Anda di halaman 1dari 8

ENDAHULUAN Gerakan wajah yang tidak sadar telah diketahui sejak lama dan telah

dilukiskan oleh pelukis yang tertarik dengan perubahan gerakan dari ekspresi wajah. Sebagai
contoh, pada abad ke 16, pelukis dari Brueghel melukis wanita yang memperlihatkan dengan
jelas blepharospasme dan membuka rahang secara tidak sadar. Bagaimanapun istilah Meiges
syndrome kadang-kadang digunakan untuk menamakan distonia cervical-cranial idiopatik,
istilah ini kurang tepat karena Talkow di Jerman dan Wood di Amerika Serikat menggambarkan
Blepharospasme dan distonia orofacial beberapa dekade sebelum 1910 yang dipublikasikan oleh
seorang neurologist Prancis, namun pendapat itu tidak benar, karena sampai tahun 1970-an
blepharospasme dikenal sebagai salah satu bentuk dari fokal distonia.(1)
Bagaimanapun mengingat ini adalah gangguan yang tidak biasa, distonia cranio-cervical adalah
bentuk yang paling sering dari distonia pada Baylor College of Medicine (78% dari pasien
distonia). Prevalensi dari kasus blepharospasme diperkirakan 5 per 100.000 orang menderita
penyakit ini. Pada dua kelompok terbesar pasien dengan blepharospasme, perbandingan wanita
dan pria adalah 2 : 1 dan pada dua pertiga pasien gangguan gerakannya terjadi setelah usia 50
tahun.(1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Blefarospasme adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otot involunter yang
ditandai spasme musculus orbicularis okuli yang persisten atau repetitif.
2.2. Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti, tapi diduga disfungsi ini diduga berasal dari
ganglia basalis. Stress emosional dan kelelahan memperburuk rena kelainan persarafan. (2)
Kedipan kelopak mata yang keras dan hilang waktu tidur, renjatan otot orbikularis okuli kelopak
mata akibat spasme letih atau rentan. Merupakan tindakan memejamkan mata dengan kuat yang
tidak disadari, yang dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam.(3)
PATOFISIOLOGI :
Kelopak mata mempunyai sejumlah otot yang berfungsi untuk menutup dan membuka mata.
Otot yang berfungsi menutup dan mengedip pada kelopak mata atas dan bawah adalah otot
orbikularis okuli. Selain itu ada lagi otot yang berfungsi membuka mata pada kelopak mata.
Normalnya mata normal berkedip rata-rata 14-15 kali per menit, bila lebih dari itu, mesti
dicurigai blefarospasme.(2)
Kelainan ini biasanya terjadi pada orang dewasa berusia 50-60 tahun, lebih banyak pada wanita
dan kontraksi tidak timbul pada saat tidur. Namun perlu juga diwaspadai, karena jika terjadi
kontraksi yang berat dan hebat dapat menimbulkan kebutaan fungsional karena penderita tidak
bisa membuka matanya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan mata bahkan
kebutaan. Selain itu, gejala yang biasa dialami meliputi iritasi mata yang membuat tidak nyaman,
sensitif saat melihat, dan semakin sering mengedipkan mata. (2,4) Apabila kontraksi otot-otot
orbikularis okuli, otot di sekitar mata disertai dengan kontraksi otot-otot wajah, mulut, rahang,
dan leher disebut sindroma meige. Sindroma ini biasanya terjadi pada satu mata, bergerak ke atas
dan ke bawah dan gejalanya tetap ada pada saat penderita tidur.(2)
Benign Essensial Blepharospasm
Adalah sejenis kontraksi otot tidak lazim yang ditandai dengan spasme persisten atau repetitive
dari muskulus orbikularis okuli. Kondisi ini hamper selalu bilateral dan paling sering pada orang
tua. Spasme cenderung makin kuat dan makin sering, berakibat muka meringis dan mata
tertutup. Pasien menjadi terganggu sekali dan hanya mempu melihat dari celah spasme yang
sempit.(5)
Penyebabnya belum diketahui. Stres emosional dan kelelahan kadang-kadang memperburuk
keadaan, yang mengesankan bahwa keadaan ini bersifat psikogenik. Namun psikoterapi dan obat
psikoaktif sangat sedikit memberikan hasilnya. Sebagian kecil pasien mengalami spasme yang
terpicu secara psikogenik, namun pada kebanyakan kasus disfungsi itu diduga berasal dari
ganglia basal.(5) Benign menandakan kondisi yang tidak mengancam jiwa, dan essential
adalah penyakit yang tidak diketahui penyebabnya. Penyakit ini termasuk dystonia focal dan
cranial. Cranial berhubungan dengan kepala dan focal menunjukkan tertahan pada satu bagian.
