Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian
diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya
gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah
bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera
harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus
ditentukan (hemoragik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok) (Bruner &
Suddarth, 2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan,
dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi, 2006).
Syok hemoragik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi
secara langsung karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena
hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran
urin berlebihan, atau keringat berlebihan).

2. Etiologi
Penyebab syok hemoragik yaitu :
a) Kehilangan darah
1) Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
2) Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hemoragik jika
perdarahan ini di dalam toraks, abdomen, retroperitoneal atau
tungkai atas.
b) Kehilangan plasma merupakan akibat umum dari luka bakar, cedera
berat atau inflamasi peritoneal
c) Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara
berlebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau kehilangan
lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat.
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hemoragik yang dapat disebabkan
oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
a) Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang
mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan
kehamilan ektopik terganggu.
b) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung
kehilangan darah yang besar.
Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau
fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
c) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler,
Misalnya pada:
1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

3. Tahap-Tahap
Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak terlihat jelas
pada seorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada respon
terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan klasifikasi
awal saja. System klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini
dan patofisiologi keadaan syok. (ATLS, 2001)
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan

Kelas I : Hanya takikardi minimal, Tidak perlu penggantian


kehilangan volume darah nadi < 100 kali/menit volume cairan secara
< 15 % EBV IVFD

Kelas II : Takikardi (>120 kali/ Pergantian volume darah


kehilangan volume darah menit), takipnea (30-40 yang hilang dengan
15 30 % EBV kali/menit), penurunan cairan kristaloid (RL atau
pulse pressure, penurunan NaCl 0,9%) sejumlah 3
produksi urin (20-30 kali volume darah yang
cc/jam) hilang

Kelas III : Takikardi (>120 kali/ Pergantian volume darah


kehilangan volume darah menit), takipnea (30-40 yang hilang dengan
30 - 40 % EBV kali/menit), perubahan cairan kristaloid (NaCl
status mental (confused), 0,9% atau RL) dan darah
penurunan produksi urin
(5-15 cc/jam)

Kelas IV : Takikardi (>140 Pergantian volume darah


kehilangan volume darah kali/menit), takipnea (35 yang hilang dengan
> 40 % EBV kali/menit), perubahan cairan kristaloid (NaCl
status mental (confused 0,9% atau RL) dan darah
dan lethargic),

Bila kehilangan volume


darah > 50 % : pasien
tidak sadar, tekanan
sistolik sama dengan
diastolik, produksi urin
minimal atau tidak keluar

Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis


terhadap perdarahan, antara lain ;
a) Usia penderita
b) Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi anatomis
cederanya
c) Rentang waktu antar cedera dan permulaan terapi
d) Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian anti syok pneumatic
(PSAG)
e) Obat-obat yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit kronis

4. Manifestasi Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon
kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan
cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan
volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien
usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu
yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006
adalah:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan
aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70
mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hemoragik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

5. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.
a. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet
diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk
bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang
rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan
fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam
untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk
yang sempurna.
b. Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi
akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar
tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus
aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler
juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal
dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
c. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2
efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi
sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada
reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
d. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH
dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara
tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam
(NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

6. WOC
(Terlampir)

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:
analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya
dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Penunjang lainnya:
a. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala
hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber
perdarahan.
b. Pasien trauma dengan syok hemoragik membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma
aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,
sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus
dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan
(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber
perdarahan.
c. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan
usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,
konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan
pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hemoragik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hemoragik
akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan
negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
d. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan
dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal
echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
e. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan
FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa
dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya
dilakukan pada pasien yang stabil.

8. Komplikasi
a. Kerusakan ginjal
b. Kerusakan otak
c. Gangren dari lengan atau kakikadang-kadang mengarah ke amputasi
d. Serangan jantung

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Pemantauan
Parameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan
pengobatan: denyut jantung, Frekuensi pernafasan, tekanan darah,
tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran
urin yang kurang dari 30ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam)
menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat
2. Penatalaksanaan pernafasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker
atau Kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan
posisi kepala dan mandubula yang tepat dan aliran pengisapan
darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial
harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika
ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas
darah, pasien harus diintubisi dan diventilasi dengan ventilator
yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12
sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 permenit.
Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar
100mmHg. Jika pasien melawan terhadap ventilator, maka obat
sedatif atatu pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara pemberian
ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika
fungsi paru-paru menurun harus menambahkan 3-10 cm tekanan
ekspirasi akhir positif
3. Pemberian cairan
a. Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan
ringer laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat.
Umumnya paling sidikt 1-2 liter larutan RL harus diberikan
dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagio bila
dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah
tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah
sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung harus
dilakukan tranfusi darah pada pasien ini secepat miungkin dan
kecepatan serta jumalah yang diberikan disesuaikan dari
respon yang dipantau.
b. Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock
Trousers)
Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST
bermanfaat sebagai terapi tambahan pada terapi penggantian
cairan. Pakaian MAST ini dikenakan pada kedua tungkai atau
abdoomen pasien, dan masing-masing ketiga kompartemen
individual ini dapat dikembungkan. Pakaian ini
meristribusikan darah dari ekstremitas bawah ke sirkulasi
sentral dan mengurangi darah arterial ke tungkai dengan
memprkecil diameter pembuluh darah.
Kontari indikasi pemakaian MAST:
a) Edema paru yang bersamaan
b) Kehamilan . Ini hanya ber4laku pada kompartemen
abdomen Hal yang perlu diperhatikan
a) Pakaian mast dapat meningkatkan kejadian perdarahan
karena cidera diafragmatik.
b) Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang
cedera dapat menyebabkan timbulnya sindrom
kompartemen pada fascia.
4. Vasopresor
Pemakain vasopresor pada penangan syok hemoragik akhir-akhir
ini kurang disukai alasannya adalah bahwa ha ini akan lebih
megurangi perfusi jaringan. Vasopresor dapat diberikan sebagai
tindakana sementara untuk meningkatkan tekanan darah sampai
mendapatkan cairan pengganti yang adekuat. Hal ini terutama
bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner
atau penyakit pembuluh darah otak yang berat, hal yang digunakan
adalah Norepineorin 4-8 Mg yang dilarutkan dalam 500 ml 5%
dekstrosa dalam air D5W, atau metaraminor, 5-10 ml yang
dilarutkan dalam 500ml D5W yang bersifat pasokonstriktor
predominan dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus
disesuaikan dengan tekanan darah.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan
penggantian cairan sesuai order. Pastikan golongan darah untuk
pemberian terapi transfusi
2) Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac
atau respiratory arrest lakukan CPR
3) Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan
hasil AGD untuk mengetahui adanya hypoxemia dan
mengantisipasi diperlukannya intubasi dan penggunaan ventilasi
mekanik. Atur posisi semi fowler untuk memaksimalkan
ekspansi dada. Jaga pasien tetap tenang dan nyaman untuk
meminimalkan kebutuhan oksigen.
4) Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5) Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan
cardiac output, setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon
pasien terhadap treatmen yang sudah diberikan.
6) Monitor intake dan output. Pasang dower cateter dan kaji urin
output setiap jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal
maka cek feses, muntahan, dan gastric drainase. Jika output
kuranng dari 30 ml/jam pada pasien dewasa pasang infuse, tetapi
awasi adanya tanda kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP.
Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7) Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan
HCT
8) Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi renal.
9) Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie,
perdarahan, catat segera.
10) Berikan support emosional
11) Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3).


Jakarta: EGC
Sudoyo, W Aru, dkk. 2006. Syok Hipovolemik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI

Anda mungkin juga menyukai