TRAUMA PELVIS
KELOMPOK A-09
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013/2014
1
Kata-kata sulit :
1. Defans Muskular : Kekakuan otot perut
2. EMV : Skala untuk mengukur kesadaran
E: Eye;
M: Motorik;
V: Verbal
Pertanyaan :
1. Kenapa terjadi nyeri perut?
2. Mengapa terjadi perubahaan tanda vital?
3. Kenapa fundus sulit berevaluasi?
4. Mengapa visus turun?
5. Mengapa terjadi defans muscular?
6. Apa yang menyebabkan hematoma?
7. Apa arti dari E3V4M4?
8. Bagaimana cara menilai penurunan kesadaran?
9. Bagaimana penanganan pasien tersebut?
10. Apa saja yang terjadi pada pasien dengan keadaan kegawat-daruratan?
Jawab :
1. Karena terjadi trauma pada region pelvis (uretra dan vesica urinaria)
2. Karena adanya perdarahan dan kompensasi tubuh?
3. Karena ada perdarahan di COA.
4. Karena ada perdarahan di COA dan menghalangi jalan pengelihatan.
5. Karena ada rangsangan dan adanya trauma di buli-buli yang menyebabkan urin keluar
mengisi cavum abdomen, sehingga merangsang rangsangan peritoneal.
6. Karena adanya pendarahaan dan menumpuk di daerah sekitar.
7. E3 = Buka mata terhadap rangsangan suara.
M4 = Fleksi ke arah nyeri
V4 = Disorientasi tempat dan waktu
8. GCS
9. ABCD, Hentikan Pendarahan, Infus dan Kateter
10. Penurunan kesadaran dan Pendarahan
Hipotesa :
2
3
SKENARIO 2: TRAUMA PELVIS
Seorang laki-laki, 22 tahun dating ke UGD RS dengan nyeri perut setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas terjatuh dari sepeda motor 30 menit yang lalu. Pemeriksaan fisik:
tanda-tanda vital: Airway: baik, Breathing: frekuensi nafas 30x/menit, Circulation: tekanan
darah 90/50 mmHg, denyut nadi 110x/menit. GCS: E3M4V4.
Status Lokalis:
Regio Pelvis:
4
Sasaran Belajar :
5
merupakan daya eksternal yang berhubungan dengan fraktur pelvis (sekitar
15% dari semua fraktur pelvis berkaitan dengan trauma vesica urinaria atau
trauma ureter), dapat menimbulkan kontusio atau ruptur vesica urinaria. Pada
kontusio hanya terjadi memar pada dinding vesika urinaria dengan hematuria
tanpa ekstravasasi urin. Trauma iatrogenik dapat disebabkan karena prosedur
ginekologi dan prosedur ekstensif pelvis lainnya. Juga hasil dari operasi hernia
dan operasi transuretra.
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung akibat
trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul, khususnya os pubis
(simpiolisis).Trauma uretra biasanya terjadi padapria jarang pada wanita.
Sering ada hubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injury. Cedera
menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan baik parsial/total.
1.2 Etiologi
Trauma buli-buli
90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-
buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang
pelvis yang merobek dindingnya.
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli
iatrogenic antara lain pada reseksi buli-buli transurethral.
Partus yang lama/tindakan operasi didaerah pelvis dapat
menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli.
Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya
terdapat kelainan pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor
buli-buli, dll.
Trauma uretra
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar.
Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang
menyebabkan ruptur uretra pars membranasea.
Trauma tumpul pada selangkangan/straddle injury dapat menyebabkan
ruptur uretra pars bulbosa
Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan
uretra karena false route/salah jalan.
1.3 Klasifikasi
Trauma buli-buli
6
Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya,
mungkin didapatkan hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan
ekstravasasi urin ke luar buli-buli.
Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-
buli kosong. Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis.
Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-
buli sedang terisi penuh.
o Menurut Tile (1988)
a. Tipe A: stabil
- A1: fraktur panggul tidak mengenai cincin
- A2: stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin panggul
tetapi tanpa atau sedikit sekali pergeseran cincin.
b. Tipe B: tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal
- B1: open book
- B2: kompresi lateral ipsilateral
- B3: kompresi lateral kontralateral (bucket-handle)
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai sisi satu panggul (open
book) atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan
fraktur pada ramus isio-pubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma bagian
posterior tetapi simfisis tidak terbuka (closed book).
c. Tipe C: tidak stabil secara rotasi dan vertikal
- C1: unilateral
- C2: bilateral
- C3: disertai fraktur asetabulum
Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu sisi disertai pergeseran dari
salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga disertai fraktur
asetabulum.
o Menurut Young-Burgess
a. Kompresi Anterior-Posterior (APC)
Disebabkan oleh tubrukan anterior terhadap pelvis, sering mendorong ke arah
diastase simfisis pubis. Ada cedera open book yang menganggu ligamentum
sacroiliaca anterior seperti halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan
ligamentum sacrotuberale
b. Kompresi Lateral (LC)
Terjadi akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis pada sisi
benturan ke arah midline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum
sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena
gaya tarik. Sering terjadi disrupsi pembuluh darah besar.
c. Shear Vertikal (SV)
Terjadi pemindahan vertikal hemipelvis yang dibarengi dengan cedera
vaskuler lokal yang parah.
d. Mekanisme Kombinasi (CM)
Meliputi faktor pelvis berkekuatan tinggi yang ditimbulkan oleh kombinasi
dua vektor tekanan terpisah
7
o Menurut Key dan Conwell
a. Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin
- Fraktur avulsi
Spina iliaka anterior posterior
Spina iliaka anterior inferior
Tuberositas ischium
- Fraktur pubis dan ischium
- Fraktur sayap ilium (Duverney)
- Fraktur sakrum
- Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus
b. Keretakan tunggal pada cincin panggul
- Fraktur pada kedua ramus ipsilateral
- Fraktur dekat atau subluksasi simfisis pubis
- Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakroiliaka
c. Fraktur bilateral cincin panggul
- Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis
- Fraktur ganda dan atau dislokasi (Malgaigne)
- Fraktur multipel yang hebat
d. Fraktur asetabulum
- Tanpa pergeseran
- Dengan pergeseran
o Klasifikasi lain
a. Fraktur isolasi dan fraktur tulang ischium dan tulang pubis tanpa gangguan
pada cincin
- Fraktur ramus isiopubis superior
- Fraktur ramus isiopubis inferior
- Fraktur yang melewati asetabulum
- Fraktur sayam ilium
- Avulsi spina iliaka antero-inferior
b. Fraktur disertai robekan cincin
o Klasifikasi berdasarkan stabilitas dan komplikasi
a. Fraktur avulsi
b. Fraktur stabil
c. Fraktur tidak stabil
d. Fraktur dengan komplikasi
Dalam menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas panggul apakah
bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam penanggulangan serta
prognosis.
Trauma uretra
Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.
Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.
8
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching
(peregangan).Pada foto uretrogram tidak menunjukkan adanya
ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang.
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea,
sedangkandiafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram
menunjukkan ekstravasasikontras yang masih terbatas di atas
diafragma urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah
proksimalikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras meluas hinggadibawah diafragma urogenital sampai ke
perineum.
Trauma buli-buli
Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga
dapat menyebabkan syok.
Tampak jejas/hematoma pada abdomen bagian bawah. Nyeri tekan
didaerahsuprapubik ditempat hematoma.
Pada kontusio buli-buli: nyeri terutama bila ditekan didaerah
suprapubik dan dapatditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang
peritoneum.
Pada rupture buli-buli intraperitoneal: urin masuk ke rongga
peritoneum sehingga memberi tanda cairan intraabdomen dan rangsang
peritoneum. Tidak terdapat benjolan dengan perkusi pekak.
Pada ruptur buli-buli ekstraperitoneal: infiltrat urin di rongga
peritoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh
tidak bisa buang air kecil, kadang keluar darah dari uretra. Timbul
benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi pada daerah suprapubik.
Trauma uretra
Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada
daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas,
hematom dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung kemih bisa
ditemukan tanda rangsangan peritoneum.
Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada
penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra
merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total
penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan
nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan
ditemukan kandung kemih yang penuh.
1.5 Patofisiologi
9
Trauma buli-buli
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur
tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih.
Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan
hematuria tanpa ekstravasasi urin.Ruptur kandung kemih dapat bersifat
ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal.Ruptur kandung kemih
ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada
dinding dengan kandung kemih yang penuh.Pada kejadian ini terjadi
Trauma uretra
Cedera dapat menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan
mukosa baik parsial/total. Ruptur uretra hampir selalu disertai fraktur
tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars
membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke
kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranosa terikat
di difragma urigenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi
10
total/inkomplit. Pada ruptur total, uretra terpisah seluruhnya dan
ligamentum pubo-prostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat
terlepas ke kranial.
Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis.
Korpus spongiosumbersama dengan corpora kavernosa penis
dibungkus oleh fascia buck dan fasia colles. Jika terjadi ruptur uretra
beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi
masih terbatas pada fascia buck dan secara klinis terlihat hematoma
yang terbatas pada penis. Namun, jika fascia buck ikut robek,
ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles sehingga
darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen.
Robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga
disebut butterfly hematoma.
Trauma buli-buli
Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta
hematuria. Pada fotopelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur
tulang pelvis.
Pemeriksaan sistogram, dapat memberikan keterangan ada tidaknya
ruptur kandung kemih dan lokasi ruptur apakah intra/ekstraperitoneal.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke
kandung kemih sebanyak 300-400 ml kemudian dibuat foto antero-
posterior. Kandung kemih lalu dikosongkan dan dibilas dan dibuat foto
sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah
kontusio buli-buli. Pada ruptur ekstraperitoneal, gambaran ekstravasasi
terlihat seperti nyala api pada daerah perivesikel, sedangkan pada
ruptur intraperitoneal terlihat kontras masuk ke dalam rongga
abdomen.
Pada ruptur kecil sistokopi dapat membantu diagnosis.
Tes buli-buli: dilakukan dengan cara buli-buli dikosongkan terlebih
dahulu dengan kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal,
kateter kemudian diklem sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya
cukup besar kemungkinan terjadi ruptur buli-buli.
Trauma uretra
Ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di
meatus uretra disertai patah tulang pelvis.
Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung
karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama
sekali tidak teraba lagi karena pindah ke kranial.
Pemeriksaan radiologik dengan menggunakan uretrogram retrograde
dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur uretra.
1.7 Tatalaksana
Trauma buli-buli
11
1. Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan
memberikan cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil,
lakukan reparasi buli-buli.
2. Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan
tujuan untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli
sembuh setelah 7-10 hari.
3. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi
untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera organ
lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2
lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar
sayatan laparotomi.
4. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan
untuk memasang kateter 7-10 hari tetapi dianjurkan juga untuk
melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi.
5. Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter
uretra/kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin.
Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada
ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.
Trauma uretra
1. Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja.
2. Jika sulit kencing/terlihat ekstravasasi pada uretrogram usahakan
memasukkan kateter foley sampai buli-buli. Jika gagal lakukan
pembedahan sistostomi untuk manajemen aliran urin.
3. Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera organ intrabdomen,
cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari
kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung dan
pemasangan kateter silikon selama 3 minggu. Bila disertai cedera
organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2-3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter.
4. Pada ruptur uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan
uretra dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal.
Dipasang kateter silikon selama 3 minggu. Bila ruptur parsial
dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra selama 7-
10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter sistostomi
baru dicabut bila saat kateter sistostomi di klem ternyata penderita bisa
buang air kecil.
12
1.8 Komplikasi
Trauma buli-buli
Trauma uretra
13
2. Memahami dan Menjelaskan Kegawat Daruratan Mata
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
1. Sangat Gawat
2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan
dalam waktu satu atau beberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini
adalah:
8. Hifema atau timbunan darah di dalam bilik mata depan. Terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
14
9. Skleritis (peradangan pada sklera)
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata. Sklera bersama dengan jaringan uvea dan retina berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung bola mata.
3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi
pasien memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu
beberapa hari atau minggu.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini
adalah:
3. Oftalmia simpatika
Yaitu peradangan granulomatosa yang khas pada jaringan uvea, bersifat
bilateral, dan didahului oleh trauma tembus mata yang biasanya mengenai
badan siliar, bagian uvea lainnya, atau akibat adanya benda asing dalam mata.
4. Katarak kongenital
Kekeruhan lensa mata yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu
penyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Gejalanya:
15
leukokoria (bercak putih), fotofobia (silau, dapat disertai atau tanpa rasa sakit),
strabismus (juling), nystagmus (pergerakan bola mata yang involunter.
Involunter maksudnya: tanpa sengaja, diluar kemauan; dapat teratur, bolak-
balik, dan tidak terkendali).
