PENDAHULUAN
1
3.1 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien
infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai
mengalami gangguan.8
Fistula Bakteremie-Septikemie
3
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi.
perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan.5 Infeksi odontogenik juga lebih
sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat
Bakteri
Virus
Parasit
Mikotik
Odontogenik
Non-odontogenik
Pulpa
Periodontal
Perikoronal
Fraktur
Tumor
4
Oportunistik
Akut
Kronik
Spasium kaninus
Spasium bukal
Spasium infratemporal
Spasium submental
Spasium sublingual
Spasium submandibula
Spasium masseter
Spasium pterigomandibular
Spasium temporal
Spasium retrofaringeal
Spasium prevertebral
2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu
5
bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut.Bakteri yang utama
ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan
batang anaerob gram negative.Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies,
gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam
melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi
odontogen (Ariji et. al.2002).
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi
biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati
ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi
kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau
meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus
masuk ruang pulpa sampai apeks gigi.Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar
progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis
tersebut (Green et. Al. 2001).
3. Kalor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke areainfeksi
8
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh
jaringan yang bengkak akibat edema atau infeksi
2.5.1 Pericoronitis
a. Definisi
9
Oleh karena itu, kasus impaksi molar ketiga banyak terjadi pada usia dewasa muda.
(Peterson et. al.,2003)
Perikoronitis akut mulanya terjadi sebagai kesakitan yang terjadi secara local
dan pembekakan gingiva.Kesakitan in dapat dirasai pada bahagian muka, telinga atau
sudut pada mandibular.Apabila dilakukan diagnosa secara visual dan palpasi, terdapat
pembekakan, inflamasi, dan bahagian lunak pada jaringan lunak yang terletak
disekeliling koronal termasuk oklusal. (Topazian et. al.,2002)
Inspeksi menunjukkan terdapt akumulasi plak dan debris pada porsi yang
terdedah pada gigi yang terinfeksi dan juga gigi tetangga karena jaringan lunak yang
mengalami infeksi tersebut menghalang sikat gigi untuk mencapai daerah
tersebut.Pus dapat terlihat dibawah margin jaringan perikoronal atau dapat
dikeluarkan apabila dilakukan palpasi. (Topazian et. al.,2002)
Massa retromolar terdiri dari campuran jaringan kolagenik yang cukup padat
dan pembengkakan jaringan granulasi, dengan moderat untuk sejumlah besar sel
inflamasi kronis campuran di seluruh daerah terinfeksi.Mukosa superior dapat
ulserasi dengan tempat ulkus debris nekrotik fibrinoid. Epitel berdekatan dengan gigi
yang terinfeksi biasanya menyajikan dengan kombinasi proses rete hiperplasia,
degenerasi dan nekrosis, dan mungkin dengan neutrofil. Koloni bakteri, plak gigi dan
sisa-sisa makanan nekrotik mungkin melekat pada epitel.Secara patologis harus
membedakan lesi ini dari granuloma piogenik dan gingivitis rutin, dan ini sering
membutuhkan korelasi dengan gambaran klinis. (Malik,2011)
c. Etilogi
Etiologi perikoronitis secara umum adalah infeksi.Namun beigtu,
mikroorganisma spesifik yang menyebabkan perikoronitis ini masih belum
diketahui.Tetapi terdapat penelitian yang menemukan S.viridans, campuran flora oral,
spirochetes dan sobakteri terlibat didalam kasus ini. Terdapat penelitian lain juga
menemukan prevotella intermedia, Peptostreptococcus micros, F. nucleatum, A.
actinomycetemcomitans dan Veillonella di dalam poket lesi akut perikoronal.
(Topazian et. al.,2002)
Disamping itu, etiologi perikoronitis adalah trauma dari gigi tetangga dalam
10
terjadinya ekserbasi dan pembekakan jaringan. Faktor lainnya adalah stress emosi,
rokok, chronic fatigue, dan infeksi pada saluran respiratori di bahagian atas.(Topazian
et. al.,2002)
d. Klasifikasi
Perikoronitis diklasifikasikan menjadi kronis dan akut.Perikoronitis kronis
dapat hadir tanpa atau hanya gejala ringan dan remisi panjang antara setiap
peninggian fase untuk perikoronitis akut.Perikoronitis akut dikaitkan dengan berbagai
gejala termasuk sakit parah, pembengkakan dan demam. Kadang-kadang ada abses
perikoronal terkait (akumulasi nanah) .Infeksi ini dapat menyebar ke bagian lain dari
wajah atau leher, dan kadang-kadang dapat menyebabkan jalan nafas (misal Ludwig
angina) yang membutuhkan perawatan rumah sakit darurat.(Malik,2011)
e. Patogenesis
Umumnya, bakteri tidak dijumpai dalam jaringan.Namun, apabila terdapat
port de entre, bakteri tersebut dapat menginvasi jaringa. Pertahanan pertama yaitu
PMN akan terjadi pada daerah terinfeksi termasuk thrombosis yang memenuhi
jaringan vaskuler dalam mempertahankan homeostasis. Jumlah leukosit dan
mikroorganisme meningkat seterusnya menyebabkan terjadinya pus.Bakteri yang
sering ditemukan adalah Stretococcus Viridians pada tempat terjadinya abses.