Dystonia menggambarkan kontraksi dan spasme otot secara tidak sadar yang abnormal. Pasien
dengan blepharospasme memiliki tajam penglihatan yang normal. Gangguan penglihatan hanya
tejadi karena penutupan kelopak yang terpaksa.
Blepharospasme dapat dibedakan dengan :
Ptosis : kelopak mata jatuh dan terasa berat disebabkan oleh paralisis atau kelemahan otot
levator pada kelopak mata atas
Blepharitis : inflamasi kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi atau alergi
Hemifacial spasme : keadaan non distonia yang melibatkan beberapa otot wajah pada
satu sisi, seringkali mengenai kelopak mata, dan disebabkan oleh iritasi saraf facial.
Kontraksi otot lebih cepat dan berpindah -pindah dibandingkan blepharospasme, dan
selalu terjadi di perbatasan pada satu sisi wajah.(6)
ETIOLOGI : Blepharospasme biasanya terjadi secara bertahap dengan berkedip yang
berlebihan dan dapat juga disertai iritasi mata. Pada stadium awal blepharospasme hanya dapat
timbul bila adanya faktor predisposisi yang spesifik, contohnya sinar lampu yang terang,
kelelahan dan tekanan emosional. Keadaan dapat berlanjut jika blepharospasme seringkali terjadi
sepanjang hari. Spasme menghilang pada saat tidur, dan pada beberapa orang setelah tertidur
dengan nyenyak, spasme tidak timbul beberapa jam setelah terbangun. Konsentrasi pada
pekerjaan dapat mengurangi frekuensi terjadinya spasme. Pada keadaan lanjut, spasme yang
terjadi sangat hebat dan penglihatan pasien menjadi gelap, kelopak mata tertutup kuat dengan
paksa untuk beberapa jam.(6)
Penyebab penyakit ini tidak diketahui pasti, tetapi ada dugaan kondisi ini disebabkan adanya
kelainan pada ganglia basalis. Gangguan pada ganglia basalis tersebut menyebabkan aktivitas
asetilkolin yang berlebihan sehingga akan menyebabkan kontraksi otot yang berlebihan pula.
