dan penanganan yang tepat atau sesuai. Alasan yang mungkin dipertimbangkan
karena adanya stigma pada gangguan ini dan tidak dikenalinya gejala depresi ini
terutama pada anak prasekolah serta tidak ada pelatihan khusus mengenal gangguan
ini pada para petugas kesehatan jiwa. Didapatkan jumlah yang minimal para psikiater
anak dan minimalnya dana asuransi kesehatan. Anak lebih sukar mengutarakan
perasaannya dan sering menyatakan perasaannya melalui penyimpangan tingkah laku
yang ditunjukkan pada orang lain.
Pada anak usia prasekolah (sebelum usia 6 tahun) superego memang masih belum
sempurna berkembang sehingga anak sukar mengatakan perasaan bersalah dan
perasaan harga dirinya sedangkan perkembangan kognitif dan emosional masih
terbatas sehingga anak sukar menyatakan isi hatinya secara verbal, termasuk
menyatakan perasaan sedih, tak berdaya, putus asa, kecewa, dan sebagainya. Dengan
demikian manifestasi gejala depresi anak sering terselubung dalam bentuk gejala lain
berupa (a) perubahan tingkah laku misalnya hiperaktif, impulsif, agresivitas, sikap
negativistik, suka berkelahi, (b) sukar makan, sukar tidur, mudah marah, malas
bermain atau menarik diri, (c) gejala psikosomatik (sakit kepala, sakit perut, dan
muntah), hipokondriasis, enuresis, enkopresis, dan phobia. Sebenarnya gejala depresi
terselubung ini merupakan jeritan minta tolong dari anak (cry for help) tetapi orang
tua sering salah mengartikannya, bahkan anak sering mendapatkan hukuman,
akibatnya gejala depresi makin bertambah dan hal ini berakibat anak tidak akan dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal. Gejala bunuh diri sangat jarang pada anak
sebelum usia 10 tahun, hal ini disebabkan karena pada usia ini pendapatnya sangat
kabur mengenai kematian, mungkin mati dianggap sebagai suatu perjalanan jauh yang
akan kembali, berkumpul kembali dengan ibunya yang telah meninggal atau sebagai
orang yang sedang tidur dan bangun lagi kemudian.
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian
lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan
timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA
(Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis (Kaplan, 2010).
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan
terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon
pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien
dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan
kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing
Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki (Trisdale, 2003).
Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA
rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk,
1993).
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan
kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.
Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil
abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga (Ingram dkk, 1993).
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.
Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan
faktor penting dalam menentukan etiologi (Ingram dkk, 1993).
1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan
lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek
samping yang terlihat pada antidepresan (Kaplan, 2010).
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali
(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi.
bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak
khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan
diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH,
2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi
pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan
antidepresi golongan ketiga (SRNIs) (Arozal, 2007).
Arozal W, Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta :
FKUI, 2007.
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat
(Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline,
desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari
ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah
tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih
minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat
kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian
besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik (Kaplan,
2010).
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier
(Arozal, 2007).
PENGGOLONGAN :
1. ObatAnti-depresi TRISIKLIK = TRICYCLIC ANTIDEPRESSANTS
e.g. Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine.
2. Obat Anti-depresi TETRASIKLIK
e.g. Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
3. Obat Anti-depresi MAOI-Reversible = REVERSIBLE INHIBITOR OF
MONOAMINE OXYDASE - A (RIMA)
e.g. Moclobemide.
4. Obat Anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
e.g. Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine,
Citalopram.
5. Obat Anti-depresi "ATYPICAL
e.g. Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.
No. Nama Generik Dosis Anjuran
1. Amitriptyline 75-150 mg / hari (Maslim R.
2. Amoxapine 200-300 mg / hari
Penggunaan
3. Tianeptine 25-50 mg / hari
4. Clomipramine 75-150 mg / hari Klinis Obat
5. Imipramine 75-150 mg / hari Psikotik
6. Moclobemide 300-600 mg / hari
7. Maprotiline 75-150 mg / hari (Psychotropic
8. Mainserin 30-60 mg / hari Medication).
9. Setraline 50-100 mg / hari
Edisi ke-3.
10. Trazodone 100-200 mg / hari
11. Paroxetine 20-40 mg / hari Jakarta: Balai
12. Fluvoxmine 50-100 mg / hari Penerbit FK
13. Flouxitine 20-40 mg / hari
14. Citalopram 20-60 mg / hari Unika Atma
15. Mirtrazapine 15-45 mg / hari Jaya;2007. h. 23-
16. Duloxetine 30-60 mg / hari
24.)
17. Venlafaxine 75-150 mg / hari