5. Glaukoma kongenital
6. Glaukoma simpleks
7.Perdarahan badan kaca
1. Glaucoma akut
Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun.
Keluhan :
o Kemunduran penglihatan yang berlangsung cepat.
o Nyeri dimata dan sekitarnya
o Mual dan muntah
Pada mata terlihat :
o Injeksi siliar
o Edema kornea
o Bilik mata depan dangkal
16
o Pupil lebar dan refleksnya menghilang
o Lensa keruh dan kehijauan.
o Tekanan intraokuler tinggi.
2. Ulkus kornea
Ulkus kornea yang cepat menimbulkan perforasi ialah ulkus sentra.
Pennyebab utamanya adalah pseudomonas pyocyaneus, pneumococcus.
Keluhan :
o Penglihatan mundur, silau dan mata berair terus menerus.
o Nyeri sekitar mata dan seisi kepala.
o Biasanya didahului trauma ringan pada mata.
Pada mata terlihat :
o Injeksi siliar dan dapat disertai pula dengan injeksi konjungtiva.
o Kornea keruh, keputihan dengan permukaan mencekung, bila
disebabkan jamur,permukaannya dapat menonjol karena timbunan
jaringan nekrotik.
Penatalaksanaan :
Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3-4 kali/hari
Antibiotik, bila dalam bentuk tetes mata, berikan 2 tetes/jam atau
dalam bentuk salep mata 3-5 kali/hari. Bila ada gunakan antibiotik
yang efektif untuk pseudomonas seperti terramycin dengan
polymixin B sulfate, garamycin. Berikan juga secara sistemik
antibiotik yang berspektrum luas dengan dosis tinggi.
Vitamin A, sekurang-kurangnya 100.000 U
Mata ditutup dengan kasa steril.
Bila keadaan tidak membaik atau memberat, mungkin penyebabnya adalah
jamur. Maka dilakukan :
Debridement sampai bersih, lalu bilas dengan larutan garam faal steril.
Setelah itu diberi salep antijamur tiap jam misalnya: preparat
amfoterisin B, preparat nistatin.
Sebaiknya usahakan pengiriman ke spesialis mata agar dapat segera
diambil tindakan bila terjadi perforasi.
17
3. Uveitis anterior
Penyakit ini cenderung kronik, tetapi tindakan dini yang tepat dapat
menyelamatkan mata dari kebutaan.
Keluhan :
o Penglihatan mundur, silau dan pegal disekitar dan dalam mata.
o Tidak ada sekret ataupun lakrimasi.
Pada mata terlihat:
o Injeksi siliar
o Kornea jernih atau berbercak-bercak coklat di bagian dalam.
o Bilik mata depan suram, kadang-kadang ada hipopion.
o Iris pucat, lipatannya berkurang atau menghilang.
o Pupil kecil, kadang-kadang tepinya tidak rata.
Penatalaksanaan :
Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3 kali/hari
Beri tetes mata mengandung kortikosteroid dengan atau tanpa
campuran antibiotik setiap 2 jam. Bila berbentuk salep, berikan 3-5
kali/hari
Mata sebaiknya ditutup dengan kasa steril.
Sebaiknya dikirimkan ke spesialis mata karena dapat menimbulkan
komplikasi yang menetap.
4. Trauma mata
Trauma pada mata menimbulkan rasa takut dan kegelisahan yang
besar, oleh karena itu kita harus bertindak cepat dan tepat.
18
Hematoma palpebra yang
merupakan pembengkakan atau
penimbunan darah di bawah kulit kelopak
akibat pecahnya pembuluh darah
palpebra.Hematoma kelopak merupakan
kelainan yang sering terlihat pada trauma
tumpul kelopak.Trauma dapat akibat
pukula tinju, ataupun benda-benda keras
lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk
yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat
berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan
ini diseut sebagai hematoma kaca mata.Hematoma kaca mata merupakan
keadaan sangat gawat.Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri
oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii.Pada pecahnya
a.oftalmika maka darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura
orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita
kelopak maka akan berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang
memakai kaca mata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres
dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit.Bila
telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres
hangat pada kelopak mata.
19
Hematoma subkonjungtiva terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah yang
terdapat pada atau di bawah konjungtiva,
seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera.Pecahnya pembuluh darah ini
dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul
basis kranii (hematoma kaca mata), atau
pada keadaan pembuluh darah yang rentan
dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia
lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis),
anemia, dan obat-obat tertentu.
