KUTUB BUMI
Sejak beberapa dekade terakhir, para pakar iklim terus mencemaskan dampak
pemanasan global, khususnya yang menimpa kedua kutub bumi. Yang terutama
diamati dan diteliti adalah kawasan Kutub Utara. Pasalnya, lapisan es di Kutub
Utara terus menyusut drastis dalam 30 tahun terakhir ini.
Dampaknya bagi manusia akan sangat besar. Dalam jangka panjang, artinya
sampai abad mendatang, jika suhu rata-rata global naik antara tiga sampai
empat derajat Celsius, lapisan es abadi di Greenland akan mencair seluruhnya.
Sebagai akibatnya, permukaan air laut global akan naik rata-rata tujuh meter.
Semua negara kepulauan kecil akan tenggelam. Kota-kota besar di kawasan
pantai, sebagian juga akan lenyap.
Panas bumi akan stagnan sampai tahun 2017. Setelah itu, suhu akan menurun.
Liputan6.com, Perth - Bumi semakin panas, pernyataan ini bukan berita baru.
Menipisnya atmosfer, dan fenomena memakan korban jiwa seperti gelombang
panas, merupakan isu yang
Sementara itu, argumen lain yang disampaikan oleh Dr David Evans, mantan climate
modeller --ahli perubahan iklim--untuk Australia Greenhouse Office, mengungkapkan
prediksi pemanasan global selama ini telah dilebih-lebihkan.
Dr Evans asal Perth telah mendapat enam gelar dalam bidang matematika,
menganalisis asumsi hitungan matematika yang digunakan untuk memprediksi
perubahan iklim. Hasilnya, temperatur dunia akan stagnan pada tahun 2017.
Setelahnya, bumi akan mendingin. Bahkan, di tahun 2030 diperkirakan akan terjadi
'zaman es mini'.
Dr David Evans.
Menurutnya, kesalahan dasar dalam penghitungan peningkatan suhu di masa depan
sudah menjadi 'model standar'. Sehingga mengakibatkan prediksi peningkatan yang
tidak tepat.
Walaupun begitu, menurut Evans, ilmuwan iklim benar dalam hal perhitungan karbon
dioksida. Karena, penghitungan menggunakan ilmu fisika yang sudah dibangun
dengan baik. Seperti spektroskopi, fisika radiasi, dan tingkat panas yang menetap.
Ada dua alasan mengapa itu terjadi. Pertama, karena efek karbon dioksida pada
suhu dilebihkan.
"Tidak ada bukti empiris bahwa bertambahnya jumlah karbon dioksida akan
meningkatkan suhu bumi. Tidak seperti yang diprediksi oleh IPCC UN. Ya, karbon
dioksida memiliki dampak, namun hanya seperlima sampai sepersepuluh dari
perkiraan."
Sedangkan, masalah kedua adalah prediksi tidak memiliki pengaruh pada perubahan
yang sudah tercatat. Tidak ada yang menyebutkan mengenai stagnansi suhu selama
18 tahun yang selama ini sedang kita alami.
Menurut Evans, iklim sebagian besar dipengaruhi oleh hal-hal diluar kendali kita.
"Pertanian angin dan panel matahari tidak hanya buruk dalam mengurangi karbon
dioksida. Jika berhasil, hal ini juga tidak berpengaruh dalam 'mendinginkan' Bumi.
Akhirnya, hanya menjadi empat triliun juta dolar dari seluruh dunia yang sia-sia."
Pun begitu, walau yakin dirinya benar, Evans ragu ucapannya mendapat persetujuan
oleh pemerintahan dunia.
Antara tahun 2017 dan 2021, ia memperkirakan pendinginan sekitar 0,3 derajat
celcius, sebelum 'zaman es mini' terjadi.
Teori ini kemungkinan besar akan dibantah oleh Julia Slingo, ketua ilmuwan UK Met
Office, yang percaya meningkatnya karbon dioksida merupakan "bukti besar" dari
perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia.
Menurut Slingo, kelebihan karbon dioksida di planet datang dari zat karbon di era
lampau. Bukan karena biosfer berubah aktifitasnya. Melainkan karena bahan bakar
fosil.