Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Mikroorganisme Lingkungan Ekstrim.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Mikroorganisme pada Lingkungan Ekstrim.
3. Untuk mengetahui pertahanan Mikroorganisme pada Lingkungan Ekstrim.
4. Untuk mengetahui peran Mikroorganisme pada Lingkungan Ekstrim.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mikroorganisme Termofilik
Mikroorganisme termofilik adalah organisme, terutama mikroorganisme y
ang mampu beradaptasi tumbuh optimal pada suhu tinggi. Mikroorganisme
termofil telah berhasil diisolasidari habitat terestrial maupun perairan dengan suhu
tinggi misalnya daerah gunung berapi dansumber air panas.
Berdasarkan temperatur optimum pertumbuhannya, maka termofilik dapat
dijadikan dalam 3 kategori yaitu (Kathleen, 2008):
a. Moderate thermophiles dengan temperatur pertumbuhan optimum berkisar
antara 35-70C
b. Extreme thermophiles,temperatur pertumbuhan optimum berkisar 55-85C
c. Hyperthermophiles, temperatur pertumbuhan optimum berkisar 75-113C
b) Thermodesulfo bakteria
Bakteri lonjong pereduksi sulfat, merupakan bakteri heterotrof,
menggunakan laktat dan piruvat sebagai sumber energi dan sulfat atau tiosulfat
sebagai aseptor elektron. Molekul H2S dibentuk dari metabolisme reduksi sulfat.
Asam-asam organik tidak sepenuhnya dioksidasi menjadi asam asetat dan CO2
Bakteri ini banyak terdapat pada sumber air panas dan ladang minyak.
d) Nitrospirae
Kelompok bakteri ini mencakup berbagai jenis bakteri, kebanyakan
diantaranya mesofilik, satu-satunya genus yang merupakan termofilik adalah
Thermodesulfovibrio.
e) Thermodesulfovibrio
Thermodesulfovibrio, seperti namanya kelompok bakteri ini merupakan
bakteri pereduksi sulfat, yang menggunakan sumber karbon organik sebagai
sumber energi dan mereduksi sulfat, tiosulfat, dan sulfit, menjadi H2S. laktat dan
piruvat digunakan sebagai sumber energi. Suhu optimal untuk pertumbuhan
adalah 65C.
g) Thermomicrobium (Thermomicrobium)
Thermomicrobium merupakan bakteri aerob yang tumbuh pada suhu 74C.
Thermomicrobium tumbuh pada media komplek dengan konsentrasi nutrien.
Genus Diktioglomus merupakan bakteri anaerob, dengan sel berbentuk lonjong,
tumbuh pada sumber air panas dengan rentang suhu pertumbuhannya antara 50-
80C. Merupakan bakteri fermentatif yang menggunakan berbagai gula sebagai
sumber energi.
h) Deinococcus dan Thermus
Deinococci merupakan bakteri mesofilik, tidak termasuk dalam termofilik
karena suhu optimal pertumbuhannya 25-35C. Mempunyai permukaan berwarna
merah muda sampai merah yang merupakan karotenoid. Deinococci merupakan
bakteri yang resistan terhadap radiasi sinar gamma.
Thermus berbeda dengan Deinococci, merupakan bakteri non-motil aerob,
koloninya biasa berwarna merah muda, jingga, atau merah, yang merupakan
karotenoid. Thermus tersebar luas dan telah diisolasi dari semua kondisi
lingkungan panas dari seluruh dunia. Kondisi optimal untuk pertumbuhan Termus
adalah 70-75C.
2. Mikroorganisme Barofilik
Mikroorganisme barofilik merupakan mikroorganisme yang hidup di
ligkungan dengan tekanan yang tinggi. Lingkungan yang memiliki tekanan
hidrostatik tinggi pada umumnya ditemukan di perairan dalam dan di pengeboran
sumur dalam. Pada lingkungan akuatik, tekanan nya akan meningkat +1 atm
untuk setiap kedalaman 10 meter.
