernaannya Secara Invitro, Lampung
University Library, Lampung.

http://www.penelitian_gula.asp.atm. Diakses 14 Februari 2011.

Anda mungkin juga menyukai