Bila perdarahan ini terjadi akiba trauma tumpul maka perlu dipastikan
bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau
sklera.Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata
yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.Pemeriksaan funduskopi adalah
perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
trauma.Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam
penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur
bulbus okuli.
Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres
hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2
minggu tanpa diobati.
Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.Erosi dapat terjadi
tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya
20
dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi
pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak ornea yang mempunyai
serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi
pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu
diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan
dan menghilangkan rasa sakit yang sangat.Hati-hati bila memakai obat
anestetik topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena
dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau
dikupas.Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti
antibiotika spektrum luas neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes
mata.Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka diberikan
sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup
bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup
kembali setelah 48 jam.
21
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat
menjadi iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat
trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien
dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan
satu matanya.
Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi
bersama-sama dengan terbentuknya hifema.Bila keluhan demikian maka pada
pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal
iris yang terlepas.
Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat
mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik mata depan maka akan
terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun.
Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid
topikal.Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.
Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundus dengan midriatika.
Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya
sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah
tempat.Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan
akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn
yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca
trauma akan mengeluh penglihatan berkurang.
Subluksasi lenssa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis
akan menjdai cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yg
menjadi sangat cembung mendorong iris ke depa sehingga bilik mata
tertutup.Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi
glaukoma sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi
penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung.Bila tidak terjadi
penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan
pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.
22
Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula Zinn di
sekitar ekuator putus akibat trauma maka
lensa dapat masuk ke dalam bilik mata
depan. Akibat lensa terletak di dalam
bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran keluar cairan bilik
mata sehingga akan timbul glaukoma
kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat
injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris
terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.Tekanan bola mata sangat
tinggi.
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada
dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan
asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola matanya.
Katarak trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat
akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak
subkapsular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi
kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk
kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan
mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya
masa lensa di dalam bilik mata depan.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang
akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk
endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah
akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut
23
sebagai cincin Soemering atau bilaepitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat
mutiara Elsching.
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat di pasang lensa intra
okuler primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat
ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi peyulit seperti glaukoma,
uveitis dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit
uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa
pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan.Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi
retina, uveitis atau salah letak lensa.
Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang
disebut sebagai cincin Vossius yang merupakan
cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang
pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma, yang
merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan
lensa sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel
jari. Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata
tersebut telah mengalami suatu trauma tumpul.
Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlapasnya retina dari
koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat
untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata,
miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Pada pasien akan terdapat
keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir mengganggu lapang
pandangnya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatn
akan menurun.
24
Pada pemeriksaan funduskopi akan
terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan
berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat
pembuluh darah seperti yang terputus-
putus.Pada pasien dengan ablasi retina maka
secepatnya dirawat untuk dilakukan
pembedahan oleh dokter mata.
Trauma Koroid
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat
merupakan akibat ruptur koroid.Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior
bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka
tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh
perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah
diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat
dilihat langsung tanpa tertutup koroid.
3. Trauma kimia
o Trauma asam, bila bahan asam mengenai mata maka akan segera
terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka kerusakannya hanya
pada bagian superficial saja. Pengobatan dapat dilakukan dengan
irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk
menghilangkan dan melarutkan bahan.
o Trauma basa, alkali akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik
mata depan, dan sampai ke jaringan retina. Pada trauma basa akan
25
terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali
bersifat koagulasi sel dan terjadi proses penyabunan disertai dengan
dehidrasi.
Menurut klasifikasi Hughes maka trauma mata diklasifikasikan
menjadi:
a. Ringan
o Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea
o Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva
o Prognosis baik
-
b. Sedang
o Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil
secara detail
o Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea
o Prognosis sedang
c. Berat
o terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat
o terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat
o prognosis buruk
4.Trauma radiasi
Trauma Fisika
1. Trauma Sinar Inframerah
Sinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan
kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan
ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan menagkibatkan
pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius,
sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar
inframerah yang sering didapatkan adalah dari sinar matahari dan dari
tempat pekerjaan pemanggangan.
26
Gambaran klinis
Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis
superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid.