Pembagian mikroorganisme barofilik bedasarkan tekanan adalah (Setter,
1996):
a) Tekanan 400-500 atm: Barofilik
b) Tekanan 1- < 400 atm: Eurybaric/Baroduric (Barotolerant)
3. Mikroorganisme Xerofilik
Mikroorgannisme xerofilik adalah kelompok mikroorganisme yang
menyukai lingkungan yang memiliki kondisi yang kering. Jenis-jenis mikroba
yang termasuk dalam mikroorganisme xerofilik adalah bakteri, yeast, fungi, alga
yang selain mikroba halofilik ekstrim. Laju pertumbuhan mikroba xerofilik
biasanya lebih lambat dan waktu germinasi spora lebih pendek daripada mikroba
non-xerofilik. Contohnya adalah Torulopsis halonitratophila yang diisolasi dari
fermentasi kecap merupakan yeast halofilik yang bersifat obligat pada suhu 30 oC
tetapi dia juga ditemukan halotolerant pada suhu 20o C.
Dalam lingkungan dengan konsentrasi larutan yang sangat tinggi (aw
rendah), kebanyakan mikroba non-xerotolerant kehilangan air dari sitoplasma
yang mengakibatkan kehancuran aktivitas sel nya. Pada mikroba halotolerant,
mereka mengakumulasi larutan spesifik dalam selnya agar menaikkan konsentrasi
garam di lingkungannya, dengan cara ini menjaga aw intraseluler sama dengan aw
ekstraseluler.
Menurut Ray (2001), pertumbuhan mikroba secara umum akan terhambat
pada Aw kurang dari 0.6 dan sebagian besar bakteri patogen kecuali S. aureus,
pertumbuhan akan terhambat pada Aw kurang dari 0.86.
Perlakuan Aw rendah menyebabkan sel mikroba menjadi 'sakit' (bersifat
reversible) atau mati. Jika Aw produk diturunkan, maka sel bakteri akan
melepaskan air bebasnya untuk mempertahankan kondisi kesetimbangan.
Kehilangan air menyebabkan kejutan osmotik dan plasmolisis sehingga
pertumbuhan sel terhambat dan sel menjadi 'sakit' atau mati. Tetapi, walaupun
kondisi Aw yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri, ternyata kondisi
didalam produk dan kemampuan bakteri untuk menyesuaikan diri terhadap
kondisi stress yang terjadi masih memungkinkan sel-sel bakteri tersebut bertahan
selama periode waktu tertentu.
Beberapa penjelasan mengenai dugaan mekanisme yang menyebabkan
peningkatan ketahanan Salmonella terhadap kondisi kering dapat didekati dari
beberapa dugaan berikut:
a. Beberapa mikroba mentranspor padatan terlarut ke dalam sel atau
memetabolisme padatan terlarut untuk mengatasi plasmolisis dan
mempertahankan turgor sel. Menurut Ray (2001), mekanisme ini dimiliki
oleh mikroba yang bisa tumbuh pada Aw rendah seperti kapang xerofilik dan
kamir osmofilik.
b. Hiramatsu (2005) yang mensitasi dari beberapa sumber menyimpulkan bahwa
sukrosa dan trehalosa dapat menghambat kerusakan struktur protein termasuk
membran dengan cara menggantikan air membran bakteri, pada kondisi
kering. Peningkatan resistensi setelah pengeringan pada lingkungan yang
mengandung sukrosa diduga terkait dengan kemampuan bakteri untuk
mengakumulasi sukrosa dan/atau trehalosa.
c. Nilai Aw sel bakteri diduga memberikan efek peningkatan resistensi bakteri
kering terhadap panas. Kondisi Aw yang sangat rendah menyebabkan
pergerakan molekul air menjadi sangat terbatas dan menghambat terjadinya
denaturasi protein pada suhu tinggi (Hiramatsu, et al (2005) dari beberapa
sumber).
4. Mikroorganisme Halofilik
Mikroorganisme halofilik adalah mikroorganisme yang hidup di
lingkungan yang sangat asin. Semua mikroorganisme halofilik, kebanyakan dari
mereka adalah bakteri, sementara beberapanya merupakan eukariota primitif.
Eukariota adalah organisme yang lebih kompleks dengan inti dan organel yang
terikat membrane.
Halofilik dapat ditemukan terutama di domain Archaea, tetapi ada
beberapa di bakteri dan domain Eukarya. Domain Archaea mengandung sel
tunggal mikroorganisme prokariotik yang primitif. Ini berarti mereka semua
terdiri dari satu sel dan tidak memiliki inti atau organel membran-terikat dalam
sel. Domain bakteri mengandung organisme yang lebih baru dalam sejarah bumi
dan mereka bisa dalam berbagai bentuk dan prokariotik juga. Sedangkan domain
Eukarya mengandung organisme yang paling berkembang yang memiliki nukleus
dan organel yang terikat membran. Halofilik biasanya masuk kategori sedikit,
sedang, atau ekstrim berdasarkan jumlah garam yang dapat mereka tolerir di
lingkungan mereka.