Penelitian dilakukan, eksudat pericoronitis terdapat 90.2% oraganisme obligate
anaerobes.(Malik,2011)
11
akan berdepan dengan kesulitan dalam membuka mulut atau sewaktu mengunyah.
(Topazian et.al., 2002)
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perikoronitis termasuklah control terhadap infeksi dan
tergantung terhadap uji awalnya. Tingkat keparahan infeksi dan penyebaran infeksi
menentukan penatalkasanaan perikoronitis. Infeksi yang sudah menyebar ke kelenjar
limfe, ruangan fasial akan menyebabkan demam yang parah dan memerluka
perawatan yang lebih daripada perikoronitis akut. Selain itu, amat penting untuk
diketahui gigi yang ter infeksi dan prognosa jaringan perikoronal sama ada bisa
sembuh atau sebaliknya.(Malik,2011)
Pengobatan definitif segera perikoronitis akut dianjurkan karena perawatan
bedah telah terbukti untuk mengatasi penyebaran infeksi dan rasa sakit, dengan
pengembalian lebih cepat dari fungsi. Juga pengobatan langsung menghindari
penggunaan antibiotic yang terlalu sering (mencegah resistensi antibiotik ).(Peterson
et. al.,2003)
Namun, operasi kadang-kadang tertunda di daerah infeksi akut, dengan
bantuan nyeri dan antibiotik , karena alasan (Peterson et. al.,2003) :
Mengurangi risiko yang menyebabkan situs bedah yang terinfeksi dengan
tertunda penyembuhan (misalnya osteomyelitis atau cellulitis).
Menghindari pengurangan efisiensi anestesi lokal yang disebabkan oleh
lingkungan asam jaringan yang terinfeksi.
Menyelesaikan pembukaan mulut yang terbatas, membuat bedah mulut lebih
mudah.
Prognosa pasien lebih baik dengan perawatan gigi ketika bebas dari rasa
sakit .
Memungkinkan untuk perencanaan yang memadai dengan waktu prosedur
yang dialokasikan dengan benar.
12
antiseptik lainnya. Irigasi dapat dibantu dalam hubungannya dengan debridement
(menghilangkan plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan) dengan instrumen
periodontal.Irigasi mungkin cukup untuk meringankan setiap abses perikoronal
terkait, jika sayatan kecil dapat dibuat untuk memungkinkan drainase.Memendekkan
gigi lawan yang menggigit ke dalam operkulum yang terkena untuk menghilangkan
sumber trauma.(Peterson et. al.,2003)
Setelah pengobatan, jika ada tanda-tanda sistemik dan gejala, seperti wajah atau
leher bengkak, limfadenitis serviks, demam atau malaise, antibiotik oral harus
diberikan.Antibiotik umum digunakan adalah dari kelompok penisilin, klindamisin
dan metronidazol.(Peterson et. al.,2003)
Jika ada disfagia atau sesak (kesulitan menelan atau bernapas), maka ini biasanya
berarti ada infeksi parah dan harus dihantar ke rumah sakit yang tepat sehingga obat
dapat diberikan secara intravena.Kadang-kadang operasi semi- darurat dapat diatur
untuk menurunkan pembengkakan yang mengancam jalan napas.(Peterson et.
al.,2003)
2.5.2 Abses
a. Macam-Macam Abses Odontogenik
1. Abses periapikal
daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala
13
Gambar 2.2 : Abses periapikal
14
Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang
berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses
apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan
periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi.
Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan
oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi
pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh
lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang
subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan
adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas
dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk
akibat drainasi abses.Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak
memberikan respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan
respon.Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina
dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler.
2. Abses subperiosteal
warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan
sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang
bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas
dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab
15
a b
Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan
lokalisasi di daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
3. Abses submukosa
terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi
insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan
16
a b
Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi
didaerah bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi
rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan
mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka
a b
17
5. Abses spasium bukal
Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke
ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi
negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat
18
a b
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany,
Springer
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi
a b
otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu
celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter
19
bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo
dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini
berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral
a b
Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke
daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang
bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri
submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.
a b
Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke
daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek
diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral
21
a b
Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual
b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir
akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan
gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi
dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.
22
a b
Gambar 2.11 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah
submental
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer
serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini
merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta
otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat
23
Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik.
bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
yang bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal.
Apabila abses mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari
lesi periapikal, maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi
adanya pernanahan.
interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris
makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi.