Biasanya terjadi penurunan tajam penglihatan, penglihatan kabur dan mata
terasa panas.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali
mencegah sering terpapar oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid
sistemik dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya jaringn parut pada
makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.
27
normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi kapiler, perdarahan,
mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat
terjadi dan mengganggu fungsi air mata.
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan
sikloplegik.
Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
2.4 Terapi
1. Trauma oftalmik
Bila ada kecurigaan adanya laserasi, cedera tembus, ruptur bola mata,
jangan lakukan penekanan
Penekanan dapat diakibatkan ekstrusi isi intraokule dan kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki
Robekan kelopak mata , letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada atas
dan bawah orbita
2. Cedera bola mata
Hindari manipulasi mata sampai saat perdarahan
Pasang balutan ringan (tanpa tekanan) dan perisai logam yang
bersandar pada tulang orbita diplester kedahi dan pipi
Pembalutan bilateral, jaga jarak bola mata minimal
Kolaborasi, antibiotik, analgesik, anti tetanus dll
Bila ruptur bola mata sudah teratasi periksakan struktur lain dapat
dilakukan
Laserasi kelopak mata, penjahitan
3. Benda asing
Benda asing tidak menembus dibawah kelopak mata atas
Angkat kelopak mata atas keatas kelopak mata bawah, sehingga
memungkinkan kelopak mata bawah menyapu benda asing untuk
keluar
Lakukan irigasi, hati-hati jangan sentuh kornea
Jika benda asing gagal keluar, tutup mata, rujuk
Benda asing supervisial kornea , irigasi
Benda asing tertanam, pembedahan
Ambil benda asing, alat berujung tumpul hindari gunakan aplikator
beraujung kapas karena dapat bergesek epitel terlalu banyak
4. Abrasi kornea
Beri balut tekan mata, mengimobilisasi kelopak mata
Kolaborasi pemberian antibiotik, anastesi, dll
Monitor efeki anastesi, terlambat penyembuhan
Pembalutan sebelah (24 jam) untuk abrasi ekstensif berlapisan bagian
bawah tidak terkena, penyembuhan tanpa jaringan parut (24 s/d 48
jam)
Monitor epitelisasi dan penyembuhan
28
5. Luka bakar kimia
Irigasi segera dengan air bersih atau larutan NaCl
Cuci mata dibawah aliran air keran
Memasukkan mata kedalam air mengejap-ngejapkan mata
Bilas terus selama 20 mnt atau sampai bersih
Lain-lain, kolaborasi
Balut mata bilateral
6. Trauma tumpul
Kontusio orbita kompres es, istirahatkan
Hifema posisi tegak, dan isrirahatkan mata. Kolaborasikan, bedah
kamera
anterior
Waspadai anemia sel sabit dan penggunaan obat anti koagulan &
penurunan dosis
(Sidarta Ilyas, ed.3 2008)
29
3. Memahami dan Menjelaskan Hifema
3.1 Definisi
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
3.2 Etiologi
30
Gambar 1. Ilustrasi Hifema
3.3 Klasifikasi
31
3.4 Manifestasi Klinis
3.5 Patofisiologi
32
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dankankermungkin
juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapatmerobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan
merobekpembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi
secaraspontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam
ruangCOA, mengotori permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinyamekanisme
hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular,spasmepembuluh
darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuandarah yang
akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas daribilik mata
depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsunghingga 4-7
hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darahpada bilik
mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin olehaktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuandarah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuandarah, bersama
dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan
menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
33
perdarahan, danrobekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat
peninggian tekananintraokular.
Hifema pada 1/3 bilik mata depanHifema pada bilik mata depan
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang
berair.Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah
yangterlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien
duduk,hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema
dapatmemenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan,
pupiltetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining)
padakornea, anisokor pupil.
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler
34
inidisebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat
massadarah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang
humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama
beradadi kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding
kornea dankerusakan jaringan kornea.
3.8 Tatalaksana
1. Menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yanglain.
5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian
pendapatdi antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena
trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema
tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan,
35
mempercepatabsorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk
maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral
maupunparenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan,
Misalnya:Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C.
Pada hifemayang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik
(di pasaran obatini dikenal sebagai transamine/ transamic acid)
sehingga bekuan darah tidakterlalu cepat diserap dan pembuluh darah
diberi kesempatan untukmemperbaiki diri dahulu sampai sembuh.