Lingkungan berkadar garam tinggi antara lain danau air asin (Great Salt,
Lakes,Utah), kolam penguapan di ladang pemanenan garam dari air laut, tanah
atau gurun berkadar garam tinggi, bahkan makanan yang diawetkan dengan
penggaraman, contohnya ikan asin, keju, ikan sarden, hering dan ikan cod. Kadar
garam dilingkungan bakteri halofilik tersebut berkisar antara 2% hingga 30%
sedangkan pertumbuhan optimalnya di kadar garam 3%hingga 15%.
Bakteri halofilik merupakan salah satu mikroorganisme yang
pertumbuhannya tergantung pada kadar NaCl, oleh karena itu bakteri halofilik
dengan mudah dapat ditemukan di lingkungan yang berkadar garam. Kadar NaCl
habitat bakteri halofilik berkisar antara 2% (setara dengan 0,3 M) hingga 30%
(setara dengan 5 M) (Ventosa dan Nieto, 1995). Tempat-tempat yang memiliki
kadar NaCl dengan kisaran 2% hingga 30% antara lain, permukaan tanah yang
terletak di dekat Laut Merah memiliki kadar NaCl sebesar 2% (Ventosa et al.,
1998), Bledug Kuwu memiliki air asin (air untuk pembuatan garam) dengan kadar
NaCl 5%-6% dan lumpurnya mengandung kadar NaCl 8% (Pangastuti et al.,
2002). Kadar NaCl 9% dapat ditemui misalnya di Danau Mono (California)
sedangkan kadar NaCl 19% misalnya di ikan bachalao yang diawetkan dengan
penggaraman. Kadar NaCl jenuh (lebih dari 20%) dapat ditemui di kedalaman
danau air asin di daerah Vestfold Hills, Antartika dan Great Salt Lakes, Utah.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberadaan Bakteri halofilik salah
satunya yaitu konsentrasi NaCl. Bakteri halofilik membutuhkan konsentrasi NaCl
minimal tertentu untuk per- tumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan
optimum bervariasi, yaitu 5-20 % untuk bakteri halofilik sedang, dan 20-30 %
untuk bakteri halofilik ekstrem. Spesies yang tumbuh baik pada medium yang
mengandung 2-5% garam disebut halofilik ringan. Beberapa bakteri halotoleran
(tahan garam), yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa garam.
Bakteri halofilik dan halotoleran sering ditemukan pada makanan berkadar garam
tinggi atau didalam larutan garam. Bakteri-bakteri tersebut diantaranya tergolong
dalam jenis Halo- bacterium, Halococcus, Sarcina, Micrococcus, Pseudomonas,
Vibrio, Pedio- coccus dan Alcaligenes. Bakteri laut 95% adalah gram negatif,
sebagian aktif bergerak, 70% mengandung pigmen dan mempunyai toleransi yang
besar terhadap suhu tetapi sensitif pada suhu tinggi
Meskipun tidak banyak spesies yang dikenal sebagai halofilik, mereka
yang telah ditemukan cukup beragam. Salah satu contoh umum dari halofilik
adalah halobakterium, yang merupakan anggota dari domain Archaea dan
ditemukan di badan air dengan konsentrasi garam yang tinggi. Bakteri ini
berbentuk bulat atau berbentuk batang dan dapat diwarnai merah atau ungu.
Halobacterium telah ditemukan di Great Salt Lake serta Laut Mati. Astrobiologis
juga mempelajari kemungkinan organisme yang ditemukan di Mars. Mereka
percaya bahwa mereka bisa bertahan hidup di sana karena banyaknya garam yang
telah ditemukan. Mereka percaya bakteri bisa bertahan jika mengelupasi dirinya
dalam garam untuk menghindari paparan ultraviolet hidup. Hal ini membuat
bakteri yang primitif memberikan peran yang signifikan dalam dunia modern.
Contoh lain dari Halofili dapat ditemukan di danau asin Botswana. Di
danau tersebut terdapat bakteri dengan genus Nitzschia dan Diatom eukariotik.
