Anda di halaman 1dari 2

Gimana Sih, Ahok Perspektif Jamaat Kafeiniyyah?

Oleh Agung Cahya Nurroby

A
ssalamualaikum wr. wb. Alhamdulillahirabbil alamin washolatu wassalamu ala
asrafil ambiyai iwal mursalin wa ala alihi washohbihi ajmain. Rodhitu billahi
robba, wabil Islami dina, wabiMuhammadin nabiya warosula. Amma badu:

Kawan-kawan jamaat kafeiniyyah dan para penggemar setia bangor.in


rahimakumullah. Dalam momen politik selalu saja ada intrik yang mewarnai gejolak-gejolak
pergesekan paham yang terkadang disadari atau tidaknya ada beberapa muatan yang
terkadang dipolitisasi berdasarkan sikap mau menang sendiri yang akhirnya membuka jalan
untuk mencoreng makna demokrasi.

Maka berdasarkan kasus kali ini yang sedang booming seantero negeri sampai-sampai
para penulis bangor.in tak mau ketinggalan untuk unjuk gigi dalam menyampaikan gagasan
dan pendapatnya tentang Ahok. Maka sebelumnya patut diketahui kawan-kawan jamaat
sekalian, kasus yang sedang viral menjelang hajatan pesta demokrasi ibu kota yaitu pilkada
2017 dihebohkan oleh pidato Ahok yang dianggap menyinggung Al-Quran surat Al-Maidah
ayat 51 yang sekarang seolah-olah menjadi ayat pilkada yang maknanya secara tekstual
berarti jangan mengambil orang-orang golongan Yahudi dan Nasrani menjadi walimu.
Sehingga ada yang secara gercep (gerak cepat) dengan sok iye dan PD-nya
mengumandangkan siapa yang sebenarnya amirul muminin.

Jamaat Kafeiniyyah berpendapat gejolak dari beberapa golongan ummat muslim ini
diakibatkan pemahaman-pemahaman ayat-ayat Al-Quran secara sepotong-sepotong dan
tidak komprehensif-integratif. Apalagi secara tekstual, maka kita akan gagal paham karena
tidak sampai kepada maknanya. juga karena sepotong ayat yang menghasung membenci kita
jadi seakan-akan punya legal standing untuk menghakimi orang-orang diluar dari kelompok
kita.

Sebelum membahas lebih lanjut, jamaat kafeiniyyah menekankan tidak ikut campur
perihal pilkada secara politik praktis yaitu tidak mendukung dan tidak juga tidak mendukung.
Terima kasih, kami hanya berpendapat sambil ngopi sembari melanggengkan ukhuwah
qahwaniyyah. Oke, mari kita lanjut.

Kembali lagi ke shiratal mustaqim tentang pembahasan ahok. Kemudian, bisa-


bisanya MUI dijadikan seperti kambing conge politik dengan ikut-ikutan latah menganggap
apa yang disampaikan ahok adalah penistaan terhadap agama. Lebih-lebih organisasi Front
Pentungan Indonesia seperti biasa mulai membasahi bibir dengan Jihad oplosan dan kalau
semangatnya kurang terbakar mereka biasa menyirami bensin ke tubuh mereka sendiri dan
membakarnya ( bijaksana sekali mereka mau membantu menyalakan api untuk membakar
sampah dipekarangan rumah dengan tubuh mereka sendiri). kemudian para fansnya di dunia
maya mulai searching di google berbasis syariah #Eaaa #masasih #emang #ada #yah #ya
#engga #lah. Topik-topik mereka di dunia maya seperti nikah muda, antipacaran, hijrah, dan
lainnya diganti dulu karena ada deadline untuk membuat konten tentang ahok.

Tengok lagi ke Al-Maidah ayat 51 menurut Perspektif jamaat kita ini terjadi karena
terjemahan yang tidak akurat dari kata auliya yang kebanyakan diartikan menjadi pemimpin
tafsiran lain menerjemahkan makna berbeda ada kok, coba srupuuuut dulu kopinya. Jadi
begini kata auliya diterjemahkan menjadi pemimpin (yang maknanya mengarah pada
pemimpin politik) karena dianggap berasal dari kata wilayah yang memang artinya
kepemimpinan atau pemerintahan. Tapi jika memang iya kata auliya akar katanya wilayah
mestinya kata itu disertai dengan preposisi ala. Jadi seharusnya tolong di interuption point
of order kan redaksinya jadi berbunyi badhuhum auliya ala badh. Baru kata auliya
bermakna pemimpin tapi redaksinya itu kan hanya badhuhum auliya badh. Jadi kurat tepat
kalau auliya berasal dari kata wilayah yang cocoknya sih wala. Jadi kata auliya bisa juga
diartikan sebagai teman atau sekutu. Seperti penafsiran Ibn Katsir tentang ayat ini katanya
adalah: Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman mengambil orang-orang kafir
sebagai auliya mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud dengan istilah
auliya dalam ayat ini mereka, setia, tulus dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia
orang-orang mukmin kepada mereka. Karen dilihat dari konteks ayat itu ummat muslim
sedang berperang, iya karena hanyan lagi berperang aja bukan dalam makna larangan
berteman sehari-hari.

Bagi kami adalah hati-hati saja mau pilih pemimpin muslim atau nonmuslim, Perawan
atau Janda #Eh. Lihatlah integritas dan track record-nya. Menurut Bahtsul Masail jamaat
kami diambil benang merahnya hanya pada Konteks dan Diskonteks saja kok makanya kami
berpendapat bahwa agama dan negara harus ditempatkan pada tempatnya masing-masing.
Kalau misalnya kalian takut pemimpin non muslim bakal mengubah keyakinan toh nyantai
weh da pemimpin dan masyarakat harus ada kontrak sosial dan juga mengaca pada UUD dan
UU serta peraturan lainnya. Tapi juga kalau merasa harus muslim jadi pemimpin maka kader
lah bibit-bibit pemimpin. Nantinya adukan saja (dalam hal positif) perang visi-misi seperti
tesis ada antitesis dan diharap ada sintesis untuk kejuan bangsa.

Wallahul Mustaanu Billahi Fil Sabilil Haq

Wassalamualaikum wr. wb.

Anda mungkin juga menyukai