Kedipan dan kedutan pada mata ini terbilang kelainan yang sulit disembuhkan, meski demikian
keluhan penderita bisa ditekan serendah mungkin. Kondisi ini biasanya terjadi karena kelainan
genetik. Meski demikian penyakit dapat disembuhkan. Hanya saja melalui diagnosa dan
pengobatan secara rutin dan teratur.(2) Pada banyak orang blepharospasme timbul secara tiba-tiba
tanpa diketahui faktor predisposisinya. Berdasarkan pengamatan gejala dan tanda dari dry eye
seringkali diawali atau terjadi bersamaan dengan blepharospasme. Pada orang-orang yang rentan
kemungkinan timbulnya dry eye merupakan pencetus terjadinya blepharospasme. Dapat juga
merupakan penyakit keturunan dengan lebih dari satu anggota keluarga yang menderita
blepharospasme namun kasusnya jarang terjadi. Blepharospasme dapat diikuti dystonia yang
menyerang mulut dan atau rahang (oromandibular dystonia, sindroma Meige). Pada beberapa
kasus, spasme kelopak mata diikuti dengan mulut terbuka atau rahang yang tertutup, meringis,
dan lidah yang keluar. Blepharospasme dapat dicetuskan oleh obat-obatan, seperti pemakaian
obat-obatan parkinson. Jika terjadi karena pengobatan parkinson, gejala yang timbul dapat
diringankan dengan menurunkan dosis obat.(6) Blefarospasme juga dapat disebabkan oleh lesi
iritatif pada kornea dan konjungtiva atau pada nervus fascialis. erosi kornea, uveitis anterior,
glaucoma akut dan glaucoma kongenital. Blefarospasme juga dapat ditemukan pada pasien
psikiatrik dan histeria.(5) Stres emosional dan kelelahan dapat memperburuk kondisi ini. Mata
harus diperiksa secara cermat kalau-kalau ada lesi iritatif, misalnya benda asing kornea,
meibomianitis dan trikiasis.(7)
DIAGNOSIS
Kecuali untuk evaluasi pada penyakit mata yang serius, biasanya tidak perlu dilakukan tindakan
diagnostik. Diagnosis dengan neuroimaging dapat membantu untuk melakukan evaluasi pada
pasien yang dicurigai mengalami blefarospasme sekunder yang disebabkan karena stroke akut,
multiple sclerosis, atau penyebab lain. Pemeriksaan kelainan kolagen pada pembuluh darah dan
penyakit autoimune juga diindikasikan walaupun jarang dilakukan.(1)
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
1. Hemifacial Spasme (unilateral, meliputi seluruh sisi wajah, tidak menghilang saat tidur,
penyebab tersering adalah kerusakan nervus fascialis pada tingkat batang otak, terapi sama
dengan blefarospasme.
2. Iritasi mata (benda asing pada kornea dan konjungtiva, trikhiasis, blefaritis, dry eye).
3. Tourettes Sindrom (spasme otot multiple yang berulang-ulang).
4. Tic Douloureux (Trigeminal Neuralgia) (episode akut dari nyeri pada daerah distribusi nervus
kranial V, biasanya menyebabkan Tic atau berkedip).
5. Tardive Diskinesia (diskinesia mulut-wajah, sering disertai dengan gelisah distonia tungkai
dan lengan, biasanya disebabkan karena penggunaan terapi antipsikotik jangka panjang).

6. Eyelid Myokimia (kedutan kelopak mata, biasanya disebabkan karena stres).(8)


PENATALAKSANAAN : Bila mata mengalami kedutan, cara yang bisa dilakukan untuk
menghentikan kedutan pada mata adalah dengan membiarkan tubuh dan mata beristirahat.
Mengompres mata dengan air hangat untuk beberapa saat dan bila perlu minum vitamin saraf
juga dapat membantu.(9) Pada pengobatan blefarospasme dimulai dengan usaha menetapkan
kejadian-kejadian perilaku psikoneurotik yang aneh. Psikoterapi, obat-obat neuroleptik, latihan
biofeedback, dan hipnotis kadang-kadang memberikan hasil baik. Namun kebanyakan pasien
memerlukan suntikan berulang blokade neuromuskular atau tindakan bedah untuk memutuskan
nervus fascialis.(5) Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya bila mungkin. Bila
penyebab spesifiknya tidak diketahui, penderita perlu diberi penerangan dan diterangkan. Kasus
yang sukar ditangani mungkin memerlukan suntikan alkohol pada otot orbikularis okuli agar
terjadi paralisis sementara. Anestesi blok yang bekerjanya lama pada nervus fascialis bisa dicoba
sebelum disuntik alkohol untuk mengatasi blefarospasme tersebut. (7) Penanganan yang sering
dilakukan saat ini adalah dengan tindakan non operatif yaitu dengan pemberian obat-obatan dan
suntikan toksin botolinum (Botox), yaitu sejenis racun yang dihasilkan jamur, serta tindakan
operasi. Beberapa jenis obat-obatan penenang biasa diberikan pada penderita blefarospasme, tapi
pengobatan ini kurang memuaskan. Bahkan banyak penderita yang tetap mengalami otot
matanya terus bergerak liar walaupun sedang dalam terapi. Apabila kelainan hanya berupa
kontraksi pada otot-otot wajah, penanganan blefarospasme bisa dilakukan dengan tindakan
operatif, atau non-operatif. tandasnya. Tindakan dilakukan dengan memberikan obat-obatan
kepada pasien. Selain itu dengan operasi khusus. Kedisiplinan pasien juga menjadi salah satu
faktor kesuksesan pengobatan ini.(2,10)
TERAPI OBAT Banyak variasi obat-obatan telah dilaporkan dapat memperbaiki tipe spesifik
dari blefarospasme, tetapi efektifitasnya mengecewakan.(11) Berbagai pengobatan mempunyai
cara kerja yang berbeda-beda dan secara umum menimbulkan keuntungan yang singkat. Satu
macam obat dapat efektif untuk beberapa pasien dan mungkin tidak efektif untuk pasien lainnya.