24
Insisi dan Drainase1
maupun periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi
yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap
cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi
abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah
flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah membuat insisi yang
terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase dan
pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu
25
Gambar 2.12 : Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer
Perawatan Pendukung1
pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila
garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilaukan paling tidak seiap selesai
trismus/disfagia.
a. Etiologi
i. Infeksi
26
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi).Peradangan ini disebut pulpitis.Jika
pulpitis ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran
akar, menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
27
periapikal.
Rasa sakit yang timbul biasanya berupa keluhan kemeng atau kadang-
kadang tidak ada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan
berupa gigi yang telah non-vital, pada pemeriksaan perkusi dan drug bias
didapatkan keluhan rasa sakit berupa kemeng atau sama sekali tidak ada
respon sakit.
c. Patofisiologi
Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan
kelanjutan proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut
ini. Jika gigi dengan kasries superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan
terus berlanjut dari email ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari
adanya kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan
timbul apabila rangsangan/ jejeas mengenai ujung sel odontoblas di batas
dentin dengan email yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa.
Apabila rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut
menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada system aliran darah mikro
dan system seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa
karena terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan
yang keluar. Udema pada pulpa yang terletak didalam rongga pulpa yang
sempit mengakibatkan system persarafan pulpa terjepit, sehingga
28
menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering hampir tak tertahankan.
Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang sensorik ganglion
Trigeminal dan cabang otonomikganglion servika superior. Fungsi syaraf
sensorik ( syarafafferent / sensory neuron, diantaranya A-delta dan C-fibers)
adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke system syaraf
pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjagakeseimbangan
jaringan pulpa dan menjaga systemhomeostatis.Sistem pada organ
pulpa gigiinilah yang mengatur proses pemulihan/reaksi jaringan pulpa
terhadap cedera (Rukmo, 2011).
29
menjadi rangsangan yang terus menerus di jaringan
periapikal.Dalam keadaan normal jaringan periapikal gigi tersebut
akan berusaha membendung laju jejasdengan cara mengadakan
proliferasi jaringan granulasi sehingga terbentuk suatu granuloma
periapikal. Jika proses iritasi berlangsung terus maka epitel Malassez yang
terperangkap didalam granuloma mengadakan proliferasi.
Proliferasi epitel ini diduga disebabkan oleh karena a d a n y a
penurunan tekanan O2 dan adan ya kemampuan epitel untuk
mengadakan anaerobic glycolysis.Pertumbuhan kista yang terus
berlangsung disebabkan oleh karena meningkatnyatekanan osmotik
dalam lumen, sehingga sel di pusat dan pada dinding mengalami
degenerasiakibat dariischemia.
Epitel memperban yak diri dengan cara pembelahan sel
d i d a e r a h y a n g berdekatan dengan lapisan basal, sel-sel pada bagian
sentral menjadi terpisah makin lama makin jauh dari sumber nutrisi, kapiler
dan cairan jaringan dari jaringan ikat. Oleh karena kegagalan memperoleh
nutrisi bagian tersebut akan mengalami degenerasi sehingga menjadi nekrotik
atau liquefy.S e l p a d a b a g i a n s e n t r a l p r o l i f e r a s i e p i t e l Malassez
i n i a k a n m e n g a l a m i k e m a t i a n , membentuk suatu epithelial loop
sehingga terbentuk suatu kista radikuler yang kecil. Eksudat
mengalir dari pembuluh darah kapiler melalui ruang intra
e p i t e l p a d a d i n d i n g e p i t e l k i s t a radikuler menuju ke rongga
kista.Eksudat mengalir ke rongga kista secara pasif akibat adanyakenaikan
tekanan osmotik yang timbul oleh karena adanya pelepasan sel-sel
epitel, lekosit dan makrofag ke rongga kista. Dengan adanya akumulasi
cairan di dalam rongga kista serta resorpsitulang rahang di sekitarnya, kista
radikuler menjadi bertambah besar (Rukmo, 2011).
2.5.4 Plegmon
1. Definisi
30
Phlegmon atau Ludwig's angina adalah suatu penyakit
(1,2,3)
jalan nafas .Sedangkan Ludwig's angina sendiri berasal dari nama
seorang ahli bedah Jerman yaitu Wilhem Von Ludwig yang pertama
(2,4,7)
melaporkan kasus tersebut.
2. Epidemiologi
Faktor predisposisi berupa diabetes mellitus,
3. Etiologi
Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi
31
4. Patogenesis
pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket
Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke
abces menubrium. Ujung akar molar kedua (M2) dan ketiga (M3)
32
5. Gejala Klinis
Gejala
sistemik seperti temperature tinggi, nadi cepat dan
tidak teratur, malaise, lymphadenitis,septicemia, pernafasan
(1,3,5)
cepat, delirium terutama malam hari,
(1)
mg/6 jam)).
33
diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera
mungkin.
34
Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat
(
Penyebaran langsung melalui jaringan ikat dapat menimbulkan
3,6.
disebut dengan phlegmon atau Ludwig's angina Sedangkan
36