Diatom adalah jenis Protista yang mengambang bebas, sering disebut sebagai
ganggang. Studi Nitzschia telah menunjukkan bahwa mereka tidak dapat
mereproduksi dalam lingkungan yang tidak mengandung jumlah garam yang
sedang.
Peranan
Peranan Bakteri halofilik dapat bersifat merugikan tetapi dapat juga
dikembangkan potensi enzim dan compatible solute-nya. Bakteri halofilik dapat
merusak makanan yang diawetkan dengan penggaraman, misalnya ikan asin, keju
atau medium untuk menumbuhkan mikroorganisme (cultur media) (Ford, 1993).
Bakteri halofilik juga menyebabkan penurunan kualitas pada bisnis kulit (Meral
dan Cenk, 2003). Potensi enzim dan compatible solute bakteri halofilik juga
banyak diteliti dan dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi.
Untuk kepentingan industri, enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh
bakteri halofilik merupakan produk yang bernilai komersial, terlebih lagi enzim
tersebut mampu beraktivitas optimal pada kondisi kadar garam tinggi. Enzim
ekstraseluler adalah enzim yang dikeluarkan dari dalam sel yang kemudian
berdifusi ke lingkungan atau diangkut ke organ lain pada makhluk hidup bersel
banyak (Suhartono, 1989). Enzim-enzim tersebut merupakan enzim hidrolase,
yaitu amilase, nuklease fosfatase, protease dan polisakaridase. Enzim-enzim
tersebut berperan sebagai biokatalis dalam proses industri yang berlangsung pada
kondisi ekstrem, kondisi yang melibatkan salinitas tinggi, misalnya industri
pembuatan detergen atau kondisi dengansumber karbon yang sedikit, misalnya
industri oli, industri kosmetik, dan industri obat-obatan. Enzim lain,
organophosphorus acid anhydrase, dapat digunakan untuk mendegradasi ikatan
toksik organo-phosphorus. Bakteri halofilik juga menghasilkan enzim yang dapat
mendegradasi selulosa. Dalam industri makanan, Tetragenococcus halophilus
digunakan sebagai starter dalam pembuatan kecap dengan kadar NaCl 3 M.
Adanya mikroorganisme tersebut dapat menaikkan kekentalan kecap dengan
kandungan sel bakteri hingga 10 8 CFU/ml.
Compatible solute yang diakumulasi oleh bakteri halofilik juga
dimanfaatkan dalam bioteknologi sebagai stabilisator dalam teknologi enzim
(teknologi biosensor, PCR, dll.) dan untuk industri kosmetik (Ventosa dan Nieto,
1995). Ventosa et al (1998) menyebutkan bahwa glycine betain dan
ectoindigunakan sebagai stabilisator pada industri obat-obatan. Mekanisme
akumulasi compatible solute pada bakteri halofilik juga menjadi model untuk
mempelajari adaptasi osmotik prokariota secara molekuler.
Rekayasa genetika memanfaatkan gen bakteri halofilik (gen yang
mengkode sifat dapat beradaptasipada salinitas tinggi) untuk ditransfer ke
tanaman yang akan ditumbuhkan ditanah berkadar garam atau air payau, seperti
gandum, padi, atau barley. Selain sifat tersebut, gen bakteri halofilik dimanfaatkan
untuk rekayasa genetika karena bakteri halofilik mudah tumbuh dalam lingkungan
laboratorium yang memiliki kondisi aseptik minimum.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari pembuatan makalah ini maka dapat disimpulkan
yaitu sebagai berikut :
1. Mikrobiologi lingkungan ekstrim merupakan interaksi antara mikroorganisme,
baik dari penyebarannya dan kemampuan beradaptasinya dengan lingkungan
yang ekstrim.
2. Pada mikroorganisme, ada beberapa jenis mikroba yang dapat bertahan hidup
pada situasi atau lingkungan yang ekstrim, yaitu mikroorganisme termofilik,
mikroorganisme barofilik, mikroorganisme xerofilik, dan mikroorganisme
halofilik.
3. Mikroorganisme dapat merasakan dan beradaptasi dengan perubahan dalam
lingkungan mereka. Beberapa jenis bakteri dapat bertahan hidup meskipun
kondisi lingkungan kurang menguntungkan, yaitu dengan membentuk
endospora di dalam sel.
4. Peran Mikroorganisme Lingkungan Ekstrim, yaitu :
a. Siklus Karbon, Nitrogen, dan Sulfur
b. Siklus Fosfor, Besi, dan Biogeokimia