Jika satu obat tidak efektif lagi, kadang-kadang diperlukan penggantian obat. Beberapa obat yang
dapat digunakan :
Artane (trihexyphenidyl)
cogentin (benztropin)
valium (diazepam)
klonapin (clonazepam)
lioresal (baclofen)
tegretol (carbamazepine)
sinemet atau modopar (levodopa)
parlodel (bromocriptime)
symmetrel (amantadine).
Penggunaan obat-obatan tersebut memerlukan pengawasan dari dokter spesialis syaraf, dan
pasien tidak boleh menghentikan atau mengurangi dosis obat tanpa konsultasi dengan dokter
spesialis syaraf.(6)
TERAPI SUNTIKAN BOTOX Karena obat-obatan tidak banyak membantu kesembuhan
pasien maka saat ini suntikan Botox lebih banyak dipakai untuk mengobati blefarospasme. Scott,
seorang dokter mata, sebelumnya punya pengalaman dalam mengoreksi mata juling
menggunakan Botox. Kemudian dia mencoba menggunakannya untuk penderita blefarospasme
clan ternyata memberikan basil cukup baik. Oleh para peneliti, diketahui bahwa jamur tersebut
adalah Clostridium botulinum yang memproduksi 6 jenis racun, serotype toxin A, B, C, D, E, F.
Tapi hanya tipe A yang bisa melumpuhkan kotraksi otot yang tak dikehendaki tersebut. (2)
Mengingat fungsinya sebagai racun yang bisa melumpuhkan otot, pemakaian Botox harus
dilakukan ekstra hati-hati. Lokasi suntikan yang di berikan pada kelopak mata, harus tepat pada
otot dan di bawah kulit, jangan sampai masuk ke pembuluh darah. Bila sampai racun itu ikut
mengalir ke jantung. Jantung pun bisa berhenti berkontraksi. Tapi kejadian ini sangat jarang
bahkan belum pernah dialami di tangan seorang yang menguasai toksin Botox. Dalam kaitan itu
dokter yang menggunakan Botox ini, biasanya sudah ahli di bidangnya, selalu bertindak hati-
hati. Kegunaan lain dari Botox adalah untuk keperluan kosmetik, misalnya bisa digunakan untuk
menghilangkan kerutan akibat kontraksi otot wajah, sehingga wajah yang tadinya berkerut bisa
jadi kencang dan muka tampak licin. Pengaruh toksin baru terlihat beberapa hari setelah
disuntikkan. Pengurangan kontraksi tidak langsung terlihat begitu toksin disuntikkan. Tapi efek
baru timbul setelah 1-5 hari, atau 2-6 hari. Efektivitas toksin tidak berlangsung lama sehingga
pemberian harus diulang untuk mendapatkan efek relaksasi otot kembali, yaitu sekitar tiga bulan.