Dengan demikian diharapkanterjadinya perdarahan sekunder dapat
dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250mg dan hanya kira-kira 5 hari
jangan melewati satu minggu oleh karena dapattimbulkan gangguan
transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma jugaimbibisio
kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan
intraokular.
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat
golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat
mempunyai keuntungandan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang
akan mempercepat absorbsi,tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian
midriatika danmiotika bersama-sama dengan interval 30 menit
sebanyak dua kali sehari akanmengurangi perdarahan sekunder
dibanding pemakaian salah satu obat saja.
36
Perawatan Operasi
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai
berikut :dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang
sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan
pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila
darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak
perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan
diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200
3.9 Prognosis
37
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa
disertaiglaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali
danhilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah
mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma
tersebutmenimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan
telahmencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk
(malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.
3.10 Komplikasi
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan
olehtersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah.
Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah
dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-
unsur darah menutupisudut COA dan trabekula sehingga terjadinya
glaukoma.Glaukoma sekunderdapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar
berakibat suatu reses sudut bilik matasehingga terjadi gangguan pengaliran
cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA
dalambentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm
sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada
iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian
hifema dikeluarkansetelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan darihemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea,
menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau
imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio
kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis
tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam
waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya 10%.3 Zat besi di dalam bola mata
38
dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.
Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada
pasien yangmendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada
pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral anterior synechiae
anterior synechiaeterjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu
yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer
berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA.
Bekuan darah pada sudutCOA kemudian bisa menyebabkan trabecular
meshwork fibrosis yangmenyebabkan sudut bilik mata tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio
kornea,uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar
yangmungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga
padafunduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan
menurunnya
lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit
ketajamanpenglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih
normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan
gangguan visus dankenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit
oleh karena glaukoma.Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit
bertambah karena tekanan intraokular lebih meninggi dan penglihatan lebih
menurun lagi.
3.11 Pencegahan
39
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan
dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formatio retikularis di batang
orak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formatio retikularis dapat
menimbulkan gangguan kesadaran
4.2 Mekanisme
Input saraf dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan bersifat
non-spesifik. Lintasan asenden dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan
implus sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke
daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asenden spesifik atau lintasan
asenden lemniskal.
Ada pula lintasan asendens non spesifik yakni formasi retikularis
disepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan implus dari lintasan
spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta
meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan
difus keseluruh permukaan otak.
Pada manusian pusat kesadarn terdapat didaerah pons, formasio retikularis
daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan non spesifik ini oleh merruzi dan
magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui
lintasan non pesifik ini, suatu implus dari perifer akan menimbulkan rangsangan
pada seluruh permukaan korteks serebri.
Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asenden
yang pada dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan implus dari satu
titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks persetif primer. Sebaliknya
lintasan asenden nonspesifik menghantarkan setiap implus dari titik manapun
pada tubuh keseluruh korteks serebri.
Neuron-neuron dikorteks serebri yang digalakan oleh implus asenden
nonspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang
berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminalis talami disebut neuron
penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab
apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran
40
3. Kelainan lokal hemisfer serebri disebabkan masa yang menjepit,
menekan struktur bagian dalam diensefalon, herniasi mengganggu
talamus dan activating hipotalamus.
41
Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara kuantitatif
Membuka mata
Spontan :4
Dengan perintah :3
Terhadap nyeri :2
Tidak ada :1
Untuk anak-anak, dipakai Skala Koma Glasgow untuk anak-anak, tetapi dengan
perubahan pada skor verbalnya bagi anak yang berusia kurang dari 4 tahun (skor
respons membuka mata dan respons motornya seperti dewasa) :
Tabel 2
V-score
Verbal Respons
Appropriate words or social smile, fixes and follows 5
Cries, but consolable 4
42
Persistenly irritable 3
Restless, agitated 2
None 1
43
Daftar Pustaka
Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003
Ilyas S; Salamun MT, Azhar Z ; Hifema dalam Sari Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-3,
Jakarta ; Balai penerbit FKUI;2003
Ilyas S; Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Cetakan Ke-3. Jakarta ;
Balai penerbit FKUI, 2005
Ilyas S. Milingky hbb, Taim H dkk ; hifema dalam Ilmu Penyakit mata edisi ke-2.Jakarta;
penerbit CV sagung seto;2002
44