(2)

Efek samping Botox Menurut penelitian, Botox tidak memberikan efek kelainan sistemik, tetapi
efek samping yang diakibatkan oleh suntikan cukup beragam. Kadangkala berkurangnya kedipan
bisa membuat gejala mata kering (dry eyes), termasuk lagoftalmus dan ektropion atau entropion,
tergantung pada keadaan dari kelopak mata sebelum penyuntikan. Kesalahan masuknya toksin ke
dalam otot levator atau ekstraokuler dapat menyebabkan ptosis dan diplopia.(11) Dalam hal biaya,
saat ini mungkin masih terasa relatif mahal. Botox itu tidak bisa disimpan, begitu dibuka harus
dipakai, satu vial bisa digunakan untuk empat pasien. Karena peminat terapi Botox ini masih
terbatas, terasa biayanya jadi mahal, disebabkan komponen biaya terbesarnya adalah Botox itu
sendiri.(2)
TERAPI OPERATIF
Biasanya dipakai pada pasien yang tidak dapat mentoleransi atau tidak merespon terhadap terapi
suntikan botox.(11) Dalam operasi macam tindakan yang biasa dilakukan dokter, yaitu :
pemotongan cabang-cabang saraf nervus fascialis serta ekstirpasi musculatur orbikuilaris. Dalam
pelaksanaan operasi, dokter akan melakukan pembiusan lokal waktu mengangkat otot-otot mata
tersebut. Otot disayat sedemikian rupa sehingga bekas sayatan tersembunyi di balik. rambut
(bulu mata).(2)
Kini, myectomi protactor (pemindahan sebagian atau seluruh otot yang mempunyai fungsi untuk
menutup kelopak mata) merupakan pengobatan bedah yang efektif untuk mengobati
blepharospasme. Berdasarkan pengamatan myectomi meningkatkan tajam penglihatan pada 75-
80% kasus blepharospasme.(6)
TERAPI TAMBAHAN
Stres dapat memperburuk semua penyakit dengan kelainan gerakan, termasuk blepharospasme.
Beberapa pasien yang mengikuti penanganan stres dengan therapist mengalami perbaikan.
Kacamata hitam dapat juga meringankan gejala. kacamata mempunyai dua fungsi yaitu
mengurangi intensitas cahaya yang dapat mengganggu pasien, dan dapat menyamarkan dari
orang-orang yang melihat.(6)
KOMPLIKASI Komplikasi pada blefarospasme kronik biasanya adalah dry eyes,
dermatochalasis (hilangnya kulit kelopak mata yang abnormal karena tarikan yang tetap pada
kelopak mata sebagai upaya untuk menjaga mata tetap terbuka). Terjadi pada lebih dari 80%
pasien dengan blefarospasme, meliputi otot wajah, oromandibular, faring, laring dan leher dan
pada fokal distonia sedikit demi sedikit berkembang menjadi bagian (cranial-cervical) distonia.
Sebagai tambahan, untuk kelainan fisik yang dialami, pasien juga kadang mengalami sensasi
tarikan yang tidak nyaman dibelakang matanya. Buta sebagian, perasaan tidak nyaman dan
kebingungan karena blefarospasme juga dapat menyebabkan cemas dan depresi, Namun
bagaimanapun juga kelainan psikopatologi jarang terjadi pada pasien dengan blefarospasme.(1)
PROGNOSIS Blefarospasme adalah kelainan yang tetap pada kebanyakan pasien. Pada dua
kelompok besar pasien dengan blefarospasme, kurang dari 3% dari seluruh pasien mengalami
perpanjangan remisi spontan. Pada satu kelompok, dari 238 pasien, 11,3% pasien diketahui
bahwa gejala hilang setelah kurang dari lima tahun menderita blefarospasme. Umumnya pasien
mengalami perburukan gejala yang progresif pada lima tahun pertama serangan setelah gejala
stabil, dan lebih dari 15% pasien dapat menjadi buta.(1)

Anda mungkin juga menyukai